HIGHER ORDER THINGKING SKILLS SISWA PADA MATERI STATISTIKA KELAS XI IPA MAN 2 PONTIANAK

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen. Dalam prosesnya, siswa dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dengan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MA DINIYAH PUTERI PEKANBARU

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2 No.2 pp May 2013

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 003 KOTO PERAMBAHAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE TRUE OR FALSE STATEMENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 26 PADANG

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING

PEMAHAMAN TEKS DISKUSI OLEH SISWA SMP NEGERI 2 PONTIANAK TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh: Ririne Kharismawati* ) Sehatta Saragih** ) Kartini*** ) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Oleh: Lusi Lismayeni Drs.Sakur Dra.Jalinus Pendidikan Matematika, Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indah Purnama *) Kartini dan Susda Heleni **) Progam Studi Pendidikan Matematika FKIP UR HP :

STUDI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN MATEMATIKA DENGAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA PGRI SUMBERREJO BOJONEGORO TAHUN AJARAN 2014/2015

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMP DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelajaran Matematika merupakan wahana yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

Oleh: Asih Pressilia Resy Armis Zuhri D ABSTRACT

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI DALAM PEMBELAJARAN TRIGONOMETRI BERBASIS MASALAH DI SMA NEGERI 18 PALEMBANG

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGGUNAKAN KARTU BILANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS IV SDN 06 SUNGAI LAUR ARTIKEL PENELITIAN OLEH SULIANI NIM F

DESKRIPSI KETERAMPILAN KOMUNIKASI SISWA SMA NEGERI 9 PONTIANAK MELALUI METODE PRAKTIKUM PADA MATERI KSP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) STUDENT IN PROBLEM SOLVING OF PHYSICS SCIENCE NATIONAL EXAMINATON

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

MINAT PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK NUMBERED HEAD TOGETHER ARTIKEL PENELITIAN OLEH

Seprotanto Simbolon 1, Sakur 2, Syofni 3 Contact :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL LUAS PERMUKAAN SERTA VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR DI SMP

RESPONS SISWA TERHADAP SAJIAN SIMBOL, TABEL, GRAFIK DAN DIAGRAM DALAM MATERI LOGARITMA DI SMA

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TEORI BRUNER DALAM MATERI TRIGONOMETRI DI SMA

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Oleh: DERIA EGA FITRIAWATI NPM:

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PENDEKATAN STRUKTURAL THINK PAIR SQUARE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Asmarita 1, Sehatta Saragih 2, Zuhri D 3 Contact :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Menggunakan Metode Problem Solving Materi Simetri

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN OTENTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII 4 SMP NEGERI 17 PEKANBARU

Wiwin Crisdayanti 1, Sakur 2, Rini Dian Anggraini 3 Contact :

PENERAPAN TEKNIK MENGAJUKAN PERTANYAAN MENGGUNAKAN PERTANYAAN YANG DITEMPELKAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA ADABIAH 2 PADANG

HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DENGAN MEDIA ARSIRAN KELAS IV SDN 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

Mivafarlian et al., Penerapan Metode Diskusi Berbantuan Garis Bilangan. 1

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 4 PAYAKUMBUH MATERI BANGUN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. matematika. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DI SDN 20 KURAO PAGANG

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS X 2 SMA NEGERI 1 TANAH MERAH

