Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Pengertian Keluarga Sejahtera Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dengan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Untuk mencapai keluarga sejahtera diperlukan tahapan yang menurut BKKBN Jakarta (1998:5) meliputi 3 (tiga) tahapan yaitu keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), Keluarga Sejahtera tahap I (KS I), Keluarga Sejahtera (KS). Keluarga Pra KS adalah mereka yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum (basic needs) seperti misalnya pangan, sandang, papan, kesehatan, dan ibadah. Menurut BKKBN Jakarta (2000:12), sebuah keluarga dikategorikan dalam Keluarga Pra KS apabila keluarga tersebut tidak mampu memenuhi salah 1 indikator Keluarga Sejahtera tahap I (KS1) yang meliputi beberapa hal berikut. 1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut keyakinkan dan agama masing-masing 2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih 3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda 4) Bagian terluas dari lantai bukan terbuat dari tanah 5) Bila anak sakit dan pasangan usia subur (PUS) ingin ber-kb dibawa kesarana pengobatan modern. 10

2 Sedangkan Keluarga Sejahtera tahap I (KS I) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasar psikologisnya seperti misalnya pendidikan, interaksi dalam keluarga, lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Indikator yang dipakai ukuran KS I adalah bila keluarga tersebut secara ekonomi belum dapat memenuhi salah satu indikator Keluarga Sejahtera tahap II (KS II) berikut. 1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah agama secara teratur 2) Paling sedikit sekali seminggu anggota keluarga makan daging, ikan atau telor, 3) Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh pakaian baru 4) Luas lantai rumah minimal 8 meter persegi untuk setiap anggota keluarga 5) Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat dan dapat melaksanakan tugasnya masing-masing 6) Ada anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas yang memiliki penghasilan tetap 7) Anggota keluarga yang berumur tahun dapat baca tulis latin 8) Anak usia 7 15 tahun bersekolah saat ini 9) Pasangan usia subur dengan anak 2 orang saat ini menggunakan alat kontrasepsi Sedangkan indikator Keluarga Sejahtera tahap III (KS III) adalah sebagai berikut. 1) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama 2) Sebagian penghasilan keluarga ditabung 11

3 3) Kebiasaan keluarga makin bersama pulang kurang sekali sehari dan dimanfaatkan untuk berkomunikasi 4) Keluarga sering ikut dalam kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya 5) Keluarga berekreasi di luar rumah paling kurang sekali dalam enam bulan 6) Keluarga memperoleh berita surat kabar / radio televisi / majalah 7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi setempat. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dapat dipenuhi oleh rumah tangga, maka rumah tangga tersebut dikategorikan sebagai keluarga sejahtera tahap II (KS II). Selanjutnya kriteria Keluarga Sejahtera tahap III plus (KS III+) adalah sebagai berikut. 1) Keluarga secara teratur secara sukarela memberikan sumbangan material untuk kegiatan sosial 2) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan yayasan atau institusi masyarakat. Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori Keluarga Sejahtera tahap III. BKKBN mengelompokkan pertahapan Keluarga Sejahtera menjadi 5 (lima) tahap, yaitu: pertama, keluarga Pra Sejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, sandang, pangan, papan, dan kesehatan. Kedua, Keluarga Sejahtera tahap I (KS I), yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological need), seperti kebutuhan akan 12

4 pendidikan keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. Ketiga, Keluarga Sejahtera tahap II (KS II) adalah keluarga yang disamping telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan perkembangannya (developmental need), seperti misalnya kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Keempat, Keluarga Sejahtera tahap III (KS III) yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasarnya, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi yang maksimal) terhadap masyarakat secara teratur (waktu tertentu). Memberikan sumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial, kemasyarakatan, serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga permasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, dan pendidikan. Kelima, Keluarga Sejahtera Tahap III Plus (KS III+) yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik dari sifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan, serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat (BKKBN Jakarta, 2000:12). Sedangkan yang dimaksud dengan Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas dasar Perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup secara spiritual maupun material serta psikis mental spiritual guna hidup mandiri serta harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin keluarga dengan masyarakat lingkungannya (BKKBN Jakarta, 1998:5). 13

