BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

P E N U T U P P E N U T U P

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ekonomi suatu daerah baik itu Kabupaten maupun kota yang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi pilar-pilar pertumbuhan ekonomi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

Kata Kunci : Analisis Lokasi, Analisis Kontribusi, Tipologi Klassen, koridor Jawa Timur

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

ECONOMIC GROWTH MODEL LOCATION QUOTIENT (LQ) IN EAST JAVA PROVINCE

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

BERITA RESMI STATISTIK


Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam periode 2004 sampai dengan 2008.

BAB III METODE PENELITIAN

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

KETERSEDIAAN DATA KESEHATAN MASYARAKAT DI PROP. JAWA TIMUR DINKES PROPINSI JATIM

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

TESIS ANALISIS LOCATION QUOTIENT DALAM PENENTUAN KOMODITAS IKAN UNGGULAN PERIKANAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAWA TIMUR

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTARA WILAYAH UTARA DAN SELATAN PROVINSI JAWA TIMUR

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

PENENTUAN LEADING SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan perkapita dalam pembangunan bidang ekonomi. Seiring dengan perubahan perekonomian yang akan terjadi di dunia Indonesia harus mempersiapkan diri agar bisa memanfaatkan perubahan sebagai peluang demi eksistensi bangsa serta agar terwujud masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Bahkan pada tingkat regional juga mampu meningkatkan perekonomian sektoral yang mampu meningkatkan keunggulan suatu wilayah atau daerah sehingga dari setiap potensi sektoral ekonomi yang ada tersebut diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dalam perkembangannya, pembangunan nasional pada saat ini telah dihadapkan pada banyak tantangan dan permasalahan yang sangat berbeda sifatnya dibandingkan pada massamassa yang lalu. Tantangan pertama berkaitan dengan kondisi eksternal yaitu seperti perkembangan internasional yang berhubungan dengan arus investasi dan perdangangan global. Sedangkan yang kedua bersifat internal, yaitu yang berkaitan dengan kondisi makro maupun mikro dalam negeri. Tantangan internal disini dapat meliputi struktur ekonomi contohnya, masalah ketahanan pangan, masalah ketersediaan lahan pertanian, masalah investasi dan permodalan, masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, SDM, lingkungan dan masih banyak lagi. Arsyad (1999,108) memberikan definisi bahwa perekonomian daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya

yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat yang ada di daerah. Menurut Kunarjo (1997; 29-55) mendefinisikan tentang pembangunan sebagai berikut: Pembangunan adalah suatu yang dinamis dan berkelanjutan seiring dengan perkembangan setiap aspek kehidupan masyarakat. Sebagai bagian dari urgensi pembangunan nasional, pembangunan daerah memerlukan penanganan yang intensif dari pemerintah maupun semua elemen agar dapat mencapai keberhasilan pembangunan yang sinerji. Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, perubahan dalam sikap hidup masyarakat dan perubahan dalam kelembagaan (institusi) nasional. Pembangunan juga meliputi perubahan dalam tingkat pertumbuhan ekonomi, pengurangan atas ketimpangan pendapatan dan pemberantasan kemiskinan. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan, maka pembangunan suatu negara dapat diarahkan pada tiga hal pokok yaitu: meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok bagi masyarakat, meningkatkan standar hidup masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial dalam kehidupannya (Todaro. 2004, 21). Pembangunan daerah merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengelola semua sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta guna menciptakan lapangan kerja baru serta mendorong perkembangan kegiatan ekonomi

(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan. (Blakely, 1989 dalam Mudrajad Kuncoro, 2004, 110). Namun demikian perbaikan pembangunan regional disemua sektor ekonomi tersebut masih jauh dibanding potensinya. Sekiranya semua daerah mampu meningkatkan intensitas pembangunan ekonomi wilayahnya secara sinergi dan efektif. Didalam kerangka ekonomi daerah, pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi daerah. Menurut Arsyad, (1999: 289) untuk pencapaian yang menjadi tujuan dari sasaran pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal. Permasalahan pokok dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan Gross Domestic Product (GDP), pengurangan kesenjangan pendapatan dan penghapusan kemiskinan. Tetapi kadang menjadi sebuah dilema antara mementingkan pertumbuhan ekonomi atau mengurangi kesenjangan pendapatan dimana pertumbuhan yang tinggi belum tentu memberi jaminan bahwa kesenjangan pendapatan akan rendah. Menurut W. Arthur Lewis dalam teorinya model dua sektor Lewis (Lewis two sector model) di Negara sedang berkembang terjadi transformasi struktur perekonomian dari pola perkonomian pertanian subsisten tradisional keperekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi kekehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Teori Lewis diakui sebagai teori umum yang