PENGARUH TINGKAT KECEMASAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

PEMANFAATAN DIAGRAM DALAM PENYELESAIAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 6 PONTIANAK

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

HIGHER ORDER THINGKING SKILLS SISWA PADA MATERI STATISTIKA KELAS XI IPA MAN 2 PONTIANAK Muhammad Syahwaludi, Zubaidah R, Dede Suratman Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email : muhammadsyahwaludin@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan higher order thingking skills siswa dalam menyelesaikan masalah statistika dengan cara menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan bentuk penelitian deskriptif. Subjek penelitian ini adalah delapan orang siswa kelas XI IPA 3 MAN 2 Pontianak. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua orang siswa kategori tinggi, terdapat dua orang siswa kategori sedang, terdapat dua orang siswa kategori rendah, dan terdapat dua orang siswa kategori sangat rendah. Berdasarakan hasil penelitian, dapat disimpulkan siswa dalam menyelesaikan masalah statistika sebagai berikut: siswa kategori tinggi mampu menyelesaikan masalah statistika dengan cara mengenalisis, mengevaluasi, dan mencipta, siswa kategori sedang belum mampu menyelesaikan masalah statistika dengan cara mencipta. Sementara untuk siswa kategori rendah dan sangat rendah hanya mampu menyelesaikan masalah statistika dengan cara menganalisis saja. Kata Kunci : Higher Order Thingking Skills, Statistika Abstract: The purpose of this research is to describe student s higher order thingking skill to solve the problem about statistic with analysis step, evaluate step, and create step. The method that used is qualitative descriptive method. The subjects in this research are eight students in grade XI IPA 3 MAN 2 Pontianak. The result of this research show that, two students categoried in high category, two student in medium category, two students in low category, and two students in very low category. Based on this research, can be concluded that the students are in high category can solve the statistic problem with analysis step, avaluate step, and create step. Students are in medium category can t do the synthesis step. While for students are in low and very low category only can solve the problem with analysis step. Keywords: Higher Order Thingking Skills, Statistic 1

M ata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama Badan Standar Nasional Pendidikan (Nomor 22 Tahun 2006). Dari kemampuan yang diharapkan tersebut berarti menuntut siswa menggunakan keterampilan berfikirnya. Dalam proses berpikir siswa harus menguasai keterampilan berfikir mulai dari berfikir tingkat rendah (Lower Order Thingking Skills LOTS) sampai keterampilan berfikir tinggi (Higher Order Thinking Skills HOTS). Matematika merupakan bidang studi yang dianggap sulit bagi para siswa. Dalam belajar matematika diperlukan kesiapan intelektual dan kemampuan kognitif yang memadai. Siswa tidak hanya sekedar menghafal teori atau rumus saja, tetapi juga lebih menekankan pada terbentuknya proses pegetahuan itu sendiri dan tidak hanya bergantung dengan cara yang diberikan oleh guru. Hal ini dikarenakan objek kajian matematika yang bersifat abstrak. Keabstrakan ini terletak pada bahasa matematika, yaitu bahasa yang dipenuhi dengan banyak lambang dan simbol. Sifat abstrak ini mengakibatkan siswa menemukan kesulitan dalam belajar matematika, sehingga kemampuan berfikir siswa menjadi tidak berkembang pada tingkat yang lebih tinggi. Adapun tujuan dari pembelajaran matematika menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, yaitu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matemtika, menyelesaikan model, dan mendefinisikan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah. Belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Rahyubi, 2014: 1). Dalam belajar matematika siswa memerlukan proses yang sadar atau tidak dalam menguasinya, hal ini dikarenakan objek matematika yang bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami. Sehingga dalam proses tersebut siswa dapat mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menyelesaikan masalah pada matematika. Kaitannya belajar siswa dengan keterampilan berfikir tingkat tinggi adalah kemampuan kognitif yang dimiliki siswa akan semakin berkembang sehingga siswa mudah dalam menyelesaikan masalah matematika yang diberikan dan belajar matematika akan bermakna. Sastrawati dalam Novianti (2014: 4) mengungkapkan berfikir tingkat tinggi adalah proses yang melibatkan operasi-operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran. Menurut Stein dalam Novianti (2014: 4) berfikir tingkat tinggi menggunakan pemikiran yang kompleks, non algorithmic unutk menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan contoh. Dalam Taksonomi Bloom higher order thingking skills termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif ini terdiri dari atas enam level dalam Taksonomi Bloom 2

