BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Harga Pokok Produk. rupa sehingga memungkinkan untuk : a. Penentuan harga pokok produk secara teliti

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Harga Pokok Produk 1. Pengertian Harga Pokok Produk Tujuan akuntansi biaya adalah untuk menyediakan informasi biaya untuk kepentingan manajemen guna membantu mereka dalam pengelolaan perusahaan. Menurut Mulyadi Agar akuntansi biaya dapat mencapai tujuan tersebut maka biaya yang dikeluarkan atau terjadi dalam perusahaan harus dicatat dan digolongkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk : a. Penentuan harga pokok produk secara teliti b. Pengendalian biaya c. Analisis biaya Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akan dibebankan kepada produk yang dihasilkan. Produk perusahaan dapat berupa produk dalam arti barang, jasa, proyek atau macammacam produk lain sesuai dengan tujuan dibentuknya perusahaan. Harga pokok produk (product cost) adalah biaya yang dilekatkan (attach) pada unit produk. Harga pokok produk merupakan aktiva perusahaan dalam bentuk persediaan sampai produk dimana biaya tersebut melekat. Biaya (cost) yang dilekatkan 6

2 pada unit produk adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi dan membuat sesuatu produk siap untuk dijual. Perusahaan manufaktur membuat produk yang akan dijual. Biaya yang dikeluarkan dalam usaha untuk memproduksi produk tersebut disebut harga pokok produksi (production costs). Perusahaan juga mengeluarkan biaya lain untuk membuat suatu produk siap dijual kepada konsumen, seperti biaya penjualan dan distribusi produk, administrasi operasi, dan keuangan perusahaan. Biaya-biaya ini disebut biaya non produksi (nonproduction costs). Harga pokok produksi adalah jumlah dari tiga unsur biaya, yaitu : a. Bahan langsung b. Tenaga kerja langsung c. Overhead pabrik Dengan demikian harga pokok produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk yang terdiri dari biaya bahan langsung atau bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biata-biaya tersebut digunakan untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Biaya nonproduksi (nonproduction costs) dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu : a. Biaya penjualan b. Biaya distribusi 7

3 c. Biaya umum dan administrasi d. Biaya keuangan Dengan demikian biaya nonproduksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan bukan untuk memproduksi suatu produk, melainkan untuk mendukung jalannya operasi perusahaan. 2. Metode Penentuan Harga Pokok Produk Dengan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional Di dalam sistem akuntansi biaya tradisional, biaya-biaya dicatat, dikumpulkan dan dikendalikan menurut elemen-elemennya didalam pusat-pusat pertanggungjawaban. Dengan cara ini, maka biaya-biaya produksi juga ditentukan menurut banyaknya sumberdaya yang dikonsumsi, disetiap pusat biaya. Selanjutnya karena adanya perbedaan karakteristik diantara proses-proses produksi, dikembangkan cara pencatatan biaya berdasarkan unit organisasi produksi dan pencatatan. Cara pencatatan biaya berdasarkan proses-proses produksi dinamakan process costing, sedangkan cara pencatatan biaya berdasarkan pesanan dinamakan job order costing. Metode-metode yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk adalah metode harga pokok penuh (full/absorbtion costing) dan metode harga pokok variabel (variable costing). Metode harga pokok penuh ditujukan untuk memenuhi kepentingan 8

4 pihak-pihak eksternal, sedangkan metode harga pokok variabel digunakan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak internal. Selanjutnya untuk mempermudah penentuan harga pokok produk, maka terdapat asumsi yang mengatakan bahwa volume keluaran atau unit produk merupakan satu-satunya pemacu biaya (cost driver). Implikasi dari asumsi diatas adalah : a. Dalam penentuan harga pokok produk, biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan langsung dapat diidentifikasikan secara langsung ke produk. Alasannya karena perubahan biayabiaya ini sebanding dengan volume keluaran atau unit yang diproduksi b. Dalam mengidentifikasikan biaya-biaya overhead ke produk, ditempuh cara-cara untuk memisahkannya ke biaya overhead tetap dan variabel. Biaya overhead variable dapat langsung diidentifikasi dan dibebankan ke produk, sedangkan biaya overhead tetap dialokasikan ke produk menggunakan basis-basis alokasi yang sifatnya arbiter. Alokasi biaya overhead biaya ke produk ditempuh dengan metode alokasi dua tahap sebagai berikut : 1) Dalam tahap pertama, biaya-biaya overhead dibebankan ke pusat-pusat biaya. 2) Dalam tahap kedua biaya-biaya overhead yang telah dikumpulkan dalam pusat-pusat biaya itu dialokasikan ke 9