5 2.1.2 Arti Penting Membangun Keluarga Sejahtera Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat meningkatkan fungsinya secara optimal. Sedangkan yang dimaksudkan dengan kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup pendidikan kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar mencapai keluarga sejahtera (BKKBN Jakarta, 1998:1). Upaya-upaya mewujudkan Keluarga Sejahtera telah dimulai diantaranya melalui gerakan Keluarga Berencana (KB) nasional, dimana pada tahap awalnya lebih ditekankan pada penanaman norma keluarga kecil sebagai cara hidup yang layak untuk mencapai keluarga sejahtera, serta mendorong kepedulian serta peran serta setiap keluarga dalam membangun keluarganya terutama dalam menciptakan keluarga sejahtera dan bahagia. Sasaran yang dituju dari program keluarga sejahtera adalah keluarga secara utuh khususnya kaum ibu dan wanita dengan alasan bahwa kaum ibu dan wanita adalah kaum yang sangat rentan dengan berbagai resiko kodrati yang tidak dimiliki oleh kaum lain, disamping itu bahwa ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan keluarga yang sejahtera dan mandiri yang selama ini belum mendapat perhatian. Untuk menciptakan keluarga mandiri paling tidak dibutuhkan pilar utama yaitu: Pertama keluarga kecil, agar bebannya tidak terlalu berat sehingga relatif mudah ditanggung. Kedua adalah keluarga sejahtera dengan daya topang ekonomi yang kuat dan mandiri perlu ada program ekonomi produktif melalui pelaksanaan 14

6 Program UPPKS yang telah dimulai sejak tahun1979. Prinsip pembangunan keluarga sejahtera adalah peningkatan dan pemberdayaan kemampuan kelompok Pra KS dan KS I di bidang pendapatan menuju kemandirian, terbebas dari kemiskinan Kemiskinan dan Berbagai Program Penanggulangan Kemiskinan memiliki pengertian seperti yang dijelaskan beberapa definisi berikut ini menurut Mubyarto (1997:4), kemiskinan adalah suatu situasi serba kekurangan, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi dan terbatasnya kesempatan berperan dalam pembangunan. Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat miskin akan berpengaruh pada rendahnya pendapatan yang akhirnya berpengaruh pula secara turunan kepada pendidikan dan kesehatan, yang pada akhirnya rendah pula produktivitas kerjanya sehingga menimbulkan beban ketergantungan yang tinggi kepada masyarakat lainnya. Selanjutnya Todaro (2000:200) mengatakan, bahwa penduduk yang berada pada jurang kemiskinan adalah mereka yang identik dengan tinggal di daerah pedesaan, mata pencaharian di bidang pertanian serta sektor ekonomi tradisional lainnya. Pengukuran kemiskinan dapat dilihat dari beberapa dimensi seperti yang dijelaskan berikut ini: 1) Indikator kemiskinan absolut Konsep ini menggunakan faktor kecukupan sebagai batas kemiskinan yang diukur dari luas tanah garapan, yakni sebuah rumah tangga dianggap berkecukupan apabila luas tanah garapan yang dikuasai 15

7 seluas 0,7 hektar sawah tadah hujan dan 0,7 hektar pekarangan. Sedangkan menurut kriteria yang dikembangkan Sajogio (dalam Subagio, 2000:13) menggunakan nilai beras untuk mengukur pendapatan perkapita dengan membedakan daerah perkotaan dengan pedesaan. Penduduk yang tergolong miskin adalah mereka dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg perkapita pertahunnya untuk daerah pedesaan dan 360 kg untuk daerah perkotaan. 2) Indikator Kemiskinan Relatif Pengukuran kemiskinan menggunakan indikator diantaranya adalah: Indikator yang dikemukakan Todaro (2000:182), bahwa kemiskinan relatif terkait dengan distribusi pendapatan perorangan. Karena itu dipakai indikator gini ratio sebagai ukuran derajat ketimpang pendapatan masyarakat yakni menurut rekomendasi Bank Dunia, bila koefisien gini mencapai angka 0,50-0,70 termasuk kategori ketimpangan tinggi. Sedangkan ketimpangan sedang 0,30-0,49, dan ketimpangan rendah bila mencapai 0,20-0,36. Konsep pengukuran lain dapat dilakukan dengan menafsir pendapatan totalnya, yakni berdasarkan kriteria Bank Dunia (Arsyad, 1997:215), bahwa; 1) Jika 40% penduduk berpendapatan terendah menerima kurang dari 12% pendapatan totalnya, maka distribusi pendapatan dikatakan sangat tidak merata, 2) jika 40% penduduk berpendapatan terendah menerima antara 12 17% pendapatan totalnya maka distribusinya dikatakan tidak merata sedang, 3) bila 40% penduduk 16

