HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu sistem, pengorganisasian,

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275 rhezayustar@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan asertivitas pada remaja SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan skala konsep diri (α = 0,878) dan skala asertivitas (α = 0,865) sebagai alat pengambilan data. Penelitian dilakukan pada 278 siswa SMA. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rxy = 0,512 dengan p = 0,000 (p < 0,05) artinya hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Konsep diri yang positif akan meningkatkan asertivitas yang dimiliki oleh siswa dan sebaliknya jika konsep diri yang dimiliki oleh siswa negatif maka asertivitas yang dimiliki oleh siswa akan menurun. Konsep diri memberikan sumbangan efektif pada asertivitas sebesar 26,2%. Secara keseluruhan, hasil menunjukan bahwa mayoritas siswa-siswi SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang memiliki konsep diri dan asertivitas yang positif. Kata kunci : konsep diri, asertivitas, remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Setiap manusia tidak dapat lepas dengan individu lain dan memiliki hasrat untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan bergaul dengan individu lain. Dilihat dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi sosial yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Saat masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain, ingin memiliki popularitas, serta kasih sayang dari teman sebaya. Remaja secara psikologis dan sosial berada dalam tahap berpikir kritis dan peka. Peka terhadap perubahan, dan mudah terpengaruh pada berbagai macam perkembangan di lingkungan sekitarnya (Hurlock, 2014). Perkembangan sosial merupakan suatu pencapaian yang matang dalam hubungan sosial. Setiap individu dilahirkan belum memiliki sifat sosial. Individu harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan individu lain untuk mencapai kematangan sosial. Kemampuan ini diperoleh individu melalui bermacam kesempatan atau pengalaman bergaul dengan individu-individu di lingkungan sosial disekitarnya, baik orangtua, saudara, teman sebaya dan orang dewasa lainnya (Yusuf, 2011). Remaja merupakan suatu periode transisi, di mana individu mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikis dari masa anak-anak menuju ke masa

dewasa awal (Hurlock, 2014). Berkembangnya sosial kognitif pada remaja seperti kemampuan memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik sifat pribadi, minat, nilai-nilai mapupun perasaannya. Hal ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih dengan teman sebayanya. Berkembangnya sikap kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti pendapat, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan teman sebaya juga terjadi pada remaja. Perkembangan seperti ini juga dapat memberikan dampak positif maupun negatif pada remaja (Yusuf, 2011). Santrock (2012) berpendapat perkembangan remaja diwarnai dengan interaksi antara faktor-faktor genetik, biologis, lingkungan, dan sosial. Selama masa kanakkanak, remaja menghabiskan ribuan jam untuk berinteraksi dengan orangtua, teman sebaya, dan guru. Kini tiba waktunya remaja dihadapkan pada perubahan biologis yang dramatis, pengalaman baru, serta tugas perkembangan baru. Relasi dengan orangtua dapat terwujud di dalam suatu bentuk yang berbeda dari sebelumnya. Interaksi dengan teman sebaya menjadi lebih akrab. Terkait dengan itu maka remaja perlu mempunyai kemampuan menyampaikan perasaannya secara langsung, jujur, dan terbuka pada orang lain namun tetap menjaga hak-hak serta perasaan pihak lain agar remaja terhindar dari keadaan negatif. Remaja memerlukan kemampuan yang mendukung proses mereka dalam bersosialisasi. Selama proses perkembangan sosial individu harus mampu untuk mengekspresikan perasaan dengan berani dan tegas terhadap stimulus yang muncul dari lingkungan sekitarnya. Banyaknya perubahan yang terjadi pada remaja

