Kajian Stilistika dalam Karya Sastra

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sehingga memberikan efek estetik di dalam karya sastra. berbahasa, demi pencapaian suatu efek estetika.

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan

KAJIAN STILISTIKA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN PEMAKNAANNYA 1) Oleh Ali Imron A.M. 2)

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB V PENUTUP. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. kreatif dalam rupa atau wujud yang indah. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada

bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna.

BAB I PENDAHULUAN. Werren, 1993:14). Oleh karena itu Nurgiyantoro (2007:2), mengatakan bahwa

STILISTIKA. Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Ali Imron Al-Ma ruf

BAB I PENDAHULUAN. sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam praktiknya sastra non-imajinatif terdiri

BAB II KAJIAN TEORI. yaitu tentang hakikat menulis puisi, hakikat puisi, hakikat metode pembelajaran. Selain itu,

CITRAAN DALAM JUDUL BERITA DI SURAT KABAR KOMPAS EDISI NOVEMBER 2011: SUATU TINJAUAN STILISTIKA

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB II LANDASAN TEORI. dikaitkan dengan bahasa sastra (Chapman dalam Nurgiyantoro, 2010: 279).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Sebagai hasil imajinatif, sastra juga berfungsi sebagai hiburan yang

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa, sastra tidak mungkin ada (Aftarudin, 1983:9-10). Melalui

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

ANALISIS JENIS DAN LATAR BELAKANG PENGGUNAAN DIKSI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIIIC SMP MUHAMMADIYAH 10 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa

Penggunaan bahasa kias yang terdapat dalam novel AW karya Any Asmara

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN GAYA BAHASA DALAM MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 LAMASI KABUPATEN LUWU

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Lirik lagu termasuk salah satu genre sastra berupa puisi. Lirik lagu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, bahasa sebagai mediumnya (Sugono, 2008:129).

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KUMPULAN CERPEN INSOMNIA KARYA ANTON KURNIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Wibowo (2001:3) bahasa

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB II KAJIAN TEORI. Indonesia, yakni tidak memiliki aturan yang baku. Menurut Dresden (dalam

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Lotman (dalam Supriyanto, 2009: 1) menyatakan bahwa bahasa

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang lagu sehingga lirik-lirik lagunya menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAJAS DALAM PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 3 GUNUNG TULEH PASAMAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di negara Republik

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORETIS. menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang

BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Disusun oleh: Ajeng Wulandari A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN. ketika menyuguhkan suatu karya sastra, dia akan memilih kata-kata yang

BAB I PENDAHULUAN. membicarakan secara langsung, menyampaikan lewat media-media elektronik,

BAB V PENUTUP. tertentu, menekankan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, menunjukkan bahwa bahasa kias mempunyai peranan yang penting dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini subjeknya adalah lirik lagu dalam album musik Klakustik karya

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI

Hartono, M. Hum., PBSI FBS UNY. Bahan Mata Kuliah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK BRAINWRITING PADA PESERTA DIDIK SD/MI KELAS V

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, manusia dapat menyampaikan ide, gagasan, dan pikirannya terhadap orang lain. Seiring

2015 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING)

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaannya bilamana tidak saling menyerap tanda-tanda yang

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Pustaka

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. ide-ide yang cemerlang dan amanat-amanat kemanusiaan yang mulia,

KRITIK SOSIAL DALAM LIRIK LAGU PADA ALBUM KAMAR GELAP KARYA EFEK RUMAH KACA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN

Transkripsi:

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emotif tertentu bagi pembacanya (Aminnudin, 1995: v). Dalam aplikasinya, pemanfaatan gaya bahasa dalam karya sastra sangat bergantung kepada individuasi sastrawan yang dipengaruhi oleh latar sosiohistoris masingmasing. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa gaya bahasa itu bersifat pribadi atau yang mencerminkan orangnya. Konsep klasik menganggap gaya bahasa sebagai bungkus atau gagasan sehingga konsep itu membedakan bahasa karya sastra sebagai isi gagasan (subject matter/ content) dan bungkusnya (manner/ expession). Komunikasi modern, gaya bahasa bukan hanya dihubungkan dengan penggunaan bahasa yang indah, melainkan juga merujuk pada isi yang diembannya. Style gaya bahasa menurut Sudjiman (1995: 13) mencakup diksi (pilihan kata/ leksikal), struktur kalimat, majas, dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra. Aspek-aspek Stilitiska dalam Kajian Karya Sastra 1. Gaya Bunyi (Fonem) Fonem atau bunyi bahasa merupakan unsur lingual terkecil dalam satuan bahasa yang dapat menimbulkan dan/atau membedakan arti tertentu. Fonem terbagi menjadi vokal dan konsonan. Dalam karya sastra genre puisi, fonem merupakan aspek yang memegang peran penting dalam penciptaan efek estetik. Timbulnya irama indah yang tercipta dalam puisi, misalnya karena adanya asonansi dan aliterasi itu akan menimbulkan orkestrasi bunyi yang menciptakan nada dan suasana tertentu. 2. Gaya Kata (Diksi) Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dilakukan oleh pengarang dalam karyanya guna menciptakan efek makna tertentu. Kata merupakan unsur bahasa yang paling esensial dalam karya sastra. Karena itu, dalam pemilihannya para sastrawan berusaha agar kata-kata yang digunakannya mengandung kepadatan dan intensitasnya serta agar selaras dengan sarana komunikasi puitis lainnya. Diksi adalah kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide yang meliputi personal fraseologi, majas, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan. Diksi adalah penentuan kata-kata seseorang untuk mengungkapkan gagasannya. Dengan demikian diksi dalam konteks sastra merupakan pilihan kata pengarang untuk mengungkapkan gagasannya guna mencapai efek tertentu dalam sastranya. Kata adalah satuan bahasa yang paling kecil yang merupakan lambang atau tanda bahasa yang bersifat mandiri secara bentuk dan makna. Kata-kata yang dipilih

