BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek. Pada dekade terakhir, perkembangan kegiatan pendidikan,

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

SINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN GEDUNG BIOSKOP MENJADI CINEPLEX DI WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan

REDESAIN BIOSKOP MATARAM DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Bagas Laksawicaka Gedung Bioskop di Kota Semarang 1

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki teknologi yang bagus. Jenis mainan di bedakan menjadi 2 yaitu

ENTERTAINMENT CENTER DI PURWODADI

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Rekreasi Area Car Free Day Solo (Penekanan pada Aktivitas Kuliner)

REDESAIN GEDUNG BIOSKOP DI KAWASAN MALIOBORO, YOGYAKARTA BAGIAN I. Pendahuluan dan Latar Belakang UKDW TUGAS AKHIR WILFRIDUS GALIH PRAKOSA

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA

STUDIO PRODUKSI FILM DI JAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

TUGAS AKHIR Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (PPA) GEDUNG BIOSKOP DI SOLO BARU Penekanan Pada Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

BAB I PENDAHULUAN. Cinema and Film Library di Yogyakarta. I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

RUMAH PRODUKSI PENGADEGAN STUDIO INDONESIA DI JAKARTA SELATAN

CINEPLEX DI KOTA PALANGKARAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini

Gigih Juangdita

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB I. : 1. Masa muda, 2. Kaum muda, 3. Remaja. : Tempat yang dianggap penting/pumpunan dari berbagai kedudukan/kegiatan sesuai dengan golongannya 2

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman.

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Judul Rembang Ocean Mall Rembang Ocean Mall 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

TAMPILAN BANGUNAN & INTERIOR PUSAT CINEMA & EDUKASI PERFILMAN DI SURABAYA YANG BERKONSEP MOVIE EKSPRESIF

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman di era globalisasi ini menuntut aktivitas-aktivitas sosial yang

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Judul. : Peroses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu, benda, hasil karya, suatua kawasan. 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. di perkotaan-perkotaan salah satunya adalah kota Yogyakarta. Ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Animasi berasal dari kata Animation yang dalam bahasa Inggris to animate yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PUSAT SENI RUPA YOGYAKARTA

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 C I T Y H O T E L D I H A R B O U R B A Y B A T A M F e r i t W i b o w o BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Women and Child Center di Semarang

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Tahun 2013

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana untuk mendapatkan hiburan tersebut. Tiap individu bebas

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah gambar hidup yang sering disebut movie. Film secara kolektif sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Animasi berasal dari kata Animation yang ada dalam kata bahasa inggris to

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Gedung Pameran Seni Rupa di Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.

GEDUNG PAMERAN SENI RUPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. BAB III. ELABORASI TEMA

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

PUSAT PERBELANJAAN DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mengambil sikap dalam menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Taman Imaginasi Di Semarang 126/48

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. C I T Y H O T E L B I N T A N G 3 D I S E M A R A N G I m a n t a k a M u n c a r

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Seni Fotografi Semarang. Ilham Abi Pradiptha Andreas Feininger, Photographer,

PUSAT PELATIHAN DAN PRODUKSI FILM TELEVISI DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN

P E N D A H U L U A N

Pusat Apresiasi Film DI YOGYAKARTA

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

banyaknya peninggalan sejarah dan kehidupan masyarakatnya yang memiliki akar budaya yang masih kuat, dalam kehidupan sehari-hari seni dan budaya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Pada dekade terakhir, perkembangan kegiatan pendidikan, permukiman, perdagangan, jasa, dan pariwisata di Yogyakarta meningkat cukup pesat 1. Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan diberbagai media tentang klegiatan pameran, konferensi dan seminar, serta wisata baik wisata alam-wisata budaya-wisata belanja dalam berbagai bentuk dan skala, baik dalam skala regional maupun skala nasional. Perkembangan ini menuntut wadah yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan berdasarkan proyeksi penduduk dan kegiatan beberapa tahun kedepan. Di saat Yogyakarta tumbuh menjadi tujuan pendidikan, di saat itu juga Yogyakarta membangun beberapa fasilitas hiburan untuk menghilangkan penat sejenak yang khususnya untuk para mahasiswa juga kawula muda serta eksekutif muda.di tempat ini, mereka dapat bercengkrama dengan santai dan berbincang-bincang beberapa masalah kerja dengan tanpa adanya tekanan. Selain itu, Yogyakarta merupakan kota yang memiliki perkembangan yang sangat pesat.mulai dari segi perekonomian, 1 http://id.wikipedia.org/wiki/daerah_istimewa_yogyakarta 1

