1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati yang dekompensated atau keganasan sel hati. Saat ini penilaian standar baku dalam menilai fibrosis hati adalah dengan biopsi hati. Namun biopsi sering mendapatkan contoh yang salah dan interpretasi masing masing peneliti / ahli patologi bervariasi sehingga berdampak pada tingkatan fibrosis. Prosedur biopsi juga terdapat efek samping diantaranya infeksi, perdarahan banyak, asites serta nyeri setelah biopsi dan dapat menyebabkan kematian. Biopsi juga kontra indikasi pada gangguan koagulasi (Vallet-Pichard et al., 2007). Hepatitis kronik memperlihatkan kelainan hati dengan penyebab dan keparahan yang bervariasi, berlangsung sedikitnya 6 bulan (Dienstag, 2010). Bentuk yang ringan berupa nonprogresif atau progresif lambat, sedang bentuk yang berat bisa dihubungkan dengan jaringan parut dan arsitektur hati yang lanjut, akan berlanjut menyebabkan sirosis (Dienstag, 2010). Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826, diambil dari bahasa Yunani schirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye atau
2 kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak kerusakan hati yang ditandai fibrosis (Cheney et al., 2004). World Health Organization (WHO) memberi batasan histologi sirosis sebagai proses kelainan hati yang menyeluruh, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati yang normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal. Fibrosis dan sirosis menggambarkan konsekuensi respon penyembuhan luka dari perlukaan hati kronik dari berbagai macam penyebab termasuk virus, autoimun, drug induced, kolestatik dan penyakit metabolik. Fibrosis hati pada awalnya dipikirkan sebagai suatu proses pasif dan ireversibel terkait dengan kolapsnya parenkim hati dan digantikan oleh jaringan yang kaya kolagen. Sekarang, fibrosis hati menjadi suatu model respon penyembuhan luka pada penyakit hati kronik. Laporan klinis awal, sekitar tahun 1970 mendorong bahwa fibrosis hati yang lanjut potensial reversibel. (Brenner&Rippe, 2003; Friedman, 2003) Saat ini telah dilakukan dan dikembangkan penilaian fibrosis hati yang non invasif berdasarkan pemeriksaan laboratorium rutin dinamakan skor FIB-4. Penelitian yang dilakukan oleh the AIDS Pegasys Ribavirin International Coinfection Trial (Studi Apricot), studi yang mengevaluasi manfaat dari interferon pegylated dan ribavirin pada pasien dengan infeksi HIV dengan hepatitis C, mengusulkan tes non invasif sederhana untuk fibrosis hati yang diketahui sebagai FIB-4 (skor yang merupakan turunan dari database protokol Apricot) (Sterling et al., 2006).
3 Di antara penanda non invasif serum fibrosis hati yang berdasarkan proses regulasi fibrosis atau berdasarkan generasi dari matriks ekstraseluler, asam hyaluronat memberikan konstribusi signifikan terhadap hasil buruk dari penyakit hati kronik. Pada hati, asam hyaluronat disintesis oleh sel stellate hati dan mengalami degradasi oleh sel sinusoid endotel hati. Asam hyaluronat adalah molekul glycosaminoglican yang merupakan komponen esensial matriks ekstraseluler yang banyak terdapat pada setiap jaringan tubuh. Kadar asam hyaluronat bertambah pada penyakit hati kronik (Kanemoto et al., 2009). B. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat korelasi antara kadar asam hyaluronat dengan penilaian fibrosis menurut skor FIB-4 pada penderita hepatitis kronik dan sirosis hati? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar asam hyaluronat dengan penilaian fibrosis menurut skor FIB-4 pada penderita hepatitis kronik dan sirosis hati di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pasien hepatitis kronik dan sirosis hati, peneliti maupun institusi, berupa:
4 a. Manfaat bagi pasien Pasien dapat mengetahui korelasi asam hyaluronat dengan skor FIB-4 sehingga dapat mengetahui penilaian fibrotik hati tanpa pemeriksaan invasif dan diharapkan dapat diketahui juga prognostik penyakitnya. b. Manfaat bagi peneliti Peneliti mendapat data korelasi kadar asam hyaluronat dengan skor FIB-4 sehingga dapat diketahui korelasi antara kadar asam hyaluronat dengan skor FIB-4 sehingga cukup dengan mengetahui skor FIB-4 dapat diketahui perkiraan kadar asam hyaluronat dikarenakan masih mahal dan langka reagen kit pemeriksaan asam hyaluronat tersebut. c. Manfaat bagi institusi Institusi mendapatkan pengetahuan mengenai pentingnya pemeriksaan kadar asam hyaluronat serum pasien serta korelasinya dengan skor FIB-4 dalam menilai derajat fibrosis pada pasien hepatitis kronik dan sirosis hati sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai pemeriksaan rutin serta dapat memperbaiki pelayanan pada penderita-penderita hepatitis kronik dan sirosis hati dengan lebih baik. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai korelasi antara kadar asam hyaluronat dengan skor FIB-4 pada penderita hepatitis kronik dan sirosis hati sepengetahuan penulis belum pernah
5 dilakukan di Indonesia. Daftar penelitian yang digunakan sebagai acuan penulis untuk penelitian ini adalah: Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti/Metodologi Judul Hasil Sterling et al. (2006) Cohort Retrospectif Vallet-Pichard et al. (2007) Cross Sectional Halfon et al. (2005) Cohort Retrospectif Parsian et al. (2009) Cross sectional Resino et a.l (2010) Cohort Retrospective Development of a Simple Noninvasive Index to Predict Significant Fibrosis in Patients With HIV/HCV Coinfection FIB-4: an Inexpensive and Accurate Marker of Fibrosis in HCV Infection. Comparison with Liver Biopsy and FibroTest Accuracy of hyaluronic acid level for predicting liver fibrosis stages in patients with hepatitis C virus Relationship between serum hyaluronic acid level and stage of liver fibrosis in patients with chronic hepatitis Can serum hyaluronic acid replace simple non-invasive indexes to predict liver fibrosis in HIV/Hepatitis C Nilai titik potong FIB-4 pada stage klasifikasi fibrosis Ishak 0-3 dan 4-6,< 1,45 sensitivitas 70% dan > 3,25 spesifitas 97% dan terhindar dari biopsi hati 71%. Nilai indeks FIB-4 berhubungan kuat dengan hasil skor Fibro Tes dengan < 1,45 dengan 92,1% dan > 3,25 dengan 76% (p< 0,01). Kadar asam hyaluronat akurat untuk memprediksi derajat fibrosis hati dengan pembanding biopsi hati pada pasien hepatitis C kronis. Terdapat korelasi yang kuat antara kadar asam hyaluronat dan derajat nekroinflamasi hati, dengan r = 0.85, P < 0.001. juga pada korelasi antara konsentrasi asam hyaluronat dan derajat inflamasi pada biopsi hati dengan r = 0.685, dan P < 0.001 Performa asam hyaluronat sama dengan skor indeks APRI, FIB- 4,Forns pada pasien HIV/HCV. Anneke et al.(2011) Case Control Comparison of non-invasive assessment to diagnose liver fibrosis in chronic hepatitis B and C patiens Kombinasi elastografi dengan asam hyaluronat menambah akurasi prediksi fibrosis lanjut (AUC 0,92). Performa Kombinasi elastografi dengan skor FIB-4 tidak berbeda jauh dengan asam hyaluronat (AUC 0,87).