yang telah direvisi, yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Pada ranah kognitif, higher order thingking skills berada pada 3 level teratas yaitu (Utari, 2011: 11): Menganalisis (C4), menganalisis dalam ranah kogninif merupakan kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Mengevaluasi (C5), mengevaluasi merupakan kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kreteria atau patokan tertentu. Mencipta (C6), mencipta merupakan kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan koheren atau membuat sesuatu yang orisinil. Menurut krathworl (2002) dalam Arevision of Bloom s Taxonomy:an overview menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi meliputi: (1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit, mengidentifikasi/merumuskan pernyataan. (2) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya, membuat hipotesisi, mengkeritik dan melakukan pengujian, menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. (3) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu, merencanakan suatu cara untuk menyelesaikan masalah, mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya. Satu diantara cabang dari matematika adalah statistika. Statistika adalah suatu cabang matematika yang berhubungan dengan metode mengumpulkan, mengolah, menyajikan, menganalisis, dan menyimpulkan data (Sembiring, dkk, 2012:3). Materi statistika relatif sangat mudah dibandingkan dengan materi matematika lainnya, hal ini dikarenakan pada materi statistika tingkat SMA/MA siswa hanya menggunakan rumus pada statistika yang sudah tersedia pada materi tersebut. Ketika materi statistika disampaikan oleh guru pada tingkat yang lebih tinggi, maka banyak siswa yang mengalami kesulitan dikarenakan materi ini banyak menggunakan lambang-lambang atau simbol-simbol dalam mempelajarinya, namun pada saat guru menyampaikannya dengan cara yang berbeda untuk menggunakan rumus-rumus yang sudah ada dan dikaitkan pada materi-materi matematika lainnya maka materi statistika akan menjadi sedikit lebih rumit dari sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada satu diantara sekolah yang ada di Kota Pontianak, yaitu sekolah MAN 2 Pontianak Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh ibu Nurbaiti (Guru Matematika di MAN 2 Pontianak), menyatakan bahwa mayoritas siswa memahami materi statistika relatif dengan mudah pada saat pembelajaran di kelas khususnya pada jurusan IPA. Namun ketika siswa dihadapkan dengan soal yang sedikit berbeda dari contoh yang disampaikan oleh guru, seperti soal-soal pada materi statistika yang dirubah dalam bentuk soal cerita mereka sedikit kesulitan untuk menjawabnya atau ketika hitungan pada soal yang diberikan oleh guru lebih rumit hitungannya dari soal sebelumnya, siswa juga kesulitan untuk menjawab soal 3

tersebut. Sehingga guru tersebut menjadi dilema untuk memberikan soal-soal yang rumit atau soal yang memerlukan penyelesaian dengan kemampuan berfikir tinggi kepada siswa dan pada akhirnya guru menyama ratakan proses pembelajaran dikelas, karena ditakutkan siswa tidak bisa mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) di sekolah tersebut. Selain itu dari ulangan harian pertama sampai ulangan harian ketiga, ulangan harian yang paling sedikit siswa tuntas pada kelas XI IPA MAN 2 Pontianak adalah pada ulangan harian pertama dimana hanya 13,7% siswa yang tuntas pada materi statistika atau hanya 13 siswa yang tuntas dari 95 siswa di kelas XI IPA MAN 2 Pontianak. Peneliti melihat ini adalah sebuah masalah, ketika siswa-siswi yang pada dasarnya sudah memiliki higher order thingking skills kemudian guru menyama ratakan proses pembelajaran di kelas, maka kemampuan higher order thingking skills yang sudah dimiliki siswa diawal pada akhirnya akan menurun secara perlahan-lahan. Penelitian Widodo dan Kadarwati tahun 2013 menunjukan bahwa apabila higher order thingking skills dapat dimaksimalkan oleh guru kepada siswa di kelas, maka dalam pembelajaran matematika siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya di sekolah. Pada penelitian Novianti tahun 2014 menyarankan kepada guru mata pelajaran matematika hendaknya dalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan soal-soal higher order thingking skills karena dengan soal-soal tersebut dapat melatih kemampuan berfikir siswa sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa akan memuaskan. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif. metode penelitian kualitiatif yang digunakan dalam penelitian ini dipandang sesuai karena berorientasi pada higher order thingking skills yang bertujuan untuk mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Arikunto (2010: 3) penelitian deskriptif adalah penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah atau lapangan, atau wilayah tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa MAN 2 Pontianak kelas XI IPA 3 MAN 2 Pontianak. Dalam penelitian ini, dipilih sepuluh orang siswa yang terdiri dari dua orang siswa kategori higher order thingking skills sangat tinggi, dua orang siswa kategori higher order thingking skills tinggi, dua orang siswa kategori higher order thingking skills sedang, dua orang siswa kategori higher order thingking skills rendah, dan dua orang siswa kategori higher order thingking skills sangat rendah untuk digali lebih dalam terkait higher order thingking skills dalam menyelesaikan masalah statistika yang diberikan. Penelitian ini dilaksanakan pada 04 Juni 2016 di kelas XI IPA 3 MAN 2 Pontianak yang diikuti oleh 32 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes berupa soal tes higher order thingking skills materi statistika, dan teknik komunikasi langsung berupa wawancara. Dalam penelitian ini, pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara tidak terstruktur. Menurut Satori dan Komariah (2011: 136), wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan 4