menimbulkan masalah bagi siswa SMA (Santrock, 2012). Remaja identik dengan teman sebaya yang kebanyakan remaja sulit untuk menolak ajakan teman, remaja akan cenderung untuk mengikuti segala sesuatu yang dikerjakan temannya asalkan mereka bersama-sama baik hal itu positif maupun negatif. Oleh sebab itu, remaja harus memiliki ketegasan dan keberanian untuk menolak ajakan dari teman sebaya maupun lingkungan tanpa keraguan atau rasa berselah jika menolak ajakan teman agar terhindar dari perilaku menyimpang, karena peran teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja (Hurlock, 2014). Kemampuan untuk menjadi tegas, berani menolak tanpa menyinggung perasaan individu lain, dan berbicara apa adanya disebut dengan asertivitas. Remaja sangat memerlukan kemampuan untuk menjadi asertif. Santrock (2008) mendefinisikan asertivitas adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan keinginan, perasaan, dan segala pikiran apa adanya, tanpa menyinggung individu lain dan tetap mempertahankan hak-hak pribadi diri sendiri. Asertivitas memiliki dampak yang baik terhadap diri sendiri maupun orang lain dalam proses belajar, bersosialisasi, maupun dalam segala perkembangan sepanjang kehidupan manusia (Alberti & Emmons, 2008). Jay (2007) berpendapat bahwa, asertivitas merupakan kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkannya dengan secara jujur, apa adanya, tidak menyakiti orang lain, dan menyakiti diri sendiri serta individu mendapatkan apa yang diinginkannya. Alberti dan Emmons (2008) berpendapat bahwa, asertivitas

adalah suatu kemampuan individu untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pribadi maupun orang lain. Dalley (2013) mengemukakan bahwa asertif berarti bersikap jujur dengan diri sendiri dan orang lain. Berarti individu dapat dengan mudah mengatakan apa yang diinginkan tanpa menyinggung orang lain, sikap tegas didasarkan pada keyakinan bahwa kebutuhan, keinginan, dan opini dari kedua belah pihak. Garner (2012) juga berpendapat asertif ialah kemampuan individu untuk terbuka, jujur, berdiri sendiri, mampu memahami individu lain serta dianggap sama atau setara dengan lingkungan sosialnya namun tetap mempertahankan keunikan yang ada dalam diri individu. Individu yang asertif juga mampu untuk menemukan win-win solution pada setiap konflik yang sedang terjadi. Sikone (2007) berpendapat asertivitas cukup bermanfaat bagi individu karena dapat memudahkan dalam bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan sosial baik dalam teman sebaya maupun individu yang lebih tua secara efektif. Selain itu, remaja juga dapat mengungkapkan apa yang dirasakan secara langsung dan terus terang tanpa menyinggung perasaan dan hak-hak pribadi orang lain, sehingga individu dapat terhindar dari ketegangan dan perasaan tidak nyaman karena menahan atau menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan. Sikone (2007) juga menambahkan bahwa perilaku asertif dapat mengefektifkan pemecahan masalah yang diperoleh

individu dan dapat meningkatkan kemampuan kognitif remaja serta mengetahui kekurangan diri dan berusaha untuk memperbaikinya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Husetiya (2010) menunjukkan hasil bahwa siswa yang memiliki asertivitas tinggi cenderung dapat bekerja sama dan dapat berkembang untuk mencapai suatu tujuan yang lebih baik. Siswa yang memiliki asertivitas cukup tinggi dapat membaca situasi yang terjadi disekitarnya dengan baik sehingga memudahkannya untuk menempatkan diri pada lingkungan sosial disekitarnya. Sebaliknya, siswa dengan asetivitas yang rendah akan kesulitan dalam membaca situasi dan menempatkan diri dalam lingkungan sosial sekitarnya. Remaja yang kurang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan kebutuhan dapat menjadi remaja yang tidak memiliki keyakinan diri. Terdapat beberapa kasus di sekolah maupun di luar sekolah seperti remaja terjerumus pada tawuran, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, dan seks bebas karena remaja terpengaruh teman sebaya sehingga tidak berperilaku asertif. Remaja yang kurang memiliki asertivitas akan mudah terpengaruh oleh pergaulan teman sebaya yang negatif. Sarwono (2012) memperkuat bahwa, pengaruh teman sebaya merupakan sumber dari perilaku siswa yang negatif. Beberapa penelitian mengungkapkan mengenai rendahnya asertivitas pada remaja akan membuat remaja berperilaku buruk. Arswendo (dalam Sarwono 2012) melakukan penelitian pada remaja yang pernah berkelahi dan tawuran karena kesetiakawanan, sedangkan faktor penting yang mempengaruhi perkelahian dan

