BAB I PENDAHULUAN. SDM aparatur yang selanjutnya disebut Pegawai Negeri Sipil memiliki peran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Strategi Implementasi..., Baragina Widyaningrum, Program Pascasarjana, 2008

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembagian daerah di Indonesia pada dasarnya diatur dalam undangundang

BAB I PENDAHULUAN. telah di tentukan bersama. Setiap organisasi pastilah memiliki tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia merupakan faktor sentral serta memiliki peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

I. PENDAHULUAN. organisasi (Hasibuan, 2011:10). Walaupun suatu organisasi telah memiliki visi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB II KAJIAN TEORITIS. karyawan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Tanpa

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang paling mendasar dan sedang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan bergulirnya era reformasi, maka tuntutan akan. membutuhkan adanya kepastian dalam menerima pelayanan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

REFORMASI BIROKRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA DAN PELAYANAN PUBLIK RRI

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan, maka penulis

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

Bab I Pendahuluan. Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 menetapkan

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari tuntutan era globalisasi bagi bangsa Indonesia

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari

RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

REFORMASI BIROKRASI PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki posisi yang strategis dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang sudah ditentukan. Saat ini good governance sangat ramai. yang dipimpin oleh seorang atasan terhadap pegawai-pegawainya.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dalam perusahaan untuk mencapai tujuan bukan hanya tergantung pada

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat (public service. Perbaikan atau reformasi di bidang kepegawaian

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan. permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan

RENCANA STRATEGIS PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH

BAB I PENDAHULUAN. Departemen yang berada dibawah Kementrian Agraria dan Tata Ruang dan

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang. Kenyataan tersebut menuntut profesionalisme sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Searah dengan perkembangan zaman, khususnya Negara Indonesia yang

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat strategis dan menentukan. Disamping peranannya sebagai pengelola,

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Fenomena pengangguran, pemutusan hubungan kerja, demonstrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif. Secara kualitatif hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. kelompok pekerja menurut Sutrisno, (2010:5) dalam Ndraha (1999).

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan tempat atau alat dilaksanakannya berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, cara atau metode, material, mesin, uang dan beberapa sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengelola suatu instansi/lembaga/perusahaan peran pegawai yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi merupakan suatu rangkaian sistem yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya mempunyai sifat untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang atau lebih yang didasarkan atas tujuan yang ingin dicapai bersama. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISU ADMINISTRASI PERKANTORAN. Oleh : MAYA MUTIA, SE, MM Analis Kepegawaian Pertama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN. public goods and services disebut governance (pemerintahan atau

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh bagus atau tidaknya disiplin kerja yang dimiliki oleh

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. Ketercapaian tujuan organisasi sangat ditentukan oleh manajemen sumber

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Awal

BAB I PENDAHULUAN. bidang pemerintahan sekarang ini telah terjadi perubahan yang sangat besar. Salah

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. good governance. Good governance merupakan salah satu alat reformasi yang

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

KATA PENGANTAR. lingkungan yang terus berubah, yakni lingkungan internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai

KABUPATEN BADUNG PERJANJIAN KINERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG MANGUSADA TAHUN 2015

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karyawan sebagai individu dalam sebuah organisasi merupakan bagian terpenting karena memiliki peranan besar dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebagai asset organisasi yang terpenting, fungsi dan peran karyawan dibutuhkan untuk memaksimalkan kinerja, produktivitas, maupun efektivitas organisasi melalui cara kerja yang efesien sehingga menghasilkan nilai tambah bagi organisasi. Dalam lingkup instansi pemerintahpun, karyawan atau SDM aparatur yang selanjutnya disebut Pegawai Negeri Sipil memiliki peran penting dalam birokrasi sebagai pelaksana utama tugas-tugas pemerintahan. Sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat, SDM aparatur tersebut memiliki fungsi inti dalam menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh SDM aparatur pun diharapkan mampu menghasilkan inovasi-inovasi baru dengan memberikan pelayanan yang lebih cepat, tepat, mudah, murah, efektif dan efisien. Sehingga tercipta kepuasan yang tidak hanya tumbuh dalam diri masyarakat sebagai penerima layanan, tetapi juga pada SDM aparatur yang bersangkutan sebagai pemberi layanan. Dengan melihat peran dan fungsi SDM aparatur tersebut tentu sangat beralasan bagi instansi pemerintah untuk menciptakan SDM aparatur yang profesional, memiliki integritas tinggi dalam bekerja dengan menjunjung tinggi sikap prefesionalisme dan nilai-nilai moralitas yang kental dengan kejujuran, 1