membahas proses pembangunan di Negara-negara Dunia ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja (Todaro, 2004, 133). Pandangan ini didukung oleh Clark yang telah mengumpulkan data statistik mengenai persentasi tenaga kerja yang bekerja di sektor primer, sekunder dan tersier dibeberapa Negara. Data yang dikumpulkannya itu menunjukkan bahwa makin tinggi pendapatan perkapita suatu negara makin kecil peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja, akan tetapi sebaliknya sektor industri makin penting peranannya dalam menampung tenaga kerja (Sadono Sukirno, 1985,75). Kriteria utama keberhasilan pembangunan daerah adalah bentuk PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) secara sektoral maupun perkapita, oleh karena itu PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) menunjukkan kemampuan suatu daerah tertentu dalam menghasilkan pendapatan dalam proses produksi daerah dalam setiap sektoral ekonomi. Provinsi Jawa Timur sendiri terbagi menjadi 38 Kabupaten/Kota, 29 Kabupaten dan 9 Kota seperti yang digambarkan dalam peta dibawah ini: Gambar 1.1 Peta Jawa Timur Sumber: www.jatim.com/wikipedia, 2013.

Propinsi Jawa Timur terbagi lagi menjadi beberapa koridor yang meliputi Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, yaitu: 1. Koridor Utara Selatan terdiri dari Gresik - Surabaya - Sidoarjo - Mojokerto - Pasuruan - Malang - Blitar - Batu. 2. Koridor Barat Daya terdiri dari Jombang - Kediri - Tulungagung - Trenggalek - Nganjuk - Madiun - Ponorogo - Pacitan - Magetan. 3. Koridor Timur terdiri dari Probolinggo - Situbondo - Bondowoso - Lumajang - Jember - Banyuwangi. 4. Koridor Utara terdiri dari Lamongan - Tuban - Bojonegoro - Ngawi - Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep. Masing-masing koridor memiliki sembilan sektor ekonomi. Kesembilan sektor itu meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air bersih, bangunan atau konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa. Masing-masing sektor memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing koridor dan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Seperti data pertumbuhan ekonomi Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Jawa Timur yang dilihat dari PDRB dibawah ini: Tabel 1.1 Pertumbuhan Rata-rata PDRB Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Jawa Timur ADHK 2000 Tahun 2008-2011 Dalam (%) No Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 Rerata 1 Kab. Gresik 5.03 5.10 4.32 1.77 4.06 2 Kab. Pasuruan 5.51 6.44 5.55 4.73 5.56 3 Kab. Mojokerto 4.17 4.83 4.77 4.15 4.48

4 Kab. Sidoarjo 4.47 4.51 3.52 3.25 3.94 5 Kab. Malang 4.75 5.58 5.00 4.52 4.96 6 Kab. Blitar 5.02 5.68 5.73 4.99 5.36 7 Kota Surabaya 6.51 6.67 6.56 4.99 6.18 8 Kota Batu 5.72 5.58 6.05 5.25 5.65 9 Kota Pasuruan 6.13 5.93 5.91 4.95 5.73 10 Kota Mojokerto 5.14 5.54 5.59 4.93 5.30 11 Kota Malang 5.34 5.61 5.55 4.00 5.12 12 Kota Blitar 5.03 5.14 6.01 4.90 5.27 13 Kab. Lamongan 4.47 4.51 3.52 3.25 3.94 14 Kab. Tuban 4.75 5.58 5.00 4.52 4.96 15 Kab. Bojonegoro 5.02 5.68 5.73 4.99 5.36 16 Kab. Ngawi 5.81 5.09 4.95 5.01 5.78 17 Kab. Bangkalan 4.60 4.39 4.97 4.46 5.32 18 Kab. Sampang 4.16 4.82 4.98 5.15 5.64 19 Kab. Pamekasan 4.02 4.14 4.29 4.31 4.39 20 Kab. Sumenep 4.57 4.92 4.95 5.01 5.12 Sumber: Data diolah dari BPS, PDRB Propinsi Jawa Timur Kabupaten/Kota Tahun 2008-2011. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi pada Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Jawa Timur masing-masing Kota/Kabupaten memiliki pertumbuhan yang berbeda. Pada tahun 2008-2009 rata-rata pertumbuhan masing-masing Kabupaten/Kota mengalami peningkatan kecuali Kota Batu yang mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 5,72% namun pada tahun 2009 sebesar 5,58%. Pada tahun 2007-2008 Kabupaten/Kota Koridor Utara Selatan Jawa Timur mengalami penurunan kecuali Kabupaten Blitar pada tahun 2009 sebesar 5,68 tahun 2010 sebesar 5,73 Kota Batu tahun 2009 sebesar 5,58 tahun 2010 sebesar 6,05 Kota Mojokerto tahun 2009 sebesar 5,54 tahun 2010 sebesar 5,59 Kota blitar tahun 2009 sebesar 5,14 tahun 2010 sebesar 6,01 dan pada tahun 2010-2011 masing-masing Kabupaten/Kota Koridor Utara Selatan Jawa Timur mengalami penurunan. Sedangkan untuk Koridor Utara rata-rata pertumbuhan masing-masing Kabupaten/Kota

