BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya jajan menjadi bagian dari keseharian hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis home industry

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berusia tahun. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA.

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN. lemak, karena itu agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan. serta tumbuh kembang anak (Anggaraini, 2003:11).

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah merupakan anak yang berada pada usia sekolah yaitu. antara 6-12 tahun (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei awal yang dilakukan di MIN Bawu Batealit Jepara terdapat sekitar delapan orang penjual makanan jajanan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, keamanan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

Sukmanandya*, Pandeirot** Akademi Keperawatan William Booth Surabaya. ABSTRAK

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup pangan yang bergizi dan aman dikonsumsi (Kemenkes, 2011).

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

BAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Univariat. 1. Karakteristik responden. Reponden pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan. Makanan (BPOM) per 2013 menyatakan PJAS (Panganan Jajanan Anak

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan.

METODE PENELITIAN. n = N 1+ N (d 2 ) keterangan : N = besar populasi n = besar sampel d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan kehidupannya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan. juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. makan. Selain itu anak sekolah umumnya tidak pernah lepas dari makanan jajanan, karena anak

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : CHOLIFATUR ROSYIDAH J PROGRAM STUDI ILMU GIZI S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan khususnya penggunaan bahan kimia. berbahaya pada bahan pangan masih menjadi masalah besar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan terjadi pada setiap orang sejak dari dalam kandungan. Seseorang akan terus menerus tumbuh dan berkembang sesuai dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Pertumbuhan dan perkembangan juga akan menentukan status gizi dan status kesehatan seseorang. Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang cukup dan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan anak seoptimal mungkin (Budianto, 2002) Permasalahan gizi akan timbul pada saat anak memasuki usia sekolah yang berusia sekitar 5 sampai 12 tahun. Pada tahap ini, anak anak mempunyai interaksi yang tinggi dengan lingkungan sekolah, teman-teman dan media massa. Anak-anak usia sekolah dengan sangat mudah dapat dipengaruhi oleh lingkungan untuk memilih makanan, mereka biasanya menyukai makanan yang disukai teman-temannya (Nuraini Heny, 2007). Jajan bagi anak sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena jajan sekolah merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena 1

2 aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman pangan sejak kecil, dan jajanan memberikan perasaan meningkatnya gengsi anak dimata teman temannya di sekolah (Khomsan Ali, 2003). Meskipun demikian, jajanan yang semula mempunyai dampak positif bagi anak anak yaitu sebagai pengganti sarapan pagi dan pengenalan berbagai jenis ragam pangan jajanan, kini jajan juga mempunyai dampak negatif bagi anak anak. Jajan akan memiliki dampak positif jika bahan bahan dan cara pengolahan dilakukan dengan baik. Tetapi jajan yang dijual di sekolah merupakan jajan-jajan yang telah tercemar zat-zat aditif. Zat-zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan merupakan semua bahan kimia yang dimasukkan dalam makanan. Contoh bahan bahan aditif adalah MSG (Monosodium Glutamat), tartazin, gom arab, garam alginat. Bahan bahan tersebut tidak akan berbahaya jika di gunakan sesuai dengan batasannya. Akan tetapi makanan jajanan akan menjadi beracun bagi tubuh anak jika dicampurkan dengan bahan-bahan non pangan seperti boraks dan formalin. Hal tersebut telah dibuktikan oleh Dewantri Tri (2008) pada penelitian THP FTP Unibraw bahwa makanan yang pada umumnya terdapat disekolah diantaranya memiliki kandungan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang ilegal maupun yang melebihi batas normal penggunaan. Contohnya adalah rhodamin B dan amarant serta Na Benzoat > 1000 ppm terdapat pada saos tomat, kerupuk, dan minuman rasa buah, pemanis sakarin terdapat pada minuman rasa buah, dan boraks terdapat pada cilok, bakso, dan kerupuk.