2 kesetiaan dan komitmen. Hal tersebut menjadi salah satu sasaran dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang tertuang di dalam kebijakan remunerasi, yang saat ini gencar dilakukan oleh beberapa instansi. Implementasi kebijakan remunerasi di beberapa instansi tersebut dilakukan atas dasar adanya berbagai macam tuntutan masyarakat untuk menyelenggarakan pemerintahan yang berdasarkan pada prinsip good governance. Masyarakat menuntut peningkatan kinerja aparatur pemerintahan agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang marak terjadi dalam pelayanan publik di Indonesia, sehingga tercipta suatu pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan public good and services. Perbaikan atas performa atau kinerja organisasi lembaga pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pun menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan program reformasi birokrasi yang dijalankan oleh beberapa instansi. Hal tersebut perlu dilakukan karena adanya anggapan bahwa kinerja pelayanan instansi pemerintah di Indonesia masih dinilai buruk. Kesadaran akan perlunya sumber daya manusia yang berkualitas, perlu ditindaklanjuti dengan berbagai strategi yang dapat meningkatkan kinerja pegawai. Salah satu strategi untuk menghadapi tantangan yang tidak ringan, setiap organisasi harus mendesain kembali perencanaan organisasinya, pengelolaan manajemen kinerja serta pendayagunaan manusia. Dalam hal ini berarti mengupayakan agar sumber daya manusia itu mampu dan mau bekerjasama secara optimal demi tercapainya tujuan organisasi.

3 Dengan mengacu pada pengertian dan tujuan perubahan birokrasi internal sesuai dengan prinsip good governance guna meningkatkan kinerja pegawai yang tinggi, Mahkamah Agung telah menetapkan dua kebijakan yang penting yaitu berupa pemberian tunjangan kinerja atau remunerasi dan penerapan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Aspek sumber daya manusia dalam program reformasi birokrasi yang dijalankan oleh MA RI tersebut menekankan pentingnya perhatian khusus pada kesejahteraan SDM-nya, sehingga hal tersebut berimplikasi pada pemberian dan pembentukan struktur remunerasi yang lebih efektif. Meskipun remunerasi merupakan bagian kecil dari pelaksanaan reformasi birokrasi di MA RI, namun dampak dari pemberian remunerasi kepada para pegawai di bawah naungan MA tersebut dinilai banyak kalangan dapat memberikan suatu hal yang positif karena mampu meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja bagi pegawai. Banyak asumsi yang menekankan bahwa melalui pemberian remunerasi yang tepat menjadi suntikan bagi terciptanya performa kinerja yang baik, mendorong MA RI untuk mengutamakan pengelolaan sumber daya manusia atau pegawai melalui suatu konsep yang tepat kepada instansi-instansi di bawah naungannya. Perhatian khusus terhadap kesejahteraan SDM tersebut dapat dilakukan melalui pemberian remunerasi yang lebih efektif, yaitu dalam arti adil, layak dan sesuai dengan kompetensi serta harus memenuhi segala kebutuhan lainnya yang mampu mendukung kinerja atau performa SDM aparatur di dalam organisasi. Pendekatan melalui pengembangan remunerasi ini dikenal sebagai cara yang efektif untuk mengurangi biaya dan menambah produktifitas pegawai.

