BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

Situasi Malaria di Kabupaten Lebak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium.

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian


BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada tahun 2006 diperkirakan 3.3 milyar orang berisiko tertular malaria. Dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I P E N D A H U L U A N. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa di negara yang sedang berkembang seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ sub-tropis, negara berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus malaria di dunia. Malaria juga telah menyebabkan 627.000 kematian (dengan rentang perkiraan 473.000-789.000 kematian), sebagian besar di antaranya adalah anak-anak Afrika. Secara global, peningkatan pencegahan dan pengobatan telah menurunkan angka kematian sebesar 42% (WHO,2013). Selama tahun 2000-2011, kasus malaria dikonfirmasi mengalami penurunan sebesar 24% sedangkan kematian akibat malaria menurun 68% di Asia Tenggara. Meskipun mengalami kemajuan yang signifikan, malaria masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman utama bagi pembangunan sosialekonomi di Asia Tenggara. Negara-negara anggota, dengan dukungan WHO, bertujuan untuk mengurangi kasus malaria dan kematian sebesar 75% pada tahun 2015 (SEARO WHO,2013). Diperkirakan beban malaria global akibat Plasmodium vivax (P. vivax) adalah 70-80 juta kasus setiap tahun. 10-20% kasus infeksi P. vivax dunia terjadi di Afrika, di sebelah selatan Sahara. Di Afrika Timur dan Selatan, jumlah kasus P. vivax sekitar 10% dari kasus malaria. Di luar Afrika, jumlah kasus P. vivax mencapai 50% dari semua kasus malaria. Sekitar 80-90% dari kasus P. vivax di luar Afrika terjadi di Timur Tengah, Asia, dan Pasifik Barat, terutama di daerahdaerah tropis, dan 10-15% di Amerika Tengah dan Selatan. Karena tingkat 1

penularan malaria rendah di sebagian besar wilayah endemis P. vivax, populasi yang terkena mempunyai sedikit kekebalan terhadap parasit ini, sehingga di wilayah tersebut infeksi P. vivax mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Walaupun efek serangan berulang dari P. vivax pada usia kanak-kanak dan dewasa jarang langsung mematikan, dapat memiliki efek merusak yang besar pada kesejahteraan, dan pembangunan, dan pada kinerja individu, keluarga, masyarakat, dan tingkat nasional (Mendis et al., 2001). Lebih dari separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 151 juta orang (61%) tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya, kurang lebih hanya 10 % saja yang mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan. Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki- laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan (Insani., 2008). Kasus malaria di Indonesia secara umum menunjukkan kecenderungan menurun, namun masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Annual Parasite Incidence (API) maupun Annual Malaria Incidence (AMI) menunjukkan kecenderungan penurunan selama periode 2000-2008. Di luar Jawa dan Bali, AMI tertinggi di Papua Barat yaitu sebesar 167,47 per 1000 penduduk, diikuti Nusa Tenggara Timur (104,10 ), Papua (84,74 ) dan Maluku Utara (51,42 ). Untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi adalah Provinsi Jawa Timur sebesar 0,71 per 2

1000 penduduk, diikuti Jawa Barat sebesar 0,58 per 1000 penduduk, sedangkan yang terendah adalah Provinsi Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu masing-masing 0,03 per 1000 penduduk (Depkes, 2008). Setelah lebih dari satu abad pengembangan dan pengawasan, diperkirakan P. vivax terdistribusi lebih luas dari P. falciparum dan merupakan penyebab potensial morbiditas dan kematian di antara 2,85 milyar orang yang hidup pada risiko infeksi, yang mayoritas berada di sabuk tropis Asia Tengah dan Tenggara (Guerra et al., 2010). Di Indonesia, P.vivax dan P. falciparum masih terdistribusi secara luas di Indonesia. Keduanya merupakan penyebab infeksi malaria terbesar di Indonesia (Depkes, 2008). P. falcifarum merupakan spesies Plasmodium penyebab malaria terbesar di Indonesia diikuti oleh P. vivax, keduanya banyak tersebar di Papua, Jawa Barat dan Sumatra (Elyazar et al., 2011) Pengukuran intensitas transmisi malaria merupakan faktor yang penting untuk melakukan evaluasi program-program penanggulangan penyakit, untuk melihat tingkat endemisitas suatu wilayah serta meunjukkan besaran penduduk yang beresiko tinggi untuk terjangkit penyakit malaria. Pemetaan transmisi malaria di seluruh dunia menjadi prasyarat untuk mendapatkan perkiraan yang reliabel terhadap beban penyakit global dan untuk merencanakan, melaksanakan strategi pengendalian dan pencegahan. Upaya pengendalian malaria harus dapat dimonitor keberhasilannya dengan melihat perubahan intensitas transmisi antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program, untuk menilai dampak kegiatan. Pengukuran antibodi dinilai dapat digunakan untuk memperkirakan transmisi malaria karena tinggi rendahnya kadar antibodi tergantung pada paparan 3

