TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

ANALISIS KECERNAAN PAKAN DENGAN SUMBER ENERGI BERBEDA PADA DOMBA LOKAL JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI ARDYA ARDITANIA SUCI

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

PENGANTAR. Latar Belakang. kegiatan produksi antara lain manajemen pemeliharaan dan pakan. Pakan dalam

TINJAUAN PUSTAKA Daun Rami dan Pemanfaatannya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang masih tergolong kerabat kambing, sapi dan kerbau (Mulyono, 2005). Domba dapat diklasifikasikan pada sub famili caprinae dan semua domba domestik termasuk genus ovis aries. Ada empat spesies domba liar yaitu: domba moufflon ( ovis musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba urial (ovis orentalis; ovis vignei) terdapat di Afganistan hingga Asia Barat, domba argali terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Domba memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai kelenjar di bawah mata yang menghasilkan sekresi seperti air mata, di celah antara kedua bilah kuku keluar sekresi yang berbau khas saat berjalan, tanduk berpenampang segitiga dan tumbuh melilit, bulu sangat baik digunakan sebagai bahan wol, dan domba jantan tidak berbau prengus. Jenis-jenis domba yang banyak dikenal di Indonesia adalah domba asli Indonesia yang disebut domba lokal. Memiliki ciri-ciri : ukuran tubuh kecil sehingga dagingnya tidak terlalu banyak, memiliki warna bulu yang bermacam-macam, domba jantan memiliki tanduk sedangkan yang betina tidak memiliki tanduk, dan bobot domba jantan 30-50 kg sedangkan bobot domba betina 20-25 kg (Mulyono, 2005). Domba ekor tipis berasal dari Bangladesh atau India. Domba ini telah beradaptasi di Jawa sehingga dianggap sebagai ternak asli Indonesia. Di setiap daerah, DEK memiliki nama yang berbeda-beda sesuai dengan banyaknya sub populasi yang berkembang. DEK Jawa juga disebut domba kampung; domba negeri; domba lokal atau domba kacang. Bobot domba jantan dewasa antara 20-30kg, sedangkan domba betina dewasa 15-20 kg (Mulyono, 2005). Domba priangan atau domba garut berasal dari Priangan, Kota Garut, Jawa Barat. Memiliki ciri-ciri sebagai berikut : badan besar dan lebar, memiliki leher yang kuat sehingga digunakan sebagai domba aduan dan penghasil daging, domba jantan bertanduk besar, kokoh, dan kuat, melengkung ke belakang berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu, betina tidak memiliki tanduk, bulu badan lebih panjang dan halus, dan bobot domba jantan adalah 60-80 kg, sedangkan bobot domba betina adalah 30-40 kg (Mulyono, 2005). 16

Jagung Produksi jagung di Indonesia selama 5 tahun terakhir terus meningkat, pada tahun 2006 mencapai sekitar 12 juta ton dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 13,6 juta ton. Jagung digunakan untuk bahan baku industri makanan, konsumsi langsung manusia dan terbesar untuk bahan baku industri pakan ternak. Kandungan zat makanan jagung dan komposisi kimia jagung dapat dilihat dalam Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Jagung Berdasarkan Bahan Kering Zat Makanan Kandungan Bahan Kering (%) 90 Protein Kasar (%) 8,4 Serat Kasar (%) 2.2 Lemak kasar (%) 3.6 Abu (%) 1 BETN (%) 75 Sumber: Suarni dan Widowati (2007) Tabel 2. Komposisi Kimia Jagung Komposisi Kimia Jagung Selulosa(%) - Hemiselulosa(%) 41-46 Lignin(%) - Amilosa(%) 25-30 Amilopektin(%) 70-75 Asam Lemak Jenuh(%) Palmintat (15,71), Stearat (3,12) Asam Lemak Tak Jenuh(%) Oleat (36,45), Linoleat (43,83), dan Linolenat (0,42) Albumin(%) 1-8 Globulin(%) 2-9 Glutelin(%) 30-45 Prolamin(%) 50-55 Sumber: Selulosa, Lignin, Asam Lemak Jenuh, Asam Lemak Tidak Jenuh (Suarni danwidowati, 2007), Hemiselulosa (Gliksman, 1969), Albumin, Globulin, Glutelin, Prolamin (Kent, 1983). 17

