BAB I PENDAHULAN. Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

Pedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan (Anxiety) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

BAB I PENDAHULUAN. dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya pada program strata satu (Kamus

BAB I PENDAHULUAN. dihadapinya, baik masalah pribadi maupun masalah yang ada di sekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi tertentu. Semua orang pernah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

Bab I Pendahuluan. perkuliahan tentunya akan seringkali mempelajari hal-hal baru, yang mungkin berkaitan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi merupakan suatu jenjang pendidikan yang dapat dijalani

I. PENDAHULUAN. adaptasi yang juga berbeda pada setiap individu baik secara biologis, psikologis dan sosial (Ntoumanis, Edmunds & Duda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat di Indonesia (KKI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Fidianty & Noviastuti, 2010). Menurut Taylor (2006) kecemasan adalah suatu

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai latar belakang, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari stres, masalahnya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi atau hubungan timbal

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. bergaul dan diterima dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

DEWI KUSUMA WARDHANI F

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan didalam kelas.selain itu dituntut untuk menuangkan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bekerja, semuanya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Instansi Sipil, Perusahaan Swasta, atau di Dinas Pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dialami pada waktu tertentu oleh tiap individu tanpa

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian lagi menganggap

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan undang-undang pendidikan No. 12 tahun 2012 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keliru dan juga afek datar yang tidak sesuai serta gangguan aktivitas motorik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Stress, rasa takut dan ansietas adalah kondisi yang. sangat sering terjadi dan mudah ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tanggung jawab dan peranan di universitas. Stres yang tidak

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN PADA TEMAN SEBAYA DENGAN STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu kejadian yang ditunggu-tunggu oleh pasangan

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan adalah sinyal akan datangnya bahaya (Schultz & Schultz, 1994). Seseorang mengalami kecemasan ketika mereka menjadi waspada terhadap keberadaan atau adanya sesuatu yang dapat menghancurkan. Kecemasan adalah keadaan umum yang disebabkan dari penilaian dan persangkaan (Nevid, Rathus, & Greene, 2014). Dengan kata lain kecemasan merupakan hasil penilaian subjektif terhadap tekanan lingkungan (Rice, 1987). Penilaian terhadap situasi yang berbahaya secara fisik maupun psikologis, dinilai secara berbeda tergantung kemampuan dan pengalaman terhadap situasi yang sama (Laux & Vossel, 1982). Kecemasan dapat disebabkan oleh aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari kesehatan, hubungan sosial, karir, hubungan internasional, dan kondisi lingkungan dengan sedikit sumber daya untuk memperhatikan semuanya (Nevid, Rathus, & Greene, 2014). Kecemasan merupakan respon yang normal terhadap ancaman dan dapat memotivasi untuk melakukan sesuatu. Namun kecemasan menjadi tidak normal ketika respon yang dimunculkan tidak menyelesaikan ancaman (Nevid, 2014). Kecemasan memiliki gejala dari berbagai bagian, mulai dari fisik, perilaku, dan kognitif (Nevid, 2014). Gejala fisik merupakan gejala yang muncul akibat aktifnya sistem saraf otonom, seperti pernafasan yang berat, sakit perut, dan gejala fisik lainnya. Gejala kecemasan perilaku dapat dilihat dengan munculnya perilaku menghindar, bergantung, dan ragu-ragu. Gejala kognitif dapat dilihat dengan

