3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran 1). Penelitian dilakukan 6 (enam) bulan, yaitu mulai dari Juli 2007 sampai Desember 2007. Kegiatan penelitian meliputi : (1) Survei terhadap lokasi penelitian untuk merancang percobaan penelitian pada bulan Juli 2007. (2) Pemasangan terumbu buatan ban dan bambu dilaksanakan di perairan pulau Pramuka Kepulauan Seribu pada bulan September 2007. (3) Percobaan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bubu dilaksanakan setelah 2 bulan masa pemasangan terumbu buatan. Adapun tahap penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. PRA PENELITIAN : - survei lokasi - pembuatan surat ijin penelitian PENELITIAN TAHAP 1: - pembuatan desain terumbu buatan - pemasangan terumbu buatan - pemeliharaan terumbu buatan PENELITIAN TAHAP 2: - pengukuran parameter fisik - pengambilan sampel perifiton - pengamatan kelimpahan ikan di sekitar terumbu buatan - pengoperasian alat tangkap bubu - identifikasi dan pengukuran hasil tangkapan ANALISIS DATA Gambar 2 Tahap penelitian 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada saat pengumpulan data di lapangan terdiri dari ban bekas, bambu, tali ijuk, perahu, perlengkapan selam, penggaris, papan tulis kedap air, pensil 4B, buku identifikasi ikan dan perifiton,, alat tulis, botol film, underwater camera, timbangan, Global Positioning System (GPS), currentmeter, handrefractometer, decom, kantong plastik, formalin 4%, mikroskop, pisau, gergaji dan paku. 16
17 3.2.1 Kontruksi terumbu buatan Terumbu buatan yang digunakan terdiri dari dua jenis material, yaitu terumbu buatan bambu dan ban. Ban-ban bekas dan bambu tersebut kemudian dirakit model limas dengan bantuan tali polyethylene sebagai pengikat. Pembuatan terumbu buatan dengan model limas sama sisi dipilih karena hasil dari model terumbu buatan ini yaitu membentuk lubang atau celah yang cukup banyak. Sebagaimana pendapat Haris dan Rani (1992) bahwa prinsip dasar pembuatan terumbu buatan adalah terbentuknya celah-celah atau lubang tempat perlindungan ikan dan biota-biota laut lainnya. Kemudian pertimbangan lain adalah faktor kestabilan desain dan kontruksinya yang cukup baik dan ekonomis sehingga lebih memudahkan dalam penempatannya di dasar perairan atau lokasi yang diinginkan. Desain terumbu buatan model tersebut diuraikan sebagai berikut : (1) Terumbu buatan material ban bekas model limas (Gambar 3) ini dimulai dengan mengikat dua buah ban dan disusun menjadi bentuk segitiga dibagian alasnya. Kemudian untuk tingginya 3 buah ban dirangkai menjadi 1 dengan cara diikat menggunakan tali dan digabungkan dengan bagian alasnya dan 1 buah ban dibagian puncaknya. Jumlah ban keseluruhan 10 buah ban. Ukuran setiap sisi limas 150 cm. Gambar 3 Terumbu buatan ban bekas
18 (2) Terumbu buatan material bambu model limas (Gambar 4) ini menggunakan bambu dengan panjang 150 cm 6 buah dengan diameter 9-10 cm. Selanjutnya potongan bambu dirangkai sedemikian rupa dengan bantuan tali polyethylene sebagai pengikat hingga terbentuk sebuah model limas. Gambar 4 Terumbu buatan bambu 3.2.2 Kontruksi alat tangkap bubu Bubu dasar (Gambar 5) ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 120 cm, lebar 90 cm, tinggi 45 cm, mesh size 2,5 cm. Bahan rangka bubu terbuat dari bambu dan badan bubu terbuat dari kawat kemudian diikat dengan tali serta dibungkus dengan jaring yang dimaksudkan agar ikan-ikan kecil tidak masuk ke dalam bubu memakan umpan. Pemberat bubu digunakan batu yang diikatkan dikedua ujung bubu untuk menenggelamkan alat tangkap tersebut. Penelitian tentang hasil tangkapan bubu dilakukan dengan metode pengambilan sampel hasil tangkapan (Suryabrata 1983), yaitu dengan mengoperasikan bubu pada dua tempat yang berbeda yaitu di terumbu buatan ban dan terumbu buatan bambu dianggap sebagai perlakuan. Kondisi perairan, jarak antar bubu, jarak antara bubu dengan terumbu buatan ban dan bambu, kedalaman pemasangan bubu, komposisi dan kepadatan perifiton yang tumbuh dan menempel pada terumbu buatan, serta kondisi oseanografi lainnya dianggap tetap berpengaruh, tetapi tidak merupakan perlakuan dalam penelitian ini.
19 a b e f Gambar 5 Alat tangkap bubu Keterangan : a. Panjang bubu (120 cm) b. Lebar bubu (90 cm) c. Mulut luar (55 cm) d. Mulut dalam (32 cm) e. Tinggi bubu (45 cm) f. Mesh size (2,5 cm) 3.3 Prosedur Penelitian Terumbu buatan yang telah dirangkai tersebut selanjutnya dilengkapi dengan pemberat berupa batu yang diikatkan pada setiap sisi dari masingmasing jenis terumbu buatan tersebut. Kemudian terumbu buatan tersebut diletakkan pada lokasi yang ditentukan sesuai dengan hasil survei.
20 Lokasi terumbu buatan terletak di perairan pantai pulau Pramuka Kepulauan Seribu dengan persyaratan menurut (Hagino 1991) jarak ± 200 meter dari pantai; struktur tidak mempengaruhi terumbu karang alami; kualitas air baik dan stabil, perubahan suhu dan salinitas harian kecil, atau kualitas air relatif sama dengan yang dibutuhkan terumbu alami; kedalaman perairan cukup memadai (15-35 meter) untuk meminimalkan resiko badai, memungkinkan akses penyelam dan perawatan, serta memanfaatkan pertukaran dan pencampuran massa air di dekat pantai; daerah berpasir, tandus atau krikil dengan kecerahan baik; kecepatan arus ± 3 knot, tidak lebih, tidak ekstrim dan tidak pula terlalu rendah; dan daerah aliran tenang sekitar upwelling dan mixing (20-30 meter). Terumbu buatan yang terdiri dari dua jenis material ditempatkan pada jarak antar terumbu buatan ± 50-100 meter dengan dasar perairan pasir berlumpur. Sedangkan penempatan alat tangkap bubu pada terumbu buatan berjarak ± 30 cm. Terumbu alami 50 100 meter TB-bambu 50 100 meter TB-ban Gambar 6 Sketsa lokasi penempatan terumbu buatan Setelah dua bulan terumbu buatan diletakkan pada lokasi penelitian dan diperkirakan telah terhuni oleh beberapa organisme yang diharapkan, maka pemasangan alat tangkap bubu segera dilakukan. Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan metode experimental fishing, yaitu berupa uji coba penangkapan pada masing-masing terumbu buatan sebanyak 15 kali dengan menggunakan sepasang bubu pada masing-masing terumbu buatan sebagai obyek penelitian dengan alat bantu perahu dan perlengkapan selam. Waktu yang dibutuhkan dari setting ke hauling adalah 2 x 24 jam.
21 Ikan yang tertangkap diidentifikasi dengan menggunakan buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut I (Sardjono 1979; Kuiter 1992; Lieske dan Myers 2001). Sampel tersebut selanjutnya dihitung dalam satuan berat dan ekor. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah hasil tangkapan yang dihitung dalam jumlah (ekor) dan bobot (gram) pada setiap jenis material terumbu buatan. Parameter penunjang dalam penelitian ini adalah parameter fisik pada lokasi penelitian meliputi kecepatan arus, salinitas, suhu dan kecerahan. Pengamatan juga dilakukan terhadap jenis-jenis ikan yang terkumpul di kedua terumbu buatan tersebut. Ikan-ikan yang diamati yaitu: kelompok species target, kelompok species indikator dan kelompok species mayor. Pengamatan terhadap tingkah laku ikan di sekitar terumbu buatan dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung (visual method) dengan melakukan penyelaman. Pada saat pengamatan secara langsung dilakukan pula pengambilan gambar dengan underwater camera. Pengamatan dengan penyelaman dilakukan pada saat kecepatan arus rendah atau skala kecil dari 2 knot. Hal ini dikarenakan jika kecepatan arus lebih dari 2 knot maka akan membahayakan keselamatan penyelam. Pengamatan dilakukan setelah 2 bulan terumbu buatan terpasang di perairan dimulai pukul 09.00-17.00 WIB, dengan mengadakan penyelaman selama 45 menit di setiap terumbu buatan dengan ulangan sebanyak 2 kali. Selama pengamatan di dalam air, pengamat dikawal oleh dua rekan selam (buddy) yang mengontrol lamanya pengamatan dan selalu siap membantu pengamat bila ada kesulitan di bawah air serta pemotretan bawah air. 3.4 Analisis Data Dalam perhitungan dan pengujian data selain dilakukan secara manual juga menggunakan software SPSS versi 10.0, Minitab 13 dan Microsoft Excel 2003 dengan tujuan untuk mengurangi resiko kesalahan. Untuk menarik kesimpulan dari hasil pengamatan maka dilakukan beberapa tahap pengujian data yang meliputi : (1) Tabulasi Data Yaitu memasukkan data dalam tabel kombinasi antar perlakuan, Kemudian membandingkan dua kombinasi terumbu buatan dan menguji antar perlakuan (2) Uji Kenormalan Data Metode yang digunakan dalam pengujian kenormalan data adalah metode Liliefors (Sudjana 1992). Jika pada kenormalan data menunjukkan bahwa