8 berpendapatan terendah menerima lebih dari 17% pendapatan totalnya maka ketidak merataan dikatakan rendah Program UPPKS Sebagai Salah Satu Cara Penanggulangan Kemiskinan. Program UPPKS adalah program kelompok ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan keluarga yang bertujuan untuk menciptakan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, yang beranggotakan wanita dan golongan keluarga pra KS, KS1, KS2, KS3, dan KS3+. Program ini mulai dirintis untuk pertama kalinya pada tahun 1979 berdasarkan instruksi menteri negara kependudukan/kepala badan koordinasi keluarga berencana nasional nomor:80/hk.011/e3/95 (BKKBN Jakarta, 1995:1). Ketentuan ini selanjutnya dijadikan pedoman pelaksanaan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia, swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN, lembaga swadaya masyarakat, serta instruksi masyarakat lainnya yang terkait dengan pelaksanaan program ini). Tujuan kelompok UPPKS untuk memberdayakan Ibu-ibu/wanita di bidang ekonomi sebagai upaya peningkatan penanggulangan kemiskinan dalam rangka membangun kemandirian dan ketahanan keluarga untuk menciptakan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut. 1) Meningkatkan pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi 2) Mendorong peranan wanita untuk melakukan kegiatan wirausaha 3) Meningkatkan dinamika kehidupan keluarga 4) Meningkatkan peran serta keluarga dalam pelaksanaan pembangunan di lingkungannya 17

9 5) Meningkatkan kemandirian dan ketahanan keluarga 6) Meningkatkan penanggulangan kemiskinan Pengorganisasian dan tahapan kelompok UPPKS Koordinasi program di tingkat pusat dilakukan oleh Kantor menteri Negara Perencanaan Pembangunan dan Kepala BKKBN. Sedangkan di tingkat Daerah oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Di tingkat Desa dibentuk Pembangunan Masyarakat Desa (PMD). Sedangkan di tingkat Kecamatan, dan atau Kelurahan dibentuk Kelompok Kerja Nasional (Pukjanas). Penanggung jawab tingkat Kecamatan adalah camat dengan ketua program Sekretaris Kecamatan (Sekjen) dibantu oleh sekretaris dari Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Demikian juga di tingkat desa penanggung jawabnya adalah kepala desa/lurah dengan ketua lembaga keamanan masyarakat desa (LKMD) Tahapan UPPKS terdiri dari; tahapan dasar, berkembang dan mandiri. Pada tahapan dasar modal berasal dari iuran anggota hasil produksi dikonsumsi masyarakat disekelilingnya, pengelolaan usaha hanya menggunakan buku kas umum dikelola oleh ibu-ibu / wanita yang meminjam modal pada kelompok tersebut, pengurus terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara, sisa hasil usaha dikonsumsi oleh keluarga dan pembina hanya dilakukan oleh BKKBN. Pada tahapan berkembang modal yang digunakan adalah pinjaman berbunga digunakan adalah penjelmaan berbunga relatif rendah seperti Kukesra. Hasil produksi sudah mulai dipasarkan keluar lingkungan pembukaan menggunakan lebih dari satu buku, kepengurusan terdiri atas ketua, sekretaris, 18

10 bendahara, dilengkapi seksi-seksi, sisa hasil usaha mulai ditabung atau digunakan untuk modal usaha, pembinaan oleh BKKBN dan instansi terkait dengan keanggotaan terdiri dari 50% anggota Pra KS dan KS I. Pada tahap mandiri modal yang digunakan adalah kredit luar, anggota yang memanfaatkan sekitar 75%, hasil produksi mulai dikembangkan dengan kemitraan, pembukaan dengan buku-buku sesuai dengan fungsinya, tenaga kerja yang terlibat adalah anggota keluarga. Kepengurusan sudah dilengkapi dengan sekai-sekai sesuai dengan kebutuhan organisasi, sisa hasil usaha diarahkan untuk menambah modal usaha, pembinaan dilakukan oleh BKKBN dengan instansi terkait dan Lembaga Sosial Organisasi Masyarakat (LSOM), keanggotaan 25% terdiri atas keluarga pra KS dan KS I. Sedangkan pada tahap paripurna modal berasal dari kredit usaha lain selain Kukesra, dengan anggota yang memanfaatkan Kukesra mencapai 100% dimana 25% anggota telah menggunakan Kukesra lebih dari 2 kali. Kegiatan produksi sudah memperhatikan kebutuhan konsumen, pangsa pasar, dana pengembangan kemitraan usaha menurut kebutuhan, pengelolaan administrasi secara optimal, SHU (Sisa Hasil Usaha) digunakan sebagai modal pengembangan usaha, pembinaan dilakukan oleh BKKBN dan instansi terkait sesuai dengan permintaan kelompok, dan keanggotaan kurang dari 15 % terdiri atas kelurahan Pra KS dan KS I. 19