mengalami fluktuatif dan lebih rendah untuk rata-rata pertumbuhannya dibandingkan pada wilayah Koridor Utara Selatan. Maka dalam hal ini sangat penting untuk diexploirasi dan dicermati secara serius, karena adanya perbedaan transformasi struktur ekonomi dimasing-masing wilayah dan yang dapat memberikan kontribusi daerah untuk menunjang pertumbuhan perekonomian secara inklusif dari tahun ke tahun dengan potensi yang prioritas dalam wilayah tersebut sehingga perekonomian daerah tersebut dapat selalu meningkat secara sinergi. Kontribusi Koridor Utara Selatan (Gresik - Surabaya - Sidoarjo - Mojokerto - Pasuruan - Malang - Blitar - Batu) terhadap perekonomian Jawa Timur sekitar 54%, Koridor Barat Daya sebesar 22%, Koridor Timur sebesar 12%, dan Koridor Utara sebesar 11% (Maskan, Ali: 2006). Diantara keempat koridor tersebut yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah Koridor Utara Selatan. Pada Koridor Utara Selatan hampir semua sektor perekonomiannya mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga mampu menjadi tumpuan perekonomian di Koridor Utara Selatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut akhirnya akan berdampak pada semakin meningkatnya perekonomian Jawa Timur, sehingga proses pembangunan ekonomi akan memberikan hasil positif pada perekonomian Jawa Timur. Berdasarkan kondisi ini peneliti fokus untuk meneliti bagaimana struktural ekonomi dan kontribusi sektoral rata-rata setiap sektor ekonomi di wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur yang potensial untuk dikembangkan sehingga setiap daerah mengetahui sektor unggulan serta spesialisasi sektor ekonomi di daerahnya, maka untuk setiap daerah dapat mengembangkan potensi ekonomi yang ada secara optimal.

Maka dari itu hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah untuk mengambil kebijaksanaan secara intensif dalam pengalokasian dana pembangunan kepada setiap Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi perekonomian yang dapat dikembangkan. Melalui penelitian ini dengan judul: Analisis Struktur Ekonomi Di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dapat disusun sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktural ekonomi di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur? 2. Sektor-sektor manakah yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur? C. BATASAN MASALAH Berdasarkan perumusan masalah, agar penelitian ini terfokus pada tujuan peneliti, maka ruang lingkup pembahasan dititik beratkan pada struktural ekonomi yang terjadi di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur tahun 2007-2011, serta sektor unggulan kompetitif dan Spesialisasi yang dimiliki oleh Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur tahun 2007-2011. D. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menggungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian terhadap suatu masalah yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian. Bertolak dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis struktural ekonomi di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur. 2. Untuk menganalisis sektor-sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur. 2. Manfaat penelitian Dengan mengadakan penelitian ini, maka ada beberapa manfaat yang diharapkan. a. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Sebagai kontribusi pemikiran dan informasi saran untuk bahan evaluasi yang bermanfaat dalam melakukan reftifikasi program kinerja pembangunan dan formulasi capaian sasaran kebijakan-kebijakan yang diorientasikan oleh pemerintah dalam mengembangkan perekonomian dan mengetahui terjadinya disparitas potensi sektoral ekonomi di Wilayah Koridor Utara Selatan dan Koridor Utara Provinsi Jawa Timur. b. Bagi Universitas Muhammadiyah Malang Untuk menambah bahan studi kepustakaan dan bahan referensi Universitas Muhammadiyah Malang untuk pengembangan penelitian sejenis atau penelitian berikutnya. c. Bagi Penulis

Penelitian ini digunakan peneliti sebagai salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana dan memperoleh pengalaman belajar dan exploirasi dalam memecahkan tentang masalah yang telah diteliti serta menambah wawasan dalam pengembangan pengetahuan yang selama ini telah diperoleh.