5 produk menggunakan pemacu yang berbasis pada unut produk yang diproduksi, misalnya jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung,jam mesin biaya bahan baku atau berat bahan baku. a. Kelemahan Tradisional Costing Dalam beberapa kondisi, tradisional costing tidak bekerja dengan baik dan dapat menimbulkan distrosi harga pokok produk, terutama dalam manufaktur modern, distrosi harga pokok produk dapat menimbulkan distressing. Iklim manufaktur modern ditandai oleh adanya intensitas persaingan yang sangat tajam, perbaikan yang terus menerus manajemen kualitas sesungguhnya, kepuasan konsumen seutuhnya dan tehnologi canggih (Hansen dan Mowen : 1995). Akuntansi biaya tradisional memiliki kelemahan sebagai berikut : 1) Hanya menggunakan jam tenaga kerja langsung atau biaya tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Dalam pabrik yang telah menggunakan banyak peralatan yang dikendalikan dengan komputer, tenaga kerja langsung menjadi berkurang. Tenaga kerja yang ahli di bidang informasi menggantikan peran tenaga kerja langsung. Ahli informasi banyak digunakan untuk merancang perangkat 10

6 lunak untuk menjalankan peralatan yang dikendalikan dengan komputer. Dengan demikian tenaga kerja dalam perusahaan manufaktur berubah karakteristiknya dari biaya tunai (cast cost) yang bervariasi dengan perubahan volume produksi menjadi biaya tetap yang tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi. 2) Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar kuantitas produk yang diproduksi. Metode pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk ini disebut unit-based system. Dalam metode ini, biaya overhead pabrik dianggap proporsional dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Akuntansi biaya tradisional langsung (atau biaya tenaga kerja langsung) akan menghasilkan informasi biaya produk yang mengandung distorsi kuantitas, karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak sempurna proporsional dengan konsumsi sesungguhnya sumberdaya oleh produk. Sebagai contoh, produk yang menggunakan banyak tenaga kerja langsung dalam proses produksinya, seringkali dibebani biaya terlalu besar (over costed) jika jam tenaga kerja 11

7 langsung digunakan sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk. Pusat biaya terlalu besar dan berisi mesin yang memiliki struktur biaya overhead yang sangat berbeda. Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada produk melalui agregasi, bukan berdasarkan konsumsi sumberdaya untuk menghasilkan produk, maka akuntansi biaya tradisional menimbulkan price distortion (distorsi harga). b. Distrosi Pada Sistem Biaya Tradisional Penggunaan ukuran-ukuran volume produksi seperti jam tenaga kerja langsung, jam kerja mesin atau nilai rupiah bahan baku, sebagai dasar alokasi biaya kepada pusat biaya dapat mengakibatkan distorsi terhadap harga pokok produk. Sistem akuntansi biaya tradisional mengasumsikan bahwa produk-produk dan volume produksi yang berkenan dengannya, merupakan penyebab timbulnya biaya, sehingga produk-produk tersebut menjadi fokus utama dari sistem akuntansi biaya tradisional tersebut. Karena produk-produk dianggap sebagai penyebab timbulnya biaya, maka ukuran-ukuran volume produksi dari produk-produk itu sendiri, seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin, biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan baku dianggap sebagai dasar alokasi yang paling tepat untuk 12