11 2.1.6 Pokok-Pokok Kegiatan UPPKS Pokok-pokok kegiatan yang dilaksanakan kelompok UPPKS meliputi beberapa hal berikut: 1) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Tujuannya adalah membuktikan kepedulian dan komitmen berbagai unsur pembangunan untuk mengembangkan partisipasi dan pelaksanaan pembinaan keluarga sejahtera, informasi yang disampaikan terkait dengan pembangunan keluarga sejahtera, pemberdayaan keluarga bidang ekonomi, kegiatan UPPKS, pengorganisasian UPPKS, penerapan teknologi tepat guna, permodalan, pemasaran, dan wirausaha. 2) Pendataan Keluarga Sejahtera Dilakukan bersama masyarakat untuk memperoleh data lengkap mengenai tingkat kesejahteraan keluarga sehingga segera dapat diambil langkahlangkah berikutnya. 3) Bimbingan Usaha Ekonomi Produktif Jenis bimbingan meliputi: pelaju keluarga ( olah, jual, dan untung oleh keluarga ). Pemaju keluarga (proses, kemas, jual, dan untuk oleh keluarga), dan jasa seperti salon kecantikan, tukang banten, dan tukang pijat. 4) Kemitraan Usaha Kelompok kerja nasional di tingkat desa yang lebih tinggi berusaha mencarikan mitra usaha kerja yang berupa sub kontrak, waralaba dagangan umum dan usaha bersama. 20

12 2.1.7 Program Pendampingan Usaha Kelompok UPPKS Program pendampingan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) meliputi 5 aspek berikut: 1) Aspek organisasi agar dapat menemukan identitasnya dan dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip UPPKS 2) Aspek administrasi, agar mampu membuat tertib organisasi agar dapat dipertanggung jawabkan secara tertulis. 3) Aspek permodalan untuk menunjang peningkatan usaha 4) Aspek usaha produktif untuk memperoleh pengetahuan tentang kegiatan yang dapat mendatangkan penghasilan usaha. 5) Aspek pengembangan jaringan agar dapat menjalin hubungan fungsional dengan lembaga/istansi untuk pengembangan kelompok Pengertian Pendapatan Pendapatan adalah balas jasa yang diterima seseorang atas keikut sertaannya dalam proses produksi barang dan jasa, pendapatan ini disebut pendapatan dari kerja (laba income), sedangkan pendapatan yang dilakukan tidak dari kerja diantaranya adalah: pemberian orang lain, pendapatan bunga uang, pendapatan dari usaha yang dijalankan orang lain dan pendapatan persewaan kamar/rumah (Yasa, 1993:163). Selanjutnya menurut Sukirno (2000:43) pendapatan individu adalah pendapatan yang diterima seluruh rumah tangga dalam perekonomian dari pembayaran atas penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki dan juga dari 21

13 sumber lain. Sedangkan konsep perhitungan pendapatan menurut Putong (2000:113) dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan produksi (Production approach), yaitu dengan menghitung seluruh nilai tambah produksi barang dan atau jasa yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu. 2) Pendekatan pendapatan (income approach) yaitu dengan menghitung seluruh nilai balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dalam kurun waktu tertentu. 3) Pendekatan pengeluaran (expenditures approach), yaitu dengan menghitung seluruh pengeluaran dalam waktu tertentu. Pendapatan merupakan salah satu tolok ukur kemajuan ekonomi masyarakat yang sering digunakan dalam melihat keberhasilan suatu proses pembangunan, pada penelitian ini pendapatan anggota kelompok akan tercipta melalui penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Peningkatan output selanjutnya akan merupakan tolok ukur untuk meningkatkan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok UPPKS Efektivitas Program Penanggulangan Kemiskinan Efektivitas mengandung pengertian kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan (Subagyo, 2000:23). Artinya, efektivitas mencerminkan keberhasilan kinerja aparat dalam mencapai rencana yang telah ditetapkan. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila rasio efektivitas mencapai angka

