PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL PADA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pada Kota Di Jawa Barat)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

Transkripsi:

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2011-2015 E-Journal Dibuat Oleh: Egi Nofrizal 022113233 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR JULI 2017

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2011-2015 Egi Nofrizal 1), Akhsanul Haq 2), Sigit Edi Surono 3) ABSTRAK EGI NOFRIZAL. 0221 13 233. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015. Dibawah bimbingan Akhsanul Haq dan Sigit Edi Surono. 2017. Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah dalam bentuk pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemandirian pendapatan daerah. Dengan meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatnya pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari pendapatan asli daerah yang sangat bergantung pada kemampuan untuk merealisasikan potensi ekonomi daerah sebagai bentuk ekonomi yang mampu menjalankan perputaran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Objek penelitian yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Modal. Unit analisis menggunakan geografis regional. Lokasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif sekunder. Metode penarikan sampel dengan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji statistik t, uji statistik F dengan menggunakan aplikasi SPSS. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil, bahwa perkembangan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015 untuk pertumbuhan ekonomi selalu mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya sedangkan perkembangan pendapatan asli daerah mengalami fluktuasi. Berdasarkan uji t pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh positif terhadap belanja modal dan pendapatan asli daerah secara parsial berpengaruh positif terhadap belanja modal. Berdasarkan uji F pertumbuhan ekonomi dan pendapatan asli daerah secara simultan berpengaruh positif terhadap belanja modal. Saran untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dapat melakukan upaya memperbesar Pendapatan Asli Daerah melalui peningkatan sumber daya manusia, pemanfaatan sarana secara terintegritas dan peningkatan pelayanan publik yang memadai dan memperluas objek dan subjek pajak yang dapat dijadikan potensi penerimaan daerah. Sedangkan untuk Belanja Modal untuk dapat memprioritaskan anggaran pada kepentingan publik. Kata Kunci : Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah

Latar Belakang Seiring dengan bergulirnya era reformasi di negeri ini menuntut dengan adanya perubahan di segala aspek kehidupan, berdampak pada perubahan paradigma pola pikir dalam semua bidang termasuk di dalam elemen birokrasi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah di Indonesia. Perubahan ini diharap bisa mengarahkan untuk menghasilkan suatu sistem keuangan yang akuntabel, transparan, serta mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh daerah sesuai kemampuan dan potensi sumber daya yang dimilikinya. Untuk mewujudkannya maka di selenggarakan pemerintahan desentralisasi dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang di revisi dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Inilah yang mendasari adanya desentralisasi pemerintahan, dimana pemerintah daerah berhak mengatur keuangan daerahnya masing-masing secara penuh dengan tujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Penyelenggaran desentralisasi tentu saja memerlukan pendanaan yang besar. Penyelenggaran fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan di ikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Sesuai pasal 5 UU No. 33 tahun 2004, sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Penyerahan penyerahan urusan dan pemberian sumber pendanaan dalam bentuk kebijakan perimbangan keuangan pada daerah otonom pada hakekatnya di tujukan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam menyikapi aspirasi masyarakat dan prioritas daerah guna mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat di daerah, serta secara lebih luas diharapkan pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah. Anggaran daerah adalah rencana keuangan daerah yang di jadikan pedoman oleh pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik. yang biasa disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang di bahas dan di setujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan di tetapkan dengan peraturan daerah (PP 58 Tahun 2005). Belanja di akui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran dalam rangka pembentukan modal untuk memperoleh aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi meliputi perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. Termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan

kualitas aset. (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah, No. 2) Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi masa satu tahun anggaran dan menambah aset atau kekayaan daerah yang selanjutnya akan menambah aset atau kekayaan daerah yang ditujukan kepada masyarakat untuk di rasakan manfaatnya berupa pembangunan infrastruktur guna mendukung pembangunan ekonomi daerah. Pengalokasian sumber daya ke dalam anggaran belanja modal merupakan proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam penyusunan proses anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan permasalahan di masyarakat (Ummu Khoiriah, 2015:1) Kecilnya penyerapan anggaran untuk belanja modal dikhawatirkan dapat menggangu kinerja dan kualitas pelayanan publik yang seharusnya diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Banyak proyek pembangunan infrastruktur daerah yang belum terlaksana dan menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah seharusnya memperbesar porsi alokasi belanja modal khususnya pada belanja modal bagian sektor publik seperti peralatan dan infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat, karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagian sektor publik, pemerintah daerah wajib mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasian. Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah antara lain pada sektor pendidikan, kesehatan, transportasi sehingga masyarakat merasakan manfaat dari pembangunan ekonomi daerah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004). Pembangunan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produktivitas dan pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan kesejahteraan. Kenyataan yang terjadi dalam Pemerintah Daerah saat ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak selalu di ikuti dengan peningkatan belanja modal, hal tersebut dapat dilihat dari kecilnya jumlah belanja modal yang dianggarkan dengan total anggaran belanja modal daerah. (Pungky Ardhani, 2011:4) Pembangunan infrastruktur daerah akan berdampak pada meningkatnya kemandirian daerah mendorong pertumbuhan ekonomi terhadap kenaikan pendapatan asli daerah (PAD). Dengan

meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik, karena hasil dari pengeluaran belanja modal adalah meningkatnya aset tetap daerah yang merupakan prasyarat dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. (Ummu Khoiriah, 2015:3) Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah. Tujuan dari Pendapatan Asli Daerah ini adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai bentuk perwujudan desentralisasi. Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat bergantung pada pada kemampuan untuk merealisasikan potensi ekonomi suatu daerah sebagai bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menjalankan perputaran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Pendapatan Asli Daerah setiap daerah berbeda, untuk daerah yang memiliki kemajuan di bidang industri dan memiliki kekayaan yang berlimpah cenderung memiliki Pendapatan Asli Daerah yang lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu pun sebaliknya. Dari data yang di peroleh melalui Badan Pusat Statistik dan Dirjen Perimbangan Keuangan bahwa pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan belanja modal selama tahun 2011 sampai dengan 2015 mengalami peningkatan setiap tahun secara perlahan. Namun, peningkatan setiap tahunnya tidak di selaras dengan peningkatan jumlah pertumbuhan ekonomi pendapatan asli daerah terhadap belanja modal. pada tahun 2013, pendapatan asli daerah mengalami peningkatan sebesar 23% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6% namun belanja modal hanya bisa meningkat sebesar 12%. Dan pada tahun 2014 pendapatan asli daerah meningkat hanya 1% dan pertumbuhan ekonomi hanya 5,05% namun Belanja Modal hanya meningkat sebesar 6%. hal ini menunjukan adanya ketidak konsistenan antara pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan belanja modal. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran, Belanja Modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Dalam pembukuan nilai perolehan aset dihitung semua pendanaan yang dibutuhkan sehingga asset tersebut tersedia dan siap untuk digunakan. Termasuk biaya operasional panitia pengadaan barang/jasa yang terkait dengan pengadaan asset berkenaan. Menurut Robinson Tarigan (2014:86) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) secara paling sederhana dapat diartikan sebagai penambahan output atau pertambahan pendapatan nasional agregat dalam kurun

waktu tertentu, misalkan satu tahun. Perekonomian suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan jika balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, pengertian pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan kapasitas produksi barang dan jasa secara fisik dalam kurun waktu tertentu. Robinson Tarigan (2014:78) mengungkapkan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam satu periode tertentu ditunjukan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga yang berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu daerah tertentu atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai harga dasar. Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah bahwa pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi. Berdasarkan latar belakang yang ada, penulis memiliki tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 3. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang menjelaskan fenomena empiris berdasarkan data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar variabel. Objek yang akan diteliti dan digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal. Unit Analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah geografis regional. Maksud dari geografis regional yang diteliti adalah daerah/wilayah, Sehingga data yang ada menjelaskan

mengenai atau berasal dari (respon) suatu daerah tertentu. Lokasi penelitian adalah tempat variabel-variabel penelitian dianalisis, intansi yang menjadi penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Jenis data penelitian ini adalah data kuantitatif yang diperoleh dari data sekunder yang berupa data Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan dipublikasikan dalam website resmi Badan Pusat Statistik yaitu www.bps.go.id dan Dirjen Perimbangan Keuangan yaitu www.djpk.go.id Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Dan menggunakan Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis Pembahasan dan Interprestasi Hasil Penelitian 1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal Hasil pengujian secara parsial menunjukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Hal ini dibuktikan dengan nilai Sig. 0,042 yang lebih kecil dari 0,05 dan t hitung sebesar 2,061 > t tabel 1,69726. Dengan ini menunjukan bahwa tingkat Pertumbuhan Ekonomi pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Pertumbuhan Ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya Pertumbuhan Ekonomi makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikan oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu Pertumbuhan Ekonomi daerah. Biasanya bila Pertumbuhan Ekonomi suatu daerah baik, maka pemerintah daerah setempat akan terus mengalokasikan alokasi Belanja Modalnya daeri tahun ke tahun guna melengkapi dan memperbaiki sarana dan prasarana, tetapi disesuaikan dengan kondisi dan situasi tahun anggaran. Dengan demikian ini menjadi pemicu bagi para investor domestik/asing untuk menanamkan modalnya pada tanah, peralatan fisik, dan infrastruktur pemerintah daerah. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Farah Marta Yovita (2011) yang menyatakan bahwa Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. 2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Hasil pengujian secara parsial menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal

pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Hal ini dibuktikan dengan nilai Sig. 0,004 yang lebih kecil dari 0,05 dan t hitung sebesar 3,166 > t tabel 1,69726. Dengan ini menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal. Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan Belanja Modal dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Jika dana di alokasikan untuk kepentingan pembangunan, misal untuk infrastruktur atau layanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan sebagainya) atau upaya perluasan lapangan pekerjaan, maka hal ini akan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat dengan tersedianya pelayanan publik yang lebih baik maupun mengurangi pengangguran dengan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, Pendapatan Asli Daerah menjadi penting bagi suatu daerah sebagai salah satu pendapatan daerah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerah. Jika dibandingkan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2013 dengan penelitian Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 yang dilakukan oleh Ummu Khoiriah (2016) bahwa Pendapatan Asli Daerah memiliki kontribusi pengaruh terhadap Belanja Modal Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ummu Khoiriah (2016) yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh Positif terhadap Belanja Modal, penelitian Priya Adiwiyana (2011) yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh signifikan terhadap Belanja Modal dan Arny Yuniar (2013) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh terhadap Belanja Modal. Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Barat periode 2011-2015 menghasilkan kesimpulan, sebagai berikut: a. Pertumbuhan Ekonomi secara parsial berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Dengan hasil pengujian uji t memiliki nilai Sig. 0,042 < 0,05 dan t hitung 2,061 > t tabel 1,69726. Hal ini mengartikan bahwa jika Pertumbuhan Ekonomi mengalami peningkatan akan meningkatnya Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015. b. Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Dengan hasil pengujian uji t memiliki nilai Sig. 0,004 < 0,05 dan t hitung 3,166 > t tabel 1,69726. Hal ini mengartikan bahwa jika Pendapatan Asli

Daerah mengalami peningkatan akan meningkatnya Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015. c. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah, secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal. Dengan hasil pengujian hipotesis uji F memiliki nilai Sig. 0,001 dan Nilai F hitung 8,414 > F tabel 2,96. Dengan demikian artinya semakin meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah maka akan meningkatnya Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015. d. Untuk hasil uji R Square atau R2 adalah sebesar 0,620 atau 62 %. Hal ini menunjukan bahwa naik turunnya Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variabel Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah sebesar 62 %. Sedangkan sisanya sebesar 38 % dijelaskan oleh faktor-faktor yang tidak diteliti di dalam penelitian ini e. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015 pada rata-rata tingkat sebesar 6,10%, kondisi ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dalam kondisi baik, bila dihubungkan dengan pola kesejahteraan masyarakat f. Tingkat Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015 hanya pada rata-rata tingkat sebesar 22,75%, artinya ukuran kemandirian sangat rendah, dengan tingkat seharusnya mencapai ideal sebesar 50% - 75% dengan ukuran sedang dapat dikategorikan partisipatif. Hal tersebut menunjukan bahwa campur tangan pemerintah pusat terhadap dalam bidang keuangan pada pemerintah kabupaten/kota masih cukup tinggi g. Tingkat Efektifitas Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015 masih di bawah ratarata yaitu kurang dari 50%. Artinya, untuk Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang masih kurang efektif dalam mengalokasikan Belanja Modal. Daftar Pustaka Abdul Hafiz Tanjung. 2009. Akuntansi Pemerintahan Daerah, Konsep dan Aplikasi. Bandung. Alfabeta. Abdul Halim. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah.Jakarta. Salemba Empat. Halim, Abdul dan Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan Masalah Kaegenan di Pemerintahan Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah 2 (1): 53-64 Indah Nur Rahmawati. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi Diponegoro. Semarang. Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi pembangunan. Jakarta. Rajawali Pers. Kementerian Dalam Negeri. (2013). Dana Perimbangan, sumber Pendapatan Daerah Terbesar. (diakses 18 Oktober 2016, pukul 13.00 wib)

http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/de tail/24-dana-perimbangan--sumberpendapatan-daerah-terbesar. Kementerian Dalam Negeri. (2013). Pemerintah Daerah Harus Memaksimalkan Belanja Anggaran. (di akses 18 Oktober 2016, pukul 15.00 wib) http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/de tail/32-pemda-harus-maksimalkanbelanjakan-anggaran Lincoln Arsyad. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi 5.Yogyakarta. UPP STIM YKPN. Redha Fauriza. 2015. Analisis Pengaruh Pendapatan asli daerah, Dana Perimbangan, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap pengalokasian Belanja Modal Studi Kasus pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Medan. Siregar, D. Doli. 2016. Membangun Daerah, Membangun Masa Depan Indonesia. Jakarta. Sinergi Manajemen Aset. Tarigan, Robinson. 2014. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. Jakarta. Bumi Aksara. Ummu Khoiriah. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil terhadap pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Medan. Wiratna V. Sujarweni. 2015. Teori Konsepsi dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta. Pustaka Baru Press. Peraturan Pemerintah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran. Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.