BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

tercantum dalam salah satu misi yang digariskan GBHN yaitu perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara efektif dan efisien agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah daerah otonom mampu melaksanakan otonomi khususnya di bidang keuangan. Ketika otonomi mulai digulirkan harapan yang muncul adalah daerah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu solusi yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut, dengan demikian ideologi politik dan struktur pemerintahan negara akan lebih bersifat desentralisasi dibanding dengan struktur pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralisasi. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah berupa Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Lebih lanjut Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai tindak lanjut Peraturan 1

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 kemudian disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka Desentralisasi Fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat- Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang- Undang No. 23 Tahun 2014). Penyerahan kewenangan daerah juga disertai dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat di era Orde Baru. Menurut Undang-Undang Undang-Undang No. 23 2

Tahun 2014, Pemerintah Pusat akan mengalokasikan sumber penerimaan daerah yang terdiri atas pendapatan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dana perimbangan dan pendapatan lain-lain. Daerah diharapkan mampu untuk melaksanakan segala urusannya sendiri secara efektif dan efisien, sebab sumber-sumber pembiayaan juga sudah diserahkan. Jika mekanisme tersebut sudah terwujud maka cita-cita kemandirian Daerah dapat direalisasikan. Sumber-sumber pembiayaan yang diserahkan kepada Daerah itu nantinya akan dimanifestasikan lewat struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kuat. PAD inilah sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari Daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil Daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, boleh dikatakan Daerah tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat. Sementara DAU dan berbagai bentuk transfer dari Pemerintah Pusat seyogyanya hanya bersifat pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah juga menyebabkan terjadinya desentralisasi sistem pemerintahan pada Pemerintah Daerah, karena itu mereka sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib melaksanakan dan menyampaikan laporan pertanggung jawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah Pemerintah Daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Terdapat beberapa permasalahan keuangan daerah yang dihadapi Kabupaten / Kota antara lain: (1) ketergantungan pemerintah daerah kepada subsidi dari pemerintah pusat yang tercermin dalam besarnya bantuan 3

pemerintah pusat baik dari sudut anggaran rutin, yaitu subsidi daerah otonom maupun dari sudut anggaran pemerintah daerah, (2) rendahnya kemampuan daerah untuk menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah yang tercermin dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil dibanding total penerimaan daerah, (3) kurangnya usaha dan kemampuan penerimaan daerah dalam pengelolaan dan menggali sumber-sumber pendapatan yang ada (4) Inefisiensi pemerintah daerah dalam melakukan belanja daerah ( Halim 2002: 167 ). Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 4 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Peraturan ini berarti bahwa Pemerintah Daerah dituntut untuk efisien dalam mengelola pengeluaran daerah yang dikeluarkan sehingga dapat dicukupi dari penerimaan daerah yang diperoleh. Masalah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan harus diperhatikan karena dalam praktiknya menimbulkan tantangan baru bagi pemerintah yaitu tuntutan masyarakat agar pemerintah dapat menciptakan serta menyelenggarakan pemerintahan yang baik, jujur dan bertanggungjawab. Tantangan tersebut muncul karena masih banyaknya persoalan yang dihadapi pemerintah yang belum dapat diselesaikan. Perlu diketahui bahwa tugas pokok 4

pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber dana dari masyarakat yang diperoleh dari pajak, retribusi, utang, obligasi pemerintah, laba BUMN/BUMD, penjualan aset Negara, bantuan dan hibah (Mardiasmo, 2009 : 8). Pengelolaan keuangan daerah tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia yang handal tetapi juga harus didukung oleh kemampuan keuangan daerah yang memadai. Tingkat kemampuan daerah salah satunya dapat diukur dari besarnya penerimaan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber utama untuk melaksanaan otonomi daerah. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari Kinerja Keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan daerah ( Perwira, 2014 ). Mariani ( 2013:2 ) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja sangatlah penting terutama dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah untuk menilai akuntabilitas pemerintah. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumbersumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di dalam menggunakan danadana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Sijabat ( 2013 ), menyatakan bahwa pengukuran kinerja keuangan ini penting dilakukan agar dapat menilai 5

akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah dan dituangkan dalam bentuk laporan keuangan yang bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, serta kinerja keuangan pemerintah daerah yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas pelaporan atas sumber daya yang dikelola pemerintah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa analisis rasio keuangan yang berasal dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Menurut Sadjiarto ( 2000 ) keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja keuangan Pemerintah Daerah ini akan memungkinkan Pemerintah untuk menentukan anggaran dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran Kinerja Keuangan untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru. Analisis kinerja keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen adalah suatu proses penilaian mengenai tingkat kemajuan pencapaian pelaksanaan pekerjaan/kegiatan dalam bidang keuangan untuk kurun waktu tertentu. Berdasarkan beberapa uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan 6

penelitian dengan mengambil judul Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. B. Rumusan Masalah : 1. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Derajat Desentralisasi? 2. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Kemandirian? 3. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Efektivitas PAD? 4. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Efisiensi Keuangan Daerah? 5. Berapakah alokasi Belanja Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen? 6. Bagaimanakah pengaruh Dana Desa terhadap tingkat kemandirian daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen? C. Tujuan Penelitian : 1. Mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Derajat Desentralisasi; 2. Mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Kemandirian; 7

3. Mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Efektivitas PAD; 4. Mengetahui kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen jika dilihat dari Rasio Efisiensi Keuangan Daerah; 5. Mengetahui besarnya alokasi Belanja Pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen; 6. Mengetahui pengaruh Dana Desa terhadap tingkat kemandirian daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. D. Manfaat Penelitian : 1. Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat tentang pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Sragen; 2. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Sragen dalam pengambilan kebijakan keuangan daerahnya; 3. Bagi penulis, penelitaian ini merupakan media belajar tentang pengelolaan keuangan pada pemerintahan; 4. Sebagai bahan pustaka bagi penelitian selanjutnya. 8