pendidikan dan lain-lain. Yogyakarta memiliki julukan kota pelajar yang terbukti terdapat lebih dari 10 Universitas. Dengan kredibilitas sebagai kota pelajar, kota ini mengundang minat untuk semua pelajar untuk mengemban pendidikan di sini. Mulai dari luar daerah sampai dalam daerah memadati lembaga pendidikan di kota Yogyakarta. Selain terkenal sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga merupakan tempat pariwisata yang sangat menarik dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Banyak tempat-tempat hiburan, seperti mall, bioskop, taman wisata, keraton, dan masih banyak yang lainnya. Dengan status tersebut, kota Yogyakarta dipadati oleh para muda-mudi yang selalu membutuhkan tampat hiburan dan edukasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bioskop merupakan salah satu wadah yang bisa mengakomodir kegiatan hiburan.hal ini dapat terlihat dari antusiasme para muda-mudi disaat film-film dari luar negeri sudah mulai masuk kembali ke Indonesia. Film adalah karya seni yang lahir dari suatu kreatifitas dan imajinasi orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya seni film terbukti mempunyai kesanggupan untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas. Realitas imaginer tersebut dapat menawarkan rasa keindahan, renungan, ataupun hanya sekedar hiburan bagi yang melilhatnya. Kebiasaan menonton film di bioskop sudah terjadi sejak dahulu kala.hal ini terlihat dari banyaknya bioskop pada saat itu. 2

Beberapa bioskop yang ada di kota Yogyakarta yaitu Mitra/ Palace, Widya, Senopati and Yogya Theater, Soboharsono, Regent, Empire, Royal, Mataram, Ratih, Permata, Indra, President. Dari beberapa bioskop yang tersebut diatas, sebagian besar sudah tidak dipakai lagi.sekarang ini hanya terdapat 2 bioskop yang selalu dipakai, yaitu Empire XXI dan Studio 21. Data tentang jumlah penonton bioskop diseluruh Indonesia dan perhitungan dengan trend. Tabel 1.1. Data pengunjung tahun 2002-2010 sumber: http://indonesiafilm.or.id/direktori-perfilman/penonton-film 3

Grafik 1.1. Grafik trend jumlah penonton bioskop seluruh Indonesia 80000000 70000000 60000000 50000000 40000000 30000000 20000000 10000000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Data tentang jumlah penonton bioskop di Yogyakarta dan perhitungan dengan trend. Tabel 1.2. Data pengunjung tahun 1997-2004 sumber: http://indonesiafilm.or.id/direktori-perfilman/penonton-film 4

Grafik 1.2. Grafik trend jumlah penonton bioskop di Yogyakarta 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1.1.2. Latar Belakang Masalah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001 ; Film (1) selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop). (2) lakon (cerita) gambar hidup. Sineas (1) orang yang ahli tentang tata cara dan teknik pembuatan film. Menurut Kamus Inggris - Indonesia, An English - Indonesian Dictionary, John M. Echols dan Hassan Shadily, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ; Movie : gambar hidup, bioskop 5

Cinema : gedung bioskop Film adalah sebuah media komunikasi audio visual yang menampilkan rekaman realitas atau rekaan suatu realitas. Karena disebuah film, orang dapat merasakan berbagai macam perasaan yang ditampilkan didalam film tersebut. Gambar 1.1: Camrecorder Sumber: www.salon.com Saat menonton sebuah fim, biasanya orang-orang mencoba untuk melupakan sejenak semua permasalahan yang sedang dihadapi. Oleh karena itu, orang-orang mencoba untuk mencari tempat dimana mereka dapat merasa santai dan mencari tempat dimana terdapat sebuah hiburan. Salah satunya yaitu bioskop. Naumn, bioskopbioskop yang ada di Yogyakarta saat ini hanya Empire XXI dan Cinema 21 dan untuk membuat seuah bioskop yang berbeda dari yang sudah ada akan membuka sebuah peluang persaingan. Bioskop yang 6