tawuran adalah teman, pacar dan sahabat. Penelitian lain yang dilakukan Pranata (2016) menyebutkan konformitas teman sebaya memiliki hubungan yang positif dengan intensi seksual pranikah. Konformitas teman sebaya yang tinggi akan diikuti intensi seksual yang tinggi. Teman sebaya sangat berpengaruh besar pada perkembangan sosial bagi remaja. Sari (2009) juga menemukan hasil yang sama bahwa fenomena remaja yang melakukan seks bebas dikarenakan bujukan dan tekanan dari teman sebaya, sehingga remaja melakukan seks bebas agar mendapatkan pengakuan dari teman dan diterima sebagai anggota dari kelompok teman sebaya. Remaja tersebut melakukan tindakan buruk karena kurang mampu untuk menolak dan mengatakan apa yang dirasakan, dengan kata lain remaja kurang mampu untuk bersikap asertif. Maraknya kasus seks bebas, penyalahgunaan obat-obatan, serta kecanduan online game merupakan suatu contoh dampak buruk kemampuan asertivitas yang rendah. Remaja yang masih berada pada fase labil dalam pencarian identitas, tidak jarang terjerumus ke dalam hal yang negatif dan merusak dirinya. Berdasarkan data dari BKKBN pada tahun 2013, anak usia 10-14 tahun yang telah melakukan aktivitas seks di luar nikah mencapai 4,38%, sedangkan pada usia 14-19 tahun sebanyak 41,8% (Herman 2013). Pada tahun 2013 tercatat pula ada 25 juta lebih pemain online game di Indonesia. Setiap tahunnya jumlah pemain online game di Indonesia meningkat antara 5-10% (Anjungroso, 2014).

Hasil penelitian Novianti dan Tjalla (2008) menyebutkan bahwa remaja belum dapat mengembangkan perilaku asertif di dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosialnya. Remaja enggan berperilaku asertif karena menghindari hukuman dari orangtua dan juga takut dijauhi teman-temannya. Selain dalam lingkungan sosial, asertivitas juga diperlukan di bidang pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Darwono (2014) berpendapat bahwa kebanyakan siswa masih takut untuk bertanya dan menyampaikan pendapat pada guru. Darwono juga menjelaskan ada lima hal yang menjadikan siswa pasif di dalam kelas. Pertama, siswa cenderung takut dan kurang percaya diri untuk bertanya dan menyampaikan pendapat; kedua, siswa menjadi takut jika pendapat dan pertanyaan yang diajukan salah; ketiga, siswa tidak mengerti dan tidak mau bertanya serta hanya menunggu penjelasan dari guru saja; keempat, siswa khawatir jika pendapatnya tidak sesuai dengan pendapat gurunya sehingga menjadikan siswa patuh dalam segala yang diucapkan guru; kelima, mentalitas yang meremehkan yang berarti ada siswa yang meremehkan materi pelajaran di kelas lantaran mereka tahu bahwa di luar sana banyak orang sukses tanpa harus menguasai materi pelajaran terebut.. Asertivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis kelamin, harga diri, kebudayaan, tipe kepribadian, tingkat pendidikan, dan situasi tertentu. Rathus dan Nevid (dalam Fansterhem & Baer, 2005) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya asertivitas adalah harga diri. Fansterhem &

Baer (2005) mendefinisikan harga diri adalah keyakinan individu untuk mempengaruhi dalam kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Individu yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial yang rendah, keadaan tersebut akan menyebabkan individu dapat dengan mudah mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan diri sendiri dan orang disekitarnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yasdiananda (2013) pada siswa SMA menunjukan bahwa untuk berperilaku asertif dibutuhkan harga diri yang positif. Harga diri merupakan sumber dalam diri individu yang berguna untuk meningkatkan asertivitas pada siswa tersebut. Individu yang asertif merasa bebas untuk menyatakan diri terhadap orang lain, Individu tersebut mampu mengungkapkan perasaan, pikiran dan keyakinan secara langsung, jujur dan terbuka. Individu yang asertif memiliki ciri mampu mengekspresikan perasaan dengan baik pada semua orang karena mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Disamping itu orang yang asertif menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan diri tanpa mengesampingkan, menyakiti atau-pun mengecilkan arti orang lain. Cara remaja memandang dan menilai dirinya akan mempengaruhi pula cara remaja dalam memandang dan menilai remaja lain. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satuti (2014), terdapat hubungan positif dan searah antara harga diri dengan perilaku asertif. Menurut Townend (2007) orang yang berperilaku asertif adalah orang yang mempunyai kepercayaan diri dan harga diri yang cukup, menghargai dirinya dan juga orang lain,