Kebutuhan jagung untuk pakan mencapai 3,48 juta ton/tahun, meningkat menjadi 4,07 juta ton/tahun pada tahun 2008 (Dirjen Peternakan, 2009). Jagung merupakan bahan pakan sumber energi dalam komponen penyusun ransum ternak. Selain itu jagung mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan yang panas dan kering sehingga dapat tumbuh pada area geografis yang lebih luas dibandingkan dengan serealia yang lain. Menurut Mahaputra et al. (2003), penggunaan complete feed seperti jagung, onggok, bungkil kelapa, dan limbah hasil pertanian lainnya pada domba lokal jantan hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian pakan hijauan saja. Onggok Onggok adalah limbah dari pabrik tapioka yang kering, padat dan keras. Kandungan zat makanan onggok dan komposisi kimia onggok dapat dilihat dalam Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Onggok Berdasarkan Bahan Kering Zat Makanan Kandungan Bahan Kering (%) 86,00 Protein Kasar (%) 1,77 Lemak Kasar (%) 1,48 BETN (%) 89,20 Serat Kasar (%) 6,67 Abu (%) 0,89 Sumber : Irawan (2002) Tabel 4. Komposisi Kimia Onggok Komposisi Kimia Onggok Selulosa(%) 13,93 Hemiselulosa(%) 14,26 Lignin(%) 5,37 Amilosa(%) 15-30 Amilopektin(%) 70-75 Sumber: Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin (Rokhmani, 2005), Amilosa dan Amilopektin (Suarni dan Widowati, 2007). 18

Onggok sebagai hasil sampingan pembuatan tepung tapioka selain harganya murah, tersedia cukup, mudah didapat, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Menurut Supriyati (2003), ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka dan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubi kayu. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Pembuatan onggok dari ubi kayu hingga menghasilkan tepung tapioka dapat dilihat dalam Skema 1. Ubi Kayu Pengupasan Kulit Air Pencucian Air Buangan Pemarutan Air Pemerasan Ampas/Onggok Pemisahan Pati Pengeringan Penggilingan Tepung Tapioka Skema 1. Proses Pembuatan Onggok dan Tepung Tapioka (Sumber: Purwanti, 2009) Bungkil Kelapa Bungkil kelapa merupakan hasil samping dari buah kelapa dengan produksi melimpah di Indonesia. Berdasarkan SNI 01-2904-1996/Rev.1996, yang dimaksud dengan bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering. Dikarenakan hasil ekstraksi minyak kelapa dengan menggunakan cara kering paling tinggi, kebanyakan industri menggunakan cara ini untuk menghasilkan minyak kelapa. Pembuatan bungkil kelapa terdapat dalam skema 2. 19

Daging buah kelapa kering(kopra) Dihaluskan Serbuk kelapa Dipanaskan Dipress Minyak bungkil kelapa Skema 2. Proses Pembuatan Bungkil Kelapa (Sumber : Bank Indonesia, 2007) Bungkil kelapa ditemukan sebagian besar di negara-negara tropis dan tersedia dengan harga yang kompetitif. Pada tahun 2002, sebanyak 65% produksi bungkil kelapa di dunia dihasilkan dari Indonesia dan Filiphina (Sundu dan Dingle, 2005). Ekspor bungkil kelapa merupakan urutan kedua ekspor hasil turunan buah kelapa, yaitu sekitar 56.884 ton (APCC, 2005). Kandungan zat makanan bungkil kelapa dan komposisi kimia bungkil kelapa dapat dilihat dalam Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Kandungan Zat Makanan Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering Komposisi Mutu 1 Mutu 2 Air (%) 12 12 Protein Kasar (%) 18 16 Serat Kasar(%) 14 16 Abu(%) 7 9 Lemak Kasar(%) 12 15 BETN(%) 37 32 Sumber: SNI (1996) 20