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Menurut Sugiyono (2011: 234), wawancara tidak struktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malah untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subyek yang diteliti. Instrument penelitian divalidasi oleh satu orang dosen Pendidikan Matematika FKIP Untan dan satu orang guru matematika MAN 2 Pontianak. Hasil tes diberikan skor dan dianalisis menggunakan rubrik penilaian yang terdiri dari menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Berikut rubrik penilaian tes higher order thingking skills siswa. Tabel 1 Rubrik Penilaian Higher Order Thingking Skills Point Kriteria Skala 1 Menganalisa permasalahan (C4) 4 Analisa (memeriksa dan mengurai informasi, memilih sebab dan akibat, mengambil kesimpulan dan melakukan generalisasi serta menemukan alasan yang mendukungnya) yang dilakukan masuk akal dan mengarah ke jawban yang tepat 3 Analisa (memeriksa dan mengurai informasi, memilah sebab dan akibat, mengambil kesimpulan dan melakukan generalisasi serta menemukan alasan yang mendukungnya) yang dilakukan masuk akal tetapi mengarah ke jawaban kurang tepat 2 Analisa (memeriksa dan mengurai informasi, memilah sebab dan akibat, mengambil kesimpulan dan melakukan generalisasi serta menemukan alasan yang mendukungnya) dilakukan ke jawaban yang tidak tepat 1 Tidak mampu melakukan analisa sama sekali Point Kriteria Skala 2 Mengevaluasi (C5) 4 Mampu mengkritisi, memutuskan, mengevaluasi, menilai, membuktikan, menyangkal, atau mendukung (suatu gagasan) dengan tepat 3 Kurang mampu mengkritisi, memutuskan, mengevaluasi, menilai, membuktikan, menyangkal, atau mendukung (suatu gagasan) dengan tepat 2 Tidak mampu, mengkritisi, memutuskan, mengevaluasi, menilai, membuktikan, menyangkal, atau mendukung (suatu gagasan) dengan tepat 1 Tidak mampu mengkritisi, memutuskan, mengevaluasi, menilai, membuktikan, menyangkal, atau mendukung (suatu gagasan) sama sekali Point Skala 3 Kriteria Mencipta (C6) 5

4 Mampu memberikan ide dengan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu yang utuh, koheren, dan baru yang dilakukan masuk akal dan mengarah ke jawban yang tepat 3 Mampu memberikan ide dengan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu yang utuh, koheren, dan baru yang dilakukan masuk akal tetapi mengarah ke jawaban kurang tepat 2 Mampu memberikan ide dengan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu yang utuh, koheren, dan baru yang dilakukan tidak masuk akal dan mengarah ke jawaban tidak tepat 1 Tidak mampu memberikan ide apapun Diadopsi dan dimodifikasi dari Lutfiana (2013). Berdasarkan rubrik penilaian higher order thingking skills diatas, hasil jawaban tes higher order thingking skills yang diberikan kepada siswa selanjutnya diberikan skor sesuai dengan kreteria rubrik penilian. Kemudian menyatakan hasil skor tes siswa dalam bentuk persentase untuk keperluan mengklasifikasikan kualitas higher order thingking skills dengan kategori menurut Suherman (1993: 236): (1) sangat tinggi, jika siswa menjawab soal dengan benar dalam persentase 90% A 100%, (2) tinggi, jika siswa menjawab soal dengan benar dalam persentase 75% B 90%, (3) sedang, jika siswa menjawab soal dengan benar dalam persentase 55% C 75%, (4) rendah, jika siswa menjawab soal dengan benar dalam persentase 40% D 55%, (5) sangat rendah, jika siswa menjawab soal dengan benar dalam persentase kurang dari 40%. Prosedur dalam penilian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap akhir. Tahap Persiapan terdiri dari seminar desain proposal yang dilaksanakan pada 15 April 2016, merevisi desain proposal, menyiapkan instrument penelitian berupa soal tes higher order thingking skills, dan pedoman wawancara, melakukan validasi instrument penelitian, merevisi hasil validasi, dan menetapkan jadwal penelitian dengan sekolah. Tahap Pelaksanaan terdiri dari melakukan uji coba instrument, merevisi instrumen, melaksanakan penelitian pada subjek yang telah dipilih dengan memberikan soal tes higher order thingking skills, melakukan wawancara. Tahap akhir terdiri dari menganalisa data yang diperoleh dari tes, dan wawancara; mendeskripsikan hasil analisis data; menyususn laporan penelitian dan menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6