4 Dengan pengembangan sistem remunerasi pegawai yang berdasarkan pada beban kerja dan tanggung jawab masing-masing pegawai serta kinerja pegawai maka diharapkan dapat mengurangi terjadinya penyalahgunaan kewenangan berupa tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintahan, karena good governance erat kaitannya dengan moral individu. Buruknya kualitas pelayanan publik juga ditunjukkan pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kondisi ini terjadi karena adanya beberapa situasi yang mempengaruhi aparat pemerintahan melakukan KKN. Di satu sisi aparat pemerintahan memiliki tingkat penghasilan yang rendah dan di sisi yang lain dihadapkan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi. Hal ini mendorong aparat pemerintahan untuk melakukan KKN guna memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya perilaku ini merupakan upaya darurat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak tercukupi. Tetapi pada tahap selanjutnya berkembang menjadi perilaku dan budaya dari aparat pemerintahan. Implementasi kebijakan dengan pendekatan ini memberikan pesan pentingnya kepatuhan implementor terhadap sektor administrasi kebijakan. Logika sederhananya adalah bagaimana mungkin sebuah kebijakan akan berjalan dengan baik jika kriteria-kriteria dalam kebijakan tidak dijalankan dengan baik dan konsisten. Pengadilan Tinggi Agama Bandung sebagai salah satu lembaga yang mengimplementasikan kebijakan remunerasi di bawah naungan Mahkamah Agung, diharapkan akan mempertegas mekanisme reward dan punishment yang bertujuan meningkatkan kinerja pelayanan publik Pengadilan Tinggi Agama Bandung, seiring dengan peningkatan mutu sumber daya manusia.

5 Implementasi kebijakan reformasi birokrasi yang dititikberatkan pada pemberian tunjangan khusus (remunerasi) dibawah jajaran Mahkamah Agung sejak tahun 2008, menghasilkan peningkatan kinerja pada Pengadilan Tinggi Agama Bandung. Gambar 1.1 Grafik Prosentase Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Berdasarkan Renstra 2010-2014 Pengadilan Tinggi Agama Bandung Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah PTA Bandung Tahun 2012 Akan tetapi, pencapaian peningkatan Kualitas SDM baru mencapai 10,76%, dikarenakan pada kegiatan Peningkatan Kelulusan Diklat Teknis Yudisial, Pengadilan Tinggi Agama Bandung tidak mengirimkan pegawai untuk mengikuti Diklat Teknis Yudisial sehingga capaiannya sebesar 0%. Sementara untuk Peningkatan Kualitas SDM bidang non yudusial pada tahun 2012, seperti pada tahun sebelumnya Pengadilan Tinggi Agama Bandung menyelenggarakan Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa dan Ujian Nasional Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa menjalin kerjasama dengan Lembaga Kebijakan

6 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dari 79 peserta yang diikutsertakan dalam pelatihan tersebut, hanya 17 peserta yang lulus Ujian Nasioan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa, sehingga prosentase capaiannya sebesar 21,52%. Angka tersebut mendekati target yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu sebesar 45% mengingat tingkat kesulitan dalam meraih Sertifikat Ahli Pengadaan Barang/Jasa. Namun dari pencapaian tersebut, terdapat penurunan prosentase kelulusan dibandingkan dengan Tahun 2011 yang mencapai 38,33%. Pengadilan Tinggi Agama Bandung mulai melaksanakan kegiatan Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa dan Ujian Nasional Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa dari tahun 2011, sehingga perbandingan pencapaian hanya bisa dilakukan dengan 1 (satu) tahun kebelakang (2011-2012). Dari latar belakang tersebut dapat dillihat bahwa implementasi kebijakan tentang remunerasi dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai menjadi sangat penting. Peningkatan kinerja pegawai seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan kualitas SDM. Di sisi lain, masih terdapat sisa perkaran pada tahun sebelumnya yang menjadi beban pada tahun berjalan. Berdasarkan informasi tersebut, adanya hubungan kinerja dan peningkatan SDM yang belum sesuai dengan penerapan kebijakan remunerasi, memungkinkan berdampak pada tingkat employee engagement pegawai di PTA Bandung, maka dirasa perlu untuk melakukan peninjauan kembali untuk melihat pengaruh diantara remunerasi dengan tingkat kinerja pegawai di PTA Bandung.

