I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah dikarenakan jati memiliki kualitas kayu yang tinggi serta harga beli yang cukup mahal (Palupi, 2006). Tanaman jati diklasifikasikan ke dalam famili Verbenaceae, genus Tectona, dengan nama spesies yaitu Tectona grandis Linn. f. Selain Tectona grandis Linn. f., famili Verbenaceae juga memiliki spesies lain yang sama seperti jati di Indonesia yaitu Tectona hamiltoniana Wall yang tumbuh di daerah kering Myanmar dan Tectona philippinensis Benth & Hooker yang tumbuh di hutan Batangas dan Mindoro (pulau Iling) Filipina. Tanaman Tectona grandis Linn. f. merupakan jati yang mempunyai kualitas kayu yang paling baik diantara jenis Tectona lainnya (Suryana, 2001). Tanaman ini memiliki batang yang bulat dan lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Kulit batang berwarna coklat dan kuning keabu-abuan. Pohon jati yang baik adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar, berbatang lurus, dan jumlah cabang sedikit. Jati memiliki bentuk daun yang besar dan membulat dengan tangkai yang sangat pendek. Ukuran daun pohon jati yang telah tua sekitar 15x20 cm. 1
Daun jati muda biasanya berwarna coklat kemerahan, jika diremas daun jati akan mengeluarkan getah. Bunga dari pohon jati terletak di puncak tajuk pohon dengan ukuran sekitar 40x40 cm. Bunga dari tanaman jati dapat digunakan sebagai obat bronchitis, serta obat untuk melancarkan dan membersihkan saluran kantung kencing. Buah tanaman jati memiliki bentuk bulat agak gepeng dengan diameter 0,5-2,5 cm. Buah tanaman jati juga berkhasiat sebagai obat diuretik. Ekstrak daun jati juga dapat menghambat kinerja bakteri tuberkulosa (Suryana, 2001 ; Mulyana & Asmarahman, 2010). Kondisi kesuburan lahan sangat berpengaruh terhadap perilaku fisiologis dari suatu tanaman. Unsur kimia pokok (macro elements) yang penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman jati adalah unsur kalsium (Ca), posfor (P), kalium (K), dan Nitrogen (N). Rendahnya nilai kapasitas bahan organik pada lahan jati akan menurunkan tingkat kecepatan tanaman dalam membentuk sistem perakaran pada tanaman. Apabila suatu tanaman yang berkembang pada lahan dengan unsur hara makro (N, P, K, Ca, dan Mg) yang optimal maka akan membentuk sistem perakaran yang baik, sehingga dalam proses penyerapan hara semakin cepat dan kemampuan pohon untuk menghasilkan kayu yang baik akan semakin tinggi (Purwowidodo, 1991). 2
Indonesia merupakan negara keempat terbesar dalam penyediaan kayu jati setelah Burma, India, dan Thailand dengan jumlah produksi per tahun sekitar 800.000 m 3 selama kurun waktu 1984-1988. Selama ini industri kayu secara umum masih banyak menyerap kayu dari sumber lain karena jatah produksi tebangan yang diberikan tidak mencukupi. Hal ini mengakibatkan praktek illegal logging yang marak terjadi pada tahun 2003 yang kemudian berangsur-angsur berkurang seiring dengan digelarnya Operasi Hutan Lestari pada tahun 2005 oleh Departemen Kehutanan (Dephut, 2002). Penggunaan metode marka genetika untuk bidang kehutanan di Indonesia umumnya masih diarahkan untuk mendukung kegiatan konservasi genetik dan pemuliaan tanaman dari jenis-jenis unggulan. Penggunaan untuk tujuan lain seperti melacak asal-usul kayu hingga saat ini belum banyak dilakukan di Indonesia. Sertifikasi lacak balak (chain of custody) merupakan salah satu kegiatan utama sertifikasi ekolabel untuk memantau aliran kayu dari hutan ke pabrik. Contoh jenis kayu yang sedang menuju proses sertifikasi ekolabel di Indonesia adalah jati. Hal ini disebabkan karena tanaman ini memiliki harga jual yang tinggi, permintaan yang tinggi baik dari pihak domestik maupun internasional serta adanya tuntutan dari konsumen untuk produk jati yang ramah lingkungan (Purwowidodo, 1991). 3
Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bioteknologi yang disebut molecular marker berdasarkan polimorfisme yang terdapat pada protein atau DNA, telah secara luas memfasilitasi penelitian dalam disiplin ilmu seperti taksonomi, ekologi, genetika, dan pemuliaan. Karakterisasi yang menghasilkan data keanekaragaman genetik berdasarkan marka-marka molekuler seperti dengan analisis RAPD, RFLP dan SSR (mikrosatelit), pemetaan gen maupun sidik jari DNA dapat dimanfaatkan untuk melihat keanekaragaman genetik yang tinggi antar individu (Weising, et al., 1995 ; Jamsari, 2007 ; Adato, et al., 1995). Mikrosatelit atau Simple Sequence Repeats (SSR) merupakan suatu jenis marka DNA yang dapat digunakan untuk mempelajari genotipe individu, dengan cara mendeteksi suatu segmen DNA yang mengandung pola perulangan sederhana dari basa nitrogen. Sekuen DNA tersebut dapat dikenali dengan teknik PCR menggunakan primer yang dibuat sesuai dengan urutan spesifik dari pengapit pola perulangan tersebut. Proses PCR diperlukan untuk memperbanyak segmen DNA target yang mengandung sekuen mikrosatelit (Mullis & Faloona, 1987). Menurut Powell et al. (1996), beberapa pertimbangan untuk penggunaan marka mikrosatelit dalam studi genetik di antaranya marka mikrosatelit terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi (banyak alel dalam lokus), sifatnya kodominan dan lokasi genom dapat diketahui. 4
Mikrosatelit merupakan marka yang bersifat kodominan, karena dapat digunakan untuk membedakan alel heterozigot dengan alel homozigot, sehingga marka ini dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi induk suatu individu serta menguji hasil persilangan individu. Dalam bidang kehutanan, marka mikrosatelit dapat digunakan untuk mempelajari keragaman genetik pada suatu populasi, perpindahan gen (gene-flow), penyebaran polen, serta dalam mempelajari sistem perkawinan (Konuma et al., 2000 ; Nagamitsu et al., 2001). Penggunaan marka mikrosatelit relatif mudah karena menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) sehingga dapat menjangkau seluruh kromosom. Oleh karena itu, peluang untuk mendapatkan marka yang terpaut dengan suatu karakter agronomi semakin besar. Pemanfaatan peta keterpautan mikrosatelit dalam perakitan varietas baru juga dapat menghemat waktu, tenaga dan dana. (Akagi et al., 1996). Korzun (2003) menyatakan keuntungan menggunakan marka SSR yaitu metode yang digunakan relatif sederhana dan dapat dilakukan secara otomatis, kebanyakan markernya adalah monolokus dan mengikuti warisan hukum Mendel, marka SSR memiliki kandungan informasi lebih mendalam, pasangan primer dari marka SSR tersedia dipasaran dalam jumlah yang besar serta lebih efektif dalam biaya per genotype dan primer (sama dengan RAPD). 5
Kekurangan penggunaan marka mikrosatelit atau Simple Sequence Repeats (SSR) adalah kesulitan kloning dan sequencing daerah flanking SSR. Daerah flanking ini relatif spesifik untuk tiap spesies. Sedangkan literatur lain menambahkan bahwa marka mikrosatelit (SSR) tidak tersedia pada semua spesies tanaman, sehingga untuk merancang primer baru membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya cukup mahal (Azrai, 2005; Powell et al., 1996). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman populasi tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) yang berada di Desa Celukan Bawang, Desa Pengulon dan Desa Tinge-tinge Kecamatan Grokgak serta Desa Uma Anyar, Kalisada dan Desa Tanguisia Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali menggunakan marka molekuler mikrosatelit. 6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana keragaman genetik populasi tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) di Desa Celukan Bawang, Desa Pengulon dan Desa Tinge-tinge Kecamatan Grokgak serta Desa Uma Anyar, Kalisada dan Desa Tanguisia Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali? 2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) pada populasi yang sama maupun hubungan kekerabatan tanaman jati antar populasi? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui keragaman genetik populasi tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) di Desa Celukan Bawang, Desa Pengulon dan Desa Tinge-tinge Kecamatan Grokgak serta Desa Uma Anyar, Kalisada dan Desa Tanguisia Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali. 2. Mengetahui hubungan kekerabatan antar tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) pada populasi yang sama maupun hubungan kekerabatan tanaman jati antar populasi. 7
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi dasar tentang keragaman genetik tanaman jati (Tectona grandis Linn. f.) yang terdapat di Desa Celukan Bawang, Desa Pengulon dan Desa Tinge-tinge Kecamatan Grokgak serta Desa Uma Anyar, Kalisada dan Desa Tanguisia Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali untuk program konservasi genetik dan pemuliaan masa mendatang. 8