MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

Bidang linguistik yang mempelajari makna tanda bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mampu merujuk objek ke dalam dunia nyata, misalnya mampu menyebut nama,

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB l PENDAHULUAN. mengalami perkembangan seiring dengan pengguna bahasa. Bahasa merupakan alat

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya. membutuhkan sistem komunikasi. Adapun sistem komunikasi dimaknai sebagai

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai metode penelitian. Adapun dalam metode penelitian ini berisi tentang jenis

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

PENANDA KOHESI PADA TAJUK RENCANA HARIAN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI 2015

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

Desember 2012 jam wib.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini. dalam bidang fonologi (vokal dan konsonan) dan leksikal.

BENTUK KATA DAN MAKNA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan manusia

BAB 4 PENUTUP. dan melakukan wawancara, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB I PENDAHULUAN. menengah, hingga masyarakat golongan atas. Akibatnya, muncul kelompokkelompok

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi berartikulasi yang. mark having understood meanings.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

III. METODE PENELITIAN. pada teks berita utama olahraga surat kabar Tribun Lampung edisi April 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. memaparkan hasil penelitian terdahulu yang berkesinabungan dengan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAHASA INDONESIA UMB. Penulisan Kata (Diksi) Dra. Hj. Winarmi. M. Pd. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi.

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

Bab 1. Pendahuluan. kita rasakan baik di dalam hati maupun pikiran. Begitu pula menurut Walija (1996 : 4),

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. bukan perlu membutuhkan pemahaman yang menyeluruh. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi. Menurut Kridalaksana (2008:21) mengartikan bahasa sebagai sebuah sistem

I. PENDAHULUAN. orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (1985:9) yang. Kegiatan komunikasi yang baik didukung oleh salah satu komponen

JURNAL KOHESI DAN KOHERENSI WACANA PEMBACA MENULIS DI JAWA POS COHESION AND COHERENCE OF DISCOURSE READERS WRITING IN JAWA POS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN SINONIMI DAN HIPONIMI PADA LAGU ANAK-ANAK KARYA IBU SUD

Kompetensi Dasar : Indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory Bateson, 1972)

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

II. KAJIAN PUSTAKA. suatu bahasa, (3) semua bahasa yang dimiliki oleh seorang penutur, (4) semua kata yang

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. dari pada makhluk lain dimuka bumi ini. Bahasa memegang peranan penting

sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Menurut Kridalaksana

Peluang: Pengembangan Pengajaran Tata Bahasa dalam Wacana

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

I. PENDAHULUAN. pidato. Ketika menulis teks pidato, banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti kosa kata,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. dan kebudayaan tersebut terlihat ketika masyarakat pada masa itu mampu

II. KAJIAN PUSTAKA. atau klausa, misalnya percakapan lisan atau naskah tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri-sendiri. Keunikkan bahasa dalam pemakaiannya bebas dan tidak terikat.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari masyarakat. Dalam bahasa Indonesia contoh onomatope misalnya

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB II LANDASAN TEORI. antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Artinya. setiap pertau-tan

Semantik NORDIN BIN TAHIR INSTITUT PENDIDIKAN GURU KAMPUS IPOH

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

Kinanti Putri Utami ( ) Makalah Akhir Semester Semantik dan Pragmatik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

1.makna denotasi ; makna tersurat (cth-tangan,muka,hidung ;semuanya anggota badan) 2.makna konotasi ; makna tersirat (cth; bunga kemboja; kematian)

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Transkripsi:

