BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang berkembang dengan pesat telah menimbulkan persaingan ekonomi yang ketat. Persaingan mengharuskan perusahaan untuk memanfaatkan dan mengalokasikan sumber dayanya secara lebih efektif dan efisien untuk menghadapi pesaing bisnisnya. Menurut Tugiman (1996:9), era globalisasi akan mempertajam persainganpersaingan di antara perusahaan, sehingga perlu pemikiran yang semakin kritis atas pemanfaatan secara optimal penggunaan berbagai sumber dana dan daya yang ada. Agar perusahaan dapat bertahan atau bahkan berkembang diperlukan upaya penyehatan dan penyempurnaan meliputi peningkatan produktivitas, efisiensi serta efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Menghadapi hal ini, berbagai kebijakan dan strategi terus diterapkan dan ditingkatkan. Kebijakan yang ditempuh manajemen antara lain meningkatkan pengendalian perusahaan. Untuk dapat menciptakan pengendalian intern yang memadai di dalam suatu organisasi atau perusahaan, maka manajemen perusahaan membutuhkan bantuan dari fungsi pemeriksaan intern atau audit internal, agar perusahaan tersebut dapat bertahan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Pada saat ini peran audit internal lebih mengutamakan peran consulting daripada watchdog (mencari-cari kesalahan) dikarenakan paradigma lama yang sudah 1
2 berganti, bahwa peran audit internal lebih mengedepankan sifat pencegahan (preventif) dan dalam hal ini dibutuhkan keterbukaan dari manajemen agar audit internal dapat mendeteksi dan memberi saran kepada manajemen atas operasional yang ada. Di dalam perusahaan diperlukan Audit Internal untuk melaksanakan tugasnya guna membantu manajemen agar mereka dapat menjalankan tanggungjawabnya secara efektif dan efisien. Dengan adanya mekanisme audit internal yang dilaksanakan oleh auditor internal, diharapkan manajemen dapat mencurahkan perhatiannya pada tugas pengelolaan, sedangkan tugas pengawasan sehari-hari atas perusahaan tersebut dapat dilaksanakan secara lebih intensif dan efektif tanpa mengurangi tanggungjawabnya. (Astuti,2010). Pada prinsipnya audit internal merupakan pemeriksaan intern yang independen, yang ada pada suatu perusahaan dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan perusahaan yang dilaksanakan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah tugas dan tanggung jawab yang diberikan telah dilaksanakan dengan sesuai. Untuk itu pemeriksaan, penilaian dan mencari fakta atau bukti perlu dilakukan audit internal, guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindaklanjuti. Adapun salah satu temuan auditor internal diantaranya adalah penemuan kecurangan. Dengan adanya pengendalian intern tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya kecurangan. Kecurangan (fraud) sering juga disebutkan dalam istilah yang lebih umum seperti pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lainnya. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan (pressure) untuk melakukan penyelewengan atau
3 dorongan untuk memanfaatkan kesempatan (opportunity) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan karena kebetulan maupun karena suatu usaha yang disengaja. Maka dari itu manajemen perlu berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan yang terjadi di perusahaan yang dikelolanya. Kecurangan (Fraud) hingga saat ini merupakan salah satu hal yang fenomenal baik di negara berkembang dan negara maju. Kecurangan merupakan penyimpangan dan perbuatan hukum yang dilakukan secara sengaja, untuk keuntungan pribadi/ kelompok secara fair; secara langsung dan tidak langsung merugikan pihak lain (Koesmana, Kristiawan, dan Rizki,2007:62). Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan, penelitian dan pemeriksaan aktivitas organisasi atau perusahaan perlu dilakukan secara terus menerus, untuk memastikan apakah sistem dan proses serta sumber daya yang tersedia telah memadai. Kegiatan ini disertai dengan pengujian untuk memastikan apakah aktivitas perusahaan telah berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan manajemen bahwa laporan keuangan dan non keuangan yang diterimanya merupakan laporan yang relevan, akurat dan tepat untuk bahan pengambilan keputusan.