pengarang merupakan kata-kata yang dianggap paling tepat dalam konteks karya sastra tersebut. Pengubahan kata-kata dalam baris-baris dalam sebuah karya sastra dengan kata-kata yang lain dapat mengubah kesan total yang dibentuk karya sastra tersebut. Makna kata bergantung pada penuturnya. Demikian pula, pemanfaatan diksi dalam karya sastra merupakan simbol yang mewakili gagasan tertentu, terutama dalam mendukung gagasan yang ingin diekspresikan pengarang dalam karya sastranya. Sastrawan dituntut cermat dalam memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisinya dalam kalimat dan wacana, kedudukan kata tersebut di tengah kata lain, dan kedudukan kata dalam keseluruhan karya sastra. Kata yang dikombinasikan dengan kata-kata lain dalam berbagai variasi mampu menggambarkan bermacam-macam ide, angan, dan perasaan. Dalam karya sastra, terdapat banyak diksi antara lain kata konotatif, konkret, kata sapaan khas dan nama diri, kata serapan, kata asing, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam, dan kosa kata dari bahasa daerah Jawa, Sunda, Batak, dan sebagainya. Kata konotatif adalah kata yang mengandung makna komunikatif yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan atas perasaan dan atau pikiran pengarang atau persepsi pengarang tentang sesuatu yang dibahasakan. Kata konkret mengandung makna yang merujuk pada pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai dengan konvensi tertentu. Nama diri atau sapaan, nama dapat diartikan sebagai kata yang berfungsi sebagai sebutan untuk menunjukkan orang atau sebagai penanda identitas seseorang. Nama diri atau sapaan selain berfungsi sebagi penanda identitas, juga dapat merupakan simbol. Kata serapan adalah kata yang diambil atau dipungut dari bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah, baik mengalami adaptasi struktur, tulisan, dan lafal, maupun tidak dan sudah dikategorikan sebagai kosa kata bahasa Indonesia. Kata vulgar merupakan kata-kata yang tidak intelek, kurang beradap, dipandang tidak etis, dan melanggar sopan santun atau etika sosial yang berlaku dalam masyarakat intelek atau terpelajar. Kata dengan objek realitas alam adalah kata yang memanfaatkan realitas alam sebagai bentukan kata tertentu yang memiliki arti. 3. Gaya Kalimat (Sintaksis) Kalimat ialah penggunaan suatu kalimat untuk memperoleh efek tertentu, misalnya infers, gaya kalimat tanya, perintah, dan elips. Sebuah gagasan atau pesan (struktur batin) dapat diungkapkan ke dalam berbagai bentuk kalimat (struktur lahir) yang berbeda-beda struktur dan kosa katanya. Karena dalam sastra pengarang memiliki kebebasan penuh dalam mengkreasikan bahasa (licentia poetica) guna mencapai efek tertentu, adanya bentuk penyimpangan kebahasaan, termasuk penyimpangan struktur kalimat merupakan hal yang wajar. Penyiasatan struktur kalimat itu dapat bermacam-macam wujudnya, mungkin berupa pembalikan, pemendekan, pengulangan, penghilangan unsur tertentu, dan sebagainya. 4. Gaya Wacana Menurut Kridaklaksana (1988: 179), wacana ialah satuan bahasa terlengkap, yang memiliki hierarki tertinggi dalam gramatika. Gaya wacana ialah gaya bahasa dengan penggunaan lebih dari satu kalimat, kombinasi kalimat, baik dalam prosa maupun