terbuka dan bertanggungjawab, suka mendengar pikiran dan perasaan orang lain dan mengharap timbal balik dari orang lain. Tanpa harga diri yang positif seseorang akan kesulitan dalam berperilaku asertif, karena mereka takut dikritik atau dinilai orang lain saat menyampaikan ide atau pendapatnya. Santrock (2007) menambahkan harga diri didefinisikan sebagai evaluasi individu yang bersifat global. Santrock (2012) menambahkan, individu dengan penghargaan diri yang tinggi dapat mengacu pada persepsi yang akurat mengenai nilai seseorang sebagai manusia serta keberhasilan dan pencapaiannya. Sebaliknya individu dengan penghargaan diri yang rendah mengindikasikan persepsi mengenai kekurangan atau penyimpangan seseorang. Remaja yang memiliki penghargaan diri tinggi akan memiliki konsep diri yang positif, begitu juga sebaliknya remaja yang memilki penghargaan diri rendah akan memiliki konsep diri yang negatif. Syam (2012) mendefinisikan konsep diri sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap diri sendiri. Santrock (2007) berpendapat konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya. Konsep diri merujuk pada evaluasi yang menyangkut bidang tertentu dari diri. Remaja melakukan evaluasi diri dalam berbagai bidang, akademik, atletik, penampilan fisik, dan sebagainya. Singkatnya konsep diri merujuk pada evaluasi di bidang-bidang tertentu. Menurut Susan (2006), remaja yang memiliki konsep diri yang positif akan membentuk penghargaan diri yang tinggi. Harga diri yang merupakan evaluasi terhadap diri sendiri akan menentukan sejauhmana remaja yakin akan kemampuan dirinya, sehingga segala perilaku akan selalu tertuju pada

keberhasilan. Remaja dengan konsep diri yang positif akan berusaha untuk selalu mewujudkan konsep diri ideal, sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri negatif akan mengevaluasi yang cenderung negatif terhadap dirinya. Syam (2012) juga menambahkan, konsep diri yang terbentuk pada diri juga akan menentukan penghargaan yang diberikan pada diri. Penghargaan terhadap diri atau lebih dikenal dengan self esteem ini meliputi penghargaan terhadap diri sebagai manusia yang memiliki tempat di lingkungan sosial. Penghargaan ini akan mempengaruhi dalam berinteraksi dengan individu lain. Menurut Syam (2012), individu dikatakan memiliki konsep diri negatif apabila individu tersebut meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimis terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, tetapi lebih sebagai halangan. Individu dengan konsep diri negatif akan mudah menyerah dan jika gagal, akan menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga termasuk kegagalan yang dialaminya. Individu dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Saputri (2017) siswa dengan konsep diri positif akan diikuti dengan kecemasan berbicara di depan umum yang rendah. Siswa dengan konsep diri positif akan mampu memandang dirinya secara positif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri pada siswa tersebut. Hasil lain dari Sari (2015) menunjukan bahwa remaja yang memiliki tingkat konsep diri rendah akan diikuti dengan tingkat kesepian yang tinggi. Remaja dengan konsep diri negatif cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, sehingga tidak dapat menciptakan kehangatan dan keakraban dalam pertemanan. Perasaan rendah diri akan menyebabkan remaja merasa malu dan kesepian, sebab individu akan selalu membandingkan diri sendiri dengan individu lain. Hurlock (2014) berpendapat ada banyak hal yang menyebabkan perkembangan konsep diri kurang baik selama masa remaja. Beberapa diantaranya disebabkan alasan pribadi dan alasan lingkungan. Hampir semua remaja mempunyai konsep diri yang tidak realistik mengenai penampilan dan kemampuannya kelak setelah dewasa, konsep-konsep yang seringkali berasal dari masa kanak-kanak pada saat konsep diri ideal terbentuk. Remaja cenderung tidak sosial bahkan mungkin berperilaku antisosial, sehingga mempengaruhi perlakuan orang-orang terhadap dirinya. Perlakuan individu lain sangat mempengaruhi konsep diri, yang menimbulkan sikap negatif terhadap diri sendiri. Remaja yang mengembangkan konsep diri kurang baik, hal itu akan segera nampak dalam perilakunya. Remaja menjadi menarik diri, sedikit melibatkan diri dalam kegiatan atau pembicaraan

