1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin kompleksnya perusahaan manufaktur serta didorong oleh perkembangan teknologi yang semakin maju, penentuan harga pokok produk menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional dinilai tidak sesuai lagi untuk diterapkan di era tekhnologi yang modern seperti saat ini. Sistem akuntansi biaya tradisional akan sangat merugikan perusahan yang mempunyai tingkat diversifikasi (keanekaragaman) produk yang tinggi. Hal ini dikarenakan sistem biaya tradisional hanya dapat menelusuri biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit produk, sedangkan biaya overhead pabrik diasumsikan proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi. Disamping itu, sistem akuntansi biaya tradisional juga mengakibatkan undercost/overcost terhadap produk. Oleh karena kurang efektifnya pengendalian biaya dengan sistem akuntansi tradisional itu, maka dikembangkan sebuah metode Activity based Costing (ABC). Biaya produk yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional mempunyai beberapa kelemahan. Diantaranya sistem akuntansi biaya tradisional memberikan informasi biaya yang terdistorsi. Dikatakan terdistorsi karena dalam sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada distribusi dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangi pemborosan dengan menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Sistem akuntansi biaya
2 tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya aktivitas-aktivitas perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga pokok daur hidup produk (Supriyono, 2002:74). Distorsi juga timbul karena adanya ketidakakuratan dalam pembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya, pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian (Supriyono, 1999: 259). Dalam sistem akuntansi biaya tradisional pembebanan biaya produksi hanya dilakukan atas biaya langsung dan biaya tidak langsung yang berhubungan dengan proses pembuatan produk tersebut. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak dapat menunjukkan jumlah biaya yang sesungguhnya dikonsumsi dalam setiap unit produk yang diproduksi oleh perusahaan. Alokasi biaya dengan sistem akuntansi biaya tradisional juga mengakibatkan penyimpangan karena tidak setiap produk mengkonsumsi biaya overhead secara proporsional terhadap unit yang diproduksi. Pembebanan biaya pada biaya tidak langsung menimbulkan banyak masalah karena produk undercosting (dibebani biaya kurang dari yang seharusnya) dan overcosting (dibebani biaya lebih dari yang seharusnya). Dalam hal pengendalian biaya, akan lebih efektif jika biaya-biaya tersebut diklasifikasikan dan dialokasikan secara tepat (Cooper, 1991:277). ABC merupakan suatu perhitungan metode untuk menentukan harga pokok produk atau jasa yang dihitung berdasarkan aktivitas dalam
3 menghasilkan produk atau jasa tersebut. Activity Based Costing adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang di desain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas. Activity Based Costing didesain dengan keyakinan dasar bahwa biaya hanya dapat dikurangi secara signifikan melalui pengelolaan terhadap penyebab timbulnya biaya, yaitu aktivitas. Pengelolaan aktivitas diajukan untuk mengerahkan dan mengarahkan seluruh aktivitas organisasi ke penyediaan produk/jasa bagi kepentingan pemuasan kebutuhan customer (Muyadi, 2003:53). Salah satu informasi penting dalam operasi perusahaan antara lain berupa informasi harga pokok produk yang merupakan faktor penting dalam pengambilan berbagai keputusan manajerial. Harga pokok produk mencerminkan total biaya barang yang diselesesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead (Hansen dan Mowen, 2006:53). Pada kenyataannya, banyak orang yang tidak terlalu memahami bahwa harga pokok produk ataupun jasa merupakan sebuah cermin dari kemampuan suatu perusahaan ataupun organisasi dalam memproduksi suatu barang ataupun jasa. Dalam harga jual suatu barang atau jasa, pengelolaan biaya merupakan hal yang paling menentukan. Semakin tinggi kemampuan sebuah perusahaan atau organisasi dalam mengelola biaya (cost), maka produk jasa yang ditawarkan pada pelanggan akan semakin baik dari sisi harga maupun kualitasnya.
