BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS. 1. Mowday, Porter, & Steers (1982,dalam Luthans,2006) tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di

Hubungan antara komitmen..., Zulfan, FPsi UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sumber daya tersebut. Sebagai institusi pendidikan, sekolah

6. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pengujian komitmen organisasi terhadap variabel lain terkait sikap kerja karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan teknologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. terbaik di dunia. Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya semakin

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya persaingan di kalangan auditor dan berkembangnya profesi

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori itu dipakai adalah karena teori tersebut relevan dengan variabel yang dipakai serta

tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya.

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang digunakan harus mampu mencapai maksud penelitian. Teori utama

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. satu dari 4 rumah sakit yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semua kepentingan menegakkan kebenaran, kemampuan teknis dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. organisasi, karena berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk mencapai goals

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Financial Accounting Standard Board, terdapat dua karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran sentral dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mereka yang memiliki komitmen tinggi cenderung lebih bertahan dan rendah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Perkembangan jaman yang semakin maju berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya hubungan antara perusahaan dengan karyawan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak perkembangan dalam berbagai bidang. Hal ini terutama

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia harus bertahan dalam. mempertahankan kehidupannya dengan beragam cara yang dimilikinya.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam suatu organisasi profesi setiap anggota. komitmen profesi. Harsanti (2001) menyatakan bahwa komitmen dapat dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya adalah tersedianya karyawan/sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. penting, karena terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan individu, industri,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba. Perusahaan terdiri atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI KOMITMEN TERHADAP ORGANISASI PADA TENAGA KEPENDIDIKAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB I PENDAHULUAN. kepatuhan dan audit laporan keuangan (Arens dan Loebbecke, 2003). Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian kalangan organisasi. Perputaran karyawan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

BAB I PENDAHULUAN. individualnya masing-masing (gaji, kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS. penting. Oleh karena pentingnya hal tersebut, sampai-sampai beberapa organisasi

BAB II. Landasan Teori. (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions),

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. (Robbins, 2006 :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan berisi penjelasan mengeai teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori komitmen profesi, komitmen organisasi, dan guru, serta hubungan antara komitmen profesi dan komitmen organisasi pada guru. 2. 1. Komitmen Organisasi 2. 1. 1. Definisi Komitmen Organisasi Ada banyak definisi yang menjelaskan tentang komitmen organisasi. Salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Meyer dan Allen (1997) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah a psychological state that (a) characterizes the employee s relationship with the organization, and (b) has implications for the decision to continue membership in the organization Dalam pernyataan di atas, psyhological state merupakan sebuah keadaan mental yang relatif konstan. Dengan kata lain, komitmen organisasi mencakup hubungan atau keterikatan antara seorang individu dengan organisasi tertentu yang bersifat konstan dan mempengaruhi individu untuk tetap bertahan atau keluar dari organisasi itu, meski keadaan psikologis individu relatif dinamis. 2. 1. 2. Komponen Komitmen Organisasi Meyer dan Allen (1997) juga mengemukakan bahwa komitmen organisasi memiliki tiga buah komponen yang menyusunnya. Ketiga komponen itu adalah: 1. Komitmen afektif, merujuk kepada keterikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan individu pada organisasi dimana dia menjadi anggotanya, 2. Komitmen kontinuans, merujuk kepada kesadaran akan kerugian yang akan didapat apabila individu meninggalkan organisasi, dan 3. Komitmen normatif, yang merefleksikan perasaan individu akan kewajibannya untuk tetap bertahan pada organisasi. 8