MENYAKSIKAN DAN MENONTON: ANALISIS RELASI MAKNA SIMILARITAS Endang Sri Maruti marutiendang@gmail.com Universitas PGRI Madiun Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan beberapa bentuk relasi makna khususnya relasi makna similaritas. Dengan menganalisis beberapa kalimat dalam sebuah paragraf yang diambil dari potongan berita di koran, maka diharapkan dapat memperjelas dan mempertajam perbedaan antar jenis relasi makna similaritas. Berdasarkan analisis, dapat disimpulakn bahwa Sinonimi mempunyai sifat hubungan dua arah dengan satu bagan saja. A merupakan sinonim dari B, begitu juga sebaliknya, B merupakan sinonim dari A. Sama dengan sinonimi, homonimi juga bersifat dua arah dengan satu bagan, C berhomonim dengan D, dan D berhomonim dengan C. Hiponimi agak berbeda, walaupun juga bersifat dua arah, tetapi sifat hubungannya tidak bisa digambarkan hanya dengan satu bagan saja, melainkan harus digambarkan dengan dua bagan. E merupakan hiponim dari F, tetapi F bukan hiponim dari E, melainkan F merupakan hipernim dari E. Keywords: makna similaritas, sinonimi Pendahuluan Dalam tuturan sebuah bahasa seringkali ditemui adanya hubungan kemaknaan antara sebuah kata atau satuan bahasa yang lain dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan inilah yang disebut dengan relasi makna. Secara garis besar, relasi makna dalam semantik dibedakan menjadi dua, yaitu relasi yang kontras dan relasi yang similar. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas satu jenis relasi makna saja, yakni relasi makna similaritas. Relasi makna similar maksudnya adalah hubungan makna antara kata satu dengan kata lainnya yang mempunyai kesamaan atau kemiripan, bisa berupa sinonimi (kemiripan makna), homonimi (kesamaan bentuk), dan hiponimi (kesamaan komponen makna). Hubungan makna similaritas tepat jika dianalisis dengan menggunakan teknik analisis komponen, yaitu analisis yang memilah-milahkan makna suatu kata ke dalam ciri-ciri khusus minimalnya, yaitu ke dalam komponen yang kontras dengan komponen lainnya (Leech, 2003:123). Pembahasan Sudah disinggung dalam pendahuluan, bahwa di sini hanya akan dianalisis relasi makna similaritas saja, yakni sinonimi, homonimi, dan hiponimi. Berikut ini uraiannya. Sinonimi Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan ini berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat (Kridalaksana, 2008:222). Atau dengan kata lain, lebih dari satu bentuk yang memiliki makna yang sama. Sedangkan sinonimi adalah hubungan antara bentuk bahasa yang mirip tersebut. Berdasarkan urutan segitiga semantik, sinonimi berangkat dari sebuah konsep atau ide, lalu 354

menuju pada bentuk bunyi (simbol) yang berbeda dan secara tidak langsung menuju pada acuan (referen) yang sama. Maka dari itu, pembahasan sinonimi ini menggunakan pendekatan ideasional atau konseptual. Sinonimi tidak bersifat mutlak, karena dalam prinsip ilmu semantik, beda bentuk beda makna. Metode terbaik untuk pembahasan sinonimi adalah dengan analisis komponen, yaitu menata dalam sebuah jajaran, di mana makna dan komponen pembedanya akan tampak kontras. Data berikut merupakan contoh sinonimi yang terdapat dalam sebuah artikel dengan judul Dahlan Iskan:Kemenangan The City jadi Obat Lelah yang termuat dalam koran Jawa Pos edisi Senin, 24 Oktober 2011 (terlampir). Dalam artikel yang terlampir, terdapat kata menyaksikan dan menonton. Lalu, apa beda makna dari kedua kata tersebut? Hal ini akan diselidiki dengan cara analisis komponen. Berikut ini akan disajikan analisis komponen dari kata menyaksikan dan menonton. Komponen Pembeda menyaksikan menonton Tujuan pembuktian kebenaran + - Fungsi hiburan ± + Intensitas + ± Berdasarkan analisis di atas, tujuan dari kegiatan menyaksikan dan menonton tersebut dijadikan komponen pembeda. Kata menyaksikan dalam kalimat: Mantan CEO Jawa Pos Group itu ikut bergembira menyaksikan kemenangan tim berjuluk The City tersebut. menyatakan perbuatan melihat sesuatu untuk mengetahui kebenarannya, yakni kebenaran tentang perihal kemenangan tim The City dalam pertandingan sepak bola melawan United. Sedangkan kata menonton pada kalimat: Ujar Dahlan di sela menonton pertandingan. menyatakan bahwa perbuatan melihat tersebut hanya bertujuan untuk mengetahui apa saja yang sedang terjadi dalam pertandingan sepak bola tersebut. Jika kata menyaksikan dan menonton pada kedua kalimat tersebut dipertukarkan, maka kalimat tersebut akan menjadi seperti berikut. (1a) Mantan CEO Jawa Pos Group itu ikut bergembira menonton kemenangan tim berjuluk The City tersebut. (2a) Ujar Dahlan di sela menyaksikan pertandingan. Kata menonton pada kalimat (1a) menyatakan suatu perbuatan yang tidak mempunyai tujuan untuk membuktikan sesuatu. Hal ini dibuktikan karena dalam kalimat tersebut sudah ada frasa ikut bergembira. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa pelaku sudah mengetahui kemenangan tim The City tersebut, dan kata menonton pada kalimat ini hanya bertujuan 355

