METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat dan Bahan Penelitian Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain ring sampel untuk analisis sifat fisika tanah, cangkul yang digunakan untuk menggali tanah, parang yang digunakan untuk memudahkan pengambilan ring dari dalam tanah, penggaris yang digunakan untuk mengukur kedalaman tanah, oven untuk mengeringkan tanah, timbangan digital untuk menghitung berat tanah, erlenmeyer sebagai wadah untuk mengukur kerapatan partikel tanah, alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh dari penelitian, kamera digital untuk mendokumentasikan selama penelitian, kotak digunakan sebagai wadah ring sampel, kalkulator digunakan untuk menghitung, ayakan digunakan untuk menyaring tanah atau kompos agar lebih halus, terpal digunakan sebagai tempat tanah dan kompos dikering anginkan, timbangan digunakan untuk menghitung berat tanah dan kompos yang akan dimasukan ke polybag, gembor digunakan untuk menyiram tanah sampai tanah menjadi mantap. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah Entisol digunakan sebagai objek yang diteliti, kompos digunakan sebagai bahan campuran dengan tanah, polybag sebagai wadah untuk kompos dan tanah, label yang digunakan untuk memberi tanda pada ring sampel dan polybag, air digunakan untuk memantapkan tanah.
Metode Penelitian Metode Penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Penelitian menggunakan Rancang Acak Lengkap dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan: K1 : Tanah Entisol 10 kg + kompos 0 kg (kontrol) K2 : Tanah Entisol 9 kg + kompos 1 kg K3 : Tanah Entisol 8 kg + kompos 2 kg K4 : Tanah Entisol 7 kg + kompos 3 kg K5 : Tanah Entisol 6 kg + kompos 4 kg K6 : Tanah Entisol 5 kg + kompos 5 kg Dengan persamaan : Yij = µ+αi+ɛij...(8) Dimana: Yij = hasil pengamatan dari faktor kompos pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah sebenarnya αi = pengaruh faktor kompos pada taraf ke-i ɛij = pengaruh galat pada perlakuan kompos taraf ke-i dan taraf ulangan ke-j Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji hasil pengukuran ketebalan tanah. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Sampel di Lapangan dan Pelaksanaan Penelitian di Rumah Kaca a. Menentukan titik pengambilan sampel tanah Entisol di lapangan.
b. Mengambil sampel tanah Entisol sebanyak ± 300 kg, kemudian dikeringanginkan. Setelah kering tanah dipecah/digerus, dan diayak dengan ayakan 10 mesh. c. Mengambil kompos ± 70 kg, lalu dikering anginkan. Setelah kering, tanah digerus dan diayak dengan ayakan 10 mesh. d. Mengambil masing-masing tanah dan kompos yang telah diayak. Kemudian tanah dan kompos dicampurkan dan diaduk hingga merata. e. Mengambil polybag ukuran 10 kg, kemudian dituang perlakuan tanah dan kompos kedalam polybag. f. Menyiram tanah dalam polybag hingga jenuh untuk pemantapan tanahnya. Dilakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap. g. Mengambil contoh tanah setelah mencapai kapasitas lapang menggunakan ring sampel, untuk ditentukan sifat fisika tanah di Laboratorium. 2. Pengujian di laboratorium a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hydrometer dan dianalisis dengan menggunakan segitiga USDA b. Menganalisis bahan C-organik dengan metode Walkley & Black Bahan organik tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (1) c. Menganalisis kerapatan massa tanah (bulk density) Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2) d. Menganalisis kerapatan partikel tanah (particle density) Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (3) e. Menganalisis porositas tanah
Porositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (4) f. Menganalisis permeabilitas dengan metode Constant Head Test yang didasarkan pada Persamaan (5) g. Menganalisis kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen Kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen dihitung dengan menggunakan Persamaan (6). Di laboratorium kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen ditentukan berdasarkan uji pf h. Menganalisa air tersedia Air tersedia dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (7) Uji pf 2,54 (kapasitas lapang) dan pf 4,2 (titik layu permanen) di PPKS i. Mengukur kenaikan ketebalan tanah j. Menganalisis ukuran pori tanah dengan uji SEM (Scanning Electron Microscope) k. Melakukan pengujian hasil pengukuran ketebalan tanah dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5%, dengan hipotesis : Ho: Tidak ada perbedaan ketebalan tanah yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji Hi : Ada perbedaan ketebalan tanah yang signifikasi diantara 6 perlakuan yang diuji. Dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT), apabila terdapat perbedaan yang signifikasi diantara perlakuan. Parameter Penelitian 1. Tekstur tanah 2. Bahan organik tanah
3. Kerapatan massa tanah (bulk density) 4. Kerapatan partikel tanah (particle density) 5. Porositas 6. Permeabilitas 7. Kadar air kapasitas lapang 8. Air tersedia 9. Ketebalan tanah 10. Ukuran pori
HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tanah Tanah Entisol bertekstur kasar atau mempunyai konsistensi lepas, struktur lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara rendah serta bahan organik yang rendah. Tanah Entisol merupakan lahan marjinal yang memiliki sifat fisika, kimia dan biologi tanah yang kurang subur karena memiliki tekstur pasir, struktur lepas, permeabilitas cepat, daya menahan dan menyimpan air yang rendah serta hara rendah dan bahan organik rendah. Tanah berpasir sangat porous sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah, miskin hara dan kurang mendukung pertumbuhan tanaman (Gaol, dkk., 2014). Kompos Dalam penelitian ini menggunakan kompos biotik produk Ipteks Bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus (IBIKK) Compost Centre Universitas Sumatera Utara. Kompos biotik unggul produk IBIKK Compost Centre Universitas Sumatera Utara dihasilkan untuk menjawab beberapa kebutuhan sekaligus yakni kompos yang mampu meningkatkan kesuburan tanah/media tanam, meningkatkan serapan unsur makro dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Dalam pembuatan kompos biotik unggul, Compost Centre melakukan proses penelitian untuk menghasilkan dekomposer yaitu DEPETA (Dekomposer Pembenah Tanah) yang terbuat dari mikroba Sacharomyces, Rizhopus oryzae, dan Lactobacillus sp yang dilarutkan dalam larutan gula. Selanjutnya DEPETA diaplikasikan pada formula feses ternak ruminansia.
Keunggulan Kompos Biotik Unggul Keunggulan kompos dinyatakan oleh Uji Laboratorium BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Sumatera Utara Tahun 2014. Fungsi dari kompos biotik ini adalah asupan hara bagi tanaman, keseimbangan iklim mikro tanah, penyerapan unsur hara lebih efektif, pengendali penyakit, dan mengembalikan kesuburan tanah. Hasil pengukuran kompos dapat dilihat dari Tabel 7. Tabel 7. Hasil pengukuran kompos Parameter (%) N-Total 2,10 P 2 O5 2,96 K 2 O 4,45 MgO 2,13 Na 2 O 1,44 C-Organik 22,51 C/N 10,72 Sumber : (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2014) Tabel 7 menunjukkan bahwa kompos berkategori baik karena sesuai dengan persyaratan SNI 19-7030-2004 (Tabel 1) sehingga kompos dapat berperan baik untuk kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah sebagai media tumbuh tanaman serta kemampuan menahan air meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur BPBPI (2008) yang menyatakan bahwa kompos bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Tekstur Tanah Dari hasil analisa tekstur tanah (Tabel 8), diketahui bahwa tanah Entisol bertekstur pasir berlempung, dimana fraksi pasir lebih dominan dari fraksi debu dan liat. Tekstur tanah ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA
(Lampiran 2). Dengan mengetahui tekstur tanah dapat diketahui sifat fisika tanah tersebut sehingga mudah mengatasi permasalahan tanah dan meningkatkan kesuburannya. Tabel 8. Hasil analisa tekstur tanah Fraksi Tanah Entisol Debu Liat Tekstur Tanah Pasir (%) (%) (%) K1 85,84 5,89 8,26 Pasir Berlempung K2 85,84 6,56 7,60 Pasir Berlempung K3 84,56 7,94 7,49 Pasir Berlempung K4 83,89 7,94 8,16 Pasir Berlempung K5 80,56 11,94 7,94 Pasir Berlempung K6 78,56 15,28 6,16 Pasir Berlempung Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa dengan perlakuan penambahan kompos menyebabkan penurunan persentase fraksi pasir dan meningkatkan jumlah fraksi debu. Semakin porous tanah (semakin tinggi fraksi pasir) akan semakin mudah akar untuk berpenetrasi, serta semakin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi baik, air dan udara banyak tersedia bagi tanaman), tetapi semakin mudah pula air untuk hilang dari tanah, dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan literatur Soedarmo dan Pragoto (1985) serta Gaol, dkk (2014) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menahan air dan unsur hara. Bahan Organik Tanah Hasil analisa bahan organik disajikan pada Tabel 9, dimana perlakuan K6 (5 Kg tanah Entisol + 5 Kg kompos) memiliki kandungan bahan organik terbesar yaitu 4,69 % dengan kriteria sedang, sedangkan perlakukan K1 (kontrol) memiliki kandungan bahan organik terendah yaitu 0,74 % dengan kriteria sangat rendah.
Tabel 9. Hasil analisa kandungan bahan organik tanah Perlakuan Kadar C- Kandungan Bahan Organik (%) Organik (%) Kriteria K 1 0,43 0,74 Sangat rendah K2 0,93 1,60 Sangat rendah K3 1,29 2,22 Rendah K4 1,88 3,24 Rendah K5 2,31 3,98 Sedang K6 2,71 4,69 Sedang Hal ini disebabkan oleh, semakin tinggi perbandingan kompos pada setiap perlakuan maka semakin tinggi kandungan organik tanahnya sehingga dapat menambah kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah terutama pada tanah yang memiliki kandungan hara yang rendah seperti Entisol. Hal ini sesuai dengan literatur Neata, et al (2015) yang menyatakan bahwa di daerah dimana kandungan bahan organik tanah rendah, penggunaan kompos pada pertanian sangat dianjurkan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan untuk meningkatkan serta mempertahankan kualitas tanah. Tebal Tanah Hasil pengukuran tebal tanah dalam polybag ukuran 40 cm x 50 cm, diameter 23 cm dalam kondisi basah (kapasitas lapang dari pengukuran drainase bebas) dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10. Hasil tebal tanah Entisol dengan pembenahan kompos Perlakuan Ketebalan Tanah (cm) K1 (Kontrol) 13,83 K2 15,25 K3 16,67 K4 17,29 K5 18,70 K6 20,16 Dari Tabel 10 diketahui bahwa tanah Entisol tanpa kompos memiliki ketebalan terendah yaitu 13,83 cm dan yang tertinggi adalah perlakuan K6 (5 kg
tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 20,16 cm. Hal ini disebabkan karena K1 (tanah Entisol tanpa kompos) lebih padat dibanding tanah Entisol yang diberikan kompos berdasarkan perbandingan kompos masing-masing, dimana kompos berperan dapat menggemburkan tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Tanah yang padat akan mengurangi kapasitas memegang air, mengurangi kandungan udara, memberikan hambatan fisik yang besar pada penetrasi akar sehingga mengurangi kemampuannya memanen air, udara dan hara. Hal ini sesuai dengan literatur Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa untuk mengatasi permasalahan tanah yang padat dapat digunakan pembenah organik yang ringan sehingga tanah menjadi lebih gembur. Pada saat pembasahan tanah (pemberian air) tanah mengalami pengembangan yang berasal dari bahan organik yang terkandung di dalam tanah yang mampu menahan air dengan baik sehingga tanah dengan perlakuan kompos memiliki tebal tanah yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur BPBPI (2008) dan Supriyadi (2008) yang menyatakan bahwa kompos bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Peningkatan bahan organik tanah dari tanah yang terdegradasi akan meningkatkan hasil tanaman dan budidaya karena tiga mekanisme yaitu (1) peningkatan kapasitas air tersedia, (2) peningkatan suplai unsur hara dan (3) peningkatan struktur tanah dan sifat fisik lainnya. Pada analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa pemberian kompos pada tanah Entisol menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap ketebalan tanah.