puisi. Gaya wacana dapat berupa paragraf (dalam prosa atau fiksi), bait (dalam puisi atau sajak), keseluruhan karya sastra baik prosa seperti novel dan cerpen, maupun keseluruhan puisi. Gaya wacana dalam sastra adalah gaya wacana dengan pemanfaatan sarana retorika seperti repetisi, paralelisme, klimaks, antiklimaks, dan hiperbola serta gaya wacana campur kode dan alih kode. Gaya campur kode adalah penggunaan bahasa asing dalam bahasa sendiri atau bahasa campuran dalam karya sastra. Wacana alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan pesan atau situasi lain atau adanya partisipan lain. 5. Bahasa Figuratif (Figurative Language) Figurative berasal dari bahasa latin figura yang berarti form, shepe. Figura berasal dari kata fingere dengan arti to fashion istilah ini sejajar dengan pengertian metafora (Scott, 1980: 107). Bahasa kias pada dasarnya digunakan oleh sastrawan untuk memperoleh dan menciptakan citraan. Adanya tuturan figuratif atau figurave language menyebabkan karya sastra menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan angan (Pradopo, 1993: 62). Menurut Middleton (dalam Lodge, 1973: 49), tuturan figuratif dalam aplikasinya dalam berwujud gaya bahasa yang sering dikatakan oleh kritikus sastra sebagai uniqueness atau specialty (keistimewaan, kekhususan) seorang pengarang sehingga gaya bahasa merupakan ciri khas pengarang. Bahasa figuratif merupakan retorika sastra yang sangat dominan. Bahasa figuratif merupakan cara pengarang dalam memanfaatkan bahasa untuk memperoleh efek estetis dengan pengungkapan gagasan secara kias yang menyaran pada makna literal (literal meaning). Bahasa figuratif dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup majas, idiom, dan peribahasa. Ketiga bentuk bahasa figuratif itu diduga cukup banyak dimanfaatkan oleh para sastrawan dalam karyanya. a. Majas Majas terbagi menjadi dua jenis, yakni (1) figure of thought: tuturan figuratif yangt terkait dengan pengolahan dan pembayangan gagasan, dan (2) rethorical figure: tuturan figuratif yang terkait dengan penataan dan pengurutan kata-kata dalam kontruksi kalimat (Aminudin, 1995: 249). Pemajasan (figure of thought) merupakan teknik untuk pengungkapan bahasa, penggaya-bahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Pemajasan menurut Scott (1980: 107) mencakup: 1) Metafora Metafora adalah majas seperti simile, hanya saja tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Salah satu wujud kreatif bahasa dalam penerapan makna disebut metafora. Metafora merupakan bahasa figuratif yang paling mendasar dalam karya sastra, terlebih puisi (Cudoon, 1979: 275). Klasifikasi metafora: (1) Metafora Universal, (2) Metafora Terikat Budaya Yang dimaksud dengan metafora universal adalah metafora yang memiliki medan semantik yang sama bagi sebagian besar budaya di dunia, baik lambang kias maupun makna yang dimaksudkan. Untuk menggambarkan medan semantik yang sifatnya

universal yang terdapat dalam metafora (bahasa) Jawa, kita dapat mengacu pada sistematika yang telah diusulkan oleh Micael C. Haley (dalam Ching et.al. (Ed.), 1980: 139-154). Yang dimaksud dengan metafora terikat oleh budaya ialah metafora yang medan semantik untuk lambang dan maknanya terbatas pada satu budaya saja, dalam hal ini budaya Jawa misalnya. Dengan demikian, cerita yang dipakai untuk menentukan metafora yang terikat oleh budaya itu juga terbatas pada lingkungan fisik dan pengalaman kultural yang khas dimiliki oleh penutur asli bahasa Jawa saja. Perkembangan Makna Metafora: Perkembangan makna majas secara sinkronis 1. Makna Bahasa: Kata dikatakan mengandung makna bahasa jika makna itu dapat diberikan secara kebahasaan. Makna bahasa dibagi menjadi tiga yaitu makna semantik, makna ilokusioner, dan makna kontekstual. 2. Makna Budaya: Suatu kata dikatakan mengandung makna budaya jika kata itu mencerminkan budaya masyarakat bahasa tempat kata tersebut digunakan. Karena budaya masyarakat berbeda-beda, maka kata yang sama mungkin berbeda pula dari satu budaya ke budaya lainnya (Larson, 1989: 142). Perkembangan makna majas secara diakronis 1. Metafora Tak Berdaya: Metafora dikatakan sudah tak berdaya atau usang, mati jika makna harfiahnya tidak dapat dihubungkan lagi dengan makna majasnya (Keraf, 1991: 124; Trawgott, 1985: 22). 2. Metafora berdaya: Metafora dikatakan berdaya atau hidup jika makna harfiahnya dapat dihubungkan dengan makna majasnya. Oleh Trawgott (1985: 22) metafora berdaya dibagi dua yakni metafora konfensional dan metafora inovatif. 2) Simile (Perbandingan) Simile adalah majas yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding seperti: bagai, sebagai, seperti, semisal, seumpama, laksana, ibarat, bak, dan kata-kata pembanding lainnya (Pradopo, 2000: 62). 3) Personifikasi Majas ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berfikir, melihat, mendengar, dan sebagainya seperti manusia. 4) Metonimia Metonimia atau majas pengganti nama adalah penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. 5) Sinekdoki (Synecdoche) Majas yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu hal atau benda itu sendiri disebut sinekdoki (Altebernd dan Lewis, 1970: 21). b. Idiom Konstruksi unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai

makna yang ada hanya karena bersama yang lain disebut idiom. Yusuf (1995: 118), mengartikan idiom sebagai kelompok kata yang mempunyai makna khas dan tidak sama dengan makna kata per kata. Jadi, idiom mempunyai kekhasan bentuk dan makna di dalam kebahasaan yang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah. c. Peribahasa (Saying, Proverb) Peribahasa ialah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun temurun, dipergunakan untuk menghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran atau pedoman hidup. Peribahasa dalam bahasa Indonesia kedudukan dan peran yang penting karena memiliki makna yang dalam. Bentuk peribahasa itu merupakan penuturan yang sering diucapkan sehari-hari, tetapi memiliki nilai estetik yang tinggi. Peribahasa menurut Kridalaksana (1988: 131), mencakup pepatah, ibarat (simile), bidal, perumpamaan dan pemeo. 6. Citraan (Imagery) Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada pembaca. Menurut Sayuti (2000: 174), citraan dapat diartikan sebagai kata atau serangkaian kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu. Dalam fiksi citraan dibedakan menjadi citraan literal dan citraan figuratif. Citraan literal tidak menyebabkan perubahan atau perluasan arti kata-kata sedangkan citraan figuratif (majas) merupakan citraan yang harus dipahami dalam beberapa arti. Citraan dalam karya sastra dapat mencerminkan kekhasan individual pengarangnya. Salah satu bentuk penciptaan kerangka seni adalah pemakaian bahasa yang khas melalui citraan. Citraan kata banyak digunakan dalam karya sastra, baik puisi, fiksi, maupun drama karena dapat menjadi daya tarik bagi indera melalui kata-kata. Burton (1984: 97) mengemukakan bahwa citraan kata dalam karya sastra merupakan daya penarik indera melalui kata-kata yang mampu mengobarkan emosi dan intelektual pembaca. Adapun fungsi citraan adalah untuk membuat atau lebih hidup gambaran dalam penginderaan dan pikiran, menarik perhatian, dan membangkitkan intelektualitas dan emosi pembaca dengan cepat. Citraan kata dapat dibagi menjadi tujuh jenis yakni: 1) Citraan Penglihatan (Visual Imagery) Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Citraan penglihatan ini juga sangat produktif dipakai oleh pengarang untuk melukiskan keadaan, tempat, pemandangan, atau bangunan. 2) Citraan Pendengaran (Auditory Imagery) Citraan pendengaran adalah citraan yang ditimbulkan oleh pendengaran. Citraan pendengaran juga produktif dipakai dalam karya sastra. 3) Citraan Gerakan (Movement Imagery/Kinaesthetic) Citraan gerakan melukiskan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak ataupun gambaran gerak pada umumnya. Citraan gerak dapat membuat sesuatu menjadi terasa hidup dan terasa menjadi dinamis.

4) Citraan Perabaan (Tactile/Thermal Imagery) Citraan yang ditimbulkan melalui perabaan disebut citraan perabaan. Berbeda dengan citraan penglihatan dan pendengaran yang produktif, citraan perabaan agak sedikit dipakai oleh pengarang dalam karya sastra. 5) Citraan Penciuman (Smell Imagery) Jenis citraan penciuman jarang digunakan dibanding citraan gerak, visual atau pendengaran. Citraan penciuman memiliki fungsi penting dalam menghidupkan imajinasi pembaca khususnya indera penciuman. 6) Citraan Pencecapan (Taste Imagery) Citraan ini adalah pelukisan imajinasi yang ditimbulkan oleh pengalaman indera pencecapan dalam hal ini lidah. Jenis citraan pencecapan dalam karya sastra dipergunakan untuk menghidupkan imajinasi pembaca dalam hal-hal yang berkaitan dengan rasa atau membangkitkan selera makan. 7) Citraan Intelektual (Intellectual Imagery) Citraan yang dihasilkan melalui asosiasi-asosiasi intelektual disebut citraan intelektual. Dengan jenis citraan ini pengarang dapat membangkitkan imajinasi pembaca melalui asosiasi-asosiasi logika dan pemikiran. Sumber Rujukan: Al-Ma ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Surakarta: Cakra Books Solo