BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan

dokumen-dokumen yang mirip
Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

PRASANGKA, DISKRIMINASI & STEREOTYPE

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

Modul ke: Psikologi Sosial I. Fakultas Psikologi. Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENDAHULUAN. tidak dekat dengan ustadzah. Dengan kriteria sebagai berikut dari 100

Perbedaan Penyesuaian Diri Pada Santri di Pondok Pesantren ditinjau dari Jenis Kelamin. Rini Suparti Dr Aski Marissa, M.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses mental seseorang dapat mempengaruhi tuturan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Prasangka dan Diskriminasi. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

Suatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan. para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang banyak sistem pendidikan yang bisa diberikan oleh para orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan orangtuanya. Salah satunya adalah dengan memberikan dan menanamkan pendidikan agama di masa awal perkembangan anak, seperti memilih menyekolahkan anak di pesantren. Pesantren merupakan sebuah pendidikan tradisional islam yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kyai, ustadz dan ustadzah. Sistem pendidikan di pesantren selain menyediakan kelas untuk tempat belajar, Mesjid untuk tempat beribadah, para siswa juga disediakan tempat tinggal yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, seperti terpisahnya pondok asrama untuk siswa putra dan pondok asrama untuk siswa putri. Achmadi (dalam Djamarah, 2010) menyatakan siswa adalah seseorang yang belum bisa dikatakan seseorang yang tergolong dewasa, ia masih memerlukan seseorang untuk membimbing dan mencapai tingkat kedewasaannya. Pada umumnya siswa pesantren berkisar antara usia 11-17 tahun, usia tersebut belum mencapai tingkat kedewasaan dan baru memasuki usia remaja. Masa remaja (adolescence) adalah masa perkembangan yang mmerupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini dimulai sekitar pada usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 21 tahun (King, 2010). Dalam 1

2 menelusuri masa remaja, kita harus tetap mengingat bahwa tidak semua remaja sama (Dryfoos & Barkin, 2006). Menurut Papalia, Olds, Fieldman (2004), Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke dewasa awal. yang menawarkan kesempatan untuk pertumbuhan, tidak hanya dalam dimensi fisik tetapi juga kompetensi kognitif dan sosial, otonomi, harga diri, serta keintiman. Para siswa pesantren yang sebelumnya tinggal bersama dengan orangtua akan cenderung memiliki prejudice (prasangka) negatif terhadap tempat dan bahkan sekelompok orang yang baru dikenal, dan setelah beradaptasi hanya akan percaya dengan teman sekelompoknya. Pondok pesantren yang cenderung memiliki sistem pendidikan yang mengajarkan siswa agar dapat mandiri, displin dan memiliki toleransi yang tinggi mengharuskan siswa tinggal pada satu kamar dengan 17-20 orang siswa yang akan menajadi teman sekelompoknya. Berada dalam satu kamar dengan teman asing yang baru mereka kenal tentu saja dapat membuat masing-masing siswa memiliki prasangka terhadap orang-orang disekitarnya. Para siswa juga harus beradaptasi pada teman dari kelompok lain, kelompok lain di sini maksudnya adalah teman yang berbeda kamar. Menurut Baron dan Byrne (2004) menyatakan prasangka (prejudice) merupakan sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki prasangka terhadap kelompok sosial atau individu tertentu cenderung mengevaluasi anggota dengan cara yang sama (biasanya negatif) semata-mata karena mereka anggota kelompok tersebut. Menurut Papalia dan Sally (1985), prasangka adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alasan