untuk fungsi hiburan semata, tanpa ada tujuan pembuktian kebenarannya. Pada kalimat (2a) terdapat kata menyaksikan. Kata ini jelas untuk membuktikan hal apa saja yang terjadi dalam pertandingan tersebut. Makna kalimat ini sama dengan makna kalimat sebelumnya, yakni kalimat (2), dengan kata menonton. Jadi, kata menyaksikan pada kalimat ini bisa menggantikan kata menonton karena memang bertujuan untuk melihat apa saja yang terjadi dalam pertandingan tersebut tanpa ada tujuan pembuktian kebenaran. Komponen pembeda selanjutnya yaitu tentang adanya fungsi hiburan pada kedua kata tersebut. Kata menyaksikan pada kalimat (1) dimaksudkan untuk mengibur diri, selain itu juga bisa berfungsi untuk menambah pengetahuan. Sedangkan kata menonton pada kalimat (2) hanya bertujuan untuk menghibur diri saja, seseorang akan terhibur hatinya jika sudah mengetahui apa yang telah terjadi, dan hal yang terjadi ini memang hal yang benar-benar ingin diketahui. Intensitas menjadi komponen pembeda yang selanjutnya. Keadaan tingkatan atau ukuran intens dari mata dalam melihat sesuatu bisa rendah, tinggi, dan juga bisa keduanya. Kata menyaksikan pasti berintensitas tinggi karena pelaku dituntut oleh orang lain untuk tahu kebenaran tentang apa yang telah terjadi. Pada kalimat (1) jelas bahwa pelaku (Dahlan Iskan) dituntut oleh wartawan yang akan mewawancarainya. Kata menonton pada kalimat (2) bisa berintensitas tinggi maupun rendah. Intensitasnya tinggi karena adanya tuntutan dari orang lain (wartawan), dan berintensitas rendah apabila pelaku tidak dituntut oleh orang lain, tetapi dituntut oleh dirinya sendiri untuk tahu apa yang telah terjadi. Jadi, besarnya intensitas bisa ditentukan sendiri oleh pelaku. Pada kalimat (1a), kata menyaksikan diganti dengan kata menonton, maka rasa dan juga maknanya akan berubah. Dalam kalimat tersebut, pelaku hanya melihat acara kemenangan tim The City, tanpa mengetahui bagaimana proses dari kemenangan tersebut. Sedangkan pada kalimat (2a), kata menonton diganti dengan kata menyaksikan, maka makna dari kalimat tersebut tidak berubah, pelaku melihat pertandingan tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi dan bagaimana hal itu terjadi. Dari analisis ketiga komponen pembeda tersebut, bisa disimpulkan bahwa kata menyaksikan merupakan sinonim dari kata menonton, karena maknanya sama-sama untuk mengetahui sesuatu yang sedang terjadi. Berdasarkan simpulan tersebut, bisa diartikan bahwa sinonimi merupakan hubungan dua arah. Berdasarkan contoh di atas, kata menyaksikan merupakan sinonim dari kata menonton, begitu pula sebaliknya, kata menonton merupakan sinonim dari kata menyaksikan. Berikut gambarannya. menyaksikan menonton Selain itu, berdasarkan analisis komponennya, kedua kata tersebut memiliki komponen makna yang sama, sehingga di dalam konteks tertentu dapat saling menggantikan. Karena bisa saling menggantikan, kata menyaksikan dapat menggantikan kata menonton, tapi 356