Tabel 11. Uji DMRT pengaruh perlakuan kompos terhadap tebal tanah Jarak DMRT Notasi Perlakuan Rataan 0,05 0,01 0,05 0,01 - - - K1 (Kontrol) 13,83 a A 2 1,307 1,834 K2 15,25 b AB 3 1,371 1,932 K3 16,67 c BC 4 1,414 1,987 K4 17,29 c CD 5 1,426 2,021 K5 18,70 d DE 6 1,443 2,055 K6 20,16 e E Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5% dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Hasil uji DMRT (Tabel 11) menunjukkan perlakuan K6 yang paling tebal namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan K5 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1, K2, K3 dan K4. Dari segi penyimpanan air diperkirakan tanah yang lebih tebal akan lebih banyak menyimpan air. Hal ini sesuai dengan literatur Indranada, (1986) yang menyatakan bahwa kedalaman solum atau lapisan tanah menentukan volume simpan air, semakin dalam maka ketersediaan kadar air juga akan semakin banyak. Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) Hasil pengukuran kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas dapat dilihat dari Tabel 12. Tabel 12. Kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas Perlakuan Kerapatan Massa Kerapatan Partikel Porositas Tanah Tanah (g/cm 3 3 (%) ) (g/cm ) K1 (Kontrol) 1,44 1,7 16 K2 1,24 1,52 19 K3 1,15 1,48 23 K4 1,07 1,43 26 K5 0,97 1,35 29 K6 0,83 1,31 37 Dari Tabel 12 didapat hasil pengukuran kerapatan massa tanah yang berbeda pada setiap perlakuan, dimana kerapatan massa tertinggi terdapat pada K1 dan terendah pada K6. Bulk density dapat menjadi suatu petunjuk tidak langsung
kepadatan tanah, udara, air, dan penetrasi akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Tanah dengam bobot yang besar (K1 sebesar 1,44 g/cm 3 ) akan lebih sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, begitu pula sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah (K6 sebesar 0,83 g/cm 3 ), akar tanaman lebih mudah berkembang. Menurut Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa kerapatan lindak (kerapatan isi, atau bobot isi atau bobot volume atau bulk density), menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah (volume total). Kerapatan isi tanah merupakan petunjuk kerapatan tanah, makin tinggi kerapatan isi tanah makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Nilai kerapatan massa pada tanah Entisol (kontrol) sampai dengan perlakuan kompos (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) ini berkisar 0,83-1,44 g/cm 3. Dimana nilai kerapatan tanah Entisol terbesar adalah 1,44 g/cm 3 (K1 atau kontrol) dan yang terkecil adalah 0,83 g/cm 3 (K6). Hal ini sesuai dengan literatur Hossain, et al (2015) yang menyatakan bahwa variasi dalam bulk density disebabkan proporsi relatif dan berat jenis partikel-partikel organik dan anorganik padat dan porositas tanah. Sebagian besar tanah mineral memiliki kepadatan massa antara 1,0-2,0 g/cm 3 dan tanah gembur terbuka dengan kandungan bahan organik yang baik akan memiliki bulk density <1,0 g/cm 3. Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density) Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan K6 memiliki nilai kerapatan 3 partikel tanah terendah yaitu 1,31 g/cm dibandingkan dengan perlakuan K1 (tanpa kompos/kontrol) yaitu 1,70 g/cm 3. Hasil ini berbanding lurus dengan kerapatan massa tanah Entisol, dimana tanah yang menggunakan perbandingan
