Sentrifugasi untuk pemanenan sel bakteri

dokumen-dokumen yang mirip
EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

ISOLASI DNA PLASMID. Disusun dalam rangaka memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Bioteknologi. Oleh : Amrullah M, S.

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN. Tujuan dari praktikum ini adalah:

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI. Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : Kelompok : Selasa Asisten : Nimas Ayu

BAB III METODE PENELITIAN

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

ISOLASI DNA KROMOSOM BAKTERI

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

ELEKTROFORESIS HASIL ISOLAT DNA GENOM DARI BAKTERI Escherichia coli DAN DARAH KAMBING PERANAKAN ETAWA

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

LAPORAN PRAKTIKUM. Bagian B Supernatan Pengendapan Jumlah /warna 7 ml / berwarna kuning 1 ml Warna merah

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDS-PAGE

Y ij = µ + B i + ε ij

Pengujian DNA, Prinsip Umum

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE A. Jenis Penelitian B. Populasi dan Sampel C. Waktu dan Lokasi Penelitian D. Alat dan Bahan Rizki Indah Permata Sari,2014

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

BAB III METODE PENELITIAN

Asam Amino dan Protein

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

II. METODELOGI PENELITIAN

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

Untuk mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

ISOLASI DNA GENOM PADA DARAH

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

ADI HADIANA CUCU FITRIANI IGUS JULIUS MOCHAMAD SAEFFULLOH WINDA YUNI DENINTA YANTI SUSILAWATI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

KESEIMBANGAN ASAM BASA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2007 sampai bulan Juni 2008 di

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI ISOLASI DNA KASAR

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

BAB III METODE PENELITIAN

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

Bab III Bahan dan Metode III.1 Bahan III. 2 Alat

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

4 Hasil dan Pembahasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat

Pemetaan DNA Plasmid I. Tujuan Memahami pemetaan DNA plasmid dengan pemotongan/restriksi menggunakan beberapa enzim restriksi.

Transkripsi:

asmid adalah DNA ekstrakromosomal yang umumnya berbentuk sirkular dan secara alami dapat dijumpai pada bakteri dan beberapa jenis yeast uniselular seperti Saccharomyces cereviseae. Plasmid dapat berukuram mulai dari 1000an base pair (bp) sampai 1000an kilo base pair (Kbp), dengan jumlah per sel bervariasi dari satu sampai ribuan salinan (copy) molekul. Plasmid umumnya merupakan elemen genetik mobil yang dapat dipindahkan dari satu individu sel ke individu lainnya melalui konjugasi. Plasmid memiliki fungsi penting bagi inangnya, di antaranya sebagai pembawa gen resistensi antibiotik dan toksin untuk pertahanan sel inang; gen penyandi faktor-faktor virulensi; dan gen penyandi katabolisme substrat yang membuat inangnya mampu mendayagunakan substrat tertentu. Dalam rekayasa genetika, plasmid memiliki peran yang sentral sebagai vektor untuk pengklonan dan ekspresi gen. Sebagai vektor yang ideal, plasmid memiliki ori (origin of replication) sebagai titik awal replikasi untuk perbanyakannya di dalam sel inang; multiple cloning sites (MCS) sebagai tempat penyisipan segmen DNA atau gen yang akan diklon atau diekspresikan; dan gen penanda seleksi, misalnya gen resistensi antibiotik yang berguna untuk seleksi klon. Isolasi plasmid adalah salah satu aktivitas yang rutin dilakukan di laboratorium-laboratorium biologi molekular yang melakukan aktivitas pengklonan gen. Oleh karena itu, metode isolasi yang murah dan praktis serta memberikan hasil yang baik menjadi satu kebutuhan. Salah satu metode yang banyak digunakan dalam isolasi plasmid saat ini adalah metode alkaline lysis. Metode ini pertama kali dipublikasikan oleh Birnboim dan Dolly tahun 1979 (Nucleic Acids Res. 7, 1513-1523). Secara umum, isolasi plasmid bertujuan mengekstrak plasmid dan memisahkannya dari berbagai komponen selular bakteri lainnya, seperti protein, lemak, RNA, dan DNA kromosomal. Yang menjadi tantangan besar dalam isolasi plasmid adalah pemisahan DNA plasmid dari DNA kromosomal bakteri. Metode isolasi alkaline lysis bersandar pada sifat DNA plasmid yang berukuran kecil dan berbentuk sirkular. Penjelasan mengenai prinsip pemisahan kedua jenis DNA ini akan dibahas pada sub bab di bawah. Metode alkaline lysis secara garis besar terbagi ke dalam enam tahap, yakni tahap kultivasi bakteri dan pemanenan sel, tahap resuspensi sel, tahap

