BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. dampaknya terus berkembang (The Henry J. Kaiser Family Foundation, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

1 Universitas Kristen Maranatha

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN: Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI KLINIK VCT RUMAH SAKIT UMUM HKBP BALIGE TAHUN ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

GAMBARAN PENDERITA HIV DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAHURIPAN KECAMATAN TAWANG KOTA TASIKMALAYA. Nur Lina 1, Kusno Prayitno 2

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 36.700.000 orang hidup dengan HIV termasuk sebanyak 2,25 juta anak atau sekitar 0,8% prevalensi HIV di dunia. Sebagian besar jumlah tersebut berada di negara yang mempunyai penghasilan rendah dan sedang berkembang. Pada tahun yang sama sebanyak 1,1 juta orang meninggal karena penyakit terkait AIDS. Sejak awal epidemi, sekitar 78 juta orang telah terinfeksi HIV dan 35 juta orang telah meninggal karena penyakit terkait AIDS (UNAIDS, 2016b). World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyatakan penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah terinfeksi HIV. Penyebaran dan penularan HIV/AIDS dominan terjadi di negara Afrika dan Asia. Peningkatan kematian pada penderita AIDS di negara miskin dan berkembang sebesar 4,2 juta dalam rentang waktu tahun 2002 hingga 2012. Selain itu data dari WHO juga menunjukkan adanya peningkatan kurang lebih 25% penderita HIV pada usia 15-24 tahun (WHO, 2015). Di Indonesia, penyebaran HIV/AIDS meningkat pada penduduk dengan usia 15-49 tahun. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 tahun hanya 0,16% meningkat menjadi 0,30% tahun 2011. Pada tahun 2012 sebesar 0,32% dan terus meningkat menjadi 0,43% tahun 2013. Sedangkan persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan umur tertinggi yaitu kelompok umur 20-29 tahun (35,2%), dan terbanyak remaja dan menjelang dewasa. Faktor risiko penularan paling dominan hubungan heteroseksual sebesar 58,7%, pengguna narkotika suntik 17,9%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) 15%, dan penularan melalui perinatal 2,7% (Kemenkes RI, 2015). Di Indonesia prevalensi terjadinya kasus HIV pada perempuan terus mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 44%, tahun 2012 menurun menjadi 43%, tetapi 2013 meningkat kembali tahun 2013 menjadi 58% 1

(Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2016 sampai dengan bulan Maret jumlah kumulatif penderita AIDS perempuan mencapai 24.282 atau 50% dari penderita laki-laki (Kemenkes RI, 2016). Laporan dari United National AIDS (UNAIDS) mengatakan bahwa diperkirakan terdapat 50 juta perempuan Asia beresiko terinfeksi HIV/AIDS dari pasangan intim mereka. Sejumlah bukti dari negaranegara Asia menunjukkan bahwa perempuan-perempuan ini berstatus menikah atau memiliki hubungan dengan laki-laki yang memiliki perilaku seksual beresiko tinggi. Apabila pada awalnya kelompok yang beresiko tinggi, kini HIV/AIDS juga menginfeksi perempuan, istri atau ibu rumah tangga yang setia pada suami atau pasangannya (Purwaningsih, 2008). Meskipun jumlah kasus HIV/AIDS pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, tetapi karena cara penularan terbanyak adalah melalui heteroseks (8.922 kasus), hal ini dapat berdampak terjadinya penularan pada perempuan sehingga menjadi kelompok yang paling rentan tertular HIV dari pasangan atau suaminya (Kemenkes RI, 2014). Perempuan lebih rentan tertular HIV 2,5 kali jika dibandingkan laki-laki maupun remaja putra. Kerentanan perempuan tertular HIV umumnya karena kurangnya pengetahuan mereka tentang bahaya HIV/AIDS dan kurangnya akses untuk mendapatkan layanan pencegahan HIV. Secara biologis perempuan lebih berisiko tertular HIV jika melakukan hubungan seksual tanpa kondom, dibanding laki-laki. Ironisnya, di banyak daerah perempuan sulit melindungi dirinya dari infeksi HIV karena pasangan seksualnya enggan menggunakan kondom (Nitimihardjo, 2015). Selain itu kerentanan perempuan tertular HIV/AIDS ini juga karena organ reproduksi yang tersembunyi sehingga tidak mudah terdeteksi bila ada keluhan. Organ reproduksi perempuan sangat sensitif dan bentuk anatominya yang cenderung terbuka sehingga memudahkan bakteri berkembang di sana, memiliki selaput mukosa yang luas, mudah luka atau iritasi, sehingga bila terjadi penetrasi penis dengan keras atau paksaan ataupun dengan IMS (infeksi menular seksual) akan lebih memudahkan terjadinya penularan. Laporan Joint United Nations 2