munculnya pemikiran-pemikiran yang menyebabkan kecemasan, seperti pemikiran hal yang mengganggu berulang-ulang, bingung, sulit fokus pada satu pemikiran, dan berfikir tidak dapat menangani kondisi tersebut (Nevid, 2014). Gejala kecemasan dapat menyebabkan performa akademis yang buruk, dikeluarkan dari sekolah, berpikir dan berupaya untuk bunuh diri. Gejala kecemasan dalam jumlah yang banyak dan konsisten, dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan (Shi, Wang, & Wang, 2015). Bentuk-bentuk gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang dapat terjadi antara lain : panic disorder, generalized anxiety disorder, specific phobia, social anxiety disorder, dan agoraphobia (Nevid, 2014). Kecemasan tidak terbatas dengan diagnosa pada kategori tersebut, orang dengan masalah penyesuaian diri, depresi, dan gangguan psikotik mungkin juga menghadapi masalah dengan kecemasan (Nevid, 2014). Kecemasan dialami oleh begitu banyak orang, termasuk mahasiswa (Davison, Neal, & Kring, 2012). Penelitian menunjukkan mahasiswa kedokteran memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan mahasiswa non-medis dan populasi umum seusianya (Hope & Henderson, 2014). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kecemasan pada mahasiswa kedokteran di berbagai negara. Mancevska (2014) menyebutkan, 15% populasi mahasiswa kedokteran di Republik Macedonia mengalami kecemasan yang tinggi. Saravanan dan Wilks (2013) dalam penelitiannya menyebutkan, rata-rata 40 % dari populasi mahasiswa kedokteran di universitas swasta di Malaysia mengalami kecemasan. Penelitian yang

dilakukan Shi (2015) pada mahasiswa kedokteran di Cina menyimpulkan tingkat kecemasan pada mahasiswa kedokteran di Cina tergolong tinggi, rata-rata 47% mahasiswa kedokteran mengalami kecemasan. Prabowo (2012) meneliti kecemasan mahasiswa kedokteran di salah satu universitas di Indonesia, hasil penelitiannya mengungkapkan 56,25% responden mengalami kecemasan dengan 7,5% diantaranya pada kategori berat dan 3,75% pada kategori sangat berat. Masalah kecemasan seperti menjadi tren dikalangan mahasiwa kedokteran dan menjadi perhatian dunia (Saravanan, 2013; Shi, 2015). Kecemasan pada mahasiswa kedokteran terjadi dikarenakan keseharian mahasiswa kedokteran yang dipenuhi dengan tekanan yang terus meningkat terkait jam belajar yang panjang, beban kerja yang tinggi, tekanan finansial (Hope, 2014), proses belajar yang cepat, ujian yang banyak tuntutan, lingkungan yang kompetitif, dan juga kecemasan untuk memulai fase kepaniteraan klinik (Azuri, Ackhosta, & Vinker, 2010). Sebelum dilantik sebagai dokter mahasiswa kedokteran akan menempuh pendidikan yang terdiri dari 4 tahun program studi sarjana kedokteran (preklinik) dan 1,5 tahun program studi profesi dokter (kepaniteraan klinik) (Christyanti, 2010). Kepaniteraan klinik atau pendidikan profesi dokter, merupakan aplikasi dari tahap Medical Sciences. Tahap ini merupakan tahap pelatihan dalam mencapai kompetensi dasar sebagai dokter layanan primer yang mampu menerapkan pendekatan kedokteran keluarga, dan juga tahap pemahiran yang akan dicapai pada program internship (Buku Panduan Pendidikan Profesi Dokter, 2009). Tahap ini memberikan

kesempatan mahasiswa untuk mengambil tindakan medis. Mahasiswa pada fase ini harus mempertanggungjawabkan segala yang telah dipelajari semasa preklinik. Hal ini membuat mahasiswa pada fase kepaniteraan klinik lebih cemas daripada fase preklinik (Widosari, 2010) Masa transisi dari preklinik menjadi kepaniteraan klinik, merupakan masa yang paling mencemaskan untuk hampir seluruh mahasiswa kedokteran (Hayes, 2010). Turner (2006) mengungkapkan hal yang sama, mahasiswa kedokteran lebih mencemaskan fase kepaniteraan klinik dibandingkan persiapan untuk menghadapinya. Hal ini terjadi karena perubahan yang sebelumnya mahasiswa berada pada lingkungan yang familiar, terstruktur, dan lingkungan berlajar yang aman, berubah menjadi lingkungan yang kurang terorganisir dan lingkungan klinis yang mengintimidasi (Hayes, 2010). Sarikaya (2006) juga menyebutkan, mahasiswa kedokteran mengalami kecemasan ketika baru menjalani fase kepaniteraan klinik karena kurikulum yang berbeda dengan preklinik dan perbedaan lingkungan belajar. Mahasiswa kedokteran yang menjalani fase kepaniteraan klinik disebut koasisten (Putra, 2015). Koasisten memiliki jadwal ujian tanpa henti dan juga harus menyeimbangkan ketegangan emosional melihat pasien yang sakit dan menegakkan standar professional yang tinggi. Hal ini dapat menjadi masalah tersendiri. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh jurnal Student BMJ, satu dari tujuh mahasiswa kedokteran mempertimbangkan untuk bunuh diri selama masa pendidikan mereka dan satu dari tiga mahasiswa kedokteran mengalami masalah kesehatan

mental. Hal ini terjadi karena kekhawatiran terhadap tekanan studi dan dampak emosional dalam memulai karir medis (CNN Indonesia, 9 September 2015). Saravanan (2013) mengatakan, tekanan studi yang dilalui pada fase kepaniteraan klinik dapat menjadi sumber kecemasan bagi koasisten. Kecemasan yang terjadi pada koasisten sangat berhubungan dengan diagnosis yang benar dan manajemen pengobatan yang benar, menyampaikan berita buruk, berkomunikasi dengan pasien yang sekarat, hubungan dengan senior dan residen, kurangnya bimbingan, masalah pribadi mahasiswa itu sendiri (Sarikaya, 2016), terlalu banyak kegiatan yang menguji keilmuan mereka, kurangnya waktu senggang, dan beban kerja yang berlebih (Saravanan, 2013). Pada koasisten di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan dengan 21 koasisten Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, terdapat karakteristik kecemasan pada mahasiswa koasisten selama menjalani fase kepaniteraan klinik. Karakteristik kecemasan yang diungkapkan oleh koasisten di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas mulai dari karakteristik emosi, fisik, hingga perilaku yang muncul sehingga dapat mengganggu kegiatan sehariharinya. Koasisten mengeluhkan karakteristik emosi yang muncul berupa marah (3 responden), takut (11 responden), cemas (17 responden), sedih (2 responden), rasa bersalah (6 responden). Karakteristik fisik yang muncul berupa sakit perut (6 responden), jantung berdebar (15 responden), tangan atau kaki yang dingin (5 responden), dan gugup (13 responden). Karakteristik perilaku yang muncul berupa

menghindari kejadian tersebut (9 responden), bergantung bantuan teman (9 responden). Hayes (2010) berpendapat, reaksi yang terjadi ketika mengalami masalah kecemasan dapat berupa reaksi fisik (tangan bergetar, gagap, dan gerakan yang berulang) dan emosi (takut, khawatir, cemas, mood yang sedih, dan rasa bersalah). Berdasarkan karakteristik kecemasan yang muncul dapat disimpulkan masalah kecemasan terjadi pada koasisten. Koasisten menyebutkan penyebab timbulnya respon tersebut karena ujian (14 responden), menghadapi konsulen (16 responden), menghadapi residen (4 responden), menghadapi staff rumah sakit (4 responden), berargumen dengan pasien (2 responden), gagal dalam stase (13 responden), mempresentasikan kasus (9 responden), menangani pasien skarat (6 responden), gagal menyelesaikan tugas (9 responden), dan gagal menyelesaikan kepaniteraan klinik tepat waktu (12 reponden). Hal ini senada dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan, kecemasan pada mahasiswa kedokteran dapat terjadi karena kurikulum, kualitas pendidikan (Mancevska, 2014), komunikasi dengan pasien, disangkal pendapatnya (Turner, 2006), kurangnya fleksibilitas emosi, dan kesulitan fokus pada penyelesaian masalah (Schreier & Abramovitch dalam Peterlini, 2002). Sarikaya (2006) dalam penelitiannya membagi situasi penyebab kecemasan menjadi empat kelompok yaitu kemampuan klinis, masalah professional dan gawat darurat, komunikasi dalam menyampaikan berita buruk dan perilaku professional, serta keseharian di dalam bangsal.

Koasisten mengeluhkan dampak dari kegiatan kepaniteraan klinik yang mereka jalani. Selama menjalani fase kepaniteraan klinik mereka menjadi sulit tidur (10 responden), sulit konsentrasi (6 responden), sulit rileks (13 responden), sulit mengambil keputusan (1 responden), frustasi (7 responden), tertekan (10 responden), kesulitan menjalin hubungan dengan keluarga (7 responden), dan kesulitan menjalin hubungan dengan lingkungan dan teman (5 responden). Saravanan (2013) menyebutkan koasisten yang cemas akan mengalami frustasi (terkait dengan kegagalan dalam menyelesaikan tugas, penundaan dalam mencapai tujuan, percekcokan sehari-hari), tertekan (terkait dengan tenggat penyelesaian tugas, beban kerja, dan konflik pada hubungan interpersonal), dan perubahan (terkait dengan pengulangan dan banyak hal yang terjadi dalam satu waktu). Kecemasan yang tidak ditanggulangi dapat mengarah pada performa akademik yang buruk, penarikan diri dari pelatihan medis, pemikiran untuk bunuh diri (Saravanan, 2013), anxiety disorder (Nevid, 2014), dan keberfungsian koasisten sebagai seorang dokter nantinya (Azuri, 2010). Data dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas menunjukkan, pada tahun 2016 sebanyak 147 mahasiswa kepaniteraan klinik gagal dalam stasenya. Kegagalan dalam stase merupakan indikasi terganggunya performa akademik mahasiswa (Pusparatri, 2016). Mengenali kecemasan tentu sangat penting bagi koasisten maupun pihak fakultas sebagai penyelenggara pendidikan agar fase kepaniteraan klinik dapat berjalan dengan semestinya (saravanan, 2013). Oleh karena itu dalam penelitian ini

peneliti ingin melihat gambaran kecemasan yang terjadi pada koasisten terutama pada angkatan termuda agar dapat mengenali kecemasan yang terjadi. Angkatan termuda dalam penelitian ini merupakan angkatan 2012, angkatan ini sedang mengalami masa transisi yang dianggap sebagai masa yang paling mencemaskan (Hayes, 2010; Sarikaya, 2006; Turner, 2006). Penelitian ini menggambarkan kecemasan yang muncul dalam konsep state dan trait, serta kegiatan yang menjadi sumber kecemasan bagi koasisten. Berdasarkan dari konsep Spielberger (1970) mengenai kecemasan, kecemasan dibagi dua yaitu kecemasan state dan trait. Kecemasan state merupakan kecemasan yang bersumber dari situasi atau kejadian yang mengancam, serta menimbulkan rangsangan pada sistem saraf otonom. Sedangkan kecemasan trait merupakan kecemasan yang muncul berasal dari aspek kepribadian dan perilaku individu sehari-hari yang membuat kejadian tersebut dinilai cemas. Hal tersebut diteliti agar masalah kecemasan pada koasisten dapat dikenali dan ditanggulangi sesuai bentuk dan sumbernya. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dibuat untuk menentukan fokus dan batasan penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana gambaran kecemasan pada koasisten angkatan termuda Fakultas Kedokteran Universitas Andalas? b. Kegiatan apa saja yang menjadi penyebab kecemasan pada koasisten angkatan termuda Fakultas Kedokteran Universitas Andalas?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah gambaran dan kemungkinan penyebab kecemasan pada koasisten yang menjadi mahasiswa klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama mengenai kecemasan pada mahasiswa kedokteran. b. Memberikan data dan informasi bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan yang dapat digunakan untuk studi lanjutan. 2. Manfaat Praktis a. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Bagi pihak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kecemasan pada koasisten, sehingga dengan ini Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dapat mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menyelenggarakan program-program menangani kecemasan pada koasisten.

b. Koasisten Bagi koasisten sendiri diharapkan penilitian ini dapat memberikan informasi tentang kecemasan yang dimiliki oleh koasisten, dengan demikian koasisten dapat mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menghadapi kegiatan dalam fase klinik. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan, bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : Landasan teori, bab ini menjelaskan mengenai kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis. BAB III : Metode penelitian, bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data, lokasi penelitian, dan jadwal penelitian. BAB IV : Analisis data dan Pembahasan, bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, deskripsi statistik kecemasan ujian dan regulasi

emosi, hasil penelitian, pembahasan mengenai kecemasan ujian dan regulasi emosi. BAB V : Kesimpulan dan saran, bab ini berisikan kesimpulan mengenai hasil penelitian serta saran penelitian berupa saran metodologis dan praktis.