4 PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi berbagai jenis kertas dalam berbagai warna, grammature dan ukuran. Berbagai jenis kertas diproduksi dalam bentuk roll, sheet, maupun finished product. Sesuai dengan namanya, produk yang dihasilkan antara lain kertas tulis-cetak, kertas industri, kertas tissue, kertas koran, serta pulp bagasse. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo dituntut untuk bisa menghasilkan barang yang bernilai dan berkualitas baik, sehingga perusahaan memerlukan sebuah sistem untuk mengelola seluruh kegiatan yang berkaitan dengan masalah penentuan harga pokok produk. Seiring berkembangnya tekhnologi, seperti otomatisasi proses produksi dan keanekaragaman produk, membuat PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo menerapkan metode Activity Based Costing, karena metode Activity Based Costing oleh perusahaan dianggap dapat memperbaiki keakuratan biaya produk. Selain hal tersebut di atas perusahaan menganggap bahwa kebutuhan akan informasi yang lebih akurat terkait dengan kondisi persaingan yang sedang terjadi dan akan terus meningkat pada era globalisasi di Indonesia ini. Mulyadi (2003:11) menggunakan aliran biaya dua tahap, yaitu tahap pertama pembebanan sumber daya ke aktivitas. Tahap kedua yaitu pembebanan activity cost kepada produk ataupun jasa, yang difokuskan pada perhitungan harga pokok produksi PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo. Artinya sistem ini mengasumsikam bahwa cost produksi atau cost jasa timbul
5 akibat adanya aktivitas-aktivitas produksi. Aliran biaya tahap pertama menggunakan pemicu sumber daya (resource driver), sedangkan aliran biaya tahap kedua menggunakan pemicu aktivitas (activity driver). Dengan menggunakan metodologi seperti itu, sistem ABC ini mampu menghasilkan informasi harga pokok produk yang lebih akurat. Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara akuntansi biaya tradisional dengan Activity Based Costing adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang digunakan. Penentuan harga pokok produk dengan metode Activity Based Costing menggunakan cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan sistem akuntansi biaya tradisional yang hanya membebankan biaya secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif. Dalam metode ABC, menganggap bahwa timbulnya biaya disebabkan oleh adanya aktivitas yang dihasilkan produk. Pendekatan ini menggunakan cost driver yang berdasar pada aktivitas yang menimbulkan biaya dan akan lebih baik apabila diterapkan pada perusahaan yang menghasilkan keanekaragaman produk. Banyaknya cost driver yang digunakan dalam pembebanan biaya overhead, membuat penentuan harga pokok produk menggunakan ABC dapat meningkatkan ketelitian dalam perincian biaya dan ketepatan pembebanan biaya lebih akurat (Hansen & Mowen, 2006:66). Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini di tetapkan topic sekaligus sebagai judul : Evaluasi penerapan Activity Based Costing (ABC)
6 dalam penetapan harga pokok produk Tissue pada PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan suatu permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan dan perhitungan harga pokok produk Tissue (Toilet Tissue, Napkin Tissue, dan MG Tissue) pada PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo berdasarkan Activity Based Costing? 2. Apakah harga pokok produk Tissue (Toilet Tissue, Napkin Tissue, dan MG Tissue) yang diproduksi oleh PT Kertas Leces (persero) Probolinggo berdasarkan perhitungan Activity Based Costing sudah dilaksanakan secara tepat? C. Batasan Masalah Pada dasarnya agar permasalahan yang telah dirumuskan diatas tidak menyimpang terlalu jauh, maka dalam penelitian ini penulis nantinya akan membatasi masalah mengenai penetapan harga pokok produk Tissue (Toilet Tissue, Napkin Tissue, dan MG Tissue) di PM (Paper Machine) 4 dengan penentuan harga pokok produk berdasarkan Activity Based Costing (ABC). D. Tujuan Penelitian
7 Sesuai dengan perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan besarnya harga pokok produk Tissue (Toilet Tissue, Napkin Tissue, dan MG Tissue) pada PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo berdasarkan penerapan Activity Based Costing. 2. Untuk menguji ketepatan PT Kertas Leces (Persero) Probolinggo dalam menentukan harga pokok produk berbagai Tissue (Toilet Tissue, Napkin Tissue, dan MG Tissue). E. Manfaat Penelitian Penulisan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan, yaitu: 1. Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat berguna bagi perusahaan sebagai masukan untuk meningkatkan kinerja dan menentukan suatu strategi perusahaan khususnya dalam mengoptimalkan fungsi dan peranan informasi. 2. Sebagai bahan kajian atau literatur bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan permasalahan pembentukan Harga Pokok Produk berbasis Activity.