7 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diketahui bahwa adanya pemberian remunerasi dalam instansi yang sudah melaksanakan reformasi birokrasi seperti MA yang membawahi Pengadilan Tinggi Agama Bandung bertujuan untuk meningkatkan kinerja para pegawai serta mengurangi bentukbentuk penyelenggaraan pemerintahan yang penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Peningkatan kinerja pegawai tersebut dapat dilihat salah satunya dengan menggunakan konsep employe engagement,sebagaimana hasil riset yang telah dilakukan oleh Development Dimensions International, Inc pada tahun 2006 (Efendi,dkk. 2009). Hasil riset tersebut memberikan gambaran bahwa ketika skor engagement tinggi, maka pegawai akan lebih puas terhadap pekerjaannya, tingkat keinginan untuk meninggalkan pekerjaan pun menjadi rendah dan pegawai menjadi lebih produktif, serta begitu pula sebaliknya. Hal tersebut menandakan bahwa employee engagement dapat memberikan gambaran bagi organisasi untuk melihat kinerja pegawainya, khususnya hubungannya dalam pemberian remunerasi. Adanya permasalahan-permasalahan dalam pemberian remunerasi, baik kaitannya dengan kinerja dan peningkatan SDM sebagaimana dijelaskan sebelumnya diduga mampu mempengaruhi tingkat employee engagement di PTA Bandung karena sistem remunerasi yang berlaku belum memberikan kepuasan bagi para pegawai setempat, khususnya pada pegawai pemangku jabatan fungsional administrasi di lingkungan PTA Bandung.

8 Berdasarka uraian diatas penulis sangat tertarikuntuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul : PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG REMUNERASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar pengaruh finansial terhadap kinerja pegawai di Pengadilan Tinggi Agama Bandung? 2. Seberapa besar pengaruh non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung? 3. Seberapa besar pengaruh finansial dan non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dapat disusun suatu tujuan penelitian yaitu 1. Untuk mengetahui pengaruh pengaruh finansial terhadap kinerja pegawai di Pengadilan Tinggi Agama Bandung. 2. Untuk mengetahui pengaruh non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung. 3. Untuk mengetahui pengaruh finansial dan non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung.

9 1.5 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi, diantaranya : 1. Kegunaan Akademis: a. Untuk memenuhi salah satu syarat ujian sidang sarjana pada jurusan Ilmu Administrasi Negara. b. Dapat bermanfa at bagi pengembangan Ilmu Administrasi dan Manajemen termasuk pemecahan masalah Administrasi khususnya mengenai Remunerasi. c. Dapat dijadikan bahan masukan dalam meningkatkan kinerja pegawai di Pengadilan Tinggi Agama Bandung. 2. Kegunaan Praktis a. Untuk menambah wawasan, dan pengetahuan penulis baik secara teoritis maupun praktis dalam bidang administrasi dan manajemen juga sebagai bahan untuk menerapkan dan membandingkan pengetahuan yang diperoleh penulis selama kuliyah dengan kenyataan di lapangan. b. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan tentang implementasi kebijakan remunerasi dalam upaya meningkatkan kinerja pegawai di Pengadilan Tinggi Agama Bandung. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman kepada penulis untuk memperluas dan mengembangkan kemampuan berfikir penulis dalam mengetahui tentang remunerasi pegawai. d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman atau bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

10 1.6 Kerangka Pemikiran Para analisis kebijakan adalah mereka yang terus mengembangkan bidang tersebut dengan cara yang sama ketika bidang itu dimulai, yaitu dengan menggunakan statistik yang kadang-kadang sangat abstrak dan model-model matematis, dengan fokusnya pada pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan. Para teoritis kebijakan publik politik lebih tertarik dengan hasil-hasil akhir kebijakan publik, dengan interaksi-interaksi politik yang menentukan suatu peristiwa tertentu dan di dalam kebijakan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, lingkungan. Analisis kebijakan menginginkan agar rekomendasi kebijakan yang dikeluarkan oleh kliennya tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Sehingga analisi kebijakanpun harus konsisten bahwa analisi kebijakan adalah mahluk yang berkomitmen untuk mengembangkan keuntungan publik dan mencapai kesejahteraan bersama. Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

11 Remunerasi merupakan salah satu implementasi kebijakan yang sering dikaitkan dengan dunia ketenagakerjaan, terutama dalam konteks sistem pengupahan atau penggajian. Namun dalam perkembangannya, istilah ini juga kerap kali digunakan secara kontekstual, sehingga memiliki keragaman arti. Dalam konteks birokrasi pemerintah, remunerasi dikaitkan dengan penataan kembali sistem penggajian pegawai yang didasarkan pada penilaian kinerja, dengan tujuan terciptanya sistem tata kelola pemerintah yang baik dan bersih. Sementara dalam konteks perusahaan, remunerasi diartikan sebagai sebuah bentuk tindakan balas jasa atau imbalan yang diterima pekerja atas prestasi kinerjanya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat Departemen Pendidikan Nasional, remunerasi diartikan sebagai uang yang diberikan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilakukan. Secara harfiah remunerasi juga diartikan sebagai substitusi dari uang yang ditetapkan dengan peraturan tertentu sebagai imbal balik suatu pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Sistem remunerasi ada dua, yaitu : 1. Sistem remunerasi tradisional, biasanya hanya memberikan remunerasi berdasarkan jabatan atau peran dalam organisasi, yang sering disebut sebagai input organisasi. Dalam sistem ini, remunerasi sesuai dengan bobot relatif jabatan dalam organisasi, yang diukur dari pengetahuan/kemampuan, pemecahan masalah, dan tanggung jawab.

12 2. Sementara sistem remunerasi berbasis kinerja (performance-based), menambahkan pada sistem tradisional, berupa remunerasi berdasarkan kinerja yaitu manfaat ekonomis yang dihasilkan untuk organisasi (output organisasi). Dan Pengadilan Tinggi Agama Bandung menggunakan sistem remunerasi berbasis kinerja sejak tahun 2008. Adapun berbagai tujuan diadakannya remunerasi disuatu instansi, antara lain: 1. Mendorong sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas 2. Memelihara SDM yang produktif sehingga tidak pindah ke sektor swasta dan membentuk perilaku yang berorientasi pada pelayanan serta mengurangi tindak Korupsi Kolusi dan Nepostime (KKN). 3. Sistem remunerasi dapat menciptakan persaingan yang positif antar pegawai. Akan terlihat sekali, mana pegawai yang rajin, dan mana yang pemalas, mana pegawai yang mau belajar, mana juga yang tidak. Dengan begitu, pegawai akan terpacu untuk mengembangkan dirinya. 4. Menciptakan tata kelola instansi yang baik dan bersih. 5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai dan hal ini akan secara langsung berdampak pada peningkatan produktivitas. Pada prinsipnya, sistem remunerasi yang berbasis kompetensi harus mempertimbangkan secara seimbang imbalan yang diberikan kepada input dan output. Input dalam hal ini adalah bagaimana seseorang melakukan sesuatu pekerjaan untuk dapat mencapai tujuan kinerja. Hal ini berkaitan dengan

13 kompetensi apa yang perlu dikuasai oleh orang tersebut. Untuk itulah, perlu diberikan imbalan untuk kompetensi apa yang telah dikuasai oleh orang tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan. Begitu juga dengan output, adalah apa hasil kerja yang dicapai oleh orang tersebut dalam pekerjaannya. Output ini adalah target kinerja yang dihasilkan oleh orang tersebut, sehingga perlu diberikan imbalan apabila orang tersebut mampu untuk mencapainya. 1. Kompetensi Individual adalah kompetensi yang dimiliki dan dibawa oleh orang untuk melakukan pekerjaannya seperti yang dipersyaratkan. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan sebagai tambahan pendapatan yang diterima dalam bentuk tunjangan atau insentif. 2. Kinerja adalah prestasi atau hasil kerja yang ditunjukkan baik secara individu, tim ataupun organisasi, yang berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh organisasi. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan dalam bentuk insentif atau bonus. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ketika merancang sistem remunerasi, diantaranya : 1. Asas adil dan proposional. Adil yang dimaksud adalah obyektivitas dalam menetapkan nilai nominal dan harus sesuai dengan proporsi seperti memertimbangkan: a. Tanggung jawab b. Jabatan yang diemban Nilai dari kontribusi yang diberikan oleh fungsi jabatan atau posisi bagi organisasi, yang umumnya dapat dilihat dari 3 (tiga) hal yaitu, tuntutan kemampuan, pemecahan masalah dan tanggungjawab