Programme on HIV/AIDS (2012) menunjukkan bahwa dari 35,3 miliar orang yang hidup dengan HIV sebesar 17,7 miliar adalah perempuan. Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI (2008) menyatakan bahwa penyebaran HIV tidak mengenal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal penderitanya. Hal ini disebabkan jumlah yang cukup dan potensi HIV, virus ini dapat menginfeksi orang lain. Menurut Kementerian Kesehatan RI kejadian HIV/AIDS lebih banyak terjadi pada kelompok umur dewasa. Sampai akhir tahun 2012 tercatat 73,7% kasus HIV terjadi pada umur 25-49 tahun, 15% pada umur 20-24 tahun dan 4,5% terjadi pada umur > 50 tahun (Kemenkes RI, 2014). Kambu (2012) mengatakan bahwa faktor stres terhadap pekerjaan, jauh dari keluarga (istri dan keluarga), kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS dan rendahnya kesadaran tentang tindakan pencegahan penularan HIV diidentifikasi sebagai penyebab penularan HIV. Jumlah kumulatif infeksi HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan sampai dengan Maret 2016 sebanyak 198.219 HIV dan 78.292 AIDS. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69.7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16.6%), dan kelompok umur 50 tahun (7.2%). Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (47%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (25%), lain-lain (25%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (3%). Dari bulan Januari sampai dengan Maret 2016 jumlah AIDS yang dilaporkan baru sebanyak 305 orang. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (37,7%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (29.9%) dan kelompok umur 40-49 tahun (19%). Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (73,8%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (10,5%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (5,2%), dan perinatal (2,6%). Jumlah AIDS tertinggi adalah pada ibu rumah tangga (10.691) (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). 3

Di Jawa Timur sampai dengan bulan Maret 2016 penderita HIV tercatat 26,052 dan penderita AIDS sejumlah 14,499. Cara penularan kasus AIDS yang tertinggi adalah heteroseksual. Kebanyakan jenis kelamin kasus AIDS didominasi laki-laki dan umur paling dominan kelompok seksual aktif, yaitu usia 25-29 tahun (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015). Penderita HIV di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2014 adalah sebesar 32 kasus dan tahun 2015 meningkat menjadi 97 kasus, dimana pada wanita 26 kasus pada 2014 dan meningkat menjadi 43 kasus. Pada tahun 2014 kasus AIDS sebanyak 55 kasus dan tahun 2015 menjadi 67 kasus. Demikian juga pada penderita AIDS wanita mengalami peningkatan meskipun tidak tinggi tahun 2014 sebesar 23 kasus dan 2015 menjadi 27 kasus (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2015). Berdasarkan Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2014) menunjukkan bahwa realitas yang terjadi di Indonesia banyak program maupun kegiatan dalam strategi pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS masih kurang memperhatikan atau bahkan belum menyesuaikan karakteristik setiap kelompok/populasi. Pada umumnya strategi pencegahan HIV/AIDS berlaku sama untuk semua daerah, kelompok sasaran dan kurang fleksibel. Untuk upaya atau program pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS yang fleksibel yakni dilakukan mempertimbangan karakteristik kelompok/populasi akan lebih efektif dibandingkan dengan konvensional atau tidak sesuai karakteristik kelompok atau populasi. Hutapea and Sarumpaet (2014) menyatakan bahwa karakteristik sosiodemografi, dari proporsi penderita HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Umum HKBP Balige tahun 2008-2012 tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (58,6%), jenis kelamin laki-laki (75,2%), tingkat pendidikan tamat SLTA (66,9%), pekerjaan wiraswasta (36,6%), status menikah (77,2%), serta bertempat tinggal di wilayah Balige. Kebanyakan perempuan tidak berdaya melindungi dari penularan HIV/AIDS dikarenakan tidak mengetahui kebiasaan seksual pasangannya, baru menyadari pasangan mereka menggunakan narkoba suntik setelah menikah, takut miskin dan tergantung kepada pasangan dalam pemenuhan sosial ekonomi keluarganya (Solomon et al., 2010). 4

