2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padang Lamun, Fungsi dan Manfaat

II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

SURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

ASOSIASI IKAN DENGAN PADANG LAMUN DI PERAIRAN KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

3. mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembangbaik

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DAN KETERKAITANNYA DENGAN KELIMPAHAN IKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal karena memiliki kekayaan yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

2.2. Struktur Komunitas

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RIESNA APRAMILDA SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

2. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

B. Ekosistem Hutan Mangrove

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas pada lingkungan laut, di wilayah perairan pesisir mulai dari daerah pasang surut hingga kedalaman 40 meter (Kiswara 1997). Tumbuhan ini memiliki struktur morfologi yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Fungsi akar lamun adalah sebagai tempat penyimpanan O 2 hasil fotosintesis dan CO 2 yang digunakan untuk fotosintesis (Tomascik et al. 1997). Rimpang dan akar lamun menangkap dan menggabungkan sedimen sehingga meningkatkan stabilitas permukaan air di bawahnya, dan saat itu air menjadi lebih jernih karena sedimen halus turun ke bawah, lalu berada diantara akar dan tidak dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan ombak dan arus (Hutomo and Azkab 1987). Stabilitas pertumbuhan lamun tergantung dari kecerahan, suhu, salinitas, substrat, dan kecepatan arus. Selain itu kondisi substrat dasar, kejernihan perairan dan adanya pencemaran sangat berperan dalam penentuan komposisi jenis, kerapatan, dan biomassa lamun. Menurut BTNKpS (2004) in Dwintasari (2009), jenis lamun yang tumbuh di wilayah pemukiman dengan kondisi lingkungan seperti kecerahan dan substrat yang kurang baik, serta adanya masukan pencemaran biasanya memiliki rata-rata kerapatan dan biomassanya yang lebih kecil dibandingkan dengan pulau yang bukan pemukiman. 2.2. Faktor Lingkungan Kecerahan perairan sangat penting bagi ekosistem lamun, karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Campbell et al (2006) in Munira (2010) menyatakan bahwa penyinaran matahari berkorelasi positif dengan standing crop lamun, namun jika terlalu ekstrim dapat mengganggu pertumbuhan (Waycott et al. 2007). Suhu perairan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelarutan oksigen yang diperlukan bagi respirasi biota akuatik. Suhu optimum yang dipelukan oleh tumbuhan ini berkisar 28-30ºC. Sedangkan dalam proses fotosintesis lamun

6 membutuhkan suhu optimum antara 28-35ºC. Salinitas yang ideal bagi kehidupan lamun senilai ±35. Penurunan salinitas akan mengganggu proses pertumbuhan dan menurunkan laju fotosintesis (Waycott et al. 2007). Sementara itu ketebalan dan kestabilan substrat akan mempengaruhi pertumbuhan. Semakin tebal substrat maka lamun akan tumbuh baik dengan daun yang panjang dan rimbun, yang disertai dengan pengikatan dan penangkapan sedimen yang tinggi. Peranan ketebalan substrat dan stabilitas sedimen mencakup pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasukan nutrien. Arus pasang dan surut yang kuat mengakibatkan sulitnya lamun untuk menancapkan akarnya, sehingga lamun sulit berkembang biak dengan baik (Susetiono 2004 in Kopalit 2010). 2.3. Distribusi Lamun Tumbuhan ini memiliki adaptasi yang memungkinkannya untuk dapat hidup di laut, antara lain : mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal di bawah permukaan air, mempunya sistem reproduksi secara vegetatif dan generatif, mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam, dan mampu bersaing dengan organisme lain di bawah kondisi lingkungan media air asin (Philips and Mendez 1998 in Kopalit 2010). Penyebaran lamun terbilang luas, mulai dari Arktik sampai ke Benua Afrika dan Selandia Baru. Lamun memiliki sebaran yang luas pada habitat litoral berpasir, tapi tetap mampu hidup di semua substrat, mulai dari lumpur hingga bebatuan (Nybakken 1997). Jumlah spesies lamun di seluruh dunia yang teridentifikasi adalah sebanyak 58 spesies dalam 12 genus, 4 famili, dan 2 ordo (Kuo and McComb 1989 in English et al. 1997). Sedangkan jumlah spesies lamun di Indonesia tercatat ada 12 spesies yang tersebar di beberapa perairan di Indonesia seperti, Selat Flores, Teluk Jakarta, Teluk Banten, Kepulauan Seribu, dan Kepulaun Riau (Kiswara 1997). Menurut Tomascik et al. (1997), di Kepulauan Seribu ditemukan delapan jenis spesies lamun. Spesies tersebut meliputi Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, H. minor, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Spesies yang dominan di intertidal paparan karang adalah Thalassia hemprichii dengan penutupan yang rendah, kurang dari