Hasil penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada kelas XI IPA 3 MAN 2 Pontianak dengan 32 orang siswa. Dalam penelitian ini, dipilih sepuluh orang siswa yang terdiri dari dua siswa kategori higher order thingking skills sangat tinggi, dua orang siswa kategori higher order thingking skills tinggi, dua orang siswa kategori higher order thingking skills sedang, dua orang siswa kategori higher order thingking skills rendah, dua orang siswa kategori higher order thingking skills sangat rendah. Pertimbangan memilih siswa kelas XI IPA 3 MAN 2 Pontianak berdasarkan rekomendasi dari guru matematika kelas XI IPA MAN 2 Pontianak dan hasil ulangan harian materi statistika di kelas XI IPA 3 MAN 2 Pontianak. Dari tes yang diberikan, dipilih delapan orang siswa yaitu AH, MF, PWA, WN, K, RAB, FR, dan MSEP untuk masing-masing kategori. Namun pada kategori sangat tinggi, peneliti tidak mendapatkan siswa yang masuk dalam kategori tersebut dikarenakan skor siswa tidak ada yang mencapai kategori sangat tinggi. Berikut deskripsi hasil tes higher order thingking skills kedelapan subjek. Tabel 2 Deskripsi Hasil Tes Higher Order Thingking Skills No Subjek Nomor Soal Menganalisis Nomor Mengevaluasi Nomor Mencipta a b c Soal d e f Soal g h i 1 AH 1 3 5-2 4 2 MF 1 3 5-2 4 3 PWA 1 3 - - - 5-2 - 4 4 WN 1 3 - - - 5-2 - 4 5 K 1 3 5 - - - 2 - - 4 - - - 6 RAB 1 3-5 - - - 2 - - - 4 - - - 7 FR 1 3 5 - - - 2 - - - 4 - - - 8 MSEP 1 3 - - - 5 - - - 2 - - - 4 - - - Ket Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Keterangan: a = Informasi d = Penilaian g = Generalisasi Ide b = Sebab akibat e = Pengujian h = Penyelesaian c = Kesimpulan f = Memutuskan i = Ide Baru Berdasarkan tabel 2 diperoleh informasi bahwa siswa dengan kategori higher order thingking skills tinggi yaitu subjek AH dan MF dapat memahami 7