Penelitian lain di negara Cina menunjukkan perilaku seksual berisiko tinggi berkembang di antara para migran di tempat tujuan mereka. Studi ini juga mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko di kalangan migran, seperti status belum menikah, pengalaman seksual pertama, persepsi buruk tertular HIV/AIDS, sering terpapar pornografi, sikap terhadap legalisasi seks komersial, memiliki teman-teman yang telah terlibat dalam perilaku seksual berisiko, dan tidak tahu seseorang yang telah meninggal dari HIV/AIDS (Wu et al., 2014). Pada kualitatif yang dilakukan oleh Renesto et al. (2014) menunjukkan bahwa wanita yang terbukti terinfeksi HIV menjadi waktu yang penting, ditandai dengan penderitaan, rasa ketakutan, tidak hanya ketidakamanan memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tetapi juga takut ditinggalkan dan penolakan. Fenomena hubungan warok- gemblak memang merupakan fenomena yang unik di dalam masyarakat Jawa. Meskipun hanya spesifik berada di wilayah Jawa Timur, lebih khusus lagi di Kabupaten Ponorogo dan tidak dapat mencerminkan satu kebudayaan dominan Jawa, namun setidaknya keberadaan fenomena warokgemblak menunjukkan bahwa permasalahan seksualitas merupakan fenomena universal. Jika pada masa lalu hubungan tersebut banyak terjadi untuk kepentingan seksualitas fisikal, maka pada saat ini hubungan-hubungan yang masih bertahan lebih banyak didasari kepentingan psikis tanpa melibatkan relasi seksual secara fisik, misalnya sekedar menemani mengobrol atau menemani saat makan. Begitu pula keragaman bentuk dan relasi seksualitas merupakan fenomena yang dapat terjadi dimana saja, bahkan juga sangat mungkin ada di lingkungan kita sendiri (Fauzannafi, 2005). Pitoyo (2015) mengatakan bahwa Kabupaten Ponorogo saat ini merupakan daerah penghasil pekerja migran internasional tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Bagi masyarakat Ponorogo, bekerja di luar negeri telah menjadi gaya hidup turun menurun sejak masa kerajaan Islam di pantai utara Jawa. Bahkan, pekerja migran asal Ponorogo saat ini tersebar di Amerika, Eropa, Hongkong, Taiwan dan Timur Tengah. 5

Dari studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh data dari 90 penderita HIV/AIDS wanita di Kabupaten Ponorogo yang terbanyak berusia produktif atau 19-49 tahun, berpendidkan rendah dan sebagai IRT. Berdasarkan latar belakang dan data-data diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik sosiodemografis dan pengetahuan tentang infeksi HIV/AIDS pada wanita. Alasan peneliti karena ingin melihat bagaimana karaktersitik sosiodemografis dan pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi wanita terinfeksi HIV. Fakta yang sering terjadi menyebutkan bahwa suami merupakan sumber penularan HIV/AIDS tertinggi pada wanita. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, maka dapat disimpulkan rumusan pertanyaan sebagai berikut: Bagaimanakah gambaran karakteristik sosiodemografi, pengetahuan tentang HIV/AIDS, dan karakteristik pasangan terhadap wanita yang terinfeksi HIV di Kabupaten Ponorogo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menggambarkan karakteristik sosiodemografi, pengetahuan tentang HIV/AIDS, dan karakteristik pasangan pada wanita yang terinfeksi HIV di Kabupaten Ponorogo. 2. Tujuan khusus a. Menggambarkan karakteristik wanita yang terinfeksi HIV dilihat dari sosiodemografi meliputi: usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan. b. Mengetahui tingkat pengetahuan penderita HIV tentang HIV/AIDS. c. Mengetahui karakteristik pasangan (usia, pendidikan, pekerjaan) pada wanita yang terinfeksi HIV di Kabupaten Ponorogo. 6

D. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan mampu memberi manfaat bagi peneliti, maupun bagi peneliti lain. Berikut manfaat antara lain: 1. Bagi masyarakat Hasil ini diharapkan akan berguna bagi masyarakat khususnya bagi ibu rumah tangga sebagai bahan pertimbangan dalam tindakan pencegahan penyebaran HIV dan AIDS. 2. Bagi instansi pemerintah Bahan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam pengembangan kebijakan kesehatan tentang peningkatan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan upaya-upaya pencegahan untuk terjadi infeksi HIV/AIDS di Kabupaten Ponorogo. 3. Bagi sivitas akademik Hasil ini diharapkan dapat sebagai tambahan kepustakaan kesehatan masyarakat terutama tentang HIV/AIDS. 4. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan mengenai HIV/AIDS. 5. Bagi peneliti lain Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan selanjutnya terutama karakteristik, pengetahuan dan pencegahan wanita yang terinfeksi HIV/AIDS. E. Keaslian Penelitian Perbedaan ini dengan lain diantaranya, metode, lokasi, tahun, dan sebagian variabel. Berikut ini yang pernah dilakukan: 7

Tabel 1. Keaslian No Judul/Lokasi Hasil Perbedaan Persamaan 1 Karakteristik penderita Distribusi frekuensi berdasarkan sosiodemografi, populasi tertinggi Metode, Tema HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Umum HKBP Balige tahun 2008 2012 (Hutapea and Sarumpaet, 2014) usia 30-39 tahun (58,6%), laki-laki lokasi (75,2%), SMA (66, 9%), pekerjaan wiraswasta (36,6%), menikah (77,2%), di wilayah Kabupaten Toba Samosir (62,8%). Transmisi tertinggi adalah heteroseksual (66,9%), panjang menderita AIDS sejak didiagnosis <1 tahun (74,1%), jenis infeksi tertinggi candidiasis oral (33,8%), kematian (54,6 %). Ada perbedaan signifikan dari proporsi antara seks, menikah, umur harapan hidup terhadap infeksi HIV. Tidak ada perbedaan signifikan proporsi menikah, jenis kelamin, usia dan 2 Male rural-tourban migrants and risky sexual behavior: A cross-sectional study in Shanghai, China (Wu et al., 2014) 3 The HIV epidemic in Zambia: sociodemographic prevalence patterns and indications of trends among childbearing women (Fylkesnes et al., 1997) bekerja terhadap cara penularan. Mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin terlibat perilaku seksual berisiko di kalangan migran, seperti status belum menikah, usia pengalaman seksual pertama, persepsi buruk tertular HIV/ AIDS, sering terpapar pornografi, sikap legalisasi seks komersial, memiliki rekan-rekan yang telah terlibat perilaku seksual berisiko, dan tidak mengetahui seseorang/telah meninggal akibat HIV/AIDS. Prevalensi HIV di kalangan penduduk perkotaan muncul dengan moderat variasi pada tingkat sangat tinggi 25-32%, membandingkan provinsi. Variasi geografis lebih menonjol di masyarakat pedesaan 8-16% lebih dari separo populasi perkotaan. Dengan pengecualian usia 15-19 tahun, infeksi HIV meningkat tajam jika dilihat tingkat pendidikan Lokasi dan variabel Lokasi Cross sectional Cross sectional 8

Lanjutan Tabel 1 No Judul/Lokasi Hasil Perbedaan Persamaan 4 Coping and perception of women with HIV infection (Renesto et al., 2014) Penelitian ini menunjukkan munculnya stigma dan diskrimiasi setelah wanita di diagnosis HIV Metode peneilitian, tempat Populasi 9