menonton tidak bisa menggantikan kata menyaksikan. Kata menonton hanya untuk mengetahui sesuatu yang terjadi, sedangkan kata menyaksikan, selain untuk mengetahui apa yang terjadi, ia juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana hal itu terjadi. Hubungan yang seperti ini akhirnya akan membentuk sebuah hubungan hiponimi, kata yang mempunyai komponen makna plus (+) bisa menggantikan makna yang komponen maknanya minus (-). Kata yang bisa menggantikan menjadi hipernim, sedangkan kata yang tidak bisa menggantikan merupakan hiponimnya. Dari kedua contoh kata di atas, hubungannya dapat digambarkan sebagai berikut. menonton Homonimi Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti nama dan homo yang berarti sama. Jadi secara harfiah, homonim adalah nama sama untuk benda atau hal lain. Dalam kamus linguistik, homonimi adalah hubungan antara kata yang ditulis dan/atau dilafalkan dengan cara yang sama dengan kata lain, tetapi tidak mempunyai hubungan makna (Kridalaksana, 2008:85). Jadi, homonimi di sini terdiri dari homonim, homograf, dan homofon. Verhaar (2006:395) mendefinisikan homonimi sebagai suatu hubungan di antara dua kata (atau lebih), sedemikian rupa sehingga bentuknya sama tetapi maknanya berbeda. Bentuk yang dimaksud di sini bisa berupa bentuk ejaan maupun pelafalan (homonim), bentuk ejaan (homograf), dan bentuk pelafalannya (homofon). Homograf dan homofon tidak dibahas dalam tulisan ini, karena homograf dan homofon tidak termasuk bagian relasi makna, dan hanyalah sub-bagian relasi makna homonimi. Dalam segitiga semantik, untuk menganalisis homonim, terlebih dahulu berangkat dari bentuk formal (simbol) menuju konsep, lalu menuju pada situasi atau konteksnya, untuk bisa mengetahui referensnya. Semua jenis relasi makna tepat jika dianalisis dengan analisis komponen. Begitu juga dengan homonimi, walaupun sudah jelas komponen dalam homonimi sudah jauh berbeda, tetapi dalam hal penggunaan dalam kalimat pasti berbeda, dan sudah pasti bisa diketahui kehomonimiannya. Tetapi untuk lebih jelasnya harus tetap dianalisis komponen-komponen yang kontras di antara kata yang berhomonimi. Contoh homonimi yang dapat diambil dari teks (terlampir) adalah kata tim, dalam kalimat: Kemenangan besar tim besutan Roberto Mancini itu pun menjadi obat lelah bagi menteri 60 tahun tersebut. Kata tim akan menjadi homonim jika dipertemukan atau dikontraskan dengan kalimat lain yang juga mengandung kata tim, misalnya seperti kalimat: Setelah latihan sepak bola, pemain PSY selalu makan nasi tim di sebelah barat Stadion Sasana Krida, Jogjakarta. 357