14 persen dari target semula dikatakan kategori rendah, sedangkan persen dikatakan efektivitas tinggi. Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki, kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki, maka pekerjaan orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya (Gie,1997:108). Menurut Richard Steer dalam Halim (2001:5158), Efektivitas, bukan atas dasar konsep tujuan yang maksimum. Pengukuran efektivitas menurut ukuran seberapa jauh organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai sebelumnya. Pengukuran efektivitas meliputi variabel input, variabel proses, variabel output dan outcome. Variabel input yang diteliti meliputi: Sosialisasi program, ketepatan bantuan dengan kebutuhan, kecepatan waktu pemberian bantuan, ketepatan jumlah bantuan dan ketepatan sasaran program, variabel proses meliputi: pembinaan/pendampingan pelatihan, pembinaan lanjutan, kecepatan respon petugas terhadap keluhan, serta evaluasi dan monitoring, variabel output dan outcome meliputi: kesejahteraan keluarga, pendapatan keluarga, dan kesempatan kerja. Hasil yang diharapkan adalah bahwa rasio efektivitas semakin tinggi yaitu mencapai angka 100 persen yang menunjukkan tingkat capaian tujuan yang tinggi sebagai ukuran keberhasilan program yang dilaksanakan. Efektivitas diukur dengan menggunakan standar sesuai acuan Litbang Depdagri 1991 (Prapta, 2007:28) seperti pada Tabel

15 Tabel 2.1 Standar Pengukuran Efektivitas Rasio Efektivitas (%) < > 80 Sumber: Prapta (2007:28) Tingkat efektivitas Sangat tidak efektif Tidak efektif Cukup efektif Sangat efektif Menurut Richard M. Steers dalam (Halim, 2001:58) faktor-faktor yang menentukan efektivitas diantaranya adalah sebagai berikut. 1) SDM, seperti tenaga kerja, kemampuan kerja sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat kerja dan keuangan. 2) Struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari organisasi baik yang bersifat struktural maupun fungsional 3) Teknologi yang dipergunakan dalam pekerjaan 4) Dukungan kepada aparat pelaksananya baik pimpinan maupun masyarakatnya 5) Pemimpin, yaitu kemampuan untuk mengkondisikan keempat faktor sebelumnya dalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang ditentukan. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Dalam berbagai penelitian mengenai efektivitas program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan, mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik ini disebabkan karena situasi dan kondisi yang berbeda. 24

16 (1) Penelitian yang telah dilakukan oleh Subagyo (2000) dengan judul Efektivitas Penanggulangan Kemiskinan dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan (Studi kasus di Kab. Kediri Jawa Timur), dengan variabel yang dipergunakan yaitu tujuan program, ketepatan sasaran, ketepatan penggunaan dana, pengembalian dana tingkat bunga dan pelatihan. Obyek penelitian dalam hal ini adalah masyarakat yang mendapatkan bantuan program IDT dan program keluarga sejahtera (PKS) dalam bentuk pemberian kredit keluarga sejahtera. Dalam penelitian ini dibandingkan efektivitas dan dampaknya antara program IDT dan PKS dengan teknik analisa yang digunakan adalah efektivitas program dan uji statistik dengan menggunakan uji t dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk program IDT dan PKS, memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan terhadap peningkatan kesempatan kerja pada masyarakat, juga berdampak positif terhadap peningkatan kepedulian penduduk kaya pada penduduk miskin. (2) Penelitian yang lain dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Badung (2002) dengan judul Evaluasi program pengentasan kemiskinan bagi keluarga pra sejahtera di Kabupaten Badung, dengan menggunakan analisis deskriptif hasilnya adalah ada pengaruh positif bantuan pemerintah terhadap kepedulian masyarakat miskin dari masyarakat sekitarnya, selanjutnya dikatakan bahwa meskipun secara fisik sudah ada peningkatan keluarga Pra sejahtera ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi namun secara ekonomi perlu dilakukan penelitian lebih dalam. 25