9 Meyer dan Allen (1997) menjelaskan peranan tiga komponen di atas dalam menentukan keputusan individu untuk bertahan dalam organisasi sebagai berikut: individu yang memiliki komitmen afektif yang kuat, tetap bertahan dalam organisasi karena mereka menginginkannya (want to). Individu dengan komitmen ini mempunyai ikatan emosional dengan organisasi tempat ia bekerja. Selain itu identifikasi diri terhadap organisasi membuat individu merasa menjadi bagian dari organisasi, sehingga ia benar-benar terlibat dalam setiap tugas pekerjaan maupun yang dilakukannya demi tercapainya tujuan organisasi. Lalu individu yang keinginannya untuk bertahan dalam organisasi lebih disebabkan oleh komitmen kontinuans, melakukan hal tersebut karena mereka membutuhkannya (need to). Kecenderungan individu untuk tidak meninggalkan organisasi karena ia menyadari bahwa akan ada kerugian dari hal-hal yang telah ia investasikan pada organisasi, yang dapat berupa waktu, tenaga dan usaha yang telah ia berikan selama menjalani pekerjaan, serta hubungan pertemanan yang telah dijalin dengan rekan-rekan kerjanya. Selain itu individu juga tidak ingin kehilangan keuntungan-keuntungan yang selama ini diperoleh dari organisasi seperti kenaikan gaji, kesempatan untuk mendapat promosi, status, dan kebebasan (Hrebiniak & Alutto, dalam Meyer & Allen, 1990). Sedangkan individu dengan komitmen normatif yang kuat, bertahan dalam organisasi karena mereka merasa harus melakukannya (ought to). Individu merasa mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen ini timbul karena adanya tekanan normatif yang sudah terinternalisasi secara total dalam diri individu untuk bertingkah laku dalam suatu cara untuk mencapai tujuan organisasi (Meyer & Allen, 1990). Meyer dan Allen (1990) juga mengatakan bahwa komitmen ini dipengaruhi oleh pengalaman individu, baik sebelum (sosialisasi oleh budaya atau keluarga) maupun ketika (sosialisasi oleh organisasi) memasuki organisasi. Individu yang berkomitmen kepada organisasi mempertimbangan secara moral bahwa mereka memiliki hak untuk bertahan dalam organisasi, tanpa mempertimbangkan seberapa banyak kepuasan dan peningkatan status yang diberikan oleh organisasi terhadap dirinya

10 (O Reilly & Chatman, 1996; Marsh & Mannari, 1977, dalam Meyer & Allen, 1997) 2. 1. 3. Faktor-faktor Penyebab (Anteseden) Komitmen Organisasi Menurut Meyer dan Allen (1997) setiap komponen dari komitmen organisasi memiliki antesedennya masing-masing. 1. Komponen pertama, komitmen afektif, memiliki tiga buah anteseden: (a) karakteristik organisasi, (b) karakteristik personal, dan (c) pengalaman kerja. Anteseden pertama yaitu karakteristik organisasi berkaitan dengan variabel struktur organisasi yang memiliki pengaruh terhadap komitmen afektif. Faktor kedua yang menyusun komponen afektif adalah karakteristik personal. Dalam hal ini, penelitian yang telah dilakukan lebih difokuskan kepada dua jenis variabel, yaitu variabel demografis (mencakup gender, usia, masa kerja) dan variabel disposisional (kepribadian dan nilai-nilai yang dianut). Faktor ketiga adalah pengalaman kerja. Meyer dan Allen (dalam Meyer, Allen, & Smith, 1993) mengemukakan bahwa hubungan yang kuat dan konsisten antara individu dengan organisasinya dipengaruhi oleh pengalaman kerja.. 2. Pada komponen komitmen kontinuans, faktor yang mempengaruhinya adalah (a) investasi, dan (b) alternatif. Faktor investasi berkaitan erat dengan teori yang dikembangkan oleh Becker mengenai side-bet, yaitu tindakan yang menghubungkan seseorang dengan rangkaian tindakan tertentu yang menyebabkan ia merasa mengalami kerugian jika menghentikan aktivitas tersebut. Dalam konteks komitmen organisasi, side-bets melingkupi sesuatu yang bernilai (seperti waktu, tenaga, dan uang) yang akan hilang jika individu meninggalkan organisasi. Meninggalkan organisasi berarti individu akan kehilangan tenaga, waktu, dan uang yang ia telah investasikan pada organisasi. Adapun faktor lainnya yang mempengaruhi komitmen kontinuans adalah persepsi individu terhadap alternatif pekerjaan (Meyer & Allen, 1997). Individu yang berpikir bahwa mereka mempunyai banyak pilihan pekerjaan akan