masalah dengan cara menganalisis informasi yang masuk untuk mengenali pola atau hubungan, kemudian mengenali faktor penyebab dan akibat, dan merumuskan pernyataan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Dalam mengevaluasi subjek AH dan MF dapat memberikan penilaian dengan kriteria yang cocok, kemudian melakukan pengujian, dan memutuskan menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam mencipta subjek AH dan MF belum mampu mengorganisasikan unsur-unsur yang ada menjadi struktur yang belum pernah ada. Siswa dengan kategori higher order thingking skills sedang yaitu subjek PWA dan WN dapat memahami masalah dengan cara menganalisis informasi yang masuk untuk mengenali pola atau hubungan, kemudian mengenali faktor penyebab dan akibat, dan merumuskan pernyataan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Dalam mengevaluasi pada soal ketiga subjek PWA dan WN tidak memberikan jawaban, namun secara keseluruhan subjek PWA dan WN mampu memberikan penilaian dengan kriteria yang cocok, kemudian melakukan pengujian, dan memutuskan menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam mencipta subjek PWA dan WN belum mampu mengorganisasikan unsur-unsur yang ada menjadi struktur yang belum pernah ada. Siswa dengan kategori higher order thingking skills rendah yaitu subjek K dan RAB dalam menganalisis pada soal kedua subjek K dan RAB tidak memberikan jawaban, namun pada soal pertama subjek K dan RAB dapat menganalisis informasi yang masuk untuk mengenali pola atau hubungan, kemudian mengenali faktor penyebab dan akibat, dan merumuskan pernyataan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Dalam mengevaluasi pada soal ketiga subjek K dan RAB tidak memberikan jawaban, namun pada soal keempat subjek K dan RAB dapat memberikan penilaian dengan kriteria yang cocok, kemudian melakukan pengujian, dan memutuskan menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam mencipta subjek K dan RAB belum mampu sama sekali untuk mengorganisasikan unsur-unsur yang ada untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dan menjadikan unsur-unsur yang ditemukan menjadi struktur yang belum pernah ada. Siswa dengan kategori higher order thingking skills sangat rendah yaitu subjek FR dan MSEP dalam menganalisis pada soal kedua subjek FR dan MSEP tidak memberikan jabawan, namun pada soal pertama subjek FR dan MSEP dapat menganalisis informasi yang masuk untuk mengenali pola atau hubungan, kemudian mengenali faktor penyebab dan akibat, dan merumuskan pernyataan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Dalam mengevaluasi subjek FR dan MSEP belum mampu memberikan memberikan penilaian dengan kriteria yang cocok, kemudian melakukan pengujian, dan memutuskan menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam mencipta subjek FR dan MSEP belum mampu sama sekali untuk mengorganisasikan unsurunsur yang ada untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dan menjadikan unsur-unsur yang ditemukan menjadi struktur yang belum pernah ada. Pembahasan 8

Untuk memperjelas hasil analisis data maka akan dilanjutkan pembahasan lebih lanjut terhadap data-data tersebut. Dalam bagian pembahasan ini akan dikaji tentang kelompok higher order thingking skills siswa sesuai dengan kategori yang sudah diberikan. Siswa dengan kategori higher order thingking skills tinggi yaitu subjek AH dan MF mampu menganalisis masalah statistika dengan menstrukturkan informasi kedalam bagaian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, kemudian mengenali masalah apa yang ditanyakan, dan terakhir merumuskan pernyataan atau menyelesaikan permasalahan tersebut. Walaupun siswa pada kategori tingkat tinggi kurang menuliskan informasi apa saja dari masalah yang diberikan dan kesimpulan akhirnya, hal ini dikarenakan siswa tersebut lupa. Dalam mengevaluasi pada kategori tinggi subjek AH dan MF tidak menyelesaikan secara keseluruhan pada soal tersebut. Hal ini dikarenakan siswa tersebut mengaku belum pernah diajarkan oleh gurunya disekolah, namun siswa kategori tinggi dapat menyelesaikan soal tersebut dikarenakan pengalaman pribadi dari siswa tersebut. Dalam mencipta subjek AH dan MF mengalami kesulitan dalam menyelesaika masalah kelima pada soal statistik yang diberikan, namun subjek AH dan MF dapat mencari solusi bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Siswa pada kategori tinggkat tinggi belum mampu membuat unsur-unsur yang ada menjadi struktur yang baru yang belum pernah ada. Hal ini dikarenakan siswa tidak terbiasa dengan soal-soal mencipta pada saat pembeleajaran matematika dikelas. Siswa dengan kategori sedang yaitu subjek PWA dan WN cukup mampu dalam menganalisis dari masalah statistika yang diberikan. Hal ini terjadi karena siswa pada kategori sedang tidak terlatih dalam menyelesaikan masalah statistika sehingga subjek PWA dan WN masih ragu-ragu dalam menganalisis masalah yang diberikan dan jawaban dari subjek PWA dan WN juga kurang tepat dalam memberikan kesimpulan. Dalam mengevaluasi subjek PWA dan WN tidak bisa menjawab masalah pada soal ketiga, namun soal keempat yang diberikan subjek PWA dan WN bisa menjawab walaupun ada beberapa yang kurang dalam menyelesaikan soal keempat, hal ini dikarenakan dalam siswa memberikan penilaian dengan kriteria yang cocok, melakukan pengujian dan memberikan kesimpulan terburu-buru dalam menyelesaikan masalah pada soal statistika yang diberikan. Dalam mengevaluasi kategori sedang yaitu subjek PWA dan WN mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah kelima pada soal statistika yang diberikan, hal ini dapat dilihat dari jawaban siswa dan hasil wawancara bersama siswa pada kategori sedang yang mengaku kesulitan dalam menyelesaikan soal kelima. Satu dari dua subjek yang peneliti dalami, ditemukan bahwa ada yang menemukan ide dalam menyelesaikan masalah kelima yaitu subjek PWA. Ide yang diberikan tidak logis, namun jawaban akhir yang diberikan adalah benar. Hal ini peneliti lihat bahwa subjek PWA mengalami kesalahan konsep statistika dalam menyelesaikan masalah kelima. Siswa dengan kategori rendah yaitu subjek K dan RAB cukup mampu menganalisis dari masalah statistika yang diberikan. Namun dari dua soal analisis yang diberikan pada soal kedua sebagian besar siswa pada tingkat rendah tidak dapat menjawabnya dengan benar hal ini dikarenakan siswa kurang memahami dalam membaca diagram yang diberikan dan siswa kurang dalam menstruktur informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau 9

