KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
Materi Minggu 5. Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional Pengertian, Instrumen dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Internasional

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

Presiden Republik Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

Sessi. Dosen Pembina:

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

III KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TIMBULNYA BISNIS INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum

BAB VII Perdagangan Internasional

INTERNASIONALISASI : TEORI DAN PERKEMBANGAN. PEMASARAN INTERNASIONAL MINGGU KEDUA BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si. FAKULTAS EKONOMI UNIV.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG PELAKSANAAN EKSPOR, IMPOR, DAN LALU LINTAS DEVISA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Teori-teori Ekonomi Bisnis Internasional

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) EKONOMI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN RESTRIKSI NEGARA MITRA DAGANG TERHADAP PENCAPAIAN TARGET EKSPOR NON MIGAS INDONESIA 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

NERACA PERDAGANGAN DAN NERACA PEMBAYARAN

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

Lima Peraturan WTO yang Perlu Diubah untuk Memungkinkan Kedaulatan Pangan dari Semua Negara Jacques Berthelot, Solidarité, 18 Oktober 2015

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.011/2013 TENTANG

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

SILABUS. Mengkaji referensi untuk mendeskripsikan angkatan kerja, tenaga kerja, kesempatan kerja dan pengangguran di perpustakaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

III KERANGKA PEMIKIRAN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

Importing, Exporting, and Sourcing. Dewi Pancawati N., S.Pd.,MM

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERDAGANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGEMBALIKAN HARGA DIRI BANGSA DI ERA PERDAGANGAN BEBAS Oleh: Wulan Prihandini, S.H. *

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan global merupakan aspek penting dalam perekonomian di setiap

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Universitas Bina Darma

Transkripsi:

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah dan kegiatan ekspor impor barang dan jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut

Kebijakan ekonomi internasional dalam arti sempit meliputi kebijakan yang langsung mempengaruhi ekspor dan impor. Kebijakan internasional dalam arti sempit ini berkaitan dengan ekspor barang dan jasa, yitu barang konsumsi, produksi dan tenaga kerja.

Kebijakan ekonomi internasional adalah keseluruhan tindakan pemerintah suatu negara yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan negaranya dengan melalui kegiatan yang mendorong ekspor dan mengatur/mengendalikan impor. Keseluruhan tindakan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan memperoleh komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan dan pembayaran internasional.

1. Kebijakan perdagangan internasional mencakup tindakan/kebijakan pemerintah terhadap perdagangan luar negerinya, khususnya mengenai ekspor dan impor barang/jasa, misalnya pengenaan tarif terhadap barang impor, bilateral, trade agreement, pengenaan kuota impor dan ekspor, dll.

2. Kebijakan pembayaran internasional adalah mencakup tindakan pemerintah terhadap pembayaran internasional, misalnya pengawasan terhadap lalu lintas devisa, pengaturan lalu lintas modal jangka panjang.

3. Kebijakan bantuan luar negeri adalah tindakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman/hutang (loans), bantuan untuk rehabilitasi serta pembangunan, dll.

1. Autarki, menghindari pengaruh-pengaruh negara lain baik pengaruh ekonomi, politik atau militer. 2. Kesejahteraan (welfare), tujuan ini bertentangan dengan autarki di atas. Dengan mengadakan perdagangan internasional suatu negara akan memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi dan kesejahteraan meningkat. Maka untuk mendorong perdagangan internasional, hambatan/restriksi dalam perdagangan internasional seperti tarif, kuota, dsb akan dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Hal ini berarti mengarah ke perdagangan bebas.

3. Proteksi, tujuannya untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor. Kebijakan dapat berupa tarif atau kuota impor. 4. Keseimbangan neraca pembayaran, terutama bagi negara yang mengalami defisit dalam neraca pembayarannya, posisi cadangan valuta asingnya lemah. Maka diperlukan kebijakan ekonomi internasional guna menyeimbangkan neraca pembayaran internasionalnya. Kebijakan ini ummnya berbentuk pengawasan devisa (exchange control). Pengawasan devisa tidak hanya mengatur/mengawasi lalu lintas tapi juga modal.

5. Pembangunan ekonomi untuk menunjang pembangunan ekonomi suatu negara dan mendorong impor barangbarang pemerintah dapat mengarahkan perdagangan internasionalnya dengan kebijakan seperti: Perlindungan terhadap industri dalam negeri yang baru tumbuh (infant-industries). Mengurangi impor barang-barang yang nonesensial Mendorong ekspor

1. Hambatan perdagangan berupa tarif 2. Hambatan perdagangan berupa non tarif

Kebijakan proteksionis terhadap barang barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik/mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif: pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial.