11 mempunyai komitmen kontinuans yang lebih lemah dibandingkan dengan individu yang menganggap dirinya hanya mempunyai sedikit pilihan pekerjaan. 3. Mengenai komponen komitmen normatif, Wiener (dalam, Meyer & Allen, 1997) mengatakan bahwa perkembangan komitmen normatif terjadi berdasarkan sekumpulan tekanan yang dirasakan oleh individu selama sosialisasi awal (dari keluarga dan budaya) dan selama sosialisasi yang dijalani sebagai orang yang baru masuk ke organisasi. Melalui proses internalisasi individu mempelajari hal-hal yang dianggap pantas dan diharapkan oleh keluarga, budaya, dan organisasi kepada mereka. Dalam konteks komitmen organisasi, hal yang terinternalisasi adalah keyakinan tentang kepatutan untuk menjadi setia kepada organisasi tempat ia bekerja. Terakhir, perkembangan komitmen normatif juga dipengaruhi oleh kontrak psikologis antara individu dan organisasi (Meyer & Allen, 1997). Kontrak psikologis terdiri dari keyakinan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan kerjasama harus memenuhi kewajiban mereka. Dalam hal ini baik individu dan organisasi merasa harus memenuhi kewajiban mereka masing-masing. 2. 1. 4. Alat Ukur Komitmen Organisasi Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah alat ukur Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1993). Alat ukur ini mengukur tiga komponen yang terdapat dalam komitmen organisasi, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Alat ukur ini terdiri dari 24 item, setiap komponen diwakili oleh 8 item. Pada penelitian Meyer, Allen, dan Smith (1993 dalam Meyer & Allen, 1997) selanjutnya, alat ukur ini dimodifikasi hingga terdiri dari 18 item, setiap komponen diwakili oleh 6 item. Untuk komitmen afektif dan komitmen rasional ada 2 item yang tidak digunakan kembali, sementara untuk komitmen normatif dibuat 6 item yang semuanya baru. Alat ukur ini juga memiliki skala dari 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 6 (sangat setuju).

12 2. 2. Komitmen Profesi 2. 2. 1. Definisi Profesi dan profesional Sekarang ini, kita seringkali mendengar istilah profesi digunakan untuk menyebut berbagai macam pekerjaan. Padahal, istilah profesi itu sendiri tidak bisa digunakan untuk sembarang pekerjaan. Hanya pekerjaan yang memiliki karakteristik tertentulah yang layak untuk disebut sebagai sebuah profesi. adalah Menurut Cogan (dalam Huang, 2001), definisi tradisional dari profesi...aplikasi praktis dari studi ilmiah yang digunakan sebagai mata pencaharian, yang tujuan utamanya adalah melayani masyarakat dan orang-orang yang membutuhkan keahlian mereka, dan untuk memperoleh penghasilan yang rasional. Sedang menurut Mautz (dalam Huang, 2001) profesional adalah orang-orang yang memberikan pelayanan tertentu yang memerlukan pengetahuan, spesialisasi, pendidikan khusus, organisasi formal, kode etik tertentu, prosedur untuk mendisiplinkan anggotanya, serta penerimaan publik. Sejalan dengan Mautz, Kerr, Von Glinow dan Schriescheim (1977) mengemukakan bahwa profesionalisme memiliki lima buah dimensi, yaitu: 1. Autonomy. Dalam hal ini, otonomi merujuk pada persepai mengenai hak untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan dan tujuan dari pekerjaan tersebut. 2. Collegial maintenance of standard. Yaitu sebuah keyakinan bahwasanya penetapan standar dan hak untuk mengevaluasi hanya boleh dilakukan oleh kolega sesama profesional. 3. Ethics. Merujuk kepada perasaan bertanggung jawab untuk menghindari ketertarikan pribadi dan keterlibatan emosional dengan klien dalam masa pemberian pelayanan demi memberikan kualitas pelayanan yang baik bagi klien 4. Professional commitment. Merujuk pada dedikasi terhadap pekerjaan dan karir dari suatu profesi tertentu