22 data menyebar normal, maka untuk selanjutnya diuji dengan menggunakan metode statistik parametrik, sedangkan apabila data yang diperoleh tidak menyebar normal, maka data diuji dengan menggunakan metode statistik non parametrik. (3) Uji Keragaman (Homogenitas) Sesudah data diuji kenormalannya, apabila data menyebar normal dilakukan uji ragam atau uji homogenitas. (4) Uji Hipotesis Apabila ternyata diperoleh dalam pengujian ragam homogen, maka dilanjutkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t-student untuk penarikan kesimpulan. (5) Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : H 0 : Diduga perbedaan material terumbu buatan tidak berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan bubu. H 1 : Diduga perbedaan material terumbu buatan berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan bubu. Kaidah pengambilan keputusannya adalah : (1) Jika t hit > t tabel maka tolak H 0, dimana perbedaan material terumbu buatan berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan. (2) Jika t hit < t tabel maka gagal tolak H 0, dimana perbedaan material terumbu buatan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan. (6) Komposisi jenis hasil tangkapan Persentase komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian dihitung dengan menggunakan rumus: n p = 1 x100% N dimana : p = proporsi satu jenis ikan yang tertangkap n 1 = berat satu jenis ikan setiap kali sampling (kg) N = berat total tangkapan setiap kali hauling (kg) (7) Kelimpahan ikan karang Kelimpahan ikan karang dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Odum (1971) sebagai berikut : X = ΣXi n
23 dimana : X = kelimpahan ikan Xi = jumlah ikan pada stasiun pengamatan ke-i n = luas terumbu buatan yang diamati (m 2 ) (8) Kelimpahan perifiton Sampel perifiton yang telah diawetkan dalam botol film diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan ke dalam alat Sedwick Rafter Counting Cell (SRC) sampai volumenya penuh sekitar 1 ml. Sebelum sampel diambil, botol film dikocok-kocok terlebih dahulu agar sampel di dalam botol film tercampur dan tidak ada yang mengendap. Volume SRC yang penuh ditandai dengan menutupnya cover glass SRC dengan sendirinya. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10, kemudian sampel dalam SRC dihitung dengan menggunakan metode sensus tanpa ulangan. Sampel perifiton diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Needham dan Needham (1969). Kelimpahan perifiton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (APHA 1995) : K = n T 1 V L W v Keterangan : K = jumlah total perifiton (ind/cm 2 ) N = jumlah perifiton yang diamati T = luas penampang permukaan Sedgewick Rafter (1000 mm 2 ) L = luas amatan (mm 2 ) V = volume konsentrat pada botol contoh (ml) v = volume konsentrat dalam Sedgewick Rafter (1 ml) W = luas substrat yang dikerik (3x8 cm 2 ) Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis isi perut ikan (stomach content) yang bertujuan untuk mengetahui jenis makanan yang disukai ikan hasil tangkapan. Karena itu untuk mengetahui bahwa indikasi ikan-ikan berkumpul di terumbu buatan antara lain disebabkan oleh proses pembentukan rantaimakanan lokal dilakukan melalui studi pustaka. 3.5 Asumsi Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian menggunakan beberapa asumsi yaitu setiap letak terumbu buatan memiliki karakteristik perairan yang sama dan waktu perendaman (soaking) alat tangkap bubu dianggap sama.