gigitan nyamuk yang terinfeksi P. falciparum (Drakeley et al., 2005, Sarr et al., 2007, Fowkes et al., 2010) dan P. vivax (Wipasa et al., 2010). Pemeriksaan serologi dapat digunakan untuk mengetahui fluktuasi antibodi di setiap orang selama periode pengamatan, mengetahui hubungan antara titer antibodi dengan insidensi malaria, serta dapat digunakan untuk memprediksi transmisi malaria. Marker serologi telah dibuktikan dapat digunakan untuk memperkirakan transmisi malaria di daerah endemis di Tanzania yaitu dengan menggunakan MSP-1, MSP-2 dan AMA-1 P. falciparum (Drakeley et al., 2005). Di Indonesia penelitian tentang stratifikasi daerah endemis malaria menggunakan parameter serologi juga sudah mulai dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini melalui penelitian serologis oleh konsorsium transmisi malaria (Malaria Transmission Consortium). Dalam penelitian payung ini protein MSP-1 dan AMA-1 P.falciparum dan P.vivax dipakai sebagai antigen dalam uji ELISA untuk mengevaluasi profil antibodi anti malaria, yaitu dengan melihat fluktuasi seroprevalensi bulanan pada penduduk di 2 wilayah endemis malaria di Purworejo dan Lampung. Sebagian dari sampel darah yang terkumpul telah dilakukan uji ELISA dengan menggunakan antigen MSP-1 dan AMA-1 P.falciparum, dan hasil sementara yang diperoleh telah dapat memberikan gambaran bahwa seroprevalensi bulanan dari Purworejo berkisar antara 5-35% dan dari Lampung berkisar antara 20-55% sesuai dengan tingkatan endemisitas kedua daerah tersebut (Supargiyono et al., 2013). Hasil pemeriksaan mikroskopis sediaan apus darah menunjukkan bahwa penularan malaria di Purworejo dan Lampung terjadi secara musiman. Transmisi 4

malaria di Purworejo meningkat antara bulan November 2008 sampai dengan Januari 2009, sedangkan pada bulan lainnya sangat rendah. Di Lampung, transmisi mencapai puncak antara bulan Desember 2008 sampai dengan Februari 2009, dan transmisi antara bulan Mei 2009 sampai dengan Agustus 2009 relatif rendah. Sedangkan kasus di Purworejo pernah ditemukan pada bulan Februari dengan prevalensi sebesar 1,76, sedangkan di Lampung didapatkan prevalensi sebesar 23 pada bulan November 2008 dan 24 pada bulan Januari dan Februari 2009 (Supargiyono et al.,2013). Dalam penelitian di atas, profil antibodi anti MSP-1 dan AMA-1 P. falcifarum di Purworejo dan di Lampung sudah diketahui namun belum mencakup gambaran profil profil antibodi anti MSP-1 dan AMA-1 P. vivax di Purworejo dan di Lampung. Oleh karena itu diperlukan data tentang karakteristik respon antibodi anti MSP-1 dan AMA-1 P.vivax yang ada di daerah endemis rendah di Purworejo dan daerah endemis sedang di Lampung pada saat transmisi tinggi dan rendah. 5

B. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana seroprevalensi antibodi anti MSP-1 dan AMA-1 P. vivax pada berbagai kelompok usia penduduk daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi rendah dan transmisi tinggi? 2. Bagaimanakah gambaran rerata titer antibodi terhadap protein MSP-1 dan AMA-1 P. vivax pada berbagai kelompok usia penduduk daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi rendah dan transmisi tinggi. 3. Bagaimanakah hubungan antara rerata titer antibodi terhadap protein MSP-1 dan AMA-1 P. vivax dengan usia penduduk usia penduduk daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi rendah dan transmisi tinggi. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik respon antibodi terhadap protein MSP-1 dan AMA-1 P. vivax pada penduduk di daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi tinggi dan rendah. 6

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui seroprevalensi antibodi anti MSP-1 dan AMA-1 P. vivax pada berbagai kelompok usia penduduk daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi rendah dan transmisi tinggi. b. Mengetahui rerata titer antibodi terhadap protein MSP-1 dan AMA-1 P. vivax pada berbagai kelompok usia penduduk daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi rendah dan transmisi tinggi. c. Mengetahui korelasi antara peningkatan titer antibodi terhadap protein MSP-1 dan AMA-1 P. vivax dengan usia pada penduduk daerah endemis rendah di Kabupaten Purworejo dan daerah endemis sedang di Kabupaten Lampung Selatan pada saat transmisi rendah dan pada saat transmisi tinggi. D. Keaslian Penelitian 1. Steward, et al (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa respon antibodi dapat digunakan untuk mengevaluasi kecenderungan transmisi malaria secara temporal. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap penggunaan marker serologis pada daerah endemis malaria sedang dan rendah dengan mengunakan antigen protein MSP-1 dan AMA-1 P. falciparum. Dari penelitian ini diketahui bahwa sero-conversion rates (SCR) berkorelasi kuat dengan gold standard pengukuran transmisi 7

malaria, yaitu Entomological Innoculation Rate (EIR). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendekatan serologis untuk estimasi intensitas transmisi malaria dapat dilakukan dengan mudah, murah dan cepat untuk memonitor kegiatan pengendalian malaria. 2. Penelitian Cook et al (2010) berorientasi pada transmisi malaria di daerah kepulauan dan bertujuan untuk memanfaatkan parameter serologis untuk memonitor dan mengevaluasi program pemberantasan malaria pada daerah yang mempunyai insidensi rendah. Pengukuran dilakukan dengan antigen MSP-1 dan AMA-1 P. falcifarum dan P. vivax di Vanuatu ini menunjukkan hasil individu seropositif di Tanna adalah 9.4% dan 12.4% MSP-1 19 dan AMA-1 P. falcifarum serta 12.6% dan 5.0% untuk MSP-1 19 dan AMA-1 P. vivax. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al (2003) yang mengukur antibodi anti circumsporozoite protein (CSP) P. vivax yang diukur dengan ELISA menunjukkan bahwa data epidemiologi berupa seroprevalensi di 5 daerah penelitian sama dengan insidensi tahunan pada daerah tersebut. Pada penelitian ini juga didapatkan perbedaan seroprevalensi berdasarkan umur. 4. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang tergabung dalam Malaria Transmision Corsortium (MTC) yang mencoba melihat parameter serologi untuk memperkirakan transmisi malaria di daerah endemis yaitu di Purworejo dan Lampung. Data awal yang diperoleh dari pemeriksaan serologis sampel bulanan secara ELISA menunjukkan bahwa prevalensi seropositif individu dari penduduk di Purworejo berkisar antara 8

5-35% dibandingkan dengan prevalensi seropositif individu dari penduduk di Lampung yang berkisar antara 20-55% (Supargiyono et al., 2013). 5. Penelitian ini akan dilakukan untuk mempelajari respon antibodi terhadap protein permukaan merozoit MSP-1 dan AMA-1 P. vivax pada penduduk di daerah endemis rendah dan daerah endemis sedang di Purworejo dan Lampung. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang seroprevalensi antibodi anti merozoit dalam tubuh hospes menurut kelompok umur yang dapat dipakai sebagai prediktor insidensi malaria di daerah endemis rendah dan sedang. 2. Memberikan informasi dalam rangka penyusunan program Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo dan Lampung Selatan dalam dalam penyusunan metode epidemiologi malaria dengan serologi yang lebih cepat untuk evaluasi transmisi malaria di daerah endemis malaria rendah dan sedang. 9