3 Pada makanan jajanan yang mengandung BTP legal seperti MSG juga akan menimbulkan dampak yang negatif bagi anak-anak meskipun jajanan tersebut masih tergolong aman untuk dikonsumsi. Jajanan yang mengandung MSG dan BTP legal lainnya jika dikonsumsi akan menimbulkan rasa ketagihan untuk terus mencobanya karena peningkatan rasa gurih dalam jajanan tersebut membuat anak-anak menyukai rasanya. Jika dikonsumsi secara terus menerus maka anak akan lebih menyukai makanan yang mengandung tinggi garam dan tinggi lemak sehingga menyebabkan anak menjadi over weigth atau obesitas. Selain itu anak juga menjadi pilih- pilih makanan, sehingga anak hanya akan makan makanan yang dia sukai saja. Jika makanan yang dipih dan disukai anak tidak memenuhi standar pemenuhan gizi, maka anak akan menjadi kurus karena kebutuhan gizinya tidak tercukupi. Peredaran makanan jajanan anak di sekolah yang tidak higienis dan memakai bahan kimia bukan untuk makanan masih banyak beredar. Hal ini membahayakan kesehatan jutaan murid sekolah dasar sehingga pengelola sekolah perlu terlibat memperbaiki mutu jajanan di sekolah. Sebagai upaya melindungi konsumen, Badan Pengawas Obat Obatan dan Makanan (Badan POM) menguji makanan jajanan di 195 sekolah dasar di 18 provinsi. Di antaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji menunjukkan 39,95 persen (344 sampel dari 861 sampel) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Es sirup atau buah (48,19 persen) dan minuman ringan (62,50 persen) juga mengandung bahan berbahaya dan tercemar bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus dan sambal (61,54 persen) serta kerupuk (56,25 persen). Sebesar 10,45 persen dari total sampel tersebut mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin

4 B, methanil yellow, dan amaranth. Sebagaian sampel mengandung boraks, formalin, siklamat, sakarin, dan benzoat melebihi batas (Kompas, 2006). Berdasarkan hasil observasi peneliti pada bulan September terhadap jajanan yang dijual dilingkungan sekolah diantaranya adalah cilok, es sirup, batagor, bakso, berbagai jenis snack yang tidak memiliki ijin dari Badan POM. Observasi yang dilakukan peneliti adalah dengan melihat dan mengamati serta mendokumentasikan melalui foto jenis jajanan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah. Untuk hasil wawancara dengan 7 orang tua siswa, 5 (71,42%) orang tua diantaranya mengatakan bahwa ragam jenis jajanan yang dijual di lingkungan sekolah mengkhawatirkan, karena mereka tidak mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam makanan jajanan tersebut. 2 orang tua lainnya (28,57%) mengatakan bahwa tidak perlu khawatir terhadap jajan yang di beli anak di sekolah, sebab meskipun suka membeli jajan anak mereka tetap sehat sehat saja dan mereka juga menganggap bahwa anak yang gemuk memiliki badan yang sehat. Padahal, kegemukan dan obesitas merupakan hal berbahaya bagi kesehatan anak yang menjadi faktor resiko penyakit jantung, DM (Diabetes Mellitus), dan kanker. Kota Malang memiliki 196 Sekolah Dasar Negeri dan 73 Sekolah Dasar Swasta. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Kecamatan Klojen terdapat 19 Sekolah Dasar Negeri dan 24 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan Lowokwaru terdapat 46 Sekolah Dasar Negeri dan 12 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan Sukun terdapat 42 Sekolah Dasar Negeri dan 14 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan Blimbing terdapat 44 Sekolah Dasar Negeri dan 13 Sekolah Dasar Swasta, Kecamatan Kedung Kandang terdapat 45 Sekolah Dasar Negeri dan 10

5 Sekolah Dasar Swasta. Siswa di 10 Sekolah Dasar Negeri di Kota Malang inilah yang nantinya akan diukur status gizinya dengan alat ukur antropometri. Siswa yang menjadi perhatian peneliti adalah siswa siswa yang mengkonsumsi jajanan yang dijual oleh penjaja makanan diluar pagar sekolah. Sehingga, diharapkan dengan adanya penelitian tentang status gizi pada siswa ini dapat menjadi masukan bagi Sekolah Dasar di kota Malang untuk lebih memperhatikan status gizi anak didiknya. Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pola konsumsi jajanan di sekolah terhadap status gizi siswa Sekolah Dasar Negeri di Kota Malang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitian tentang : 1. Bagaimana pola konsumsi jajanan di sekolah menurut umur dan jenis kelamin pada siswa SD Negeri di Kota Malang? 2. Bagaimana status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang menurut jenis kelamin dan umur? 3. Adakah hubungan antara pola konsumsi jajanan di sekolah terhadap status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pola konsumsi jajanan disekolah terhadap status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang.