3 yang mendasar pada pribadi orang tersebut. Prasangka biasanya dapat terjadi berdasarkan adanya pandangan proses belajar sosial siswa dan pengalaman awal membentuk peran pembelajaran sosial siswa, dan juga siswa biasanya memperoleh sikap negatif melalui berbagai kelompok sosial dikarenakan para siswa dapat memahami pandangan tersebut dari pembelajaran modeling yang diekspresikan oleh orang tua, teman, guru, dan juga orang lain. Proses pembelajaran sosial terhadap prasangka adalah sebuah pandangan bahwa prasangka diperoleh melalui pengalaman langsung, sebuah cara yang sama dari mana sikap diperoleh. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak dengan mengobservasi orang lain (Baron & Byrne, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan orang lain, sehingga pengaruh sosial merupakan hal yang dapat memunculkan adanya prasangka. Pengaruh sosial dapat dilihat dari hubungan dalam kelompok, baik antar-individu ataupun antar-kelompok, seperti kita sendiri yang merupakan anggota dari suatu kelompok (ingroups), tetapi kita juga bukan anggota dari kelompok lainnya (outgroups), sehingga konteks ingroup-outgroup merupakan suatu konteks yang sering dijumpai dalam kelompok. Prasangka dapat berawal dari kompetisi antar kelompok sosial, untuk memperoleh komoditas berharga atau kesempatan. Prasangka juga dapat berkembang dari adanya perjuangan untuk memperoleh pekerjaan, perumahan yang layak, sekolah yang baik, dan hasil yang diinginkan (Baron & Byrne, 2004). Melihat dari hasil wawancara dan observasi pada tanggal 04 September 2015, diketahui bahwa prasangka para siswa di peroleh dari adanya latar belakang

4 siswa yang berbeda, adanya kompetisi antar kelompok yang menjadi konflik bagi antar-kelompok, baik itu kompetisi dalam keunggulan belajar, bekerja sama dan melakukan aktivitas lainnya untuk saling bersaing memperoleh sesuatu yang berharga. Prasangka yang mereka alami berasal dari sesuatu hal yang bertentangan dengan keinginan mereka. Seperti kelompok A ( kamar santin 1) yang unggul dalam pelajaran bahasa Inggris dan kelompok B (kamar santin 2) yang unggul dalam pelajaran bahasa Arab serta memiliki komunikasi yang baik di depan umum. Ketika kelompok A meminta bantuan kelompok B untuk mengajari pelajaran bahasa Arab serta bagaimana caranya unggul dalam berkomunikasi di depan umum penuh percaya diri dengan menggunakan bahasa Arab, tetapi kelompok B menolaknya dan berkata mereka hanya ingin mengajari teman sekelompoknya saja, karena kalau mereka mengajari kelompok A pasti mereka akan tersaingi dan tidak unggul lagi. Begitu juga dengan kelompok A, karena kelompok B memicu persaingan maka pernyataan dari kelompok A juga sama, mereka juga tidak akan mengajari kelompok B bahasa Inggris karena takut tersaingi dan ingin membalas sakit hati terhadap kelompok B karena mereka tidak mau membantu kelompok A dalam belajar. Begitu juga dengan pernyataan kelompok lain, mereka hanya akan membela anggota kelompok mereka masingmasing demi mempertahankan keungulan kelompok mereka masing-masing bukan hanya dalam hal belajar tetapi juga dalam hal kekompakan menjaga kebersihan dan fasilitas asrama. Mereka menyatakan tidak jarang bahkan mereka pada akhirnya saling tidak tegur sapa antar kelompok untuk beberapa hari, karena

5 konflik dan prasangka yang mereka miliki bahkan tidak sedikit siswa putri yang memilih untuk keluar dari pesantren karena alasan ketidaknyamanan lingkungan. Kompetisi seperti itu dapat terus berlanjut, karena anggota kelompok yang terlibat didalamnya mulai memandang satu sama lain secara negatif yang membuat prasangkanya terus meningkat (White, 1977). Salah satu perilaku sebagai wujud dari prasangka antar-kelompok yang sering terjadi dalam masyarakat adalah diskriminasi dan tindak agresi sebagai wujud dari prasangka baik itu antar ras, kelompok usia,dan antar jenis kelamin. Kehidupan berasrama pada sekolah yang mengusung konsep sekolah berasrama, sangat sering terjadi perselisihan atau konflik bagi siswa yang disebabkan oleh beragamnya latar belakang para siswa. Dalam suatu kehidupan berasrama, perselisihan atau konflik yang terjadi dapat menyebabkan berbagai dampak buruk terhadap suasana lingkungan dan para siswa yang ada di dalamnya misalnya seperti kerusakan fasilitas asrama ataupun kerusakan sikap dan mental para penghuninya. Para siswa juga akan memberi label satu sama lain sebagai musuh, memandang kelompok mereka sendiri sebagai superior, serta menjaga jarak antara mereka dan lawan mereka. Kompetisi seperti itu yang dapat menimbulkan konflik langsung antarindividu maupun antarkelompok sebagai sumber atau faktor prasangka (Baron & Byrne, 2004). Konflik adalah keadaan dimana dua atau lebih motif tidak dapat dipuaskan karena mereka saling mengganggu satu sama lain (Lahey, 2003). Kita cenderung mendekati (approach) hal yang kita inginkan, dan menghindari (avoidance) hal

6 yang tidak kita inginkan. Ada tiga jenis utama konflik (Lewin, 1931; Miller 1944 dalam Lindzey & Hall, 1985), yaitu approach-approach conflict, avoidanceavoidance conflict, dan approach-avoidance conflict. Berdasarkan konflik tersebutlah para siswa berprasangka dengan orang lain bahkan teman satu kamarnya sekalipun. Konflik yang terjadi menjadi pembelajaran sosial bagi siswa pesantren yang dilihat dan dipelajari sebagai pengalaman yang nantinya sebagai pertimbangan untuk menunjukkan sikap positif atau negatif pada setiap orang. Menurut Kurt Lewin (dalam Lindzey & Hall 1985) menyatakan bahwa konflik adalah keadaan dimana daya di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya. Kedudukan psikologis dari konflik muncul ketika berada di bawah tekanan untuk merespon secara simultan dua atau lebih daya. Konflik itu sendiri terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simultan. Daya adalah suatu hal yang menyebabkan perubahan. Bila dua motif saling bertentangan, kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif lain. Meninjau dari hasil observasi, hasil wawancara, dan pendapat beberapa ahli, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Konflik Dengan Prasangka Kelompok Pada Siswa Pesantren Mawaridussalam, Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik akan berpengaruh pada prasangka kelompok siswa pesantren. Konflik yang timbul

7 dapat dilihat dari seringnya kelompok berkompetisi untuk lebih unggul daripada kelompok lain, adanya ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan, serta memandang kelompok sendiri superioritas dan merendahkan kelompok lain dapat memicu peningkatan prasangka pada antar kelompok. C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ingin diteliti adalah apakah ada hubungan antara konflik dengan prasangka kelompok pada siswa pesantren Mawaridussalam? D. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konflik dengan prasangka kelompok pada siswa pesantren Mawaridussalam. E. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas ruang lingkup perkembangan dan menambah wacana serta memperkaya sumber kepustakaan psikologi pada umumnya khususnya di bidang psikologi sosial dan psikologi perkembangan untuk dapat dijadikan sebagai penunjang bahan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan sebagai gambaran bahwa wujud dari prasangka adalah perilaku agresi antar kelompok yang menjadi salah satu ciri dari orang

8 yang berprasangka. Untuk mengurangi perilaku agresi antar kelompok pada remaja maka harus mengurangi prasangka kelompok, dan untuk mengurangi prasangka kelompok maka harus mengurangi konflik yang ada pada kelompok. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuan bagi siswa agar berkompetisi secara sehat dalam belajar tanpa harus bermusuhan sehingga dapat mengurangi konflik pada setiap siswa yang tinggal di asrama dengan teman beda kamar, dengan berkurangnya konflik akan mengurangi berkembangnya prasangka pada setiap siswa. Bagi orang tua agar memberikan nasihat baik dan mencontohkan hal yang jauh dari kata prasangka agar anak dapat berkompetisi secara positif sehingga mengurangi aktivitas dari prasangka yang diwujudkan dalam tingkah laku negatif pada anak.