14 c. Jenis pekerjaan d. Prestasi kerja karyawan e. Resiko pekerjaan yang dihadapi Adil tidak boleh diartikan dalam konteks bahwa setiap karyawan menerima upah atau gaji yangharus sama namun memertimbangkan dari dua sisi yaitu kondisi perusahaan dan kebutuhan pekerja. Di sisi perusahaan, adil berkaitan dengan kondisi keuangan perusahaan dan kecenderungan pasar dimasa mendatang. Sedangkan disisi pekerjanya, adil adalah tercukupinya pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan pekerja maupun keluarganya. 2. Layak dan wajar Hal ini dimaksudkan bahwa remunerasi yang diberikan harus layak dan wajar, dan tentunya saling menguntungkan kedua belah pihak, baik dari perusahaan maupun pekerjanya. Namun yang harus diakui bahwa ada parameter yang digunakan untuk menetapkan upah dan gaji karyawan di perusahaan yaitu ketentuan normative yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuan normative yang dimaksus ialah batasan minimal yang tidak boleh dilanggar. 3. Sistem merit Remunerasi diberikan kepada pekerja berdasarkan kinerja kerja karyawan dievaluasi dan dinilai dengan mengacu pada parameter penilaian kinerja.

15 4. Bersifat kompetitif Maksudnya adalah kompetensi yang dimiliki dan dibawa oleh orang untuk melakukan pekerjaannya seperti yang dipersyaratkan. Faktor ini biasanya diperhitungkan dalam imbalan sebagai tambahan pendapatan yang diterima dalam bentuk tunjangan atau insentif. 5. Transparan Artinya adanya keterbukaan dalam penetapan gaji dan tunjangan, menetapkan syarat kenaikannya yang masing-masing harus diketahui dan mudah dipahami oleh pekerja atau karyawan. Tetapi harus diingat bahwa pemberian atau tingkat remunerasi yang berlaku di tiap perusahaan berbeda satu dengan lainnya. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan menyebutkan bahwa: kinerja adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2011:67) Pengertian kinerja pegawai menurut Lembaga Administrasi Negara Indonesia yang dikutip oleh Sedarmayanti dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja bahwa : kinerja merupakan prestasi kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja dan penampilan kerja. (Sedarmayanti, 2009:50). Menurut Agus Dharma, Kinerja pegawai adalah sesuatu yang dicapai oleh pegawai presentasi kerja yang diperlihatkan oleh pegawai, dan kemampuan kerja yang berkaitan dengan penggunaan peralatan kantor. (Dharma,2000:105).

16 Agus Dharma menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kualitas Pekerja Pengukuran kualitas keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan,yaitu seberapa baik menyelesaikannya. Hal ini berkaitan dengan mutu yang dihasilkan; 2. Kuantitas Pekerja Pengukuran kuantitas yaitu melibatkan perhitungan keluaran dari proses pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah yang harus di selesaikan; 3. Ketepatan Waktu Merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitas yang menentukan ketepatan penyelesaian suatu kegiatan sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan; 4. Absensi Pemberitahuan ketidakhadiran dan pulang kerja sesuai dengan jam; 5. Keselamatan Kerja Keselamatan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya kesehatan yang diberikan organisasi dalam melaksanakan tugas.(dharma, 2004 : 48) Sedangkan menurut T.R. Mitchell (1978:343) dalam Sedarmayanti (2007:51), menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu: 1. Prom Quality of Work (Kualitas Kerja) 2. Promptness (Ketepatan Waktu) 3. Initiative (Inisiatif)

17 4. Capability (Kemampuan) 5. Communication (Komunikasi) (VARIABEL X) Remunerasi 1. Finansial 2. Non Finansial (Mondy dan Noe, 1993) (VARIABEL Y) Kinerja 1. Kuantitas Kerja 2. Kualitas Kerja 3. Ketepatan Waktu (Dharma, 2000:48) Gambar 1.2 Paradigma Penelitian Pemikiran Pengaruh Kebijakan Tentang Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Pengadilan Tinggi Agama Bandung 1.7 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ho: Tidak terdapat pengaruh dari finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung; H 1 : Terdapat pengaruh dari finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung; 2. Ho: Tidak terdapat pengaruh non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung; H 1 : Terdapat pengaruh dari non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung; 3. Ho: Tidak terdapat pengaruh dari finansial dan non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung; H 1 : Terdapat pengaruh dari finansial dan non finansial terhadap kinerja di Pengadilan Tinggi Agama Bandung;