8 mencerminkan pola konsumsi produk-produk itu terhadap biayabiaya overhead tersebut. Dengan demikian menurut sistem ini semakin besar volume produksi suatu produk maka semakin besar pula biaya overhead yang dikonsumsinya. Karena itu pula sistem ini sering disebut sistem berbasis volume (volume based system) atau sistem berbasis unit produk (unit based system). Metode alokasi seperti itu akan menghasilkan alokasi biaya cukup akurat hanya terhadap biaya-biaya overhead yang jumlah konsumsinya berhubungan langsung atau bervariasi secara proporsional dengan jumlah volume produksi yaitu yang sering dikenal sebagai variabele manufacturing overhead. Tetapi metode itu akan menghasilkan alokasi biaya yang tidak akurat terhadap biaya-biaya overhead yang jumlah konsumsinya tidak berhubungan langsung dengannya, tidak ditentukan oleh, dan atau tidak bervariasi secara proporsional dengan jumlah volume produksi yang dikenal sebagai fixed manufacturing overhead. Alokasi biaya overhead yang tidak akurat ini akan menyebabkan distorsi terhadap harga pokok produk. Yaitu produk-produk yang bervolume kecil, sehingga produk yang bervolume besar tersebut akan mensubsidi sebagai biaya-biaya produksi dari produk bervolume kecil tersebut. Dasar alokasi yang arbiter itu tidak memiliki hubungan sebab akibat langsung dengan jumlah biaya overhead yang 13

9 dikonsumsi oleh suatu produk. Suatu produk yang lebih banyak menggunakan jam tenaga kerja langsung atau jam kerja mesin misalnya, tidak berarti lebih banyak pula mengkonsemsi biaya overhead tetap tersebut dan sebaliknya. Suatu produk mungkin saja menggunakan lebih banyak tenaga kerja, tapi sedikit sekali memanfaatkan jasa-jasa departemen pembantu. Sebaliknya, suatu produk yang lebih sedikit menggunakan jam tenaga kerja langsung atau jam kerja mesin, misalnya memiliki rancangan produk yang lebih rumit (kompleksitasnya tinggi) atau memiliki jenis-jenis (diversitas) produk yang banyak, tentu akan membutuhkan lebih banyak lagi kegiatan. Misalnya kegiatan dari departemen mesin, kegiatan merancang produk, melakukan order pembelian, melakukan inspeksi dan penerimaan barang, menyimpan dan menangani program computer pabrik. Akibatnya produk ini akan membutuhkan dan mengkonsumsi biaya overhead tetap lebih besar. 3. Metode Penentuan Harga Pokok Produk Dengan Sistem Activity Based Costing (ABC) Activity based costing adalah metode penentuan harga pokok produk (product costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat (accurate) bagi kepentingan manajemen dengan mengukur secara cermat konsumsi 14

10 sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk (Mulyadi, 1993 : 34) Sistem ABC membebankan biaya overhead pabrik melalui dua tahap pembebanan (Supriyono, 1994). Tahap I, biaya overhead pada departemen, baik produk maupun jasa, dikumpulkan pada aktivitas. Tahap II, biaya overhead yang terkumpul pada aktivitas dibebankan kepada produk. a. Prosedur Tahap Pertama 1) Aktivitas Aktivitas adalah unit kerja yang dilakukan dalam perusahaan. Dalam pembuatan produk suatu perusahaan melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan merupakan dasar penentuan biaya produk. Contoh aktivitas adalah perencanaan desain produk, pengendalian mutu, penjualan, promosi. Dalam activity based costing, terdapat empat tingkat aktivitas sebagai sarana menjelaskan permintaan produk terhadap pengguna sumber daya. Keempat tingkat aktivitas tersebut adalah: a) Aktivitas yang berkaitan dengan batch Aktivitas yang berkaitan dengan batch adalah aktivitasaktivitas yang dilakukan setiap kali suatu batch produk diproses. Karena perusahaan memproduksi berbagai macam 15