Alasan pemberlakuan tarif: 1. melindungi industri domestik yang bersaing dengan produkproduk impor 2. meningkatkan pendapatan pemerintah

1. tingkat kesejahteraan (welfare) lebih rendah jika diterapkan kebijakan tarif dibanding perdagangan bebas 2. tarif impor menyebabkan pergerakan level produksi kembali ke titik autarki 3. penurunan impor yang disebabkan oleh diterapkannya kebijakan tarif impor mendorong penurunan pada volume ekspor

Sebelum adanya pembebanan tarif, OP 1 merupakan harga konstan yang ditetapkan oleh produsen pengimpor, sehingga produsen di dalam negeri pun harus menjual pada harga yang sama sebagai akibat persaingan dengan produsen pengimpor. Produksi dalam negeri OQ 1 dan konsumsi OQ 4 sehingga Q 1 Q 4 adalah impornya. Terhadap impornya ini kemudian negara A membebani tarif sebesar P 1 -P 2, maka efeknya adalah : harga barang tersebut di dalam negeri naik dari OP 1 menjadi OP 2.

jumlah barang yang diminta berkurang dari OQ 4 menjadi OQ 3 (consumption effect). adanya pendapatan yang diterima oleh pemerintah dari tarif tersebut sebesar BCEF (revenue effect). adanya ekstra pendapatna yang dibayarkan oleh konsumen di dalam negeri kepada produsen di dalam negeri sebesar ABP 1 P 2.

Ditinjau dari aspek komoditi: 1. Tarif impor: pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri 2. Tarif ekspor: pungutan bea yang dikenakan atas barang ekspor

Ditinjau dari mekanisme penghitungan: 1. Tarif ad valorem: tarif yang dikenakan berdasarkan angka prosentase tertentu dari nilai barang yang diimpor 2. Tarif spesifik: tarif yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor 3. Tarif campuran: merupakan gabungan dari keduanya

Sistem tarif yang umum dilakukan oleh tiap negara dan sudah disepakati dalam pengenaan tarif adalah (Amir 2003): 1. Tarif Tunggal (Singgle column tarif), yaitu suatu tarif untuk satu jenis komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali. 2. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tarif), yaitu satu tarif untuk satu komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain, lazim juga dekenal sebagai tarif berkolom-ganda (two-column tarif).

3. Tarif Preferensi (Preferential Tarif), yaitu salahs atu tarif yang merupakan pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud dengan tarif preferensi adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan, bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi nol persen (zero) yang idberlalukan olehh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara pengimpor dengan negara pengekspor.

Kebijakan tarif barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut: 1. Tarif rendah antara 0%-5%. Tarif ini dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, dan alat-alat militer; 2. Tarif sedang antara 5%-20%. Tarif ini dikenakan untuk barang setngah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup produksi di dalam negeri; dan 3. Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

Kebijakan hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.

1. Kouta 2. Hambatan lainnya (PP) 3. Contingent Protection (antidumping, countervailing duties, dan safeguards)

Kuota: sebuah hambatan perdagangan dalam bentuk penetapan maksimal kuantitas barang impor

Adanya peraturan pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi volume perdagangan. Sebagai contoh, pemerintah menetapkan standar teknis dan keselamatan untuk produk tertentu. Ketentuan ini dapat mengurangi impor produk yang bersangkutan dari negaranegara yang belum memenuhi standar.

Selain itu, peraturan pengadaan pemerintah yang mengharuskan setiap pengadaan barang oleh pemerintah menggunakan produk domestik juga sering digunakan sebagai upaya untuk menghambat impor. Bentuk hambatan lainnya adalah melalui persyaratan konten domestik pada produk tertentu (domestic content requirement). Ketentuan ini mengharuskan para importir mengimpor barang yang mengandung sekian persen komponen domestik.

Contigent Protection: pengenaan pajak atas impor tersebut sebagai bentuk kebijakan proteksi yang dilakukan oleh suatu negara yang dipicu oleh faktor harga dan kemungkinan terjadinya kerugian serius pada industri domestik

Dumping: praktik penjualan suatu barang pada tingkat harga di pasar ekspor yang lebih rendah dari tingkat harga domestik, praktik penjualan suatu barang pada tingkat harga di pasar ekspor yang lebih rendah dari biaya rata-rata produksi barang tersebut

Sporadic dumping: turunnya permintaan di pasar domestik akibat terjadinya siklus bisnis, membuat perusahaan menjual kelebihan produksinya ke pasar ekspor dengan harga yang lebih murah untuk mendorong penjualan Predatory dumping: perusahaan menjual produknya dengan harga yang lebih rendah di pasar ekspor dengan tujuan untuk menekan perusahaan domestik atau mencegah masuknya pesaing baru

Anti dumping: tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea masuk antidumping terhadap barang dumping. Bea masuk antidumping ditetapkan sebesar marjin dumping, selisih antara nilai normal dan harga ekspor dari barang dumping, dan dikenakan hingga dumping berhenti.

Subsidi dapat diberikan oleh suatu negara kepada industri dalam negeri, kelompok industri, perusahaan, atau eksportir baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk bantuan keuangan ataupun bentuk dukungan terhadap pendapatan dan harga, sehingga dapat meningkatkan ekspor atau menurunkan impor.

Sama seperti tindakan antidumping, pemerintah suatu negara dapat mengenakan tindakan imbalan (countervailing duty atau CVD) terhadap barang impor yang mengandung subsidi, berupa pengenaan bea masuk imbalan.

Tindakan pengamanan (safeguard) adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor, baik absolut maupun relatif, terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing degan hasil industri dalam negeri.

Tindakan tersebut dapat berupa pengenaan bea masuk tindakan pengamanan atau kuota dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius dapat melakukan penyesuaian struktural. Selain itu, terdapat tindakan sementara, yakni tindakan yang diambil untuk mencegah terjadinya kerugian dalam masa penyelidikan berupa pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara.