BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan

dokumen-dokumen yang mirip
Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Keluarga Sejahterah

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 92

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan. Pendapatan merupakan balas jasa bekerja setelah

BAB II TINJUAN PUSTAKA. saudara laki-laki dan perempuan, serta pemelihara kebudayaan bersama.

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG (UU) NOMOR: 10 TAHUN 1992 (10/1992) TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Soekanto, 1995:431 (dalam Atika, 2011) proses pembangunan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGHIDUPKAN 8 FUNGSI KELUARGA MENUJU KELUARGA SEJAHTERA

2017, No menetapkan Peraturan Presiden tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang Undang D

O-o-O. pamphlet. Kawi Boedisetio

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. masalah kependudukan. Berbagai program pembangunan digulirkan untuk

Visi Misi Baru, Mengembalikan Kejayaan KB?

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). sejahtera. Sejalan dengan arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

MEWUJUDKAN SDM BERKUALITAS MELALUI KELUARGA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

MEMBANGUN KELUARGA SEJAHTERA, URGENSI DAN UPAYANYA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Dr. Sugiri Syarief, MPA. ( Kepala BKKBN ) Disampaikan oleh Drs. Pranyoto, M.Sc. ( Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga )

O-o-O. pamphlet. Kawi Boedisetio

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Lampiran 1 Kriteria keluarga sejahtera BKKBN

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BAPERMAS KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN KETAHANAN KELUARGA

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II SEJARAH DAN KONDISI UMUM DESA PAMIRITAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah

BUPATI WONOGIRI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

WAHANA MEMBANGUN KELUARGA SEJAHTERA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

Ramah adalah sesuatu yang berhubungan dengan senyum dan sapaan hangat.

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

Rencana Kerja (Renja) Perubahan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2017

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Penyuluhan Program Keluarga Berencana dalam penelitian mendiskripsikan tentang masih kurang teraturnya pelakasanaan penyuluhan program KB, dan masih banyaknya masyarakat yang berpikiran negatif terhadap program KB, hal ini tentu saja menjadi tugas penting bagi semua pihak untuk mensukseskan program KB agar mampu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi yaitu tidak teraturnya laju pertumbuhan penduduk sehingga mengakibatkan rendahnya kesejahteraan masyarakat. Penelitian yang ditulis Slamet Makmur dengan judul Pelaksanaan Keluarga Berencana (KB) Terhadap tingkat kesejahteraan Keluarga. Penelitian ini menunjukkan bahwa kepadatan penduduk yang tidak merata, menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial dan tingkat kesejahteraan. Dengan hanya memiliki dua anak saja, diharapakan beban keluarga berkurang, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Utari (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh pemberian Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Dinas Pasar Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi dan kemampuan terhadap kinerja pegawai dinas pasar Kota Malang. Alat uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan kuantitatif dengan uji hipotesis uji T dan uji F. Hasil penelitian 7

8 menunjukkan bahwa pemberian motivasi mempunyai pengaruh kepada kepuasan kerja. Berdasarkan hasil dari penelitian dari variabel yang telah dianalisis bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja, peranan pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, dan peranan pertanian sebagai mata pencaharian rumah tangga berpengaruh nyata terhadap keputusan petani menjual lahan. Persamaan penelitian sekarang dengan peneliti-peneliti terdahulu yaitu pada peneliti pertama dan kedua sama-sama menggunakan objek tentang keluarga berencana, sedangkan peneliti ketiga sama-sama menggunakan alat analisis regresi. Perbedaan penelitian sekarang dengan peneliti-peneliti terdahulu adalah pada studi kasus, peneliti pertama menggunakan studi kasus di Desa Cibokor Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur dan peneliti kedua Kelurahan Kradenan Kecamatan Pekalongan Selatan, peneliti ketiga Pengaruh pemberian Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Dinas Pasar Kota Malang sedangkan penelitian sekarang menggunakan studi kasus di Desa Pamotan Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Para keluarga pra sejahtera, yaitu keluarga itu belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, dan keluarga sejahtera I yaitu keluarga itu sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dalam hal sandang, papan, pangan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar.pelaksanaan pembangunan Keluarga Sejahtera di desa bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga sesuai dengan tahapan keluarga sejahtera, terutama keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera

9 I yang masih dalam keadaan belum atau sebatas dapat memnuhi kebutuhan fisik misalnya, agar mereka dapat melepaskan diri dari keterbelakangan sosial dan ekonomi. Karena itulah kondisi mereka sekarang adalah dalam keadaan miskin. Kondisi kondisi inilah yang menyebabkan keluarga keluarga tersebut tidak mungkin berperan secara optimal dalam pembangunan sebagaimana yang diharapkan. B. Landasan Teori 1. Definisi Kesejahteraan Definisi dari Teori Kesejahteraan yaitu : suatu kondisi dimana sebuah keluarga telah mampu untuk memenuhi jasmaniah (materiil) maupun kebutuhan batiniah (spiritual). Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Tugas dan misi gerakan Keluarga Berencana Nasional adalah memantapkan landasan penerimaan Norma Keluarga Kecil yang bahagia dan sejahtera, dan usaha memperkuat dukungan institusi masyarakat terutama ditingkat pedesaan kebawah sebagai pendukung kekuatan gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 berikut PP Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera

10 memberikan arah pembangunan yang makin dinamis dan menjamin pendekatan yang selama ini telah kita kerjakan dengan baik. Dengan demikian keluarga menjadi titik sentral dari konsep pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, tangguh, maju dan mandiri. Pembangunan keluarga sejahtera yang dilakukan diharapkan agar setiap keluarga memiliki sikap, tekad dan semangat kemandirian serta ketahanan yang tinggi dan memiliki kemampuan fisik materiil, psikis, mental spiritual guna mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup layak dan harmonis dalam memenuhi kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Untuk mewujudkan kemandirian keluarga perlu ditopang paling sedikit oleh dua tiang utama yaitu keluarga kecil agar bebannya tidak terlalu berat dan keluarga sejahtera dengan kekuatan ekonomi. Keluarga kecil dapat terwujud apabila fungsi reproduksinya dapat mewujudkan reproduksi yang sejahtera, disisi lain keluarga sejahtera dengan kekuatan ekonomi dapat terwujud apabila fungsi ekonomi, fungsi sosialisasi dan pendidikan serta fungsi pembinaan lingkungan yang bersih, tertib dalam suasana etos kerja yang tinggi dapat tercipta dengan baik. Menurut BKKBN, dalam pendataan yang akan datang Indikator Keluarga akan diklasifikasi menurut kelompok sebagai berikut : 1. Keluarga Pra Sejahtera, yaitu kalau keluarga itu belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya. a. Indikator Ekonomi : Makan dua kali atau lebih sehari

11 Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (di rumah bekerja,sekolah dan bepergian). Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah. b. Indikator Non-Ekonomi : Melaksanakan ibadah Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan 2. Keluarga Sejahtera I, yaitu kalau keluarga itu sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dalam hal sandang, papan, pangan dan pelayanan kesehatan yang sangat dasar. a. Indikator Ekonomi : Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru. Luas lantai rumah paling kurang 8m untuk tiap penghuni b. Indikator Non-Eekonomi : Ibadah teratur Sehat tiga bulan terakhir Punya penghasilan tetap Usia 10-60 tahun dapat baca tulis hurup Usia 6-15 tahun bersekolah Anak lebih dari 2 orang, ber-kb 3. Keluarga Sejahtera II, yaitu kalau keluarga itu selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimunya, juga dapat pula memenuhi kebutuhan sosial

12 psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. a. Indikator : Memiliki tabungan keluarga Makan bersama sambil berkomunikasi Mengikuti kegiatan masyarakat Rekreasi bersama (6 bulan sekali) Meningkatkan pengetahuan agama Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah menggunakan sarana transporstasi. 4. Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, kebutuhan sosial psikologisnya, dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif menyumbangkan dan belum aktif giat dalam usaha kemasyarakatan dalam lingkungan desa atau wilayahnya. a. Sudah memenuhi Indikator : Memiliki tabungan kelurga Makan bersama sambil berkomunikasi Mengikuti kegiatan masyarakat Rekreasi bersama (6 bulan sekali) Meningkatkan pengetahuan agama Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah Menggunakan sarana transporstasi