6 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pola konsumsi jajanan menurut jenis kelamin dan umur pada siswa SD Negeri di kota Malang. 2. Mengetahui status gizi menurut jenis kelamin dan umur pada siswa SD Negeri di kota Malang. 3. Mengetahui hubungan antara pola konsumsi jajanan di sekolah terhadap status gizi siswa SD Negeri di Kota Malang. 1.4 Manfaat Penelitian Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan penulisan yang hendak dicapai, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap kebiasaan jajan siswa di sekolah, khususnya untuk mengoptimalkan status gizi siswa dan mengantisipasi munculnya masalah gizi dalam menjaga keseimbangan status gizi siswa. 1.4.2 Manfaat Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi siswa untuk mengetahui status gizinya, sehingga siswa dapat menjaga pola konsumsi jajanan di sekolah dengan mengurangi atau

7 menghindari makanan jajanan yang dijual di luar sekolah seperti cilok, tempura, ciki-ciki dan lain sebagainya. Sebab tidak semua makanan yang dijual diluar sekolah memenuhi standar gizi anak usia sekolah. 1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang hubungan pola konsumsi jajanan disekolah terhadap status gizi siswa SD. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut dalam pengembangan keilmuan keperawatan. 1.4.4 Manfaat Bagi Lembaga Pendidikan Keperawatan Dapat memberikan sumbangan ilmu bagi ilmu keperawatan khususnya ilmu keperawatan anak. 1.1.5 Manfaat Bagi Petugas Kesehatan Manfaat penelitian ini bagi petugas kesehatan setempat adalah memberikan informasi bahwa upaya keseimbangan status gizi anak sekolah perlu lebih diberikan perhatian, sehingga petugas kesehatan dapat membuat suatu program kesehatan dalam upaya penyeimbangan status gizi anak sekolah. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Yunita Syafitri pada tahun 2009 dengan judul Kebiasaan Jajan Siswa Sekolah Dasar (Studi Kasus di SDN

8 Lawanggintung 01 Kota Bogor). Penelitian tersebut menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2009. Sampel diambil secara acak (simple random sampling ) dengan sampel berjumlah 50 orang siswa. Hasil penelitian diatas melaporkan bahwa kebiasaan jajan siswa sekolah dasar tidak perlu dihilangkan karena memberikan kontribusi yang berarti terhadap konsumsi sehari dan kecukupan gizi siswa. Kebiasaan jajan meliputi jumlah jenis makanan jajanan dan frekuensi jajanan. Sebanyak 50,0% siswa membeli makanan utama 2-3 jenis/minggu. Sebesar 46,0% siswa membeli makanan ringan 6-7 jenis/minggu, dan 46,0% siswa membeli minuman 4-5 jenis/minggu. Frekuensi jajan makanan utama siswa (3-5 kali/minggu) sebesar 44,0%. Sebesar 66,0% siswa memiliki frekuensi jajan > 11 kali/minggu, dan 30,0% siswa memiliki frekuensi jajan minuman 6-8 kali/minggu. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa sebesar 34,0% siswa memiliki tingkat kecukupan energi dalam katergori defisit tingkat berat badan normal. Sedangkan tingkat kecukupan protein dan lemak berada dalam kategori kelebihan masing masing sebesar 46,0% dan 56,0%. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, terdapat hubungan positif dan signifikan (p<0,01) antara alokasi uang saku dengan kebiasaan jajan. Variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah jenis makanan jajanan dan frekuensi jajan adalah alokasi uang saku untuk membeli jajanan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bondika Ariandani Aprillia dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan Pada Anak Sekolah Dasar di Semarang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 yang merupakan penelitian

9 observasional dengan desain cross sectional atau belah lintang. Subjek diambil dengan menggunakan metode simple random sampling menggunakan tabel angka random yang dilakukan berdasarkan data siswa yang tersedia. Berdasarkan perhitungan besar sampel, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sejumlah 71 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berbagai item pemilihan makanan jajanan sebagian besar subjek termasuk dalam kategori kadangkadang. Pengetahuan anak mengenai gizi dan makanan jajanan yang masuk kategori baik hanya sebesar 24,7%, sebagian besar masuk dalam kategori sedang (45,2%). Seluruh ibu berpendidikan cukup dengan sebagian besar menempuh pendidikan tingkat SMA (37%). Besar uang jajan di sekolah mayoirtas (95,9%) berkisar antara Rp 500 Rp 5000 dengan rerata Rp 3611,1 ± 1789,136. Besar uang jajan di rumah sebagian besar berkisar antara Rp 500 Rp 2500. Frekuensi sarapan pagi setiap hari terdapat pada sebagian besar anak (71,2%), sedangkan frekuensi membawa bekal sebagian besar (69,9%) termasuk dalam kategori kadang-kadang (1-3 kali/minggu). Jajanan sehat banyak ditemukan di rumah, sedangkan jajanan tidak sehat banyak ditemukan di luar rumah terutama di sekitar sekolah. Frekuensi membawa bekal makanan ke sekolah merupakan faktor yang paling berhubungan dengan pemilihan makanan jajanan pada anak sekolah dasar.