Dari kedua contoh kalimat ini sudah bisa dilihat perbedaan makna kata tim. Makna kata tim pada kalimat (3) adalah kelompok atau regu, sedangkan kata tim pada kalimat (4) maknanya adalah beras yang sudah dicampur sedikit garam atau bumbu dan sebagainya yang ditaruh di mangkuk lalu diletakkan dalam panci yang berair kemudian direbus. Pada kalimat (3), dituliskan kemenangan besar tim besutan Roberto Mancini, sudah pasti arti kata tim di sini yaitu sebuah regu dalam olahraga sepak bola yang dilatih oleh Roberto Mancini, tidak mungkin tim di sini diartikan sebagai nasi yang direbus, sangat tidak mungkin apabila ada nasi mengikuti lomba, karena nasi tidak bernyawa, kecuali nasi hasil masakan seseorang yang sedang diperlombakan. Kalaupun maknanya tim adalah nasi rebus yang diperlombakan, maka kalimat (3) akan berubah menjadi: (3a) Kemenangan besar timmasakan Roberto Mancini itu pun menjadi obat lelah bagi menteri 60 tahun tersebut. Tetapi sangat tidak mungkin apabila seorang Roberto Mancini berubah profesi menjadi seorang koki. Maka, dalam hal ini berlaku juga hubungan sintagmatik, bahwa seorang Roberto Mancini pasti merupakan seorang pelatih tim sepak bola di Liga Inggris, dan bukan pemasak nasi tim yang diperlombakan. Pada kalimat (4), kata tim diartikan sebagai beras yang sudah dicampur sedikit garam atau bumbu dan sebagainya yang ditaruh di mangkuk lalu diletakkan dalam panci yang berair kemudian direbus, karena pada struktur sebelumnya dikatakan pemain PSY selalu makan nasi. Jadi, tidak mungkin kata tim di sini diartikan sebagai kelompok atau regu, karena kelompok atau regu tidak bisa di makan oleh manusia, yang bisa dimakan hanyalah nasi, roti, dan sejenisnya. Tetapi jika ada kedua kalimat tersebut digabung, maka kalimatnya akan menjadi: (4b) Setelah latihan sepak bola, tim besutan Roberto Mancini itu pun makan nasi tim di sebelah barat Stadion Sasana Krida, Jogjakarta. Walaupun berada dalam satu kalimat, tetapi makna kata tim tidak akan tertukar, karena sudah ada kata-kata tertentu yang sudah menjadi kata kunci dan tidak bisa diganti, inilah yang disebut dengan hubungan sintagmatik. Berdasarkan analisis tersebut, bisa disimpulkan bahwa homonimi merupakan hubungan makna dua kata atau lebih yang memiliki bentuk sama, tetapi maknanya sangat berbeda, dan hanya bisa dianalisis berdasarkan struktur kalimatnya. Seperti halnya dalam sinonimi, homonimi juga merupakan hubungan dua arah. Berdasarkan contoh di atas, kata tim kelompok atau regu berhomonim dengan kata kata tim beras yang sudah dicampur sedikit garam atau bumbu dan sebagainya yang ditaruh di mangkuk lalu diletakkan dalam panci yang berair kemudian direbus. Jika hubungan tersebut digambarkan, maka diagramnya seperti berikut. 358

beras yang sudah dicampur sedikit garam atau bumbu dan sebagainya yangditaruh di mangkuk lalu diletakkan dalam panci yang berair kemudian direbus tim kelompok atau regu Hiponimi Dalam segitiga semantik, hiponimi berasal dari sebuah konsep, lalu ke referen, dan tidak langsung menuju ke simbolnya. Dalam kamus linguistik, hiponimi adalah hubungan dalam semantik antara makna spesifik dan makna generik, atau antara anggota taksonomi dan nama taksonomi (Kridalaksana, 2008:83). Istilah lain dari hiponimi adalah memasukkan (inclusion) makna (Leech, 2003:128), yakni jika di antara dua makna, satu rumus komponennya mengandung semua ciri yang terdapat di dalam rumus yang lain. Makna spesifik merupakan hiponim dari makna generik. Jadi, dalam hiponimi ada keterpayungan makna, makna sebuah kata termasuk ke dalam makna kata yang lain. Berdasarkan pengertian hiponimi, jenis relasi makna ini dapat dianalisis dengan analisis komponensial, yaitu dengan memasukkan satu makna ke dalam makna yang lain. Berikut ini akan diberikan contoh analisis komponen makna yang mempunyai hubungan hiponim dalam artikel (terlampir), yaitu kata melihat sebagai hipernim dan menyaksikan, menonton dan lainlain, sebagai hiponimnya. Komponen meman menataamatsikan meng- menyak- menonto meninjau Pembeda -dang n Intensitas + + + + + - Waktu + + + + + - Jarak ± + + + + + Ukuran benda + + ± ± + + Objek ± + ± + + - Pembuktian - - + + - + Hiburan - + - ± + - Keenam kata tersebut mempunyai komponen makna mengetahui sesuatu dengan indera mata, yang mana komponen ini merupakan komponen makna dari kata melihat. Jadi, kata 359