13 b. Belum memenuhi Indikator : Aktif memberikan sumbangan material secara teratur Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. Berdasarkan indikator BKKBN, kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel demografi (jumlah anggota dan usia), sosial (pendidikan kepala keluarga), ekonomi (pekerjaan, kepemilikan aset, dan tabungan), manajemen sumberdaya keluarga dan lokasi tempat tinggal. Dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga, peneliti menggunakan tahapan keluarga sejahtera yang telah dipaparkan. Pembangunan ekonomi keluarga mendapat penekanan yang utama karena akan mendukung keberhasilan aktivitas lainnya. Dengan menurunnya tingkat kemiskinan yang disertai membaiknya kualitas masyarakat, keluarga dan penduduk yang ditandai dengan tingginya partisipasi masyarakat, makin lincahnya keluarga indonesia untuk mobilitas sebagai hasil yang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat memahami lebih mendasar tentang pembangunan Keluarga Sejahtera, berikut ini akan diuraikan beberapa pengertian sesuai dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 yaitu : a. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. b. Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

14 pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahgia dan sejahtera. c. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang di bentuk berdasrakan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. d. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera. e. Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mamdiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahgiaan batin. f. Kemandirian keluarga adalah sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan kesejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggung jawab. Dengan demikian gerakan Pembangunan Keluarga Berencana diarahkan pada pengembangan kualitas keluarga melalui upaya Keluarga Berencana dalam

15 rangka membudayakan norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera yang diselenggarakan secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga. Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2009). Faktor Faktor dominan tersebut terdiri dari (1) pemenuhan kebutuhan dasar; (2) pemenuhan kebutuhan psikologi (3) kebutuhan pengembangan dan (4) kebutuhan aktualisasi diri dalam berkontribusi bagi masyarakat di lingkungannya. Dalam hal ini, kelompok yang dikategorikan penduduk miskin oleh BKKBN adalah Keluarga Pra sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS-I). Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuruan, antara lain adalah : a. Tingkat pendapatan keluarga b. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan c. Tingkat pendidikan keluarga d. Tingkat kesehatan keluarga, dan e. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

16 Pembangunan keluarga sejahtera merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi keagamaan, fungsi sosial buadaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi pembinaan lingkungan. (Mongid, 1996) Pembangunan ekonomi keluarga mendapat penekanan yang utama karena akan mendukung keberhasilan aktivitas lainnya. Dengan menurunnya tingkat kemiskinan yang disertai membaiknya kualitas masyarakat, makin lincahnya keluarga Indonesia untuk mobilitas sebagai hasil yang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dilihat dari berbagai sisi dan dimensi manapun setiap keluarga, yang terpenting agar kedelapan (8) fungsi keluarga dapat berperan dengan baik di setiap keluarga Indonesia. Menurut BKKBN (1992) adapun kedelapan fungsi-fungsi dari keluarga tersebut adalah sebagai berikut 1. Fungsi keagamaan, diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya. Untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

17 2. Fungsi sosial budaya, diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. 3. Fungsi cinta kasih, diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana untuk menumbuhkan dan membina rasa cinta dan kasih sayang antar sesama anggota keluarga, antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. 4. Fungsi melindungi, diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai dan tentram bagi seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan batin. 5. Fungsi reproduksi, diarahkan untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga 6. Fungsi sosialisasi dan pendidikan, diarahkan untuk mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik bagi anak, agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi. 7. Fungsi ekonomi, diarahkan untuk mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang 8. Fungsi pembinaan lingkungan, diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana yang mampu membina kehidupan yang harmonis dengan lingkungan sosial kemasyarakatan dan dengan alam sekitarnya.

18 2. Sasaran Pembangunan Keluarga Sejahtera Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, aman, selamat, dan tentram. Keluarga Sejahtera adalah Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang /maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1994:5). Kesejahteraan keluarga tidak hanya menyangkut kemakmuran saja, melainkan juga harus secara keseluruhan sesuai dengan ketentraman yang berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju keselamatan dan ketentraman hidup. 3. Faktor Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan yaitu : 1. Faktor intern keluarga a. Jumlah anggota keluarga Pada zaman seperti sekarang ini tuntutan keluarga semakin meningkat tidak hanya cukup dengan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan saran pendidikan) tetapi kebutuhan lainya seperti hiburan, rekreasi, sarana ibadah, saran untuk transportasi dan lingkungan yang serasi. Kebutuhan diatas akan lebih memungkinkan dapat terpenuhi jika jumlah anggota dalam keluarga sejumlah kecil. b. Tempat tinggal Suasana tempat tinggal sangat mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Keadaan tempat tinggal yang diatur sesuai dengan selera keindahan penghuninya,