4 Bentuk kecurangan yang sering terjadi diantaranya meliputi management fraud dan employee fraud. Management fraud yang terjadi dalam bentuk penggelapan aktiva perusahaan, misalnya penggelapan uang perusahaan yang didukung dengan pemanipulasian laporan keuangan, dimana data dan informasi akuntansi yang akan disajikan dalam laporan keuangan diubah dengan sengaja. Sedangkan employee fraud yang terjadi diataranya pemalsuan daftar gaji yaitu dengan menciptakan karyawan palsu, dan kemudian menguangkan gaji tersebut. Sedangkan menurut Arens dalam buku Auditing and Assurance services-an Integrated Approach (2008:338), kecurangan terdiri dari : 1. Fraudulent Financial Reporting (kecurangan laporan keuangan). 2. Misappropriation of Assets (penyalahgunaan asset). Praktek kecurangan merupakan satu dari berbagai macam permasalahan yang terjadi dalam lingkungan organisasi. Praktek kecurangan itu dapat terjadi bahkan pada organisasi yang memiliki pengendalian intern yang baik sekalipun. Gejala kecurangan dapat dilihat jika seseorang melihat dengan cukup lama dan mendalam. Pelaku kecurangan dapat datang dari segala tingkat manajemen atau masyarakat. (Norsain:2014). Kecurangan akuntansi dapat terjadi di berbagai sektor dan bidang seperti perusahaan BUMN, swasta, manufaktur, jasa, maupun perbankan sekalipun. Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
5 dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (http://www.ojk.go.id/bank-umum). Adapun artikel yang dikeluarkan oleh www.iaikap@akuntanpublik.org yang berjudul Modus-modus Penjarahan BUMN menuliskan bahwa pada saat rapat kerja dengan DPR pada tanggal 19 Mei 2009, Menteri BUMN melaporkan adanya dugaan korupsi pada 16 BUMN. Sejak tahun 2011, tidak ada lagi BUMN yang berpredikat sehat. Banyaknya korupsi ini merupakan indikasi bahwa tata kelola perusahaan kecenderungannya tidak berjalan optimal, Standard Operational Procedure (SOP) sering dilanggar, Satuan Pengawasan Intern (SPI) kurang diberdayakan dan fungsi-fungsi SPI dikecilkan oleh dewan direksi. PT Bank Mandiri Tbk. merupakan salah satu BUMN di Indonesia yang bergerak di industri perbankan didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi Bank Mandiri, dimana masing-masing bank tersebut memiliki peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Semakin kompleksnya kegiatan operasional perusahaan dan banyaknya kantor cabang yang tersebar di Indonesia, dapat menimbulkan dampak pada keterbatasan komunikasi antara manajemen puncak dengan berbagai operasi yang ada untuk menelaah keefektifan kinerja yang memuaskan. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengetahui apakah prosedur yang ditetapkan telah ditaati, apakah para karyawan bekerja dengan efisien, apakah pendekatan-pendekatan yang ada
6 masih efektif pada kondisi ekonomi saat ini. Keterbatasan komunikasi antara manajemen puncak dengan lini operasional perusahaan inilah yang dapat menimbulkan kecurangan seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, pemalsuan, dan lain-lain. Kecurangan di BUMN dapat menyebabkan kerugian negara. Menurut Akbar (2014), kerugian negara merupakan akibat dari perbuatan yang bersifat melawan hukum melalui penyalahgunaan wewenang, kesempatan dari seseorang atau korporasi untuk memperkaya diri sendiri. Intinya, kerugian keuangan negara merupakan akibat dari tindak pidana korupsi dengan modus melawan hukum dan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Dalam menjalankan kegiatannya, PT Bank Mandiri Tbk terdeteksi adanya kecurangan yang meliputi management fraud. Ini merupakan suatu bentuk penyelewengan atau penyalahgunaan dana pinjaman yang diberikan oleh perusahaan. Salah satu kasus yang terjadi adalah merupakan kasus pinjaman yang melibatkan perusahaan negara yakni Bank Mandiri kepada Grup Medco, dalam hal pinjaman dana sebesar Rp5,1 triliun untuk mengakusisi PT Newmont. Diketahui, jika Bank Mandiri memberikan pinjaman kepada Medco dari hasil pinjaman China Development Bank (CDB) senilai USD3 miliar kepada 3 Bank BUMN yang semestinya diperuntukan sebagai modal pembangunan infrastruktur. Namun oleh pihak Bank Mandiri dana tersebut justru disalurkan kepada Grup Medco yang mendapat pinjaman senilai USD395.000.000 atau senilai Rp5,1 triliun. Terdiri dari PT Medco E&P Tomori senilai USD50.000.000, PT Medco