13 5. Professional identification. Merujuk pada penggunaan kolega dan profesinya sebagai referensi utama. 2. 1. 2. Definisi Komitmen Profesi2 Hall et al. (2005) mengemukakan definisi komitmen profesi yang diambil dari definisi milik Aranya dan Ferris (1984), yaitu komitmen profesi sebagai sebuah kekuatan identifikasi dan keterlibatan pada sebuah profesi tertentu, yang juga disertai keinginan untuk berbuat lebih banyak dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan pada profesi yang bersangkutan. Identifikasi terhadap profesi meliputi penerimaan individu terhadap tujuan profesi, yang merupakan dasar dari keterikatan pada profesi. Keterlibatan pada profesi mencakup sejauh mana individu akan terlibat pada peran kerjanya pada profesi, yang pada hal ini menjadi taksiran pada keterikatan terhadap profesi yang sudah diperlihatkan pada saat identifikasi. Sedang bagian terakhir dari definisi komitmen profesi adalah loyalitas pada profesi atau keinginan untuk mempertahanakan keanggotaan pada profesi, yang merupakan evaluasi dari keterikatan pada profesi. 2. 2. 3. Komponen Komitmen Profesi Hall et al. (2005) mengemukakan tiga buah model komponen komitmen profesi, yang diambil dari komponen pada komitmen organisasi Meyer dan Allen (1997). Ketiga komponen tersebut adalah: a. Komitmen profesi afektif (affective professional commitment), yaitu keinginan untuk tetap berada dalam profesi karena individu telah mengidentifikasi tujuan profesi dan berkeinginan untuk membantu profesi mencapai tujuan tersebut. b. Komitmen profesi kontinuans (continuance professional commitment), yaitu perasaan untuk harus tetap berada pada profesi karena individu menyadari akumulasi dari investasi yang diberikan dan ketiadaan alternatif pilhan.

14 c. Komitment profesi normatif (normative professional commitment), yairu keharusan untuk tetap berada di profesi melalui perasaan bahwa dia memiliki kewajiban untuk tetap berada di profesi tersebut. 2. 2. 4. Hal-hal yang menyebabkan (anteseden) Komitmen Profesi Huang (2001) dalam penelitiannya mengemukakan tiga buah anteseden yang menyusun konstruk komitmen profesi. Ketiganya adalah atribut personal, karakteristik pekerjaan dan atribut profesional. Ketiga anteseden ini akan lebih dijelaskan di bawah. a. Atribut personal Atribut personal yang mempengaruhi komitmen profesional mencakup usia, masa kerja, dan tingkat pendidikan. Pada awalnya, hubungan antara usia dengan komitmen digambarkan pada teori yang dikemukakan oleh Becker (1960) mengenai side-bet, yaitu aspek-aspek yang tidak terkait pada kehidupan pekerja yang dapat mempertahankan keanggotaannya dalam suatu organisasi. Menurut Becker, komitmen dapat diperoleh jika melakukan sebuah side bet yang pada akhirnya menghasilkan keinginan untuk tetap terikat pada objek dari komitmen tersebut. Profesional yang lebih tua menginvestasikan lebih banyak side bet dalam karir profesional mereka ketimbang para profesional muda. Merujuk pada penelitian yang dilakukan Adler dan Aranya (dalam Huang, 2001), usia dan komitmen profesional menunjukkan hubungan yang positif: akuntan yang lebih tua memiliki komitmen yang lebiht tinggi dibandingkan akuntan yang lebih muda. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Crown et al. (dalam Huang, 2001), menunjukkan hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan komitmen profesi sebagaimana usia dengan komitmen profesi. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dan mungkin memiliki komitmen profesi yang lebih tinggi. Sehingga, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki komitmen profesi yang lebih tingi dibandingkan individu