19 akan lebih menimbulkan suasana yang tenang dan mengembirakan serta menyejukan hati. Sebaliknya tempat tinggal yang tidak teratur, tidak jarang meninbulkan kebosanan untuk menempati. Kadang-kadang sering terjadi ketegangan antara anggota keluarga yang disebabkan kekacauan pikiran karena tidak memperoleh rasa nyaman dan tentram akibat tidak teraturnya sasaran dan keadaan tempat tinggal. c. Keadaan sosial ekonomi keluarga. Untuk mendapatkan kesejahteraan kelurga alasan yang paling kuat adalah keadaan sosial dalam keluarga. Keadaan sosial dalam keluarga dapat dikatakan baik atau harmonis, bilamana ada hubungan yang baik dan benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga.manifestasi daripada hubungan yang benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa penuh kasih sayang, nampak dengan adanya saling hormat, menghormati, toleransi, bantu-membantu dan saling mempercayai. d. Keadaan ekonomi keluarga. Ekonomi dalam keluarga meliputi keuangan dan sumber-sumber yang dapat meningkatkan taraf hidup anggota kelurga makin terang pula cahaya kehidupan keluarga. (BKKBN, 1994 : 18-21). Jadi semakin banyak sumbersumber keuangan / pendapatan yang diterima, maka akan meningkatkan taraf hidup keluarga. Adapun sumber-sumber keuangan/ pendapatan dapat diperoleh dari menyewakan tanah, pekerjaan lain diluar berdagang. 2. Faktor ekstern

20 Kesejahteraan keluarga perlu dipelihara dan terus dikembangan agar terjadinya kegoncangan dan ketegangan jiwa diantara anggota keluarga perlu di hindarkan, karena hal ini dapat menggagu ketentraman dan kenyamanan kehidupan dan kesejahteraan keluarga. Faktor yang dapat mengakibatkan kegoncangan jiwa dan ketentraman batin anggota keluarga yang datangnya dari luar lingkungan keluarga antara lain: a. Faktor manusia: iri hati, dan fitnah, ancaman fisik, pelanggaran norma. b. Faktor alam: bahaya alam, kerusuhan dan berbagai macam virus penyakit. c. Faktor ekonomi negara : pendapatan tiap penduduk atau income perkapita, Inflasi. 4. Visi dan Misi Keluarga Berencana BKKBN sebagai institusi yang selama ini mengemban tugas menyukseskan program KB di Indonesia telah merevitalisasi visi dan misinya. Visi BKKBN sekarang ini adalah Penduduk Seimbang 2015 dengan misi Mewujudkan Pembangunanyang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera menggantikan visi sebelumnya Seluruh Keluarga Ikut KB dan misi mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. (BKKBN, 2010). Revitalisasi visi dan misi BKKBN ini setidaknya mempertimbangkan dua hal. Pertama, pasca disahkannya UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN tidak lagi diamanatkan sebagai lembaga yang menangani KB semata, tetapi juga menangani masalah kependudukan.

21 Dengan demikian, menurut UU tersebut, BKKBN bukan lagi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional tetapi menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang mengemban dua tugas sekaligus. Kedua, Tahun 2010 adalah tahun pertama untuk menjabarkan dan melaksanakan berbagai rencana strategis, rencana aksi, dan program-program pemerintah yang telah tertuang dalam RPJMN dan telah pula dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) BKKBN Tahun 2010-2014. 5. Kesejahteraan Keluarga Keluarga merupakan bagian dari sistem dan berinteraksi dengan beragam lingkungan (Sunarti 2007), artinya keluarga akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi akan berpengaruh pada kualitas kehidupan keluarga, atau dikenal dengan istilah kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga adalah terciptanya suatu keadaan yang harmonis dan terpenuhinya kebutuhan jasmani serta sosial bagi anggota keluarga, tanpa mengalami hambatan-hambatan yang serius di dalam lingkungan keluarga, dan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga akan mudah untuk di atasi secara bersama oleh anggota keluarga, (Soetjipto 1992; Iskandar 2007), sehingga standar kehidupan keluarga dapat terwujud (Soetjipto 1992). Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari mengonsumsi pendapatan yang diterima (Rambe 2004), namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif (Rambe 2004; Sumarti 1999) yang dibentuk masyarakat melalui interaksi sosial (sumarti 1999). Lee dan Hanna (1990) dalam Iskandar (2007) mendefinisikan kesejahteraan