memiliki karakter yang khas. Sehingga ingin dibuatlah bioskop yang memiliki sifat entertainment and relax. Menurut kamus Oxford Advanced Learner s Dictionary (1989), entertainment [C] thing that entertains; public performance; [U] entertaining or being entertained. Sedangkan arti kata relax menurut kamus Oxford Advanced Learner s Dictionary (1989), relax v 1 become less tight, stiff. 2 become less strich or rigid. 3 rest oafter work or effort; calm down. 4 become less intense. Dalam dunia perfilman, kamera perekam menjadi alat utama dalam pembuatan film. Komponen utama dari kamera perekam yaitu: lensa, imager, dan perekam 2. Maka digunakan transformasi bentuk kamera perekam sebagai pendekatan perancangan dan redesain bioskop Mataram. Transformasi merupakan garis penghubung antara dunia film dan dunia arsitektur. Melihat arti katanya, transformasi adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb); perubahan struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur-unsurnya 3. Oleh karena itu, dari kamera perekam akan diambil unsur-unsur kunci yang kemudian dihubungkan dengan arsitektur. Dalam meredesain bioskop Mataram ini, penekanan desain akan dilakukan pada bentuk bangunan (aspek visual manusia). Pertama kali manusia melihat sebuah bangunan yaitu pada bentuk 2 http://id.wikipedia.org/wiki/kamera 3 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php 7

bangunan. Aspek visual merupakan sebuah aspek yang pertama kali bekerja. Redesain bioskop Mataram ini adalah sebuah rancangan desain bangunan yang diharapkan mampu menjadi sebuah bioskop yang memiliki sebuah karakter yang berbeda dari bioskop yang sudah ada sebelumnya. Desain yang akan dibuat merupakan sebuah Cineplex atau sebuah bioskop dengan beberapa ruang cinema yang juga dilengkapi dengan fasilitas pendukung lainnya. 1.2.Rumusan Masalah Bagaimana wujud Redesain Bioskop Mataram di Yogyakarta yang mewadahi fungsi Cineplex yang bersifat entertainment and relax dengan transformasi bentuk kamera perekam melalui pengolahan bentuk bangunan? 1.3.Tujuan dan Sasaran Tujuan: Meredesain Bioskop Mataram di Yogyakarta yang mewadahi fungsi Cineplex yang bersifat entertainment and relax dengan transformasi bentuk kamera perekam melalui pengolahan bentuk bangunan. Sasaran: Meredesain Bioskop Mataram di Yogyakarta yang mewadahi sebuah fungsi Cineplex yang bersifat entertainment and relax dengan mentransformasikan bentuk-bentuk kamera perekam melalui pengolahan buntuk wujud bangunan. 8

1.4.Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan yang akan dikaji adalah redesain bioskop Mataram menjadi Cineplex yang menunjang sarana hiburan bagi masyarakat Yogyakarta. Studi terhadap proyek Cineplex ini menggunakan transformasi bentuk kamera perekam yang diwujudkan untuk pengolahan bentuk bangunan. 1.5.Metode Pembahasan 1. Metode Observasi Langsung : dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi terpilih menyangkut kondisi dan sarana dan prasarana yang ada. Tidak langsung : dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dan informasi yang berhubungan dengan lokasi dan topik bahasan. 2. Studi Literatur Mencari data-data pada literatur yang dapat mendukung pembahasan topik yang bersangkutan. 3. Deskriptif Yaitu penjelasan data dan informasi yang berkaitan dengan latar belakang. 4. Analisis Menginterpretasi data dan fenomena yang ada yang kemudian ditransformasikan kedalam analisis pendekatan bentuk dan tampilan sehingga diperoleh kesimpulan dan perancangan. 9

1.6.Diagram Tata Langkah 10

1.7.Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang pengadaan proyek, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, diagram tata langkah dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM BIOSKOP Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai pengertian bioskop, tinjauan bioskop, sejarah perkembangan film. BAB III TINJAUAN UMUM WILAYAH YOGYAKARTA & TINJAUAN KHUSUS BIOSKOP Bab ini berisi tentang letak geografis wilayah Yogyakarta, klimatologi, kondisi fisik dan non fisik, deskripsi proyek, lokasi proyek, kondisi lokasi proyek, fungsi dan sasaran proyek, tinjauan bioskop Mataram, BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori perwujudan bentuk, elemen-elemen tata ruang dalam dan tata ruang luar, kaitannya kamera perekam dengan transformasi bentuk bangunan. BAB V ANALISIS PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BIOSKOP MATARAM Bab ini berisi tentang analisis kegiatan dan pelaku kegiatan, analisis peruangan, analisis site, analisis hubungan ruang dan zonasi ruang (makro dan mikro), analisis utilitas bangunan. 11

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BIOSKOP MATARAM Berisi tentang konsep perencanaan dan perancangan bangunan bioskop yang bersifat entertainment and relax, dan konsep rancangan bentuk masa bangunan melalui transformasi bentuk kamera perekam. 12