BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan membuat kesadaran masyarakat terhadap mutu pelayanan keperawatan semakin meningkat (Manatap, 2013). Sebagai organisasi yang sangat kompleks, rumah sakit yang memiliki banyak tenaga senantiasa dituntut untuk memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas serta memegang peranan sangat penting dalam menentukan baik buruknya mutu dan citra rumah sakit (Kuswantoro, 2011). Menurut Asmuji (2012), pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif dan efisien dalam pencapaian suatu organisasi. Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat untuk melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan adalah agar membuat perawat atau staf melakukan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan (Asmuji, 2012). Penelitian Warsito & Mawarni (2007), menunjukkan bahwa persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengarahan kepala ruang yang tidak baik, mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan tidak baik lima kali lebih besar dibandingkan dengan persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengarahan kepala ruangan yang baik. Kepuasan kerja perawat dapat meningkat dengan adanya fungsi pengarahan kepala ruangan yang efektif, dimana kepuasan kerja perawat merupakan indikator pelayanan
rumah sakit yang terbentuk dari sistem manajemen rumah sakit yang terbentuk dari sistem managemen rumah sakit yang baik. Menurut Rachman (2006) dalam pengelolahan organisasi rumah sakit, tenaga perawat merupakan tenaga kerja paling dominan dalam melakukan tugas pokok yaitu memberikan pelayanan berupa perawatan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan serta pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dibidang kesehatan. Salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam pelayanan keperawatan dirumah sakit adalah kepuasan kerja perawat, dimana kepuasaan kerja perawat secara tidak langsung menggambarkan sistem manajemen keperawatan yang baik, sehingga kepuasaan tersebut dapat dibentuk. Perawat sebagai motor penggerak penyelenggaran kegiatan rumah sakit perlu mendapat pembinaan agar dapat memberikan kontribusi kepada rumah sakit secara maksimal. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja perawat yaitu kepuasan kerja. Kepuasan kerja perawat dapat diukur dari besar kecilnya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, semakin kecil kesenjangan antara harapan dengan kenyataan maka tingkat kepuasan kerja semakin tinggi dan demikian sebaliknya. Hasil penelitian (Maylor dalam Astuti, 2010) menyebutkan dalam penelitian kualitatifnya bahwa kepuasaan kerja perawat akan menyebabkan retensi oleh staf keperawatan sehingga akan berdampak pada mutu pelayanan keperawatan yang diberikan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas akan mendukung kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima. Menurut Zachliherni (2010), kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja perawat untuk lebih ramah, ceria dan responsif seperti yang diharapkan oleh pasien. Wajah-wajah
perawat yang telah akrab akan menimbulkan kesetiaan pasien untuk menjadi pelanggan rumah sakit tersebut. Kepuasan kerja dapat diperoleh seseorang jika didukung faktor eksternal. Faktor eksternal yang mendukung salah satu contohnya adalah memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan atasan. Bagi perawat, apabila faktor eksternal tersebut terkondisi dengan baik, maka kepuasan kerja yang tinggi dapat tercapai. Penelitian membuktikan banyak faktor eksternal yang dapat mewujudkan kondisi perawat akan puas dengan pekerjaannya (Mulyati, 2008). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan peneliti di RSU Sari Mutiara Medan pada tanggal 25 Maret Tahun 2014 dari Kepala Bidang Kepegawaian dan Kepala Bidang Keperawatan didapatkan jumlah seluruh perawat di ruang rawat inap berjumlah 105 perawat. Secara wawancara juga pada 8 perawat yang sedang dinas pada saat dilakukan survei awal kepada perawat pelaksana di Lantai III, lantai IIA, IIB dan IIC gedung lama mengatakan 3 orang perawat pelaksana kurang memahami arahan penugasan yang diarahkan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana, 2 orang tidak puas dengan pekerjaan yang didelegasikan oleh kepala ruangan berdasarkan beban kerja yang diintruksikan kepala ruangan diruangan, 3 orang mengatakan kepala ruangan jarang memberikan motivasi kepada perawat, terkait dengan fungsi pengarahan dari kepala ruangan. Hasil wawancara dengan beberapa perawat pelaksana yang ada di ruang rawat inap lantai III, IIA, IIB, IIC mengatakan bahwa kepala ruangan jarang memberikan pengarahan, motivasi dan bimbingan kepada para perawat pelaksana, hal ini diakibatkan karena banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh kepala ruangan, contohnya setiap pergantian shif, kepala ruangan selalu mengecek kehadiran semua perawat pelaksana di semua ruangan, sehingga waktu untuk memotivasi para perawat pelaksana dalam bekerja kurang dirasakan oleh para perawat pelaksana. Sehingga bimbingan dan motivasi yang seharusnya disampaikan kepada perawat pelaksana,hanya pada saat pergantian shif saja dan waktu tertentu dilakukan, oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana yang berada diruang rawat inap.
Data turnover yang didapatkan dari Rekam Medik pada bulan Desember Tahun 2013 berjumlah 1,82%, sedangkan pada bulan Januari Tahun 2014 berjumlah 2,16%, hal ini membuktikan adanya peningkatan angka turnover pada bulan Januari 2014. Hasil wawancara kepada 3 orang perawat pelaksana di lantai III yang sedang dinas mengatakan salah satu penyebab turnover adalah ketidakpuasan dalam hal finansial, sehingga perawat mencari pekerjaan diluar, seperti mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS), kemudian adanya rotasi kerja yang mengakibatkan suasana lingkungan kerja yang kurang nyaman bagi perawat pelaksana. Hal ini menbuktikan kemungkinan fungsi pengarahan kepala ruangan kurang berjalan dengan baik. Fungsi pengarahan kepala ruangan diharapkan memiliki dampak bagi staf perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Fenomena yang terlihat di RSU Sari Mutiara menunjukkan faktor yang berpengaruh saat ini adalah faktor pengarahan dari kepala ruangan dan faktor yang terkait dengan kepuasan kerja. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan pelaksaan fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Sari Mutiara Tahun 2014. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan permasalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Tahun 2014. b. Untuk mengetahui gambaran Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Manajemen Rumah Sakit Dapat dijadikan sebagai masukan untuk pihak manajemen rumah sakit dalam fungsi manajemen khususnya fungsi pengarahan yang dilakukan oleh kepala ruangan. Dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengupayakan dan meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana secara berkelanjutan dengan mengimplementasikan fungsi pengarahan dalam manajemen rumah sakit. 2. Bagi Perawat Dengan adanya fungsi pengarahan dari kepala ruangan, para perawat pelaksana semakin termotivasi dan lebih bersemangat dan memberi kepuasan bagi perawat dalam bekerja di instansi rumah sakit. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat digunakan sebagai sumber data dasar untuk meneliti mengenai hubungan fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana.