HUBUNGAN ANTARA KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA BARU KOTA MANADO Virginita M Tempone*, Jootje M.L. Umboh*, Harvani Boky *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Jumlah kasus TB paru di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru tahun 2016 sebanyak 57 penderita. Kasus TB Paru baru masih terjadi, tidak terlepas kondisi fisik rumah yang belum seluruhnya memenuhi persyaratan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara kelembaban, pencahayaan, dan kepadatan hunian dalam rumah kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru tahun 2016. Rancangan penelitian ini menggunakan case control bersifat survey anlitik. Populasi kasus yaitu semua pasien TB Paru di Puskesmas Tikala Baru sebanyak 35 orang. Sampel kasus kontrol diambil dari warga masyarakat yang tidak menderita TB paru sebanyak 35 orang. Hasil penelitian ini menyimpulkan kondisi pencahayaan alami yang memenuhi syarat sebagian besar tidak menderita TB Paru (30%) dengan p value sebesar 0,232 dengan OR sebesar 2,000. Kondisi kelembaban yang memenuhi syarat sebagian besar tidak menderita TB Paru (40%) dengan p value sebesar 0,007 dengan OR sebesar 4,750. Kepadatan hunian rumah yang memenuhi syarat sebagian besar tidak menderita TB Paru (12,9%) dengan nilai p value sebesar 0,049 dengan OR sebesar 5,712. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kelembaban, kepadatan hunian dalam rumah dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru. Sebaiknya penderita TB Paru tidak tidur dengan anggota keluarga lain. Penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan agar dapat menambah referensi ilmiah yang dapat dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang meneliti permasalahan yang sama. Kata Kunci : TB Paru, Kelembaban, Pencahayaan, Kepadatan Hunian ABSTRACT The number of cases of pulmonary TB in Puskesmas Tikala Baru in 2016 there were 57 cases. Pulmonary TB new cases still occur, despite no physical condition that has not entirely meet the health requirements. The purpose of this study is to determine the relationship between moisture, lighting, and occupancy density in the home of pulmonary tuberculosis events in the work area Puskesmas Tikala Baru 2016. The design of this study using a case control is an analytic survey. Population case that all new pulmonary TB patients at health centers Tikala Baru in as many as 35 people. Samples taken in the case of total sampling of new pulmonary TB patients is 36 and the control samples were taken from citizens who do not suffer from pulmonary TB as many as 35 people. The results of this study concluded that qualified natural lighting conditions were largely without pulmonary TB (30%) with a p value of 0.232 with an OR of 2.000. The eligible moisture conditions were mostly not suffering from Pulmonary TB (40%) with p value of 0.007 with OR of 4,750. Density residential house qualified majority do not suffer from pulmonary tuberculosis (12,9%) with a p value of 0.049 with an OR of 5.721. The study concluded that there is a relationship between humidity, occupancy density in the home with the incidence of pulmonary TB in the work area Puskesmas Tikala Baru. This study is expected to be published in order to increase scientific references that can be used as a reference for further research that examines the same problem. Keywords : Pulmonary TB, humidity, lighting, Density PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat 1
menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. (Notoadmodjo 2011). Indonesia merupakan Negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO). Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu: 1) wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2011). Berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4%. Prevalensi TB paru pada provinsi Sulawesi Utara adalah sebesar 0,3% yang didiagnosis TB paru Basil Tahan Asam (BTA) positif. (Riskesdas, 2013). Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015 secara klinis TB paru banyak ditemukan sehingga angka penemuan kasus baru TB Paru di Sulawesi Utara (CDR) secara umum memperlihatkan hasil yang baik kecuali dibeberapa kabupaten/kota masih rendah/belum memenuhi target nasional >70%, terdapat 231 penderita. Menurut Atmosukarto dan Soeswati dalam Nurhidayah (2007) Mycobacterium Tuberculosis dapat hidup hidup bertahun-tahun pada tempat sejuk, lembab tanpa sinar matahari dan Mycobacterium Tuberculosis dapat mati bila terkena sinar matahari. Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti, lampu minyak tanah, listrik, api dan lain sebagainya. (Notoatmodjo 2003). Pada penelitian I Nyoman (2012) ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Bangli tahun 2012. Puskesmas Tikala sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Tikala dengan jumlah penduduk tahun 2015 yaitu, Dendengan Dalam 6,812 jiwa, Tikala Baru 5,081 jiwa, Taas 5,865 jiwa, Paal 4 6,092 jiwa, Banjer 10,293 jiwa, Tikala Ares 1,786 jiwa. Total penduduk yang berada diwilayah kerja puskesmas Tikala berjumlah 35.929 jiwa. Berdasarkan observasi yang didapat di Kecamatan Tikala,terdapat beberapa 2
rumah penduduk yang mempunyai kepadatan hunian dimana diketahui dalam satu perumahan dihuni lebih dari satu keluarga. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat survey analitik dengan rancangan studi kasus kontrol (Case Control). Pada penelitian kasus kontrol ini dilakukan dengan cara matcing. Lokasi penelitian dilaksanakan diwilayah kerja Puskesmas Tikala Baru Manado, waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua penderita TB paru dewasa yang berada diwilayah kerja Puskesmas Tikala Baru yang tercatat pada bulan Mei 2016- Juni 2017 berjumlah 57 penderita. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 35 penderita TB paru BTA positif. Pengambilan sampel menggunakan cara nonprobability sampling yaitu purposive sampling. Besarnya sampel kontrol dalam penelitian adalah 1:1 dengan kelompok kasus, sebanyak 35 penderita TB paru, maka total sampel dalam penelitian adalah 70 rumah penderita TB paru dan dilakukan matching berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Data yang telah terkumpul dianalisis analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan Uji chi-squre. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden merupakan penderita penyakit TB paru dengan kelompok umur 15-55 tahun diwilayah kerja Puskesmas Tikala Baru. Terdiri atas 2 kelompok yaitu dengan 35 penderita penyakit TB paru (kelompok kasus) dan 35 bukan penderita TB paru (kelompok kontrol). Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa lakilaki pada kelompok kasus sebanyak 20 responden (57%) dan perempuan 15 responden (43%) dan pada kelompok kontrol laki-laki 20 responden (57%) perempuan 15 responden (43%). Responden berdasarkan umur, diketahui bahwa jumlah responden terbanyak berada pada golongan umur 40 tahun yaitu 19 orang (54,3%) dan paling sedikit berada pada golongan umur > 40 tahun yaitu 16 orang (45,7%). Berdasarkan tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa, responden yang paling banyak adalah tamat SMA yaitu 26 orang (37%). Pada kelompok kasus 13 orang (37%) pada kelompok kontrol 13 orang (37%). Berdasarkan jenis pekerjaan, menunjukkan bahwa, proporsi jenis pekerjaan responden paling banyak adalah swasta yaitu 25 orang (36%) pada kelompok kasus 13 orang (37%) sedangkan kelompok kontrol 12 orang 3
(34%) dan yang paling sedikit adalah PNS yaitu 7 orang (10%) pada kelompok kasus 3 orang (9%) sedangkan kelompok kontrol 4 orang (11%). Pekerjaan merupakan tugas yang dilakukan sehari-hari dilaksanakan oleh penderita penyakit TB paru bukanlah merupakn pekerjaan yang ekstrim dan bisa dikatakan hanya sedikit atau memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru. Hubungan Antara Pencahayaan Alami dengan Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, didapakan nilai probabilitas (p value) sebesar 0,232 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian penyakit TB paru (p>0,05). Hasil analisis pada tabel tabulasi terlihat bahwa pada kelompok kasus sebagian besar pencahayaan alami berada pada <60 lux sebanyak 20 responden (28,6) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 21 responden (30%) memiliki pencahayaan alami 60 lux. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,000 dengan 95% CI: 0,772-5,180. Berarti bahwa responden dengan pencahayaan alami <60 lux (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 2,0 kali dibandingkan dengan yang memiliki pencahayaan alami 60 lux (memenuhi syarat). Penelitian ini tidak sejalan dengan Andreas (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pencahayaan alami dengan penyakit TB paru dengan nilai p = 0,004 dengan OR = 3,208 dengan 95% CI: 1,449-7,103 dan kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 3,2 kali dibandingkan yang memenuhi syarat. ). Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilukan mata. (Alamsyah D & Muliawati R, 2013). Hubungan Antara Kelembaban dengan Kejadian Penyakit TB Paru Data hasil tabulasi terlihat bahwa pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki kelembaban 40%-70% yaitu sebanyak 28 responden (40%), sedangkan pada kelompok kasus sebagian besar memiliki kelembaban <14% atau >70% yaitu sebanyak 19 responden (27,1). Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan nilai probabilitas (p value) sebesar 0,007 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 4,750 dengan 95%CI=1,642-13,740. Hal ini 4
berarti bahwa responden yang kelembaban <40% atau >70% (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 4,7 kali dibandingkan dengan kelembaban 40%-70% (memenuhi syarat). Penelitian ini sesuai dengan Fatimah (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru dengan nilai p = 0,024 dengan OR =2,571 dengan 95% CI: 1,194-5,540. Demikian seseorang yang tinggal dirumah dengan kelembaban <40% atau >70% memepunyai resiko 2,5 kali lebih besar untuk menderit penyakit TB paru dibandingkan dengan orang yang tinggal dirumah dengan kelembaban 40%-70%. Hubungan Antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit TB paru Hasil tabulasi diketahui pada kelompok kontrol sebagian besar memiliki kepadatan hunian <10 m² yaitu 26 responden (37,1) sedangkn pada kelompok kasus sebagian memiliki <10 m² yaitu 33 responden (47,1). Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan didapatkan nilai probabilitas (p value) sebesar 0,049 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru (p<0,05). Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,712 dengan 95% CI: 1,135-28,728. Hal ini berarti bahwa responden yang kepadatan hunian < 10 m² (tidak memenuhi syarat) kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 5,7 kali dibandingkan yang kepadatan hunian 10 m² (memenuhi syarat). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maria (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru dengan nilai p = 0,016 dan OR = 3,8 dengan 95% CI 1, 23-11,3 dan kemungkinan menderita TB paru sebesar 3,8 kali dibandingkan yang kepadatan hunian memenuhi syarat. Keterbatasan Penelitian Tidak diteliti atau tidak dikontrol faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian penyakit TB seperti status gizi, keadaan sosial ekonomi, umur, dan tingkat pengetahuan, mengingat bahwa penyebab kejadian penyakit TB paru bersifat multifaktoral. KESIMPULAN Berdasarkan tujuan penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru dimana kelembaban yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita 5
penyakit TB paru sebesr 4,7 kali dibandingkan yang memenuhi syarat. 2. Terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru dimana kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 5,7 kali dari pada yang memenuhi syarat. 3. Tidak terdapat hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru dimana pencahayaan alami yang tidak memenuhi syarat kemungkinan menderita penyakit TB paru sebesar 2,0 kali dari pada yang memenuhi syarat. SARAN 1. Disarankan kepada seluruh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas Tikala Baru khususnya di bagian promosi kesehatan perlu adanya intervensi dalam rangka merubah sikap masyarakat yang kurang mendukung dapat dilakukan sejalan dengan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang rumah sehat melalui media penyuluhan dan melibatkan masyarakat setempat. 2. Menjadi penelitian pembanding apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan variabel dan lokasi yang berbeda dan dapat menjadi landasan penelitian untuk melakukan penelitian lanjutan. DAFTAR PUSTAKA Alamsyah D & Muliawati R. 2013. Pilar Dasar Ilimu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta. Nuha Medika Andreas. 2012. Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupten Jayapura Provinsi Papua. Vol 11.No 1. di akses pada tanggal 17 September 2015. Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI. 2011. Pedoman Penaggulangan TB Paru di Indonesia. Jakarta. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis Penyehatan Perumahan. Jakarta. Ditjen Pengendlian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes R I. 2012. Profil Kesehatan Sulawesi Utara. Manado 6
Dinas Kesehatan Kota Manado. 2010. Profil Kesehatan Kota Manado. Manado Fatimah. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian TB paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan: Sideraja, Cipari, Kedungreja, Patimun, Gandrungmangu, Bontasari) tahun 2008. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. I Nyoman L. 2012. Hubungan Antara Sanitasi Rumah dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Bangli tahun 2012. Vol. 4, No.2, Hal. 146-151 diakses pada tanggal 17 September 2015. Kementerian Kesehatan R I. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehtan Lingkungan Kementerian Kesehatan R.I. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Maria. 2012. Hubungan Kondisi Rumah dengan Kejadian Penyakit TB Paru di wilayah Kerja Puskesmas Waepana Kec.Soa Kab.Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur. Vol 1, No.5 di akses pada 17 September 2015 Notoatmodjo S. 2003. Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta. Rineka Cipta Nurhidayah 2007.Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang Puskesmas Tikala Baru. 2016. Profil Puskesmas Tahun 2016. Tikala 7