11 produk dengan volume yang berbeda, maka setiap kali terjadi pergantian proses dari batch yang satu ke batch yang lain, harus dilakukan penyetelan kembali mesin-mesin atau fasilitas produksi yang dipergunakan. Sumberdaya yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut, meningkat sesuai dengan banyaknya batch, bukan oleh banyaknya unit yang diproduksi. Biaya kategori ini antara lain adalah biaya penyetelan mesin. b) Aktivitas yang berkaitan dengan produk Aktivitas yang berkaitan dengan produk ini adalah aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan agar setiap produk dapat tetap diproduksi dan dijual. Biaya-biaya jenis ini dapat ditelusuri pada setiap produk, akan tetapi banyaknya sumber daya yang dikonsumsi tidak tergantung pada banyaknya unit atau batch yang diproduksi. Biaya yang termasuk kategori ini adalah perekayasaan produk, spesifikasi, dan perluasan produk. c) Aktivitas yang berkaitan dengan pemeliharaan fasilitas Aktivitas jenis ini adalah aktivitas yang diperlukan untuk tetap mempertahankan fasilitas produksi perusahaan agar dapat digunakan dalam proses produksi. Aktivitas tersebut tidak berhubungan dengan volume produksi atau bauran produksi. Aktivitas ini dikonsumsi oleh semua produk yang 16

12 diproduksi dalam fasilitas tersebut. Biaya yang termasuk kategori ini adalah biaya administrasi pabrik, keamanan dan pemeliharaan bangunan. d) Aktivitas yang berkaitan dengan unit produk Aktivitas yang berkaitan dengan unit produk adalah aktivitas yang mengkonsumsi jam atau biaya tentang kerja langsung, jam mesin, dan biaya bahan baku. Sumber daya atau biaya total yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut, meningkat sesuai dengan banyaknya unit yang diproduksi. 2) Cost Pool Cost pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas yang sama dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool berisi aktivitas yang biayanya memiliki hubungan yang kuat (korelasi positif) antara cost driver dengan biaya aktivitas. Semakin tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang dilakukan dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan sebab akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan. Untuk membebankan biaya pada setiap cost pool digunakan tarip tertentu yang dihitung dengan membagi biaya 17

13 cost pool dengan cost driver. Jadi tarip BOP dihitung dengan rumus sebagai berikut : Taksiran total biaya pada cost pool Transaksi cost driver = cost pool rate 3) Cost driver Cost driver atau pemacu biaya adalah faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. Paling tidak ada dua hal yang diperhatikan dalam pemilihan cost driver, yaitu (Supriyono, 1994): a) Biaya pengukuran Dalam sistem ABC, sejumlah besar cost driver dapat dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan, adalah sangat penting untuk memilih cost driver yang menggunakan informasi yang siap tersedia. Informasi ini yang tidak terseia pada sistem yang ada sebelumnya berarti harus dihasilkan dan akibatnya akan meningkatkan biaya sistem operasi perusahaan. Kelompok biaya (cost pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah kemungkinan cost driver. Untuk keadaan ini, cost driver yang dapat digunakan pada sistem informasi yang ada sebelumnya hendaknya dipilih. Pemilihan ini akan meminimalkan biaya pengukuran. 18

14 b) Pengukuran tidak langsung dan tingkat korelasi Pada struktur informasi yang ada sebelumnya dapat digunakan dengan cara lain meminimalkan biaya dalam memperoleh kuantitas cost driver. Kadang-kadang dimungkinkan untuk mengganti cost driver yang secara langsung mengukur penggunaan suatu aktivitas dengan suatu cost driver yang secara tidak langsung mengukur penggunaan itu. b. Prosedur Tahap Kedua Dalam tahap kedua, biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumen atau permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi dalam tahap ini, biaya-biaya tiap pool aktivitas ditelusur ke produk dengan menggunakan tarip pool dan ukuran besarnya sumber daya konsumsi oleh tiap produk. Ukuran besarnya sumber daya tersebut adalah penyederhanaan dari kuantitas pemacu biaya yang dikonsumsi oleh tiap produk. Biaya overhead pabrik yang dibebankan dari tiap cost pool ke tiap produk dihitung dengan rumus berikut : Overhead yang dibebankan = Tarip pool x jumlah (unit) pemacu biaya yang digunakan 4. Penerapan Activity Based Costing Pada Sektor Jasa Activity Based Costing biasanya difokuskan pada perusahaan manufaktur, namun dapat juga berguna bagi perusahaan jasa. 19