22 sebagai total dari net worth (kekayaan bersih) dan human capital wealth (kesejahteraan sumberdaya manusia). Manfaat yang diperoleh merupakan nilai atas aset yang dimiliki dikurangi hutang (liabilitas). Sedangkan kesejahteraan SDM dapat diduga melalui pendapatan yang dihasilkan oleh SDM (human capital income) yang ada saat ini, atau dihitung dari nilai pendapatan non aset. Menetapkan indikator kesejahteraan keluarga serta cara pengukurannya merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ini disebabkan karena permasalahan keluarga sejahtera bukan hanya menyangkut satu bidang saja, tetapi menyangkaut berbagai bidang kehidupan yang sangat kompleks. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan pendekatan integrasi berbagai bidang disiplin ilmu dan atau melalui pengalaman empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga sejahtera yang berlaku umum dan spesifik (Prabawa 1998). Pedekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga yaitu berdasarkan pendekatan objektif dan subyektif. Kesejahteraan Obyektif Pendekatan obyektif diturunkan dari data kuantitatif diperoleh dari angka-angka yang langsung dihitung dari aspek yang ditelaah. Pendekatan obyektif atau yang dikenal dengan istilah kesejahteraan obyektif melihat bahwa tingkat kesejahteraan individu atau kelompok masyarakat hanya diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial,maupun ukuran lainnya. Dengan kata lain tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan pendekatan baku (tingkat kesejahteraan semua masyarakat dianggap sama). Ukuran yang sering digunakan yaitu terminologi uang, pemilikan akan tanah, pengetahuan, energi, keamanan,

23 dan lain-lain. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan konvensional untuk kepentingan politik karena pengukurannya sangat praktis dan mudah dilakukan, namun sedikit sekali menyentuh kebutuhan masyarakat yang sebenarnya (Santamarina et. al diacu dalam suandi 2005). Untuk menentukan suatu keluarga sudah digolongkan sejahtera atau belum tentunya diperlukan ukuran pendapatan yang biasa disebut juga garis kemiskinan. Garis kemiskinan diartikan sebagai tingkat pendapatan yang layak untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum. Suatu keluarga yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan, tentunya tidak dapat memenuhi semua kebutuhan secara material. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga dapat terlihat dari tingkat kesehatan masyarakat. Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan selama sebulan dipandang sebagai salah satu indikasi ketidaksejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Tingkat pendidikan masyarakat juga sebagai salah satu indikator kesejahteraan rakyat. Ukuran yang sangat mendasar adalah kemampuan baca tulis penduduk dewasa. Selain itu ratarata lama sekolah penduduk juga menjadi indikator kesejahteraan rakyat. Tingkat partisipasi angkatan kerja (usia 15-64 tahun) adalah proporsi penduduk usia kerja yang termasuk ke dalam angkatan kerja, yakni mereka yang bekerja dan mencari pekerjaan. Pekerjaan merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai kepuasan individu dan memenuhi perekonmian rumah tangga dan kesejahteraan keluarga. taraf dan pola konsumsi masyarakat juga dijadikan indikasi untuk melihat tingkat kemiskinan keluarga. Berbagai indikator yang digunakan untuk mengetahui taraf dan pola konsumsi adalah: 1) tingkat pendapatan