lisis sel dan denaturasi DNA, tahap netralisasi, tahap purifikasi, dan tahap pemekatan DNA. 1. Kultivasi dan pemanenan sel Prosedur isolasi diawali dengan kultivasi bakteri yang mengandung plasmid yang akan diisolasi. Untuk inangescherichia coli, umumnya bakteri dikultur selama 12-18 jam pada media Luria-Bertani broth. Pada umur tersebut, pertumbuhan bakteri masih berada dalam fase eksponensial. Pemanenan pada jam tesebut bertujuan untuk memperoleh jumlah sel yang memadai sebagai sumber plasmid. Pemanenan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Gaya sentrifugal yang ada akan memisahkan massa sel bakteri yang berbentuk padat dari cairan media pertumbuhan. Massa sel akan terendapkan pada dasar tabung sebagai pelet. Untuk memperoleh DNA plasmid dalam jumlah yang tinggi, kultur bakteri yang digunakan dalam isolasi plasmid haruslah yang berada dalam fase logaritmik akhir atau awal fase stasioner. Sentrifugasi untuk pemanenan sel bakteri Tips: Preparasi kultur menggunakan koloni tunggal dari plate, dan penggunaan antibiotik yang baru dengan konsentrasi yang tepat adalah kunci memperoleh hasil isolasi yang maksimal. Penggunaaan kultur bakteri yang overgrowth dapat meningkatkan peluang kontaminasi DNA genom dalam hasil isolasi plasmid.

DNA plasmid umumnya berukuran 3-5 kb dan ukurannya meningkat sesuai dengan besar sisipannya. Jenis titik awal replikasi (ori) mempengaruhi jumlah salinan (copy number) per sel. Plasmid dengan jumlah salinan yang tinggi (high copy number) dapat menghasilkan 4-5 ug DNA plasmid per ml kultur LB. 2. Resuspensi sel Pelet sel kemudian diresuspensikan dalam larutan yang mengandung Tris-EDTA dan glukosa. Larutan ini umumnya dikenal sebagai larutan atau solution I. EDTA dalam larutan I berfungsi mengkhelat (mengikat) kation-kation divalen seperti Mg 2+ dan Ca 2+. Kedua ion ini berfungsi sebagai kofaktor yang esensial bagi aktivitas Dnase dalam mencacah molekul DNA. Selain itu, ion Mg dan Ca diketahui berperan penting dalam memelihara integritas dan kestabilan membran plasma bakteri sehingga kerja EDTA juga berfungsi membantu destabilisasi membran. Glukosa berfungsi menjaga tekanan osmotik sel agar tidak pecah. Keutuhan sel pada tahap ini penting untuk tetap terpelihara, Dnase yang ada di dalam sel tidak bertemu dengan DNA plasmid yang akan diisolasi. Penelitian Qiagen menyimpulkan tanpa glukosa pun, metode alkalin lisis dapat bekerja dengan baik dalam mengisolasi plasmid. 3. Lisis sel dan Denaturasi DNA Tahap selanjutnya lisis sel dan denaturasi DNA dengan pemberian larutan II yang terdiri dari SDS dan NaOH. SDS merupakan garam deterjen anionik, yang ketika dilarutkan dalam air akan berdisosiasi menjadi ion Na + dan dan dodesil sulfat. Dodesil sulfat adalah molekul deterjen berantai hidrofobik panjang dengan gugus sulfat bermuatan negatif pada salah satu ujungnya. Dodesil sulfat akan berikatan dengan bagian interior lipid bilayer pada membran sehingga mengakibatkan lisis sel. Komponen selular bakteri termasuk DNA dan RNA akan keluar dan larut dalam. Ion deterjen dodesil sulfat juga mendenaturasi protein yang ada dalam lisat, dengan jalan memutuskan ikatan-katan non kovalen (terutama ikatan hidrogen) pada protein, sehingga kembali ke struktur primernya, sebagai rantai linier polipeptida. Hal ini membuat protein-

protein enzim kehilangan aktivitas enzimatiknya, termasuk enzim Dnase yang dikhawatirkan merusak DNA plasmid. Pada tahap ini larutan akan berisi asam nukleat (DNA dan RNA) dan debris sel yang terdapat dalam kompleks dodesil sulfat-lipid-protein. Sementara itu, NaOH yang bersifat basa membuat seluruh molekul DNA berutas ganda baik DNA kromosomal maupun plasmid mengalami denaturasi menjadi utas-utas tunggal. Itulah mengapa metode ini disebut sebagai metode lisis basa (alkaline lysis). Pada tahapan ini, DNA kromosomal terpisah sempurna menjadi utas-utas tunggal terpisah; sedangkan utas tunggal plasmid yang berbentuk lingkaran tetap terhubung, seperti dua cincin yang saling bertautan. Karakter ukuran dan struktur kedua jenis DNA inilah yang menjadi dasar pemisahan DNA plasmid dari DNA kromosomal. Sodium dodesil sulfat (SDS) 4. Netralisasi NaOH (sodium hidroksida)

Tahap selanjutnya adalah netralisasi dengan penambahan larutan III sodium asetat ph ~5,5. Ion K + bebas yang berasal dari potasium asetat pada larutan III akan menetralkan muatan negatif dari kompleks kompleks dodesil sulfat-lipid-protein terdenaturasi, membentuk potasium dodesil sulfat (KDS) yang tidak larut dan terpresipitasi bersama lipid membran dan protein yang terdenaturasi. Laju presipitasi KDS dapat ditingkatkan dengan inkubasi pada suhu es (4 o C). Larutan III adalah sodium asetat yang diatur phnya ke 5,5 menggunakan asam asetat. Asam asetat berfungsi menetralkan suasana basa yang diciptakan oleh ion hidroksida dari NaOH yang diberikan pada tahap lisis sebelumnya. Ketika ph larutan kembali netral, ikatan-ikatan hidrogen antar basa utas tunggal DNA terbentuk kembali, sehingga molekul tersebut dapat berenaturasi menjadi DNA berutas ganda. Proses renaturasi inilah yang menjadi tahap seleksi bagi plasmid. Utas-utas tunggal sirkular DNA plasmid yang yang berukuran kecil dan tetap saling bertautan dapat berenaturasi sempurna membentuk utas ganda yang tetap berada dalam larutan; sedangkan DNA kromosomal yang berukuran jauh lebih besar dari plasmid tidak dapat berenaturasi sempurna, membentuk struktur kusut tak beraturan yang terperangkap dan ikut terpresipitasi bersama kompleks KDS-lipid-protein. Oleh karena itu, pencampuran pada tahap lisis sel harus dilakukan dengan perlahan. Pengocokan yang kuat (misalnya vortex) akan mengakibatkan molekul DNA kromosom akan terpotong menjadi fragmen-fragmen yang kecil yang dapat ikut berenaturasi seperti halnya DNA plasmid, dan mengkontaminasi DNA plasmid. 5. Purifikasi Purifikasi bertujuan untuk membersihkan isolat dari kontaminasi bahan selain DNA. Pada tahap ini, kontaminan yang umum terdapat dalam larutan adalah protein dan komponen buffer yang digunakan dalam tahap sebelumnya seperti garam potasium asetat, SDS, dan EDTA. Terdapat berbagai metode purifikasi DNA hasil ekstraksi. Salah satu metode tradisional yang efektif dan relatif murah untuk purifikasi DNA plasmid adalah metode ekstraksi fenol-kloroform. Campuran pelarut

organik ini secara signifikan dapat mendenaturasi protein dan melarutkan komponen lipid. Jumlah fenol-kloroform yang ditambahkan umumnya satu kali volume larutan yang akan dipurifikasi. Umumnya fenol-kloroform disiapkan dalam bentuk campuran fenol-kloroformisoamil alkohol dengan perbandingan volume 25:24:1. Campuran fenolkloroform adalah campuran yang homogen. Fenol-kloroform dan air tidak dapat bersatu sehingga akan terbentuk dua fase yakni fase air (fase aqueous) dan fase fenol-kloroform. Fenol-kloroform lebih berat daripada air sehingga fasenya berada di bawah fase air. Kedua fase kemudian dicampur dengan cara vorteks. Pencampuran akan membuat fenol merangsek ke dalam lapisan air dan membentuk emulsi droplet. Protein akan terdenaturasi dan terperangkap dalam fase fenol-kloroform, sedangkan DNA tetap berada di air. Kedua fase kemudian dapat dipisahkan dengan baik dengan sentrifugasi. Fase atas yang berisi DNA akan dapat dengan mudah diambil dengan pemipetan, dan fase fenolkloroform dapat dibuang. Polaritas fenol dan air (sumber: bitesizebio.com) Prinsip purifikasi DNA dengan ekstraksi fenol-kloroform: Air adalah pelarut yang sangat polar, sedangkan fenol bersifat kurang polar dibandingkan dengan air. DNA adalah molekul polar yang

disebabkan oleh adanya gugus-gugus fosfat dalam kerangkanya. Hal ini membuat DNA sangat larut dalam air dan kurang larut dalam fenol. Ketika isolat DNA yang larut dalam air dicampurkan dengan fenol, DNA tidak akan larut dalam fenol, namun tetap berada dalam fase air. Protein memiliki sifat yang berbeda dari DNA. Protein adalah polimer rantai panjang polipeptida yang tersusun atas berbagai macam asam amino. Asam amino ada yang bersifat polar (seperti glutamat, lisin dan histidin) karena memiliki residu yang bermuatan, dan ada juga asam amino yang non polar (seperti fenilalanin, leusin dan triptofan) akibat residunya yang tak bermuatan. Dalam lingkungan berpelarut air, rantai polipeptida melipat sedemikian rupa sehingga residu-residu asam amino yang kurang polar daripada air akan berada di sisi dalam protein (jauh dari air), sedangkan rantai samping asam amino yang polar akan tertata pada sisi luar protein, berikatan dengan air. Dengan kata lain residu-residu asam amino yang polar bersifat hidrofilik ( suka air ), dan yang non polar bersifat hidrofobik ( takut air ). Maka, ketika dicampurkan dengan fenol, protein terekspos dengan pelarut yang kurang polar, sehingga pola pelipatannya protein berubah. Pada dasarnya dalam kondisi tersebut residu-residu asam amino dari protein akan bertukar tempat. Residu yang kurang polar yang tadinya tersembunyi di sisi dalam protein ketika berada dalam pelarut air, kini mendesak menuju ke sisi luar untuk berinteraksi dengan pelarut fenol. Sebaliknya, residu-residu asam amino yang polar akan terselip ke sisi dalam protein, berlindung dari fenol. Dalam waktu singkat, protein mengalami denaturasi akibat perubahan pola pelipatannya. Residu non polar yang kini berada di sisi luar protein yang terdenaturasi membuat protein tersebut lebih larut di dalam fenol daripada di dalam air. Hal inilah yang mendasari proses pemisahan DNA dari protein dalam metode ekstraksi fenol. Protein akan terpisah di fase fenol, sedangkan molekul DNA yang polar tetap berada pada fase air.

Mode aksi ekstraksi protein oleh fenol (sumber: bitesizebio.com) Tips: untuk mengoptimalkan ekstraksi fenol, fase air dan fase fenol-kloroform harus dicampur secara menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan vorteks kuat selama beberapa menit sehingga diperoleh emulsi halus seperti susu. Pencampuran yang kuat, merata dan menyeluruh memungkinkan fenol merangsek ke fase air dan mendenaturasi protein yang mulanya larut dalam fase tersebut. Ukuran droplet fenol pada emulsi yang terbentuk adalah indikator pencampuran. Semakin kecil atau halus droplet-droplet fenol pada emulsi, maka semakin homogen dan baik proses pencampurannya. Kloroform dalam campuran fenol-kloroform berfungsi: 1. Mendenaturasi protein dan melarutkan komponen non polar. Kloroform bersifat non polar sehingga juga dapat mendenaturasi protein. Komponen non polar seperti lipid juga akan larut dalam kloroform. 2. Mencegah pembalikan fase (phase inversion). Fenol sendiri memiliki densitas yang sedikit lebih tinggi di atas densitas air. Sehingga normalnya, fase air akan berada di atas fase fenol. Akan tetapi jika fase air mengandung garam, asam nukleat dan bahan-bahan terlarut lain dalam jumlah tertentu

yang meningkatkan densitasnya menjadi lebih tinggi daripada fenol, maka akan terjadi pembalikan fase, dimana fase air akan berada di bawah fenol. Kloroform yang memiliki densitas yang jauh lebih tinggi daripada air menjadikan campuran fenol-kloroform fase organik yang lebih berat dan tetap berada di bawah fase air. 3. Mereduksi dan menstabilkan interfase (phase inversion). Interfase merupakan zona antara fase air dan fase organik. Zona interfase berisi molekul-molekul yang tidak dapat menentukan akan menetap di salah satu fase, seperti protein yang terdenaturasi sebagian, DNA (pada ph yang rendah), dan/atau protein pengikat DNA yang masih berinteraksi dengan DNA. Interfase yang terlalu besar mengaburkan batas zona fase air yang mengandung DNA, sehingga menyulitkan pengambilan fase tersebut. Kloroform yang bersifat sangat non polar dan 10 kali kurang larut dalam air dibanding fenol, memperkecil zona interfase ini. Isoamil alkohol dalam campuran fenol-kloroform berfungsi sebagai agen anti busa (anti-foaming agent) yang ikut menstabilkan interfase. Sehingga memperjelas batas zona masing-masing fase dan mempermudah ekstraksi fase air yang mengandung DNA. 4. Mencegah kontaminasi fenol pada fase air. Perlu diketahui bahwa fenol yang digunakan dalam ekstraksi adalah fenol jenuh bufer Tris HCl (buffersaturated phenol) yang terdiri dari 72% fenol dan 28% air. Artinya fenol sebenarnya masih dapat berinteraksi dengan air (water missceable). Ketika dilakukan pencampuran fase air dengan fase fenol-kloroform, sebanyak 7% fenol masuk ke fase air dan menarik protein dari fase tersebut. Sejumlah fenol akan tetap terikut pada fase air dan mengkontaminasi DNA hasil isolasi. Kontaminasi fenol dapat menghambat kerja enzim pada DNA dalam prosesproses hilir (PCR, restriksi, ligasi, dll). Fenol lebih larut dalam kloroform daripada dalam air karena sifatnya yang lebih non polar daripada air. Kloroform akan menarik dan memisahkan fenol dari fase air. Untuk tujuan ini, beberapa protokol mengikutkan penambahan kloroform-isoamil alkohol setelah perlakuan fenol atau fenol-kloroform dalam prosedurnya. 6. Pemekatan DNA Pemekatan DNA bertujuan memisahkan DNA dari larutan sehingga diperoleh konsentrasi yang lebih tinggi. Cara sederhana dan murah untuk memisahkan DNA dari larutan dapat dilakukan dengan presipitasi

etanol. Prosedur dasarnya adalah etanol absolut ditambahkan ke larutan DNA. Proses presipitasi etanol umumnya dapat dibantu dengan penambahan garam. Setelah perlakuan itu, DNA akan terpresipitasi dan dapat dipeletkan dengan sentrifugasi. Selanjutnya pelet DNA dicuci dengan etanol 70%. Kemudian pelet dikeringkan dan setelah itu dilarutkan kembali ke dalam air atau buffer tris EDTA (TE). Berikut sekelumit penjelasan mengenai mekanisme presipitasi etanol. Ekstraksi fenol-kloroform dan presipitasi etanol (sumber: wikipedia.org) Sebagai pelarut polar, molekul air memiliki muatan negatif parsial di sekitar atom oksigennya, dan muatan positif parsial di sekitar atom hidrogennya. Oleh karena itu DNA yang bermuatan negatif dapat berinteraksi dengan molekul air, dan larut di dalamnya. Garam berfungsi untuk menetralkan muatan pada kerangka gula fosfat. Garam yang umum dipakai adalah sodium asetat. Selain sodium asetat 0,3 M, sodium klorida 0,3 M dan amonium asetat 2,5 M juga dapat digunakan sebagai garam alternatif. Dalam larutan, sodium asetat terdisosiasi menjadi ion sodium (Na + ) dan ion [CH 3 COO] -. Kation monovalen dalam hal ini ion (Na + ) sodium akan menetralkan muatan negatif pada gugus 3- fosfat (PO 4 ) DNA, sehingga membuat molekulnya kurang larut dalam air.

Namun demikian penambahan garam saja tidak serta merta menyebabkan presipitasi DNA dari larutan. Interaksi antar ion dalam larutan dipengaruhi oleh Gaya Coulumb yang sangat bergantung pada konstanta dielektrik pelarut. Air sebagai pelarut memiliki konstanta dielektrik yang tinggi sehingga membuat ion sodium dan gugus fosfat DNA sulit untuk berinteraksi. Sebaliknya etanol memiliki konstanta dielektrik yang jauh lebih rendah daripada air. Penambahan etanol akan menurunkan konstanta dielektrik larutan sehingga memudahkan interaksi ion sodium dan gugus fosfat DNA. Netralisasi muatan pada gugus fosfatnya membuat DNA menjadi kurang hidrofilik dan akhirnya keluar dari larutan (terpresipitasi). DNA akan terpresipitasi pada larutan dengan konsentrasi akhir etanol minimal 70%. Oleh karena itu, dibutuhkan etanol absolut sebanyak 2-2,5 kali volume sampel. Inkubasi campuran DNA-garam-etanol pada suhu rendah (-20 o C atau -80 o C) umum digunakan dalam prosedur presipitasi. Suhu rendah mendukung flokulasi DNA untuk membentuk kompleks presipitat yang lebih besar, sehingga dengan mudah terpeletkan dengan sentrifugasi. Pencucian dengan etanol 70% berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa garam yang masih terikut pada pelet DNA hasil presipitasi. Pelet yang ada dikeringkan dengan menguapkan sisa etanol pada suhu ruang atau dapat pula dengan menggunakan oven bersuhu 50 o C atau speed vacum. Yang terpenting untuk diingat adalah jangan sampai membuat pelet DNA terlalu kering. Hal ini akan menyulitkan resuspensinya dalam air atau buffer. Pelet DNA kemudian dilarutkan dengan air bidestilata (double destiled water) atau buffer Tris-EDTA (TE) ph 7,5. Stok DNA dapat disimpan pada suhu -20 atau -80 o C. Prinsipnya, semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin baik kualitas preservasinya. Untuk penyimpanan jangka panjang DNA umumnya dilarutkan dalam buffer TE. Buffer Tris yang berph netral akan menjaga DNA dari proses depurinasi yang terjadi pada ph rendah. Selain itu, buffer TE dapat mencegah degradasi DNA oleh nuklease, karena EDTA dalam TE mengkhelat kation-kation divalen (seperti Mg 2+ dan Ca 2+ ) yang menjadi kofaktor Dnase. Akan tetapi, hal ini membuat DNA dengan pelarut TE

kurang cocok digunakan untuk aplikasi hilir enzimatis, contohnya PCR, karena EDTA mengikat Mg 2+ yang merupakan kofaktor bagi Taqpolimerase. Oleh karena itu untuk stok DNA yang akan segera dipakai atau hanya disimpan untuk jangka waktu pendek, penyimpanan dalam pelarut air lebih disarankan. Dalam prakteknya isopropanol juga dapat digunakan untuk presipitasi DNA. Isopropanol kurang volatil daripada etanol sehingga butuh waktu lebih lama untuk diuapkan. Selain itu, beberapa garam kurang larut dalam isopropanol (dibandingkan dengan dalam etanol) dan akan lebih cenderung terpresipitasi bersama dengan DNA. Oleh karena itu, pencucian ekstra dengan etanol 70% perlu dilakukan untuk menghilangkan kontaminasi garam. Isopropanol memiliki kelebihan karena jumlah volume yang dibutuhkan untuk presipitasi DNA hanya setengah dari jumlah volume etanol. Tips: Jika melakukan presipitasi DNA dengan isopropanol, makan konsentrasi akhirnya dalam larutan adalah minimal 35% isopropanol. Dengan kata lain, jumlah yang diberikan adalah sebesar 0,7-1 kali volume larutan DNA. Penggunaan garam dapat dihindari, serta inkubasi cukup dilakukan 15-30 menit pada suhu ruang.

. ALAT DAN BAHAN. 1. Alat : Micropipet dan tip. Tabung eppendorf 15 ml dan 1,5 µl. Microsentrifuge. Vortex. Oven. 2. Bahan : Bakteri Escherchia coli. Media pertumbuhan bakteri cair (LB/NA). Larutan suspensi sel (50 mm Tris-HCl, 10 mm EDTA). Larutan lisis (0,2 M NaOH, 1% SDS). Larutan netralisasi (1,32 M Kalium asetat ph 4,8). FKI(Phenol : Chloroform : Isoamilalkohol = 25 : 24 :1). Sodium asetat 3M. Ethanol absolut. Ethanol 70%. Aquades steril. D. LANGKAH KERJA. Tahap isolasi. 1. Menyiapkan kultur bakteri Escherichia coli yang diinkubasi dalam suhu 37 0 C dan dalam waktu 1 malam. 2. Mengambil 8 ml bakteri dalam kultur cair dengan menggunakan mikropipet. 3. Memasukkan kultur bakteri ke dalam tabung eppendorf 15 ml. 4. Mengendapkan bakteri dengan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selam 10 menit sehingga terbentuk pelet dan supernatan. 5. Membuang supernatan kemudian menambahkan 2 ml larutan A (EDTA dan Tris-HCl) ke dalam pelet. 6. Memvortex campuran dengan kecepatan 3500 rpm. 7. Menambahkan 2 ml larutan B (NaOH dan SDS) ke dalam campuran pelet dan larutan A. Kemudian dibolak-balik 4-6 kali. 8. Menambahkan larutan C (Ka-Asetat) pada campuran pelet, larutan A, dan larutan B. Setelah itu memvortexnya dengan menggunakan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit hingga terbentuk supernatan dan pelet. 9. Mengambil supernatan sebanyak 4 ml dan memasukkan ke dalam tabung yang baru kemudian didiamkan selama 1 malam. Tahap presipitasi. 1. Menambahkan ± 0,1 vol NaOAc dan ± 2,5 vol larutan ethanol absolut dingin ke dalam 4 ml supernatan yang telah didiamkan selama 1 malam. 2. Menyimpannya ke dalam freezer dengan suhu -2 0 C sampai -4 0 C selama 1 jam. 3. Mengendapkan DNA plasmid dengan disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. 4. Membuang supernatan dan membalik botol konikel di atas tissue dan mendiamkannya selama ± 5 menit

Tahap pembilasan. 1. Membilas DNA plasmid yang diperoleh dengan menambahkan 2 ml ethanol 70 % pada pellet dan mendiamkankannya selama ± 5 menit. 2. Membuang etanol 70 % dan membalik botol konikel di atas tissue sampai kering selama ± 5 menit. 3. Menambahkan 50 mikrolit dh 2 O pada DNA plasmid dengan menyedot dan menyemprotkan kembali sebanyak ± 6 kali dengan mikropipet tip warna kuning sampai bercampur. 4. Memipet larutan dengan mikropipet tip warna kuning dan memasukannya ke dalam botol eppendorf kemudian dimasukkan ke dalam freezer. E. HASIL PERCOBAAN 1. Sentrifuge setelah inkubasi : Terbentuk dua lapisan yaitu supernatan yang berwarna keruh dan pellet yang berwarna kuning 2. Setelah Penambahab larutan C : Terbentuk endapan putih 3. Sentrifuge setelah penambahan larutan C : Terbentuk 3 lapisan. Lapisan bawah adalah pellet yang mengandung plasmid lapisan tengah adalah supernatant, dan lapisan atas adalah debris molekul F. PEMBAHASAN Praktikum yang berjudul Isolasi DNA Plasmid ini bertujuan untuk mengisolasi DNA plasmid dari bakteri Escherchia coli. Bakteri yang digunakan untuk diambil plasmidnya adalah bakteri Escherchia coli dikarenakan: 1. Mudah didapatkan. 2. Menghasilkan keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat. 3. Memiliki jumlah plasmid yang banyak. Beberapa teknik dapat digunakan untuk merusak sel Escherchia coli, untuk melepaskan molekul DNA plasmid. Metode yang digunakan pada isolasi DNA plasmid ini adalah metode alkali lisis atau lisis basa. Lisis basa adalah perusakan sel pada ph tinggi dengan NaOH dan SDS (sodium Duodenyl Sulfat), diikuti dengan pelepasan dan denaturasi DNA genomik (gdna), material dinding sel, dan kebanyakan protein seluler. Meskipun DNA plasmid super coil juga terpengaruh karena rusaknya ikatan hidrogen akibat promosi basa, jika ph dijaga di bawah 12,5 pasangan basa terjaga dari pemisahan sempurna untai komplementer. Basa-basa berperan sebagai nuclei untuk renaturasi sempurna molekul DNA plasmid selama tahap netralisasi. Jika lisis sel dilakukan pada ph di atas 12,5, atau jika ph ekstrim dalam larutan, pasangan basa plasmid dapat lepas dan terjadi denaturasi, membentuk pdna single stranded. Setelah tahap lisis, larutan dinetralisasi dengan kalium asetat, yang mengendapkan SDS bersamasama dengan gdna terdenaturasi dan debris seluler. Pengerjaan berbeda dapat menghilangkan material tidak larut ini, sedangkan mayoritas pdna tinggal dalam supernatan. Selama manipulasi, harus dijaga supaya tidak terjadi pemutusan gdna membentuk fragmen-fragmen kecil yang tidak akan membentuk agregat. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil 8 ml bakteri dalam kultur cair yang telah dipersiapkan dengan menggunakan mikropipet dan memasukkannya ke dalam tabung eppendorf 15 ml. Kemudian mengendapkan bakteri dengan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selam 10 menit sehingga terbentuk pelet dan supernatan. Prinsip-prinsip dari sentrifugasi adalah dengan memisahkan molekul berdasarkan ukuran dan berat molekul.

