5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kelapa sawit memiliki sistem perakaran serabut, yang terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuarterner. Akar primer umumnya 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal ke dalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7-1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuaterner. Akar kuarterner tidak mengandung lignin, panjangnya hanya 1-4 mm dengan diameter 0,1-0,3 mm (Pahan, 2008). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus dibungkus oleh pelepah daun. Batang ini berbentuk silindris berdiameter 0,5 m pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol batang. Sampai umur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah daun yang belum ditunas. Pertumbuhan meninggi pada tanaman kelapa sawit berbeda-beda tergantung dari varietas dan tipenya. Pada keadaan terlindung tanaman kelapa sawit biasanya akan tumbuh lebih tinggi, tetapi diameter batang akan lebih kecil (Lubis, 2008). Daun kelapa sawit terdiri dari pelepah daun (rachis), anak daun (pinnae) dan lidi (spines). Panjang pelepah daun bervariasi tergantung varietas dan tipenya serta kondisi lingkungan. Rata-rata panjang pelepah tanaman dewasa dapat mencapai 9 m. Pada satu pelepah akan dijumpai 250-400 anak daun yang terletak dikiri kanan pelepah daun. Panjang anak daun di bagian tengah dapat mencapai 1,2 m atau lebih
6 panjang dibandingkan anak daun yang letaknya di ujung atau di pangkal. Setiap anak daun terdiri dari lidi dan helai daun (Soehardjo et al.,1999). Susunan daun kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7.5-9 m. Jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250-400 helai (Pahan, 2008). Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkian bunga muncul dari pangkal pelepah daun. Sebelum bunga mekar dan masih diselubungi seludang, bunga dapat dibedakan antara bunga jantan dan bunga betina dengan melihat bentuknya (Fauzi, et al, 2008). Buah kelapa sawit akan matang 5-6 bulan setelah terjadi penyerbukan. Buah tersusun pada spikelet dan karena kondisi yang terjepit maka buah yang berada dibagian bawah akan lebih kecil dan kurang sempurna bentuknya dibandingkan buah yang terletak dibagian luar. Jumlah buah dalam satu tandan bervariasi tergantung umur tanaman, pada tanaman dewasa satu tandan dapat berisi ± 2000 buah. Ukuran buah dan berat buah juga bervariasi, tergantung letaknya dalam tandan. Panjang buah dapat mencapai 5 cm dan beratnya 30 gram. Buah varietas DxP beratnya berkisar antara 16-20 gram, dengan ukuran lebih kecil dari 5 cm. Buah kelapa sawit terdiri dari daging buah dan biji, daging buah jika ditekan akan mengeluarkan minyak. Biji dibalut oleh cangkang yang tebalnya tergantung dari jenis tanaman induknya dan inti dapat menghasilkan minyak inti sawit. Bila belum
7 matang buah berwarna hitam kemudian menjadi merah bila telah matang (Soehardjo et al., 1999). Biji kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian penting. Biji merupakan bagian buah yang telah terpisah dari daging buah dan sering disebut sebagai noten atau nut yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman. Biji terdiri atas cangkang, embrio dan inti atau endosperma. Panjang embrio 3 mm berdiameter 1,2 mm berbentuk silindris seperti peluru dan memiliki dua bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya berwarna kuning dan bagian lain agak tajam berwarna putih. Endosperma merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan embrio (Lubis, 2008). Syarat Tumbuh Iklim Tanaman kelapa sawit praktis berproduksisepanjang tahun sehingga membutuhkan suplai air relatifsepanjang tahun pula. Ada dua hal penting yang perludiperhatikan yaitu jumlah curah hujan tahunan (mm) dandistribusi curah hujan bulanan. Curah hujan yang idealberkisar 2.000 3.500 mm/tahun yang merata sepanjang tahundengan minimal 100 mm/bulan, diluar kisaran tersebut tanaman akan mengalami hambatandalam pertumbuhan dan berproduksi. Curah hujan antara1700 2.500 dan 3.500 4.000 tanaman akan mengalamisedikit hambatan. Di lokasi dengan curah hujan kurang dari1.450 mm/tahun dan lebih dari 5.000 mm/tahun sudah tidak sesuaiuntuk sawit. Rendahnya curah hujan tahunan berkaitandengan defisit air dalam jangka waktu relatif lama sedangkancurah hujan yang tinggi berkaitan dengan rendahnyaintensitas cahaya (Allolerung et al., 2010).
8 Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 2.500 3.000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun, tidak terdapat bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan dibawah 120 mm dan tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Kelapa sawit masih dapat tumbuh dengan baik di daerah yang curah hujannya sekitar 1.800 mm/tahun, asal distribusi merata sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering. Kelapa sawit juga dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan diatas 3.000 mm/tahun, asal distribusinya tidak merata sepanjang tahun karena curah hujan yang terlalu tinggi akan berpengaruh buruk terhadap proses penyerbukan (Hadi, 2004). Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan temperatur optimal 24-28 o C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 mdpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90% (BPPT, 2010). Temperatur yang optimal bagi tanaman kelapa sawit adalah 24-28 C, terendah 18 C dan tertinggi 32 C dengan kisaran lama penyinaran 5-7 jam/hari. Pada beberapa daerah seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan sering terjadi pada bulan tertentu penyinaran matahari ini kurang dari 5 jam. Hal ini menyebabkan berkurangnya asimilasi, timbulnya gangguan penyakit dan lain-lain (Lubis, 2008). Kelapa sawit akan tumbuh optimal pada kelembaban udara 80-90%. Kelembaban udara tidak berdiri sendiri, tetapi sangat dipengaruhi oleh curah hujan, sinar matahari dan suhu. Oleh karena itu faktor iklim yang paling penting untuk dijadikan pertimbangan dalam budidaya kelapa sawit adalah curah hujan, radiasi matahari dan suhu sedangkan faktor iklim yang lain biasanya menyesuaikan (Hadi, 2004).
9 Tanah Menurut Soehardjo et al.(1999) kelapa sawit dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, alluvial dan organosol. Khusus untuk tanah organosol (gambut), Mangoensoekarjo (2007) menyatakan bahwa ketebalan gambut tidak menjadi pedoman untuk persyaratan agronomis kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada berbagai tingkat ketebalan tanah gambut asalkan tingkat dekomposisinya berkisar saprik sampai hemosaprik. Secara umum unsur kemampuan lahan untuk mendukung tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor lingkungan, sifat fisik dan sifat kimia tanah. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka dapat diketahui kelas kesesuiaan lahan untuk tanaman kelapa sawit yaitu: S1, kesesuaiaan tinggi atau baik; S2, kesesuaian sedang; S3, kesesuaiaan terbatas atau kurang baik dan N, tidak sesuai atau tidak baik. Baku potensi produksi rata-rata dalam TBS/ha/tahun untuk tiap daur (siklus) pertanaman menurut kelaskelas tersebut adalah sebagai berikut: S1, diatas 24 ton; S2, 19-24 ton; S3, 13-18 ton; dan N, dibawah 12 ton (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003). Tekstur tanah yang terbaik untuk kelapa sawit adalah liat berpasir, lempung liat berdebu dan lempung berdebu. Tanah dengan fraksi liat yang tinggi (40-60%) atau mengandung fraksi pasir yang tinggi (60-70%) kurang sesuai untuk kelapa sawit. Pada tanah liat dengan fraksi pasir lebih dari dari 60% atau kandungan fraksi pasir lebih dari 70% biasanya tidak direkomendasikan untuk kelapa sawit (Mangoensoekarjo, 2007).
10 Tingkat keasaman tanah (ph) sangat terkait pada ketersediaan hara yang akan diserap oleh akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada ph 4-6 namun yang terbaik adalah 5-5,5. Tanah yang mempunyai ph rendah dapat dinaikkan melalui pengapuran namun membutuhkan biaya yang tinggi.tanah dengan ph rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut. Sifat kimia tanah lain yang diinginkan kelapa sawit adalah kandungan unsur hara tinggi, C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%, daya tukar Mg = 0,4-1 me/100 g serta daya tukar K = 0,15-0,2 me/100 g (Lubis, 2008). Pembibitan Kelapa Sawit Pembibitan kelapa sawit pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu Pre Nursery dan Main Nursery. Pembibitan Pre Nursery diawali dengan menanam kecambah kelapa sawit ke dalam tanah pada polybag kecil hingga umur 3 bulan (Ginting, 2009). Pertumbuhan bibit di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman di pembibitan. Erwiyono (2005), mengemukakan bahwa media tanam di pembibitan umumnya menggunakan tanah lapisan atas (top soil) dengan pertimbangan lapisan tanah tersebut biasanya subur dan gembur. Namun pada kenyataannya ketersedian tanah top soil yang semakin sulit didapat maka digunakan pengganti media tanam sub soil. Pada umumnya tanah sub soil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah top soil dalam kandungan bahan organik dan unsur hara sehingga perlu adanya penambahan unsur hara dan bahan organik.
11 Menurut Hadi (2004), pembibitan pada perkebunan kelapa sawit merupakan kegiatan menanam kecambah pada suatu media tanam, sehingga bibit tersebut siap untuk ditanam secara permanen di areal perkebunan setelah berumur 12 bulan. Ada dua sistem pembibitan yang selama ini dikenal pada pembibitan kelapa sawit yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap. Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), menyatakan bahwa pada sistem pembibitan satu tahap kecambah langsung ditanam di dalam kantong plastik besar. Sedangkan pada pembibitan dua tahap kecambah ditanam dan dipelihara dalam kantong plastik kecil selama 3 bulan yang disebut pembibitan pendahuluan (pre nursery), selanjutnya bibit dipindah dalam kantong plastik besar selama 9 bulan. Tahap terakhir ini disebut juga sebagai pembibitan utama (main nursery). Sistem pembibitan dua tahap lebih dianjurkan dan lazim diterapkan mengingat beberapa keuntungan dibandingkan sistem satu tahap, antara lain menggunakan persemaian atau pre nursery. Penggunaan persemaian memberikan keuntungan antara lain: 1). Pada persemaian, bibit-bibit muda terkumpul dalam satuan luas yang relatif kecil sehingga pengawasan, pemupukan, penyiraman dan pengendalian hama penyakit menjadi lebih mudah, 2). Kemungkinan mati, sakit atau rusak lebih sedikit, 3). Keuntungan tiga bulan pertama karena pemakaian kantong plastik besar tidak ada dan 4). Mempunyai waktu yang lebih panjang dalam mempersiapkan pembibitan utama (Soehardjo et al., 1999). Tujuan utama pembibitan kelapa sawit adalah menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang kelak dapat berproduksi secara optimal sesuai harapan. Perlu ditekankan bahwa bibit merupakan modal dasar yang paling menentukan masa depan perkebunan yang diusahakan. Pada umumnya, pembibitan pada
12 perkebunan besar kelapa sawit ditangani oleh suatu manajemen yang terpisah dari unsur kerja perkebunan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tim kerja pembibitan dapat berkonsentrasi penuh dalam melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, setiap tahapan kerja mulai dari pemesanan kecambah, seleksi, pemupukan, pemeliharaan, hingga bibit siap dipindahkan ke lapangan dapat ditangani dengan sebaik-baiknya (Hadi, 2004). Varietas Kelapa Sawit Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain (Handayani, 2013). Pemilihan varietas sawit yang selektif dapat menjadi dasar penentuan nilai jual perkebunan dan menentukan tingkat produktivitasnya. Hal ini sangat diharapkan menggunakan varietas dari balai benih yang telah bersertifikasi dan dijamin kemurniannya yang diperoleh dari sumber benih (Pardamean, 2008). Varietas kelapa sawit yang termasuk ke dalam kelompok SP540 merupakan varietas-varietas yang dihasilkan dari tetua psifera keturunan SP540 murni yang hanya dimiliki oleh PPKS. Varietas-varietas dalam kelompok ini terdiri dari DxP PPKS 540, DxP Simalungun, dan DxP Avros. Karakter unggulan dari kelompok ini adalah quick starter dan presentase mesokarp per buah yang cukup tinggi. Dengan daya adaptasi yang cukup luas, varietas ini dapat ditanam di berbagai tipe lahan kelapa sawit (PPKS, 2016).
13 Varietas Yangambi merupakan populasi kelapa sawit asal Afrika yang banyak digunakan sebagai tetua psifera sumber benih unggul. Varietas kelapa sawit PPKS yang dihasilkan dari populasi ini adalah DxP Yagambi, DxP PPKS 239, dan DxP PPKS 718. Secara umum, populasi ini memiliki keunggulan pada bobot tandan yang relative besar. Umumnya Yangambi memiliki kandungan minyak dan mesokarp yang tinggi, jauh lebih tinggi dari populasi lain (PPKS, 2016). Komposisi Media Tanam Pupuk organik yang semakin pesat merupakan salah satu peluang pemanfaatan TKKS menjadi pupuk kompos secara ekonomis. TKKS melalui proses dekomposisi dapat dijadikan menjadi pupuk yang kaya unsur hara seperti N, P, K, dan Mg sesuai yang dibutuhkan tanaman. Pengolahan TKKS segar menjadi kompos pada dasarnya memiliki sifat ganda yakni jawaban atas permasalahan limbah cair dan limbah padat TKKS serta manfaat ekonomis sebagai pemasok unsur bahan organik bagi tanaman (Isroi, 2009). Kompos Tandan Kelapa Sawit (TKS) adalah salah satu limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan pabrik kelapa sawit. Kompos TKS merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara utama N, P, K dan Mg. Selain juga mampu memperbaiki sifat fisik tanah, kompos tandan kosong sawit diperkirakan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga pupuk yang digunakan untuk pembibitan kelapa sawit dapat dikurangi (Suherman, et al., 2007). Tandan kosong kelapa sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45-55. Hal ini dapat menurunkan ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi dalam proses perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Usaha menurunkan kadar C/N dapat dilakukan dengan proses pengomposan sampai kadar C/N mendekati kadar
14 C/N tanah. Proses pengomposan tersebut menghasilkan bahan organik bermutu tinggi dengan kadar C/N sekitar 15. Hasil analisis di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit menunjukkan bahwa kandungan hara dalam kompos TKS relatif tinggi. Salah satu keunggulan kompos TKS adalah kandungan K yang tinggi, yaitu mencapai 2-3%.Selain itu, kompos dari TKS juga memiliki ph tinggi (mencapai ph 8) sehingga berpotensi sebagai bahan kemasaman tanah. Kompos TKS mempunyai kapasitas tukar kation yang cukup tinggi > 66,1 me/100g dan merupakan sumber unsur hara mikro Fe dan B (Darmosarkoro dan Winarna, 2001). Subsoil adalah lapisan tanah yang berada tepat di bawah lapisan topsoil. Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki kandungan zat makanan yang sangat sedikit, berwarna kemerahan atau lebih terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki ketebalan antara 50 60 cm. Pada lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai berkurang, demikian juga dengan system perakaran tanaman. Hanya tanaman keras yang berakar tunggang saja yang mampu mencapainya (Andy,2009). Serabut disebut juga sabut atau serat (fiber), berasal dari mesocarp buah sawit yang telah mengalami pengempaan di dalam screw press. Serabut sawit ukurannya relatif pendek sesuai dengan ukuran mesocarp buah sawit yang telah mengalami pengempaan. Dibandingkan dengan nilai kalor TKKS (3.700 kcal/kg), nilai kalor serabut jauh lebih tinggi yaitu 4.586 kcal/kg karena lebih kering dan rendemen seratnya lebih tinggi. Kandungan kimia serabut didominasi oleh glucan (219 kg/ton BK), xylan (153 kg/ton BK), lignin (234 kg/ ton BK), SiO2 (632 kg/ton BK), K2O (90 kg/ ton BK), dan CaO (72 kg/ton BK) (Wahyono et al, 2003).