BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal sekaligus kemauan politik untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntanbilitas. Kedua aspek tersebut menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk dibidang pengelolaan keuangan Negara maupun Daerah. Pengamat ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat mulai memperhatikan setiap kebijakan dalam pengelolaan keuangan. Dalam melaksanakan pembangunan daerah salah satu asas yang menyangkut pembiayaan daerah adalah asas desentralisasi. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik maka mereka harus mendapat dukungan dari sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapat Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman daerah dan Lain-lain dari Pendapatan yang Sah (Halim, 2009). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Dengan adanya ekonomi daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota, maka pengelolaan keuangan sepenuhnya berada pada tangan daerah itu sendiri dan dituangkan dalam APBD. Pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dan tujuan nasional. Prinsip-prinsip otonomi daerah harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, yaitu demokratisasi, transparansi, akuntanbilitas publik dan partisipasi masyarakat. Pemerintah diberikan otonomi yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur, membagi dan memanfaatkan sumber daya nasional serta perimbangan pusat dan daerah (Purnamawati, 2006). Halim dan Kusufi (2012) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyekproyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu dan di pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksut. Hampir di semua daerah APBD suatu daerah di dominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintah pusat, sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas. Proses penyusunan APBD dimulai dengan kedua belah pihak yaitu antara eksekutif dan legislatif membuat kesepakatan tentang kebijakan umum APBD

yang menjadi dasar penyusunan APBD. Pihak eksekutif bertugas membuat rencana APBD yang sesuai kebijakan tersebut, kemudian pihak legislatif menetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda) yang sebelumnya dirapatkan. Peraturan daerah menjadi alat legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran yang dijalankan oleh pihak eksekutif. Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah pusat akan menstransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Tujuan dari transfer Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah adalah menjamin tercapainya standar pelayanan publik. Adanya transfer dana ini bagi pemerintah daerah merupakan sebagai sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri, yaitu melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan daerah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Menurut Halim (2009) permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari PAD yang masih belum memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yg lemah. Hal tersebut dapat

mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran daerah kurang dari 10%. Distribusi pajak antar daerah sangat timpang karena basis pajak antar daerah bervariasi. Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis yang bedampak pada biaya relatif mahal dan kemampuan masyarakat, sehingga mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat juga bervariasi. Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Provinsi Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peranan Pengalokasian belanja daerah ialah tidak terlepas dari adanya asas desentralisasi. Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ialah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan pendapatan dari Pemerintah Pusat ialah Dana Perimbangan. Setiap belanja daerah yang akan dikeluarkan oleh pemerintah daerah terlebih dahulu dianggarkan pada APBD. Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 22 dinyatakan bahwa pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja, jika pengeluaran tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah merupakan sumber pendapatan daerah yang lain.

Ini berarti, pemerintah daerah akan menyesuaikan belanja daerah yang akan dikeluarkan dangan PAD yang diterima, Dana Perimbangan yang ditransfer dari pusat dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Tiga komponen sumber pendapatan daerah tersebut yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan tepat sasaran dalam pelaksanaan segala aktivitasaktivitas pemerintah daerah, serta segala rencana kegiatan atau aktivitas-aktivitas pemerintah daerah tidak seperti yang diharapkan. Pemerintah daerah diharapkan dan dituntut bijaksana dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dengan hal pendapatan daerah dan belanja daerah. Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi belanja daerah dengan mengabil judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Terhadap Alokasi Belanja Daerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2015). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka dapat Diketahui rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur? 2. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur?

3. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur? 4. Apakah Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan. Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh seberapa besar Pendapatan Asli Daerah terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 2. Untuk mengetahui pengaruh seberapa besar Dana Alokasi Umum terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 3. Untuk mengetahui pengaruh seberapa besar Dana Alokasi Khusus terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 4. Untuk mengetahui pengaruh seberapa besar Dana Bagi Hasil terhadap alokasi Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. 1.4 Manfaat Peneletian Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Kontribusi Praktis 1. Bagi Pemerintah Daerah (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam upaya-upaya dan kebijakan yang seharusnya dilakukan dalam penggunaan dan permanfaatan APBD yang lebih baik secara proporsional. 2. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti serta menambah wawasan mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran. 3. Bagi Akademisi Penelitian ini sebagai bahan pertimbangan atau menambah wawasan, terutama untuk yang berminat melakukan penelitian yang berkaitan dengan materi penelitian ini. 1.4.2 Kontribusi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan bidang ilmu akuntansi. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan perbandingan bagi mahasiswa yang melakukan kajian dengan topik yang sama maupun yang berkaitan dengan topik penelitian ini. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan hasil uraian tersebut diatas, penelitian ini dilakukan terhadap masing-masing faktor guna mendapatkan penjelasan dan pemahaman mengenai

pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap alokasi Belanja Daerah. Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, menyeluruh dan tidak terarah maka diperlukan pembataasan arah pembahasan dalam penulisan atau penyusunan skripsi. Objek Penelitian yang dipilih peneliti adalah Pemerintah Daerah Kota Surabaya dan batasan penelitian ini hanya meliputi Tahun 2012 hingga tahun 2015.