Sampel yang disentrifugasi dengan kecepatan tinggi dan gaya sentrifugal menyebabkan komponen yang lebih besar dan lebih berat akan terendap di dasar tabung yang biasa disebut dengan pellet, sedangkan molekul yang ukuran dan beratnya lebih kecil akan berada pada lapisan yang atas yang biasa disebut dengan supernatan.dalam hal ini, sel bakteri Escherchia coli akan berada pada pellet sehingga kita mengambil pelletnya dan membuang bagian supernatan. Setelah itu menambahkan larutan A yang berisi Tris-HCl dan EDTA untuk mensuspensi pelet sampai larut dengan cara divortex. Di sini penmabahan larutan A akan membuat berat molekul sel menjadi lebih besar sehingga nantinya akan terendapsebagai pellet setelah disentrifuge. EDTA dapat berfungsi sebagai penghambat DNAse yang dapat mendenaturasi DNA dan sebagai pengkhelat magnesium yang berperan dalam merusak stabilitas membran plasma sehingga membran plasma menjadi tidak stabil. Selain itu Tris- HCl menjaga ph larutan sehingga DNA tetap terjaga pada ph nya. Langkah selanjutnya adalah menambahkan 2 ml larutan B (NaOH dan SDS) ke dalam campuran pelet dan larutan A lalu dibolak-balik 4-6 kali. Penambahan larutan B ini bertujuan untuk melisiskan dinding sel bakteri di mana SDS berfungsi untuk menghancurkan membran sel dan mendenaturasi protein serta NaOH untuk mendenaturasi DNA genomik (kromosomal) dan mulai menghidrolisis RNA. Sehingga DNA kromosomal akan kehilangan bentuknya setelah terdenaturasi dan yang dapat diperoleh setelah proses ini kemungkinan besar adalah DNA plasmid. Berikutnya kami menambahkan larutan C yang berisi kalium asetat sebanyak 2 ml. Penambahan kalium asetat akan menyebabkan renaturasi plasmid, mengendapnya single stranded DNA karena molekulnya yang besar dan tidak dapat larut dalam larutan dengan kadar garam tinggi serta pembentukan KDS yang tidak larut sehingga SDS dapat dengan mudah terbuang. Penambahan juga berfungsi untuk menetralkan ph sehingga DNA plasmid tidak rusak. Setelah itu disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm. Setelah penambahan larutan netralisasi ini dihindari penggunaaan vortex atau sentrifugasi yang berlebihan karena akan ikut menyebabkan DNA kromosomal yang mungkin masih ada akan menjadi lebih kecil sehingga akan terlarut pada supernatan yang berisi DNA plasmid. Jadi, pada akhir tahap isolasi ini bagian yang diambil adalah supernatan yang mengandung DNA plasmid dan membuang pellet yang mengandung debris molekuler. Supernatan diambil sebanyak 4 ml kemudian didiamkan selam 1 malam. Dari hasil percobaan, setelah ditambahkan larutan A, larutan B, dan larutan c ternyata hanya diperoleh sedikit pellet dan supernatant tampak keruh. Hal ini mungkin terjadi karena debris molekul tidak semuanya mengendap sebagai pellet namun masih tercampur dalam supernatan bersama plasmid sehingga supernatan tampak keruh. Tidak mengendapnya semua debris molekul mungkin disebabkan pada saat penambahan larutan A sebagai larutan suspensi,edta yang berfungsi sebagai penghambat DNAse yang dapat mendenaturasi DNA dan sebagai pengkhelat magnesium yang berperan dalam merusak stabilitas membran plasma sehingga membran plasma menjadi tidak stabil belum bereaksi secara optimal. Selain itu Tris-HCl yang berfungsi menjaga ph larutan sehingga DNA tetap terjaga pada ph nya juga belum bereaksi optimal. Akibatnya, Tidak semua debris molekul dapat terendapkan sesuai ukuran dan berat molekulnya dan mencemari supernatan sehingga tampak keruh. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kurang berfungsinya larutan B dalam melisiskan dinding sel bakteri sehingga tidak semua dinding dan sitoplasma dapat dirusak. Atau mungkin pula ketika mengambil kultur bakteri atau ketika menambahkan larutan, baik larutan A maupun larutan B, tip menyentuh dinding tabung sehingga plasmid terkontaminasi zat-zat pengotor. Dapat pula saat pengambilan kutur bakteri, ketika pengambilan pellet ternyata supernatan