hubungannya, kemudian mengenali masalah apa yang ditanyakan, dan terakhir merumuskan pernyataan atau menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Dalam mengevaluasi kategori rendah tidak bisa menjawab masalah pada soal ketiga, namun pada soal keempat siswa yang berada pada kategori rendah banyak yang bisa menjawab walaupun ada beberapa yang kurang tepat dalam menyelesaikan soal keempat. Hal ini dikarenakan dalam siswa memberikan penilaian dengan kriteria yang cocok, melakukan pengujian dan memberikan kesimpulan malas dalam membaca soalnya karena sudah beranggapan bahwa soal ketiga adalah sulit. Dalam mencipta kategori rendah mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal kelima yang diberikan, hal ini terbukti dari hasil wawancara bersama siswa ternyata ada siswa yang mengaku mencontek pada saat mengerjakan soal kelima dan sama seperti pada kategori sedang, pada kategori rendah juga ditemukan siswa yang memiliki ide dalam menyelesaikan soal kelima. Namun ide yang diberikan tidak logis, ketika wawancara pada siswa tersebut tidak dapat menjelaskan kembali dengan bahasanya sendiri dari jawaban yang diberikannya. Siswa dengan kategori sangat rendah yaitu subjek FR dan MSEP cukup menguasai kemampuan menganalisis pada soal higher order thingking skill yang diberikan khususnya pada soal pertama yang diberikan. Hal ini dapat dilihat satu diantara dua subjek yang peneliti wawancarai yaitu subjek MSEP untuk melihat lebih dalam bagaimana siswa menganalisis soal tersebut, didapat bahwa siswa dapat mengungkapkan kembali jawaban dengan bahasanya sendiri dengan cara membagi informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola, siswa mampu mengenali masalah apa yang ditanyakan, dan menyelesaikan masalah tersebut. Walaupun subjek MSEP tidak menulisnya secara lengkap pada lembar jawaban pada saat tes. Dalam mengevaluasi subjek FR dan MSEP diketahui tidak ada yang menjawab pada soal ketiga dikarenakan siswa tidak tahu bagaimana menjawabnya dan siswa tersebut juga tidak memiliki usaha untuk menjawabnya, hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara pada subjek MSEP yang mengatakan tidak tahu sama sekali menjawabnya. Dalam mencipta subjek FR dan MSEP pada kategori sangat rendah tidak menjawab sama sekali soal tersebut. Dari hasil wawancara bersama subjek MSEP diketahui bahwa subjek tesebut lupa mengenai materi simpangan kuartil, sehingga siswa tersebut tidak dapat menjawab soal kelima yang diberikan. Peneliti melihat hal ini terjadi dikarenakan siswa tersebut tidak melatih dirinya ketika materi matematika yang sudah diberikan guru di kelas dilatih kembali di kesehariannya, sehingga siswa tersebut memiliki pengalaman yang baik dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada matematika khususnya pada materi statistika. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan bagaimana kemampuan berfikir siswa pada tingkat higher order thingking skills pada kelas XI 3 MAN 2 Pontianak, sebagai berikut: (1) siswa kategori tinggi mampu menyelesaikan masalah statistika dengan cara menganalisis, mengevaluasi, 10