memandang, menatap, mengamati, menyaksikan, menonton, dan meninjau merupakan hiponim dari kata melihat, yaitu kegiatan untuk mengetahui sesuatu dengan indera mata. Hubungan makna ini bisa digambarkan seperti berikut. melihat memandang menatap mengamati menyaksikan menonton meninjau Dari bagan di atas, kata melihat merupakan hipernim, dan mempunyai hiponim seperti memandang, mengamati, menatap, menyaksikan, menonton, dan meninjau. Sedangkan hubungan antara kata memandang, mengamati, menatap, menyaksikan, menonton, dan meninjau disebut kohiponim. Sama dengan sinonim dan homonim, hiponimi merupakan hubungan dua arah, tetapi bagan yang menggambarkan hubungan ini harus ada dua. Berikut rinciannya. Bagan 1 Bagan 2 melihat melihat memandang memandang bagan 1 menunjukkan bahwa melihat merupakan hipernim (superordinat) dari memandang, dan bagan 2 menggambarkan bahwa memandang merupakan hiponim dari melihat. Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa relasi makna similaritas paling tepat jika dianalisis dengan menggunakan analisis komponen. Kendati demikian, ada satu jenis relasi makna similar yang tidak bisa dianalisis dengan analisis komponen, yaitu relasi makna yang berupa homonim. Homonim paling tepat jika dianalisis berdasarkan penggunaan dalam struktur kalimatnya. Homonimi dikaji aspek gramatikal dengan pendekatan kontekstual, sedangkan sinonimi dan hiponimi dikaji aspek leksikalnya dengan menggunakan analisis komponensial melalui pendekatan konseptual atau ideasional. Sinonimi mempunyai sifat hubungan dua arah dengan satu bagan saja. A merupakan sinonim dari B, begitu juga sebaliknya, B merupakan sinonim dari A. Sama dengan sinonimi, homonimi juga bersifat dua arah dengan satu bagan, C berhomonim dengan D, dan D berhomonim dengan C. Hiponimi agak berbeda, walaupun juga bersifat dua arah, tetapi sifat hubungannya tidak bisa digambarkan hanya dengan satu bagan saja, melainkan harus digambarkan dengan dua bagan. E merupakan hiponim dari F, tetapi F bukan hiponim dari E, melainkan F merupakan hipernim dari E. 360

Kepustakaan Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Leech, Geoffrey. 2003. Semantik(Penerjemah: Partana). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ullmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik (Penerjemah: Sumarsono). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Verhaar, J. W. M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Lampiran: DAHLAN ISKAN Kemenangan The City jadi Obat Lelah Euforia pertandingan liga Inggris antara Manchester United (MU) dan Mancester City juga melanda Menteri BUMN Dahlan Iskan. Mantan CEO Jawa Pos Group itu ikut bergembira menyaksikan kemenangan tim berjuluk The City tersebut. dalam laga derby Manchester tadi malam (23/10), Dahlan mengaku menjagokan The City sejak awal. Kemenangan besar tim besutan Roberto Mancini itu pun menjadi obat lelah bagi menteri 60 tahun tersebut. sebab, sebelumnya Dahlan baru saja menempuh perjalanan panjang selama empat hari setelah dilantik menjadi menteri BUMN pada 19 Oktober lalu. Apalagi, jagoan saya menang, ujar Dahlan di sela menonton pertandingan di lantai 10 Graha Pena, Jakarta. 361