24 2) pengeluaran pangan dan non pangan Penduduk miskin ditafsirkan sebagai penduduk yang pendapatannya (didekati dengan pengeluaran) lebih kecil dari pendapatan yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Kebutuhan tersebut diterjemahkan sebagai jumlah rupiah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi makanan setara 2100 kalori sehari, perumahan, pakaian, kesehatan, dan pendidikan (Badan Pusat Statistik 2006). Badan Pusat Statistik (2001) diacu dalam Rambe (2004) mengemukakan bahwa dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari aspek tertentu. Aspek spesifik yang dapat dijadikan indikator untuk mengamati kesejahteraan rakyat yaitu: kependudukan, kesehatan, Pendidikan, meliputi kemampuan baca tulis, tingkat partisipasi sekolah, dan fasilitas pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, dan kondisi sosial budaya. Pengukuran kesejahteraan Berdasarkan Kriteria BPS Sejarah, pendekatan, dan teknis pengukuran kemiskinan disadur dari BPS (2004). Badan Pusat Statistik Pertama kali melakukan perhitungan jumlah penduduk dan persentase penduduk miskin. Pendekatan yang sama dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat ini dalam metode perhitungan penduduk miskin yaitu menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs). Dengan pendekatan ini kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalam dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non-makanan yang bersifat mendasar.

25 Pengukuran Kesejahteraan Berdasarkan Kriteria BKKBN BKKBN merumuskan konsep keluarga sejahtera yang dikelompokkan secara bertahap menjadi keluarga sejahtera tahap I, keluarga sejahtera tahap II, keluarga sejahtera tahap III, dan keluarga sejahtera tahap III plus. Batasan operasional dari keluarga sejahtera adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan, dan kepedulian sosial (Sunarti 2008). Menurut Sunarti (2008), pada tahun 2005 dilakukan kajian indikator KS secara terbatas di kalangan BKKBN untuk mengakomodir berbagai saran perbaikan. Hasil kajian tersebut menetapkan terdapat perubahan indikator KS dari 23 item menjadi 21 item. 1. Keluarga KS I: umumnya anggota keluarga makan 2 kali atau lebih, anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah, dan bepergian, rumah yang ditempati keluarga memiliki atap, lantai, dan dinding yang baik, bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan, bila pasangan usia subur ingin ber KB, pergi ke pelayanan kontrasepsi, dan semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. 2. Keluarga KS II: pada umumnya keluarga anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayannya, paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur, seluruh anggota keluarga paling kurang satu stel pakaian dalam setahun, luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni 1 rumah, tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing, ada soerang atau lebih keluarga yang memperoleh penghasilan Seluruh anggota keluarga umur

26 10-60 tahun bisa baca tulis latin, dan pasangan usia subur dengan 2 anak atau lebih menggunakan alat/obat kontrasespsi. 3. Keluarga KS III: keluarga berupaya untuk meningkatkan pengetahuan agama, sebagian keluarga menabung dalam bentuk uang atau barang, kebiasan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi, keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal, dan keluarga dapat informasi dari radio/tv/majalah/surat kabar. Menurut Syarif dan Hartoyo (1993) faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga terdiri dari faktor ekonomi dan bukan ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam memperoleh pendapatan. Keluarga yang tidak sejahtera memiliki pendapatan yang rendah. Rendahnya pendapatan menurut Sharp et. al. (1996) disebabkan oleh adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, rendahnya SDM, serta perbedaan akses dan modal. Sementara faktor bukan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain budaya, teknologi, keamanan, kehidupan, dan kepastian hukum. Rambe (2004) menyebutkan bahwa faktor yang menentukan kesejahteraan keluarga tergantung pada indikator yang digunakan dalam mengukur kesejahteraan keluarga. Selanjutnya dikatakan terdapat empat faktor yang konsisten berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga yaitu pendidikan, kondisi tempat tinggal, harga, dan pengeluaran. 6. Teori Pendapatan Menurut Soekartawi (1987) perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi

27 banyaknya barang yang akan dikonsumsi, pada tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah, maka pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari pendapatannya. Hal ini berarti pengeluaran konsumsi bukan hanya dibiayai oleh pendapatan mereka saja, tetapi juga dari sumber lain seperti tabungan yang dimiliki,penjualan harta benda, atau dari pinjaman. Semakin tinggi tingkat pendapatannya maka konsumsi yang dilakukan rumah tangga akan semakin besar pula. Bahkan sering kali sering dijumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan hanya bertambah akan tetapi kualitas barang yang diminta pun bertambah.