7 10%. Sedangkan di wilayah subtidal, didominasi oleh Enhalus acoroides yang biasa berkumpul dalam hamparan padang lamun monospesies (Kiswara 1992). Berdasarkan genangan air dan kedalam, sebaran lamun secara vertikal dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (Kiswara 1997): 1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal dan selalu terbuka saat air surut yang mencapai kedalaman kurang dari 1 m saat surut terendah. Contoh: Halodule pinifola, Halodule uninervis, Halophila minor/ovata, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium dan Enhalus acaroides. 2. Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau daerah pasang surut dengan kedalaman perairan berkisar antara 1-5 m. Contoh: Halodule uninervis, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium, Enhalus acaroides dan Thalassodendron ciliatum. 3. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan dalam dengan kedalaman mulai 5-35 m. Contoh: Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila spinulosa, Thalassia hemprichii, Syringodinium isotifolium dan Thalassodendron ciliatum. Secara fisik, lamun berfungsi untuk menstabilkan dasar perairan, menangkap sedimen hasil erosi dari daratan (Kikuchi and Peres 1997 in Kiswara 1993). Lamun yang terdapat di hamparan karang juga berfungsi untuk menenggelamkan, menyangga, serta menyaring nutrien dan bahan kimia yang masuk ke lingkungan perairan (English et al. 1994). Peranan padang lamun secara biologis adalah sebagai habitat penting bagi ikan-ikan (spawning, nursery, dan feeding ground), memberikan perlindungan bagi ikan, sumber utama detritus, mendukung rantai makanan, dan juga berfungsi sebagai produsen primer. Sebagai tambahan, padang lamun juga menjadi habitat kritis bagi beberapa spesies yang terancam punah seperti Dugong dugon dan Chelonia mydas (Waycott et al. 2007). 2.4. Fauna yang Berasosiasi dengan Padang Lamun Untuk suatu kejelasan, Howard et al. 1989 in Tomascik et al. 1997) membagi empat kelompok fauna permanen dan transit yang ada di padang lamun, tanpa melihat alasan ekologis atau biologis tertentu, yaitu : 1. Infauna (organisme yang hidup dalam sedimen)

8 2. Motile epifauna (fauna motile yang berasosiasi dengan lapisan permukaan sedimen) 3. Sessile epifauna (organisme yang melekat pada salah satu bagian dari lamun), 4. Epibenthic fauna (fauna yang bergerak dalam jarak yang luas di padang lamun). Berbagai penelitian yang dilakukan di beberapa tempat seperti Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Mozambique membuktikan bahwa lamun berfungsi sebagai habitat untuk ikan (Kopalit 2010). Lamun yang kaya akan nutrien menjadi sumber makanan bagi ikan muda. Helai daun lamun menjadi tempat perlindungan yang ideal dari ancaman predator dan sengatan matahari serta menjadi tempat penempelan epifit yang menjadi makanan bagi beberapa ikan (Baker and Sheppard 2006). Diduga beberapa ikan muda masuk ke padang lamun saat masa planktonik hingga usia muda. Setelah ikan menjadi berukuran dewasa, lamun tidak lagi menjadi tempat yang baik untuk bersembunyi dari predator. Peranan padang lamun sebagai tempat mencari makan diperlihatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Roblee dan Ziemann (1984) di Tague Bay. Sekitar 15 spesies yang ditemukannya adalah ikan nokturnal yang berpindah tempat di malam hari untuk mencari makan, dan lebih dari 87% pengunjung nokturnal didominasi oleh ikan karang. Tak hanya terbatas pada ikan nokturnal, lamun pun dijadikan sebagai feeding ground bagi juvenile ikan karang yang bermigrasi di siang hari. Dolar (1989) in Kopalit (2010) menyebutkan, keanekaragaman dan kelimpahan spesies ikan di padang lamun berhubungan dengan kelimpahan Crustacea seperti udang. Hal ini dikarenakan beberapa ikan menjadi predator penting bagi juvenile udang yang bermigrasi dari mangrove ke lamun. 2.5. Asosiasi Ikan dengan Padang Lamun Hutomo and Martosewojo (1977) in Tomascik et al (1997) membagi asosiasi ikan dengan padang lamun menjadi empat kategori utama, yakni : 1. Penghuni penuh yang memijah dan menghabiskan sisa hidupnya di padang lamun, misalnya Apogon margaritophorus 2. Penghuni yang menghabiskan hidupnya di padang lamun selama masa juvenil hingga siklus dewasa, tetapi memijah di luar padang lamun, misalnya Halichoeres leparensis