kompos yang lebih banyak memiliki nilai kerapatan massa yang semakin rendah begitupun dengan kerapatan partikel. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa semakin banyak kandungan organik yang terkandung di dalam tanah, maka semakin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Perlakuan K1 (tanpa kompos/kontrol) nilai kerapatan partikelnya yaitu 1,70 g/cm 3, berada dibawah nilai rata-rata kerapatan partikel tanah mineral di lapangan yaitu 2,65 g/cm 3. Hal ini disebabkan oleh struktur dan tekstur tanah yang mempengaruhi volume kepadatan tanah. Tekstur Entisol yang pasir berlempung, dimana tekstur ini memiliki banyak pori makro atau pori kasar, menyebabkan volume kepadatan tanah kecil. Disamping itu pada awal percobaan tanah dalam keadaan terganggu karena harus digerus dan ayak untuk mendapatkan butiran yang seragam sebelum dituang dalam polybag, selanjutnya tanah perlu melalui proses pemantapan dan kepadatannya tidak sama dengan kondisi di lapangan (struktur tanahnya berbeda). Hal ini sesuai dengan literatur Siregar (2016) yang telah melakukan penelitian mengenai kajian distribusi air pada tanah Andosol menggunakan tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) dengan jumlah pemberian air yang berbeda. Dari satu parameter penelitian didapat nilai kerapatan partikel yaitu 1,41-1,61 g/cm 3. Dimana sebelumnya kondisi tanah yang digunakan juga terganggu karena telah digerus untuk mendapatkan butiran yang seragam.
Porositas Tanah Dari Tabel 12 didapat hasil porositas tanah tertinggi adalah K6 yaitu 37% dan terendah K1 yaitu 16%. Porositas K6 memiliki porositas yang lebih tinggi karena K6 memiliki perbandingan kerapatan massa dan kerapatan partikel yang rendah daripada perlakuan yang lain, dimana tinggi rendahnya nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dipengaruhi oleh bahan organik tanahnya sehingga tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi memiliki porositas yang tinggi pula. Kenaikan kandungan bahan organik tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga akan lebih memantapkan struktur dan tekstur tanah serta perkembangan biota tanah di permukaan. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya perbaikan sifat fisika tanah termasuk peningkatan kapasitas infiltrasinya. Hal ini sesuai dengan literatur Yulipriyanto (2010) yang menyatakan bahwa keuntungan dari adanya bahan organik pada tanah adalah mengurangi kerapatan massa pada tanah sehingga melarutkan mineral tanah. Kerapatan massa yang rendah biasanya berhubungan dengan naiknya porositas dikarenakan oleh adanya fraksi-fraksi organik dan anorganik pada tanah. Selain itu menurut AAK (1983) porositas ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, tekstur tanah. Tanah-tanah pasir mempunyai porositas kurang dari 50 %. Ukuran Pori Hasil pengukuran ukuran pori tanah Entisol dengan uji SEM, perbesaran 4000 kali dapat dilihat dari Tabel 13.