dan masih dianggap kurang dalam mencipta ide atau cara pandang yang baru untuk menyelesaikan masalah, (2) siswa kategori sedang mampu menyelesaikan masalah statistika dengan cara menganalisis, masih dianggap kurang dalam mengevaluasi, dan belum mampu dalam mencipta ide atau cara pandang yang baru untuk menyelesaikan masalah, (3) siswa kategori rendah mengalami kusulitan dalam menganalisis suatu masalah, mengevaluasi, dan belum mampu dalam mencipta ide atau cara pandang yang baru untuk menyelesaikan masalah, (4) siswa kategori sangat rendah mengalami kesulitan dalam menganalisis suatu masalah, belum mampu mengevaluasi suatu masalah, dan belum mampu dalam mencipta ide atau cara pandang yang baru untuk menyelesaikan masalah. Saran Adapun saran yang perlu disampaikan oleh peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah: (1) sebaiknya pada saat penelitian, guru mata pelajaran ikut mengawasi pelaksanaan tes, agar siswa mengerjakan soal tes dengan serius, (2) pada saat penelitian bertindak tegas kepada siswa yang mencontek atau yang tidak serius agar hasil penelitian yang didapat sesuai dengan yang diharapkan, (3) sebaiknya pengambilan subjek wawancara harus teliti dan tepat, sehingga informasi yang diperoleh lebih akurat, (4) kepada peneliti lainnya diharapkan dapat melaksanakan penelitian lanjut baik berupa penelitian eksperimental dengan memberikan perlakuan untuk menggali higher order thingking skills siswa yang bertujuan untuk memperbaiki serta meningkatkan kemampuan berfikir siswa. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Menteri Pendidikan Nasional. Jakarta. Krathwohl David R. 2002. A Revision Of Blomm s Taxonomy An Overview. Theory Info Practice. 41 (4) : 213-264. Luthfiana Ulfa Al Azzy. 2013. Penerapan Strategi Brain Based Learning Yang Dapat Meningkatkan Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi. PDF. (Online), https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&uact=8&ved=0ahukewizt9km187lahuds44khspwbkq QFggdMAA&url=http%3A%2F%2Fjurnalonline.um.ac.id%2Fdata%2Fartikel%2FartikelD7E65F5E46C6CBD3E592 D38AF9EF0003.pdf&usg=AFQjCNEKu1dhGtjYjLQ78E- HaZG4ZumZEg, diakses 13 Desember 2015). 11

Novianti Dian. 2014. Analisis Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa Dengan Gaya Belajar Tipe Investigatif Dalam Pemacahan Masalah Matematika Kelas VII Di SMP N 10 Kota Jambi. PDF. (Online), (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&uact=8&ved=0ahukewi0- OjVrM_LAhXLcI4KHa6tCh4QFggcMAA&url=http%3A%2F%2Fecampus.fkip.unja.ac.id%2Feskripsi%2Fdata%2Fpdf%2Fjurnal_mhs%2Far tikel%2frra1c209035.pdf&usg=afqjcnhbi135hdeohp4myvlndo8g PQRNcg, di akses 12 Februari 2016). Rahyubi Heri. 2014. Teori-Teori Belajar Dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Bandung: Nusa Media. Satori Djam an dan Komariah Aan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sembiring Suwah, Cunayah Cucun, dan Indra Etsa Irawan. 2012. Matematika. Bandung: Yrama Widya. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suherman, E. 1993. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Utari Retno. 2011. Taksonomi Bloom Apa dan Bagaimana Menggunakannya?. PDF. (Online), (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5 &cad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0ahukewi74jf8us_lahxbjo4khe01d9 cqfggpmaq&url=http%3a%2f%2fwww.bppk.depkeu.go.id%2fwebpk n%2fattachments%2f766_1-taksonomi%2520bloom%2520- %2520Retno-ok-mima.pdf&usg=AFQjCNGv0m0kNLaFy8SI- FD0l2QC_QZR7A, di akses 15 Januari 2016). 12