9 3. Penghuni yang menghabiskan tahapan juvenilenya di padang lamun, misalnya Siganus canaliculatus 4. Penghuni berkala atau transit untuk mencari makan dan berlindung. Berdasarkan karakteristik asosiasi ikan dengan padang lamun, Bell dan Pollard (1989) in Tomascik et al. (1997) mengidentifikasi 7 karakteristik kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun, meliputi: 1. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan pada ekosistem lamun lebih tinggi daripada daerah yang berdekatan dengan substrat kosong seperti pasir, pecahan karang, dan lumpur. 2. Lamanya asosiasi ikan dan dengan ekosistem lamun berbeda setiap spesies dan stadia hidupnya. 3. Sebagian besar asosiasi ikan dengan ekosistem lamun berasal dari plankton, sehingga padang lamun merupakan wilayah yang penting bagi pembibitan spesies komersial penting. 4. Zooplankton dan Crustasea epifauna merupakan makanan utama ikan yang berasosiasi dengan lamun. Tumbuhan, detirtal, dan komponen infauna dari jaring makanan padang lamun kurang dimanfaatkan oleh ikan. 5. Perbedaan yang jelas (pembagian sumberdaya) pada komposisi spesies terjadi pada sebagian besar ekosistem lamun. 6. Hubungan yang kuat terjadi antara ekosistem lamun dengan habitat yang berbatasan, kelimpahan relatif dan komposisi spesies ikan pada ekosistem lamun menjadi tergantung pada tipe terumbu karang, estuaria, mangrove. 7. Kumpulan ikan dari ekosistem lamun yang berbeda sering kali akan berbeda pula walaupun dua habitat tersebut berdekatan. Menurut Phillips and Mennez (1998) in Kopalit (2010), struktur komunitas lamun setidaknya terdiri dari tiga subkomponen utama yang saling terkait, yakni : komposisi tumbuhan dan hewan, susunan organisme dalam ruang dan waktu, serta hubungan timbal balik dalam komunitas dan lingkungan abiotik. Ekosistem lamun biasanya berbatasan dan berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove. Interaksi dari ketiga ekosistem ini meliputi lima interaksi utama berupa : fisik, nutrien, bahan organik terlarut, bahan organik tersuspensi, ruaya hewan, dan dampak manusia (Hutomo and Azkab 1987). Lamun yang berasosiasi dengan

10 terumbu karang diperkirakan menyumbang 12% hasil tangkapan dunia, dan menyediakan lebih dari 1/5 perikanan tangkap di negara berkembang (Fortes 1990 in Munira 2010). Pada daerah subtropis, seluruh produksi tumbuhan di padang lamun digunakan oleh invertebrata sebagai sumber energi. Sedangkan di daerah tropis, aliran energi terletak pada ikan herbivora. Ikan ini berperan sebagai agen penghubung dari produsen primer ke konsumen tingkat tinggi. Menurut Hutomo dan Azkab (1987), ikan-ikan pemakan lamun adalah ikan terumbu diurnal yang meliputi Scarrus sp., Sparisoma sp., dan famili Siganidae. Ekosistem lamun dengan kepadatan yang tinggi mampu mendukung tingginya kepadatan ikan. Tinggi rendah dan besar kecilnya ukuran daun juga mempengaruhi kemampuan lamun dalam menyokong kelimpahan ikan. Ekosistem lamun dengan vegetasi campuran (keanekaragaman tinggi) didominasi oleh lamun yang berdaun pendek, sehingga kurang mendukung kepadatan ikan dan keragaman spesies (Tomascik et al. 1997).