17 (3) Penelitian juga dilakukan oleh Aswitari (2007) dengan judul Efektivitas program usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS) di Kabupaten. Klungkung, menggunakan analisis deskriptif, hasil penelitiannya adalah bahwa program UPPKS di Kabupaten. Klungkung adalah efektif. Artinya, hipotesis kerja yang menyatakan bahwa efektivitas Program UPPKS di Kabupaten. Klungkung adalah efektif. Artinya, dapat diterima. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa ada peningkatan nyata penghasilan keluarga beserta program UPPKS sesudah mengikuti program juga dapat diterima. Dari beberapa penelitian di atas, memang ada kesamaannya, dengan penelitian yang saya lakukan yaitu membahas tentang efektivitas program penanggulangan kemiskinan, namun yang membedakan terletak pada lokasi, periode waktu dan objek penelitiannya. Penelitian yang saya lakukan adalah Efektivitas program usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar, dimana judul penelitian ini memang pernah digunakan oleh Luh Putu Aswitari dengan judul Efektivitas Program Usaha peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera Di Kabupaten Klungkung. Namun yang membedakan disini terletak pada lokasi penelitian. Dimana penelitian yang saya lakukan mengambil lokasi di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya yang membedakan dengan penelitian saya telah terletak pada variabel dan program kegiatan yang dilakukan. Seperti misalnya pada penelitian yang membahas tentang Efektivitas penanggulangan kemiskinan dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan yang dilakukan oleh Subagyo dan Penelitian yang dilakukan Dinas Sosial Kabupaten Badung (2002) 26

18 dengan Judul Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Bagi Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Badung. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka selanjutnya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1). Terjadi peningkatan pendapatan keluarga sesudah mengikuti Program UPPKS di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar 2). Terjadi peningkatan kesempatan kerja keluarga sesudah mengikuti Program UPPKS di Desa Tegallalang Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. 27

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes Pendahuluan Visi GKBN ( Gerakan Keluarga Berencana Nasional ) Mewujudkan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom

KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom KONSEP KELUARGA SEJAHTERA OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom tanggal upload : 28 April 2009 A. LATAR BELAKANG KEBERHASILAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) ANGKA KELAHIRAN (TOTAL FERTILITY RATE),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 92

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 92 TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Pencapaian Indikator Kluster Perlindungan Khusus % 55 55 6 6 65 65 7 7 BKBPP Jumlah Indikator Kluster Perlindungan Khusus yang tercapai dibagi jumlah

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan

Lebih terperinci

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN: Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN: 2407-3881 EVALUASI PROGRAM USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA SEJAHTERA (UPPKS) DI KECAMATAN BUKIT BATU KOTA PALANGKA RAYA Oleh Noorhayati MT dan Ika Sari

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dinamis yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya penanggulangan kemiskinan, baik

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, KELUARGA BERENCANA DAN KETAHANAN PANGAN WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR TENTANG. dan. Menimbang. Dasar : 1. Negara. Provinsi. Bangkaa. Indonesia Tahun Belitung (Lembaran 4268); Indonesia.

SALINAN NOMOR TENTANG. dan. Menimbang. Dasar : 1. Negara. Provinsi. Bangkaa. Indonesia Tahun Belitung (Lembaran 4268); Indonesia. BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGAA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pandeglang, 29 November 2013 KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG

KATA PENGANTAR. Pandeglang, 29 November 2013 KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-nya Laporan Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 di Kabupaten Pandeglang dapat diselesaikan, adapun sebagai dasar

Lebih terperinci

Dr. Sugiri Syarief, MPA. ( Kepala BKKBN ) Disampaikan oleh Drs. Pranyoto, M.Sc. ( Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga )

Dr. Sugiri Syarief, MPA. ( Kepala BKKBN ) Disampaikan oleh Drs. Pranyoto, M.Sc. ( Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga ) Dr. Sugiri Syarief, MPA. ( Kepala BKKBN ) Disampaikan oleh Drs. Pranyoto, M.Sc. ( Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga ) KONDISI KEPENDUDUKAN SAAT INI TREN JUMLAHPENDUDUK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian kesejahteraan sosial Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN INSTITUSI MASYARAKAT KELURAHAN DALAM BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pelayanan Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Pelaksanaan Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas

3. Seluruh ayggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian. 6. Paling kurang satu orang aggota keluarga berumur 15 tahun ke atas LAMPIRAN Lampiran 1 Tahapan keluarga sejahtera (BKKBN 2003) Keluarga pra sejahtera. Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA O BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN III. METODOLOGI PENELITIAN. PENELITIAN YANG PENELITI LAKUKAN INI ADALAH KAJIAN MENGENAI KESEJAHTERAAN 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 41 TAHUN TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi - 55-12. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi Pria, Penanggulangan Masalah Kesehatan Reproduksi,

Lebih terperinci

Konsep Keluarga Sejahterah

Konsep Keluarga Sejahterah Konsep Keluarga Sejahterah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 dan program Pembangunan jangka panjang tahap II Pelita VI bahwa pembangunan ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WARGA NEGARA. Kependudukan. Keluarga. Keluarga Berencana. Sistem Informasi. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Penyuluhan Program Keluarga Berencana dalam penelitian mendiskripsikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 358 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi 1. Kebijakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu.