15 dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, karena mengalami periode sosialisasi profesional yang lebih lama (Quarles, 1988). Masa kerja juga memiliki hubungan positif dengan komitmen profesi (Quarles, 1988). Merujuk pada teori side bet yang dikemukakan oleh Becker, semakin lama individu berada pada organisasi, maka semakin besar investasi yang ditanamkan oleh individu tersebut pada organisasinya. Maka, ketika seorang profesional telah terlibat dalam organisasi dalam periode yang cukup lama, investasi mereka yang tinggi tersebut menyebabkan tingkat komitmen profesi yang lebih tingi (Quarles, 1988). b. Karakteristik pekerjaan Karakteristik pekerjaan yang merupakan anteseden dari komitmen profesi adalah hirarki dan sentralisasi (Huang, 2001). Posisi yang hirarkis dan komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif, berdasarkan penelitian yang dilakukan Aranya dan Ferris (1984). Semakin tinggi posisi yang dimiliki individu dalam hirarki suatu organisasi, maka semakin kuat komitmen organisasi yang ditunjukkan individu tersebut. Akan tetapi, hubungan antara posisi hirarkis dan komitmen profesi bergantung pada tipe dari organisasi (Quarles, 1988). Hubungan positif antara posisi hirarkis dengan komitmen profesi terjadi pada organisasi profesi yang memiliki otonomi, karena terdapat persamaan dalam hal tujuan antara organisasi dengan profesional. Namun, penelitian lain menunjukkan hasil yang sebaliknya dalam hal hubungan antara posisi hirarkis dengan komitmen profesi dalam departemen profesional atau organisasi yang normal. Ketika seorang profesional mengalami kenaikan jabatan pada organisasi non-profesi, maka profesional yang bersangkutan akan mengalami penurunan tanggung jawab profesi dan mengalami kenaikan pada tanggung jawab manajemen organisasi (Kerr et al., dalam Huang, 2001). Semakin tinggi posisi seorang pekerja profesional pada organisasi non profesi, maka semakin meningkat pula konflik birokratisasi dan profesional yang terjadi (Aranya & Ferris, 1984).

16 c. Atribut profesional Atribut profesional yang mempengaruhi komitmen profesi seseorang mencakup kriteria profesional yang digunakan dalam promosi, sertifikasi profesional dan keanggotaan profesional. Salah satu penelitian menemukan adanya hubungan antara hal-hal yng mendasari pemberian reward pada organisasi dengan komitmen organisasi dan komitmen profesi (Bartol, 1979). Menurut Quarles (1988), ketika organisasi memberikan reward kepada para pekerja atas tingkah laku profesional yang ditunjukkannya, baik komitmen profesi maupun organisasi akan meningkat akibat pemberian reward tersebut. Quarles (1988) menyatakan bahwa sertifikasi profesional dapat dipandang sebagai salah satu bentuk identifikasi dari komitmen profesi. Menurut Becker (1960), sertifikasi profesional memiliki hubungan positif dengan komitmen profesi. Ketika profesional telah menginvestasikan usaha dan uang untuk memperoleh sertifikat, maka investasi dan side bet yang dilakukannya ini akan meningkatkan komitmen profesi. Harrel et al. (1990) menitik beratkan kepada hubungan langsung dan positif yang terjadi antara keanggotaan dalam institusi profesional dengan komitmen profesi. Menurut Quarles, adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dan komitmen profesi merupakan sesuatu yang diharapkan sebagai atribut dari profesionalisme. Keanggotaan dalam sebuah asosiasi profesi dapat meningkatkan tingkah laku profesional, dmana asosiasi yang bersangkutan dapat berperan sebagai stimulus untuk meningkatkan komitmen profesi. Secara umum, meski konsep komitmen profesi diambil dari konsep komitmen organisasi, kedua jenis komitmen ini tidak dapat dianggap sebagai hal yang sama. Wallace (1993) mengemukakan bahwa komitmen profesi dan komitmen organisasi harus dilihat sebagai fenomena yang berbeda, dimana terdapat kemungkinan bahwa komitmen organisasi tidak selalu muncul dengan adanya komitmen profesi, dan begitu pula sebaliknya.

17 Perbedaan antara komitmen profesi dan komitmen organisasi itu sendiri bisa dilihat dari faktor penyusun (anteseden) masing-masing komitmen. Pada komitmen organisasi, anteseden disusun berdasarkan ketiga komponennya, yaitu komitmen afektif, kontinuans dan normatif. Berbeda dengan komitmen profesi yang antesedennya disusun berdasarkan atribut personal, karakteristik pekerjaan, dan atribut profesional. Anteseden komitmen profesi lebih menitik beratkan pada si profesional (seperti reward, pangkat, sertifikasi, dan lain sebagainya), sedang anteseden komitmen organisasi lebih terfokus kepada hubungan individu dengan organisasi dan organisasi itu sendiri (seperti struktur organisasi dan internalisasi nilai-nilai organisasi pada individu). 2. 2. 5. Alat Ukur Komitmen Profesi Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah alat ukur Professional Commitment Questionnaire (PCQ) yang digunakan oleh Smith dan Hall (2008). Alat ukur komitmen profesi ini dikembangkan dari alat ukur komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Meyer et al. (dalam Smith & Hall, 2008), dimana alat ukur komitmen organisasi dijadikan dasar untuk mengkonstruk alat ukur komitmen profesi. Cara ini terbukti valid (Aranya & Ferris, 1984) karena objek dari kedua variabel yang diukur (profesi maupun organisasi) adalah komitmen. Alat ukur komitmen profesi ini terdiri dari 18 item yang mewakili ketiga buah komponen komitmen profesi, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Setiap komponen diwakili oleh 6 buah item, sedangkan skala yang digunakan adalah skala Likert dari 1-6, dimana skala 1 menunjukkan sangat tidak setuju dan skala 6 menunjukkan sangat setuju. 2. 3. Guru 2. 3. 1. Definisi Guru Definisi guru yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia Tercantum dalam UU RI no. 14 tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat 1: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