Tabel 13. Data ukuran pori tanah Entisol Perlakuan Rata-rata (µm) KI 4,125 K2 2,859 K3 3,845 K4 4,125 K5 5,070 K6 5,493 Diketahui ukuran pori-pori tanah Entisol berkisar antara 2,859-5,493 µm tergolong ke dalam kelas sedang-kasar. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa pori-pori tanah tergolong kelas sedang (2,0-5,0 µm) dan kasar (>5,0 µm ) dilihat dari Tabel 6. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (macro pore) dan pori-pori halus (micro pore). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau udara. Tanahtanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman mudah kering. K1 K2 K3 K4
K5 Permeabilitas Tanah Gambar 2. Ukuran pori K6 Hasil pengukuran permeabilitas tanah disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisa permeabilitas tanah Perlakuan Permeabilitas (cm/jam) Kriteria K1 (Kontrol) 3,81 Sedang K2 5,64 Sedang K3 4,10 Sedang K4 3,17 Sedang K5 2,30 Sedang K6 1,24 Agak lambat Pada pengukuran permeabilitas tanah dalam kondisi jenuh menunjukkan bahwa laju permeabilitas pada K1 (kontrol), K2, K3, K4 dan K5 dengan kriteria sedang, sedangkan pada K6 kriterianya agak lambat. Dimana, laju permeabilitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan K2 yaitu 5,64 cm/jam dan yang terendah adalah K6 yaitu 1,24 cm/jam. Permeabilitas dipengaruhi oleh porositas tanah, dimana tanah dengan perbandingan kompos yang tinggi menyebabkan porositas tanahnya juga tinggi. Pori tanah yang awalnya berukuran makro akan berubah menjadi ukuran meso karena sebagian besar telah terisi oleh kompos. Kompos memiliki sifat yang sama dengan liat, semakin banyak kompos maka semakin kuat pengikatanya terhadap hara dan air, sehingga hal inilah yang menyebabkan
permeabilitas tanah dengan kandungan kompos yang tinggi menjadi semakin lambat. Permeabilitas berbanding terbalik dengan data ukuran pori (Tabel 13), karena disebabkan dengan lebih banyak penggunaan kompos atau bahan organik, maka akan lebih banyak pori-pori dengan ukuran sedang-kasar yang terisi oleh komponen atau unsur kompos sehingga pengikatan airnya semakin kuat dan permeabilitas tanahnya semakin lambat. Kadar Air Kapasitas Lapang Hasil pengukuran kadar air kapasitas lapang disajikan pada Tabel 16. Nilai pf adalah tegangan air tanah untuk menentukan kemampuan tanah dalam memegang air dalam kondisi kapasitas lapang (pf 2,54) dan titik layu permanen (pf 4,2). Tabel 15. Data kadar air tanah pada kapasitas lapang dan titik layu permanen Perlakuan pf 2,54 (%) pf 4,2 (%) Air Tersedia (Kapasitas Lapang) (Titik Layu Permanen) (%) K1 (Kontrol) 13,16 4,83 8,33 K2 15,03 5,91 9,12 K3 16,40 9,31 7,09 K4 29,62 22,75 6,87 K5 33,09 26,42 6,67 K6 33,25 26,18 7,07 Dari Tabel 15 dapat dilihat nilai uji pf 2,54 (kapasitas lapang) pada perlakuan K1 memiliki kadar air tanah terendah yaitu 13,16% dan K6 yang tertinggi yaitu 33,25%. Pada pf 4,2 (titik layu permanen) nilai K1 merupakan hasil kadar air tanah terendah yaitu 4,83% dan K5 yang tertinggi yaitu 26,42%. Kemampuan tanah dalam memegang air pada kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen dengan perbandingan kompos yang lebih banyak akan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan tanah Entisol tanpa kompos (kontrol). Hal ini sesuai
dengan literatur Supriyadi (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan erat antara peningkatan bahan organik dan kapasitas air tersedia dan kemampuan tanah untuk bertahan pada kekeringan tanah yaitu dengan meningkatkan kandungan air tanah dengan meningkatkan karbon organik. Air Tersedia Hasil uji pf pada kondisi kapasitas lapang (pf 2,54) dan titik layu permanen (pf 4,2) akan menentukan besarnya nilai air tersedia di dalam tanah karena air yang berada antara titik layu permanen dan kapasitas lapang disebut air tersedia. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah air tersedia tertinggi adalah K2 sebesar 9,12% dan yang terendah adalah K5 sebesar 6,67%. Hal ini sesuai dengan literatur Kurnia, dkk (2006) yang menyatakan bahwa air yang berada dalam pori pemegang air disebut air tersedia bagi tanaman, berada antara kapasitas lapang (pf 2,54) dan titik layu (pf 4,2). Air tersedia pada K3, K4, K5, K6 lebih kecil dari K1 dan K2 karena data menunjukkan bahwa semakin banyak kompos yang diberikan ke tanah akan meningkatkan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen. Namun dengan peningkatan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen tidak meningkatkan air tersedia, justru setelah perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos), penambahan kompos pada tanah Entisol akan menurunkan air tersedia. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan kompos yang melebihi perlakuan K2, kemampuan tanah mengikat air lebih besar (ditunjukkan oleh pf 4,2 yang semakin besar) karena semakin banyak komponen kompos yang mengisi pori-pori partikel tanah sehingga pengikatan airnya semakin kuat seperti ditunjukkan oleh data permeabilitas tanah Entisol. Hal ini sesuai dengan literatur
Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi atau mineralisasi, disamping dipengaruhi oleh kualitas bahan organiknya, juga dipengaruhi oleh frekuensi penambahan bahan organik. Dilihat dari jumlah air tersedia yang tertinggi untuk tanah Entisol adalah perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos), dengan semakin banyak penggunaan kompos pada tanah maka pengikatan kompos terhadap air akan semakin kuat pula sesuai dengan sifat kompos yang sama dengan liat. Hal ini sesuai dengan literatur Foth dan Adisumarto (1999) yang menyatakan bahwa humus bertindak sama dengan tanah liat dalam mempertahankan hara dalam bentuk tersedia terhadap pencucian dan mempertahankan hara dalam bentuk yang tersedia untuk tumbuhan dan jasad renik. Dari penelitian Huda (2016) dan Harahap (2016) pada tanah Ultisol bertekstur lempung berpasir dan Inceptisol bertekstur lempung berpasir menunjukkan bahwa air tersedia yang lebih tinggi pada perlakuan K4 (7 kg tanah mineral + 3 kg kompos) dengan hasil 7,00% (Ultisol) dan 9,06% (Inceptisol). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan air bagi tanaman pada tanah dengan pembenahan kompos akan tergantung pada jenis tanah dan tekstur tanahnya. Adanya perbedaan jenis tanah dan tekstur tanah dapat mempengaruhi kesesuaian jumlah perbandingan kompos yang berbeda pula. Pada tanah Entisol yang lebih banyak mengandung pasir perbandingan kompos yang baik untuk ketersediaan air adalah K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jenis tanah yang digunakan adalah tanah Entisol dengan tekstur tanah pasir berlempung. 2. Tanah Entisol tanpa kompos memiliki tebal terendah yaitu 13,83 cm dan tertinggi pada perlakuan K6 (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 20,16 cm. 3. Porositas tanah tertinggi pada perlakuan K6 (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 37% dan terendah pada perlakuan K1 (tanpa kompos) yaitu 16%. 4. Ukuran pori-pori tanah Entisol berkisar antara 2,859-5,493 µm tergolong ke dalam kelas sedang-kasar, dimana semakin banyak komposisi kompos maka semakin besar ukuran pori tanah. 5. Permeabilitas tertinggi pada perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos) yaitu 5,61 cm/jam tergolong kriteria sedang dan terendah pada perlakuan K6 (5 kg tanah Entisol + 5 kg kompos) yaitu 1,24 cm/jam tergolong criteria agak lambat. 6. Jumlah air tersedia tertinggi pada perlakuan K2 (9 kg tanah Entisol + 1 kg kompos) sebesar 9,12% dan terendah pada perlakuan K5 (6 kg tanah Entisol + 4 kg kompos) sebesar 6,67%. 7. Ketersediaan air bagi tanaman pada tanah dengan pembenahan kompos akan tergantung pada jenis tanah dan tekstur tanahnya.
Saran 1. Pada penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan ukuran pori partikel tanah dengan kompos terhadap pengikatan air tanah dengan ulangan yang lebih banyak. 2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan tanaman pada tanah Entisol dengan perlakuan kompos untuk melihat seberapa besar pengaruh kompos terhadap tanaman.