Tabel 6. Komposisi Kimia Bungkil Kelapa Komposisi Kimia Bungkil Kelapa Albumin(%) 6,64 Globulin(%) 39,25 Glutelin(%) 15,27 Prolamin(%) 38,84 Asam Lemak Jenuh(%) Laurat (46-50), Palmintat (8-10), dan Stearat (2-3) Asam Lemak Tak Jenuh(%) Oleat (5-7), Linoleat (1-2,5) Selulosa 20,10 Hemiselulosa 25,77 Lignin 5,94 Sumber: Albumin, Globulin, Glutelin, Prolamin (Wibowo, 2010), Asam Lemak Jenuh, Asam Lemak Tak Jenuh (Novarianto, 1994), Hemiselulosa, Selulosa, Lignin (Pangestu, 2005) Konsentrat Konsentrat merupakan bahan pakan tambahan yang diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari bahan pakan utama yaitu hijauan. Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan. Pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang terpenuhinya nutrien yang dibutuhkan. Konsentrat untuk domba umumnya disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat merupakan bahan pakan yang mempunyai kandungan zat makanan tertentu dengan kandungan energi relatif tinggi. Serat kasar rendah dan daya cerna relatif baik, mempunyai palatabilitas (rasa enak), dan aseptabilitas (kemampuan ternak mengkonsumsi) yang lebih tinggi. Menurut Mulyono (2005), tinggi rendahnya konsumsi pakan ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri), yang meliputi suhu lingkungan, palatabilitas, selera, status fisiologis (umur, jenis kelamin, kondisi tubuh), konsentrasi nutrisi, bentuk pakan, bobot badan dan produksi. Bahan pembuat konsentrat dapat dari dedak, bekatul, bungkil dan biji-bijian yang digiling halus 21

(seperti jagung). Bahan pakan tersebut umumnya memiliki kandungan serat kasar rendah sehingga mudah dicerna( Mulyono, 2005). Pakan dengan serat kasar rendah mempunyai daya cerna bahan kering yang tinggi (Tillman et al., 1989). Kandungan serat kasar yang tinggi pada suatu bahan pakan akan sukar dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan nutrien pakan pada ternak ruminansia ditentukan oleh kecernaan serat kasar pakan (faktor eksternal) dan aktifitas mikroba rumen (faktor internal), terutama bakteri dan interaksi kedua faktor tersebut. Teknik pemberian konsentrat disarankan jangan bersamaan dengan hijauan karena pakan ini mempunyai daya cerna dan kandungan nutrisi yang berbeda dengan hijauan (Mulyono, 2005). Apabila diberikan bersama-sama maka efektifitas nutrisinya akan kurang. Menurut Febrina dan Liana (2008), penggunaan konsentrat di daerah pedesaan masih 20% dari total pakan yang diberikan, kebanyakan peternak masih menggunakan pakan hijauan sebagai pakan utamannya. Kecernaan Pakan Secara definisi daya cerna (digestibility) adalah bagian nutrien pakan yang tidak diekskresikan dalam feses. Daya cerna didasarkan atas suatu asumsi bahwa nutrien yang tidak terdapat di dalam feses adalah habis dicerna dan diabsorpsi. Biasanya daya cerna dinyatakan dalam bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut koefisien cerna. Suatu percobaan pencernaan dikerjakan dengan mencatat jumlah pakan yang dikonsumsi dan feses yang dikeluarkan dalam suatu hari (Tillman et al., 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah komposisi pakan, faktor hewan, serta laju perjalanan melalui alat pencernaan. Pencernaan pakan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi pada pakan selama berada didalam saluran pencernaan sampai memungkinkan terjadinya suatu penyerapan (Parakasi, 1999). Untuk penentuan kecernaan dari suatu pakan maka harus diketahui terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu; jumlah nutrien yang terdapat dalam pakan dan jumlah nutrien yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan telah mengalami proses pencernaan (Tillman et al., 1989). Cheeke (2005) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan pakan adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu bahan pakan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga merupakan 22

presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap. Penentuan kecernaan suatu pakan maka harus diketahui jumlah nutrien yang terdapat di dalam pakan dan jumlah nutrien yang dicerna. Jumlah nutrien yang terdapat di dalam pakan dapat dicari dengan analisis kimia, sedangkan jumlah nutrien yang dicerna dapat dicari bila pakan telah mengalami proses pencernaan. Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dilakukan analisis secara biologis yang kemudian diikuti dengan analisis kimia untuk mengetahui nutrien yang terdapat di dalam feses. Diketahuinya jumlah nutrien di dalam pakan dan jumlah nutrien di dalam feses maka dapat diketahui jumlah nutrien tercerna dari pakan tersebut (Tillman et al., 1989). Pakan yang mudah dicerna akan meningkatkan laju aliran pakan, sehingga terjadi pengosongan perut yang menyebabkan ternak cepat lapar dan konsumsi meningkat. Parakkasi (1999), menambahkan bahwa kecernaan yang meningkat akan diiringi dengan peningkatan konsumsi. Menurut Arora (1989), bahwa jenis pakan mempengaruhi degradasi protein dalam rumen. Pakan yang mengandung protein yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisma rumen yang akhirnya dapat meningkatkan laju degradasi pakan tersebut. Kecernaan dapat dipengaruhi pula oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan (Parakasi, 1999). Kebutuhan Energi Ternak Domba Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melalukan kerja dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi, dan termal) dan dapat diubahubah. Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tumbuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al.,1989). Kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat 23

disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena pengkonsumsian pakan dengan kualitas rendah. Secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Sumber utama energi adalah dari pastura (hijauan makanan ternak, hutan, dan rumput atau tunas-tunas), hay, silase, pakan dari produk sampingan (byproduct) dan biji-bijian. Pastura, hay, silase atau pakan dari produk sampingan (byproduct) yang berkualitas bagus dapat digunakan sebagai makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi ternak secara ekonomis. kebutuhan energi domba sebagian besar dipenuhi oleh konsumsi dan pencernaan dari hijauan pasture, hay, dan silase. Sumber energi menurut Parakkasi (1999) adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Pada dasarnya kebutuhan energi ternak ialah kebutuhan energi untuk hidup pokok dan untuk produksi. Menurut NRC (1985), kebutuhan energi ternak untuk hidup pokok adalah jumlah energi dalam pakan yang harus dikonsumsi setiap hari bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi tubuh, energi tersebut digunakan untuk memelihara kelestarian hidup dan mempertahankan keutuhan alat-alat tubuh. Kebutuhan untuk produksi adalah energi diatas kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi yang antara lain meliputi pertumbuhan. Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian (NRC, 1985). Ternak yang kekurangan energi dalam pakannya akan mengurangi fungsi rumen dan menurunkan efisiensi penggunaan protein serta menghambat pertumbuhan ternak (Esminger dan Parker, 1986 dikutip Martawidjaja et al., 1999). Pada penelitian yang dilakukan Prayitno et al.,(2010) Kecernaan energi complete feed berbahan sorgum (63,03%) dan onggok (63,07%) lebih tinggi dibanding complete feed berbahan dedak dan jagung (51,96 dan 57,70%). Perbandingan energi tinggi tersebut diberikan pada domba lokal jantan lepas sapih. Hasil di atas lebih tinggi dari penelitian Pangestu (2005), kecernaan bahan kering onggok dan bungkil kelapa yaitu 47,16% dan 44,88%, hasil tersebut disebabkan karena pada penelitian ini menggunakan pakan tunggal. 24