juga ikut terambil sehingga menyebabkan setelah penambahan larutan A, larutan B, dan larutan C, pellet sedikit dan supernatant menjadi keruh. Pada tahap presipitasi kami menambahkan ± 0,1 vol NaOAc dan ± 2,5 vol larutan ethanol 0,4 ml SodAc (Sodium Asetat) dan 10 ml larutan ethanol absolut dingin ke dalam 4 ml supernatan yang telah didiamkan selama 1 malam. Penambahan ethanol absolut berguna untuk mengendapkan plasmid karena perbedaan polaritas. Ethanol yang ditambahkan harus dingin agar lebih banyak lagi DNA plasmid yang mengendap. Prinsip pengendapan dengan menggunakan ethanol absolut dingin yaitu : Saat penambahan garam yaitu Sod Asetat yang berfungsi sebagai neutralize charge pada gula fosfat DNA, maka ion-ion seperti kation Na + akan menyelimuti rantai DNA yang bermuatan negatif. Jika di dalam air, gaya elektrostatik antara ion + (Na + ) dan - (DNA) masih lemah karena sebagian rantai DNA masih berikatan dengan air atau dapat dikatakan air punya konstanta dielektrik yang tinggi. Sehingga penambahan pelarut organik seperti ethanol dapat menurunkan konstanta dielektrik tersebut atau memperbanyak ikatan DNA dengan Na + sehingga membuat DNA lebih mudah terpresipitasi. Setelah penambahan ini, maka supernatan di dalam kedua larutan tersebut dimasukkan ke dalam freezer selama kurang lebih 1 jam. Tahap akhir dari presipitasi adalah sentrifuge supernatan beserta campurannya dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Hasil yang diperoleh adalah pelet yang mengandung DNA plasmid dan supernatan yang mengandung larutan NaOAc dan ethanol absolut. Sehingga, yang diambil pada tahap ini adalah bagian pellet dan yang dibuang adalah bagian supernatan. Saat tahap presipitasi dilakukan ternyata didapatkan endapan/gumpalan putih yang merupakan protein menurutb keterangan dosen pembimbing. Hal ini juga mungkin berkaitan dengan langkah sebelumnya, atau mungkin saat pengambilan supernatan setelah penambahan larutan A, larutan B, dzan larutan C, pellet ikut terambil sehingga didapatkan plasmid yang sangat tidak murni. Tahap terakhir adalah tahap pembilasan DNA plasmid yang diperoleh dengan cara menambahkan 2 ml ethanol 70 %. Tujuannya yaitu untuk membersihkan sisa-sisa larutan yang digunakan untuk mengendapkan plasmid sebelumnya sehingga dapat diperoleh plasmid yang murni. Kemudian membuang etanol 70 % dan membalik botol konikel di atas tissue sampai kering selama ± 5 menit. Setelah itu, menambahkan 50 mikrolit dh 2 O pada DNA plasmid dengan menyedot dan menyemprotkan kembali sebanyak ± 6 kali dengan mikropipet tip warna kuning sampai bercampur. Langkah terakhir, memipet larutan dengan mikropipet tip warna kuning dan memasukannya ke dalam botol eppendorf kemudian dimasukkan ke dalam freezer. Plasmid hasil isolasi kali ini sangat buruk karena terdapat gumpalan putih yang merupakan protein sehingga kesulitan saat pemindahan dari tabung konikel ke tabung eppendorf menggunakan tip warna kuning yang sangat kecil. Sehingga, pada praktiknya, pemindahan plasmid oleh praktikan kemudian digunakan tip warna biru yang diameternya lebih besar. Namun, murni atau tidaknya plasmid hasil isolasi belum dapat diketahui sebelum dilakukan proses lebih lanjut, melalui proses running. G. KESIMPULAN Dalam praktikum kali ini menggunakan metode alkali lisis untuk dapat mengisolasi DNA plasmid dari bakteri Escherichia coli. Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/qq.html#ixzz2qoiwekyw