kelompok, agresif, dan bersikap bertahan. Terlepas dari bentuk ungkapan konsep diri yang kurang baik, perilaku remaja adalah sedemikian rupa sehingga menambah sikap sosial yang kurang baik terhadap sikap yang sudah ada. Sarwono (2012) menambahkan saat remaja perkembangan otak yang belum matang menyebabkan remaja sangat rentan terpengaruh oleh orang lain, remaja memandang suatu permasalahan dan menyelesaikannya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Remaja cenderung melakukan sesuatu hal sesuai dengan kesenangannya, hal-hal yang bertolak belakang dengannya cenderung diabaikan. Akibatnya, remaja cenderung mengabaikan aturan-aturan dan peringatan dari orang dewasa. Ketidakmatangan cara berpikir menjadikan masa remaja menjadi masa yang penuh emosi. Kurang bisa mengendalikan emosi yang akan berdampak pada agresivitas serta tidak mampu mengatasi masalah dan penyelesain konflik dengan baik (win-win solution). Hal itu berkaitan dengan asertivitas, oleh sebab itu asertivitas penting untuk perkembangan remaja dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun teman sebaya. Remaja yang mengalami perubahan psikis dan memasuki fase labil harus memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku negatif. Konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya sendiri, remaja yang memiliki konsep diri yang positif maka akan menjadi yakin akan kemampuannya untuk mengatasi masalah, menyadari bahwa setiap individu memiliki berbagai macam perasaan, keinginan dan tahu mana hak-hak setiap individu. Pemaparan yang telah dijelaskan tersebut menunjukkan bahwa konsep diri dapat diprediksi memiliki peran

yang begitu penting untuk mengembangkan asertivitas pada remaja sehingga proses belajar mengajar dan bersosialisasi dapat berjalan dengan baik. Remaja yang memiliki konsep diri negatif akan menjadikan ramaja tersebut tidak akan pernah menjadi dirinya sendiri kerena remaja tidak mengenal baik siapa dirinya yang sebenarnya. Kondisi ini menegaskan bahwa begitu pentingnya remaja mengenali siapa dirinya sendiri atau konsep diri yang membedakan individu satu dengan lainnya, agar remaja dapat menilai kemampuan dirinya dalam memainkan peran sosial. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusparani (2014) menunjukan bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dengan asertivitas dalam penelitian tersebut. Individu yang memiliki skor konsep diri tinggi akan memiliki skor asertivitas yang tinggi juga. Begitu pula sebaliknya, individu yang memiliki skor konsep diri rendah akan memiliki skor asertivitas yang rendah juga. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian replika mengenai konsep diri dengan asertivitas pada remaja, namun pada sekolah yang berbeda dan dengan jumlah subjek penelitian yang lebih banyak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dituliskan oleh peneliti, maka rumusan masalah yang diambil adalah apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan asertivitas pada remaja.

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan asertivitas pada remaja dan seberapa besar sumbangan efektif konsep diri terhadap asertivitas remaja. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi akademisi untuk memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu di bidang psikologi sosial dan psikologi pendidikan. Khususnya untuk menjalin hubungan antara siswa dan guru agar proses belajar mengajar menjadi lancar. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan informasi kepada guru, orangtua, maupun siswa bahwa pentingnya memiliki konsep diri yang positif serta asertivitas yang tinggi untuk membantu siswa dalam menyelesaikan salah satu tugas perkembangannya.