7 Energy International TBK USD245.000.000 dan PT Medco Energi Internasional USD100.000.000. (REZA), (Redaksi, Tanggal 3 April 2016). Kasus lainnya yaitu pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri. Kasus ini melibatkan lima orang tersangka, salah satunya customer service bank tesebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar (kompas, 2011). Selain itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) (okezone.com, 2016) mencatat bahwa Bank Mandiri paling banyak dikeluhkan selama tahun 2015. Dari total pengaduan konsumen selama 2015, bank menjadi pengaduan terbesar dengan 176 pengaduan. Di mana, masalah kartu kredit menjadi masalah perbankan yang paling sering dikeluhkan dengan total 70 pengaduan, dan Bank Mandiri menjadi bank yang paling sering diadukan sebanyak 22 pengaduan. masalah kartu kredit yang diadukan ialah masalah pembobolan yang di mana YLKI masih mempertanyakan sistemnya. Kecurangan-kecurangan seperti ini harus dapat diantisipasi agar tidak menghambat kemajuan PT Bank Mandiri Tbk sendiri dengan adanya Audit Internal yang harus melakukan pengawasan atas keseluruhan kegiatan perusahaan. Situasi dan kondisi seperti ini akan terlihat dari analisa auditor. Kekeliruan dan ketidaksesuaian prosedur dilapangan akan segera diperbaiki melalui saran auditor, sehingga kesalahan fatal dalam perusahaan ini dapat dicegah lebih dini atau bahkan dapat dihindari.
8 Untuk menangani maupun mencegah fraud pada badan pemerintah, diperlukan upaya preventif yang berkaitan dengan cara mengendalikan faktor pendorong timbulnya fraud. Untuk melaksanakan strategi tersebut, maka sistem pengendalian intern harus diterapkan secara efektif. Pengendalian intern yang baik memungkinkan manajemen siap menghadapi perubahan ekonomi yang cepat, persaingan, pergeseran permintaan pelanggan dan fraud serta restrukturisasi untuk kemajuan yang akan datang (Ruslan,2009). Diperlukan pemikiran yang jelas dengan upaya yang lebih sistematis dalam menanggulangi terjadinya fraud. Hal penting yang harus diidentifikasikan adalah penyebab utama terjadinya fraud sehingga bisa dirumuskan strategi yang tepat untuk menanggulangi atau paling tidak mengurangi intensitas yang ditimbulkan dari fraud tersebut. Hal ini kemudian yang disebut sebagai pencegahan terhadap terjadinya fraud. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Santa Clara Perangin-Angin (2015) telah membuktikan bahwa audit internal memiliki pengaruh dalam hal pencegahan kecurangan. Berdasarkan nilai R diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.752. Hal ini berarti 75,2% audit internal yang dilaksanakan PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah memadai dan berperan dalam pencegahan terjadinya kecurangan. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) STUDI KASUS PADA PT. BANK MANDIRI TBK. (PERSERO) BANDUNG.
9 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu, seberapa besar signifikansi Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) pada PT Bank Mandiri Tbk. Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan kecurangan (Fraud). Dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data serta informasi yang relevan untuk penelitian. Adapun penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami pengetahuan yang dipelajari oleh peneliti dengan melihat pelaksanaannya dalam praktik yang sebenarnya. Sesuai dengan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka maksud dan tujuan penelitian yang lebih spesifik adalah untuk mengetahui signifikansi Pengaruh Audit Internal terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) pada PT Bank Mandiri Tbk. Bandung.
10 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dan diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun secara tidak langsung bagi: a. Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah fraud yang terjadi di PT Bank Mandiri Tbk dan cara kerja sistem pengendalian intern yang sesungguhnya, serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Widyatama. b. Perusahaan Penelitian ini dapat menambah informasi bagi manajemen tentang pentingnya pengaruh audit internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) untuk dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan pengendalian operasi yang lebih efektif. c. Pihak Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan informasi pendukung bagi penelitian selanjunya yang melakukan penelitian dalam kajian ilmu sejenis. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penelitian ini dilakukan di PT Bank Mandiri Tbk. Bandung. Sedangkan pelaksanaan penelitian berlangsung pada bulan September 2016 sampai dengan Oktober 2016.