15 Perusahaan jasa juga mempunyai aktivitas dan output yang menimbulkan permintaan atas aktivitas tersebut. Ada beberapa perbedaan pokok antara penghasilan jasa dengan perusahaan manufaktur. Aktivitas dalam perusahaan manufaktur cenderung mempunyai tipe yang sama, dan dilaksanakan dalam cara yang serupa. Hal ini akan sangat berbeda diantara berbagai jenis usaha jasa, misalnya aktivitas usaha perbankan tidak sama dengan aktivitas usaha kesehatan (Hansen dan Mowen, 1995). Perbedaan pokok lainnya, antara perusahaan manufaktur dan perusahaan jasa adalah tentang definisi output. Output pada perusahaan manufaktur mudah didefinisikan, sedangkan bagi perusahaan jasa output lebih sulit didefinisikan. Output dari perusahaan jasa kurang nampakberujud, oleh sebab itu output harus didefinisikan lebih dulu agar dapat dihitung harga pokoknya. Beberapa contoh dasar tentang bagaimana ABC dapat meningkatkan costing pada perusahaan jasa seperti : perusahaan kereta api, rumah sakit, dan sektor pemrosesan data. Dalam setiap kasus, jumlah yang kecil dari pool biaya aktivitas dan pemicu biaya yang lebih diskriminatif daripada tradisional costing yang cenderung menghubungkan biaya ke output dengan basis tunggal, juga menunjukkan penggunaan ABC pada perusahaan jasa percetakan dimana aktivitas pemecatan masalah ditemukan sebagai salah satu yang mempunyai biaya tertinggi. Aplikasi ABC 20

16 menyebabkan adanya revisi biaya secara substantive apabila hanya dikait dengan pekerjaan untuk memperoleh jasa yang dihasilkan. 5. Penerapan Sistem Activity Based Costing Pada Usaha Rumah Sakit Output dari sebuah rumah sakit dapat didefinisikan sebagai rawat inap dan pengobatan pasien. Dengan demikian akan lebih jelas bahwa usaha rumah sakit merupakan perusahaan yang memiliki multy product, karena terdapat bermacam-macam rawatinap dan pengobatan. Selama dalam masa rawat-inap seorang pasien akan mengkonsumsi berbagai macam jasa. Untuk mengelompokkan jasa yang homogen, maka perlu didefinisikan ke kelompok jasa (Hansen dan Mowen, 1995). Menggolongkan biaya perawatan pasien sehari-hari menjadi tiga aktivitas, yaitu : aktivitas akomodasi tempat tidur, aktivitas pemberian makanan dan aktivitas perawatan. Output didefinisikan sebagai lamanya (hari) pasien dirawat-inap. Permintaan aktivitas perawatan tergantung pada level berat-ringannya penyakit yang diderita. 6. Penentuan tarip rawat inap Penentuan tarip rawat inap merupakan kebijakan menentukan harga jual produk jasa. Ada lima metode penentuan harga jual produk jasa yaitu : (1) Gross Margin Pricing, (2) Direct Cost 21

17 Pricing, (3) Full Cost Pricing, (4) Time and Material Pricing, dan (5) Capital Employed Pricing. Gross Margin Pricing biasanya digunakan oleh perusahaan perdagangan yaitu tidak membuat sendiri produk yang dijual, sehingga tidak banyak aktiva tetap yang digunakan. Harga jual yang diinginkan perusahaan dapat dirumuskan = [(Harga Pokok + Prosentase Mark-up) x (Dasar penentuan Markup)] Rumus untuk menghitung harga jual berdasarkan metode direct costing = [biaya variable + (prosentase laba yang diinginkan x dasar penentuan laba)] Metode full costing pricing dihitung dengan menambahkan biaya produksi dengan margin biaya produksi total dan biaya tetap. Time and material pricing adalah metode penentuan harga jual dengan cara menambahkan upah langsung, tarip lainnya dari bahan baku, biaya tidak langsung dan laba yang diinginkan. Return on Capital Employed Pricing dihitung dengan menentukan harga jual = Total Cost + (%) + Total Capital Employed dibagi dengan volume penjualan dalam unit (hari rawat inap). 22

18 2.2. Kerangka Penelitian Penelitian ini bertujuan membandingkan antara penerapan sistem Activity Based Costing dengan sistem Full Costing (Traditional). Sehingga kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Tarip Rawat Inap ABC System Full Costing Diperbandingkan Hasilnya 23