BAB II LANDASAN TEORI. menggunakan teknik-teknik dan alat tertentu. BAB II LANDASAN TEORI A. DEFINISI TENUN Berbagai pengertian telah banyak dikemukakan oleh para ahli mengenai pertenunan. Pengertian-pengertian ini secara umum merujuk kepada pengertian yang sama, yaitu

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN 201724 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN

Lebih terperinci

Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri

Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri oleh : Kasriyati, S.Pd. Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung tumbuh menjadi kota yang memiliki pusat aktivitas pemerintahan dan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil analisis tentang Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil analisis tentang Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil analisis tentang Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup Pengolahan Makanan Tradisional Dalam Meningkatkan Kemampuan Berwirausaha (Studi Pada Kelompok Usaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 53 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Susanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Susanti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan

Lebih terperinci

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN, DAN KELUARGA BERENCANA KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari laporan Badan Pusat Statitistik yang menyatakan bahwa jumlah

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 274 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi 1. Kebijakan dan Pelaksanaan Jaminan dan Pelayanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Upaya penanganan kemiskinan sejak zaman pemerintah Orde Baru sudah dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi antara tahun 1976

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebanyak 189 negara mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsabangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan 27 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Salah satu kebutuhan yang sangat mendorong usaha pembangunan adalah memperbaiki kehidupan rakyat tanpa perbedaan, dalam arti meningkatkan kesejahteraan umum. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 20 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG STRATEGI KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI BERBASIS KOMUNITAS DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEREMPUAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PROGRAM TERPADU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERPERSPEKTIF GENDER (P2M-BG) KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesejahteraan Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita harus mengetahui pengertian sejahtera. Pengertian sejahtera menurut W.J.S Poerwadarminta adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah kajian mengenai kesejahteraan masyarakat repong damar Desa Bandarjaya di Kecamatan Bengkunat Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rendahnya tingkat kesejahteraan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,22 %) dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,22 %) dari jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan bagi masyarakat merupakan salah satu permasalahan yang cukup berat, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lingkungan hidup.salah satu contoh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT SALINAN BUPATI SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. saudara laki-laki dan perempuan, serta pemelihara kebudayaan bersama.

BAB II TINJUAN PUSTAKA. saudara laki-laki dan perempuan, serta pemelihara kebudayaan bersama. BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Pengertian Keluarga Keluarga juga dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan

Lebih terperinci

BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG

BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG 1.1. LATAR BELAKANG BP3AKB (Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana) Kabupaten

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Efektivitas Dengan mengukur efektivitas suatu program, berarti dapat menilai keberhasilan dari program tersebut dalam pencapaian

Lebih terperinci

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA - 57 - L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi Jaminan dan Pelayanan KB, Peningkatan Partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 100 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT BADAN KELUARGA BERENCANA, PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KELUARGA UNTUK : MEMBANGUN MANUSIA MENGENTASKAN KEMISKINAN MELALUI POSDAYA

PEMBERDAYAAN KELUARGA UNTUK : MEMBANGUN MANUSIA MENGENTASKAN KEMISKINAN MELALUI POSDAYA PEMBERDAYAAN KELUARGA UNTUK : MEMBANGUN MANUSIA MENGENTASKAN KEMISKINAN MELALUI POSDAYA 1 MASA LALU PENGENTASAN KEMISKINAN SEBAGAI KOMITMEN MEMBANGUN MANUSIA BERMUTU DAN BERMARTABAT DENGAN KB DAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1;" TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1; TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 1;" TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KOTA MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DI KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah

Lebih terperinci

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),

Kertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP), PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PESERTA PROGRAM DI KELURAHAN KERTASARI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012 Oleh : Teguh Setiadi Abstrak : Penelitian ini ingin mengkaji

Lebih terperinci