18 mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan definisi di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya tidak sembarang orang berhak untuk disebut sebagai guru, melainkan hanya mereka yang diakui oleh pemerintah. Dalam konteks ini guru adalah orang yang sebelumnya mendapat pendidikan keguruan lalu mendapat sertifikasi dari pemerintah. Tugas-tugas utama yang dilakukan oleh guru juga tercantum dalam undang-undang tersebut. Salah satu bagian undang-undang tersebut menyatakan guru sebagai seorang pendidik profesional. Hal ini berarti guru harus mengikuti peraturanperaturan layaknya seorang profesional yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk di dalamnya hak, kewajiban, serta persyaratan minimal yang diperlukan untuk menjadi seorang guru. 2. 3. 2. Hak, Kewajiban, dan Kompetensi Guru Hak dan kewajiban guru tercantum dalam UU RI No. 14 bab 4 pasal 20. Hak yang dimiliki guru antara lain memperoleh penghasilan, mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, perlindungan, kesempatan meningkatkan kompetensi, menggunakan fasilitas yang ada, serta berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan. Di sisi lain, guru juga memiliki kewajiban, antara lain adalah merencanakan dan melaksanakan proses belajar, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi sesuai dengan perkembangan terkini, bertindak objektif, serta menjunjung tinggi peraturan dan kode etik guru. Sedangkan kompetensi guru tercantum dalam UU RI No. 14 tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat 10 yang menjelaskan tentang kompetensi guru yang mencakup seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

19 2. 4. Profesi dan profesionalisme pada guru Berdasarkan UU RI no. 14 tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat (1), dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Yang dimaksud profesional sendiri dalam UU tersebut tercantum pada pasal 1 ayat (6) yang menyatakan profesional sebagai sebuah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Pada pasal 1 ayat (7) dan (8), dinyatakan bahwa guru memiliki kesepakatan kerja yang mencakup pengangkatan dan pemberhentian dengan satuan pendidikan, yaitu sekolah. Apabila kesepakatan kerja berakhir, maka berakhirlah pula hak dan kewajiban dari guru yang bersangkutan. Jika kita meninjau profesionalisme pada guru, berdasarkan UU no 14 tadi, maka profesi guru dipandang sebagai sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dalam hal ini, seseorang baru bisa disebut sebagai guru apabila telah melalui pendidikan keguruan serta mendapatkan sertifikasi dari pemerintah. Sertifikasi itu sendiri diperlukan, karena menurut pasal 1 ayat (12), sertifikasi merupakan bukti formal dari pemerintah yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Selain itu, Hall (dalam Novari, 2007) menyatakan bahwa secara sosiologis, profesionalisme adalah sebuah kelompok yang terorganisir yang berinteraksi dengan lingkungan yang membentuknya, yang menjalankan fungsi sosialnya melalui hubungan formal dan informal serta mempunyai subkultur sendiri, yang dalam hal ini dituangkan dalam nilai-nilai dari sekolah tempat guru mengajar.

20 Setelah meninjau uraian mengenai profesi dan profesionalisme pada guru, serta merujuk pada UU no 14 pasal 1 ayat (8) dimana hak dan kewajiban guru akan berakhir seiring dengan putusnya kesepakatan kerja dengan institusi penyelenggara pendidikan, maka peneliti berasumsi bahwa peningkatan komitmen profesi pada guru akan diikuti dengan peningkatan komitmen terhadap organisasinya.