BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tumbuhan Balik Angin (Macaranga recurvata Gage.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Jambu Air ( Syzygium aquea (Burm.f.)Alston)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gamal (Gliricidia maculata) adalah nama jenis perdu dari kerabat

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tumbuhan Sambang Darah adalah sebagai berikut : : Excoecaria cochinchinensis Lour.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-Desember 2013, bertempat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) SKRIPSI SUDIRMAN SILAEN

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-butanol DARI EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Toona sinensis (sinonim.cedrella sinensis A. Juss.) adalah spesies Toona

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Spektrofotometer UV /VIS

4. Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Bunga Kupu-kupu Rambat (Bauhinia kockiana Lour)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Bunga Mawar Putih (Rosa hybrida L.)

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Metodologi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

RatnaDjamil, WiwiWinarti, Indah Yuniasari FakultasFarmasiUniversitasPancasila, Jakarta 12640,Indonesia

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng.) SKRIPSI PUTRI N E NAIBORHU

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. obat tradisional sebagai pengobatan. Beberapa negara di Asia dan Afrika

PERCOBAAN X KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ranti (Solanum nigrum Linn) termasuk tumbuhan semak dengan tinggi ±

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

17 A 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) oerl.) 2.1.1. Morfologi Tumbuhan Mahkota Dewa Tanaman mahkota dewa sebenarnya berasal dari Papua, oleh karena itu dinamakan Phaleria papuana. Selain itu, ada sederet nama untuk menyebut tanaman ini. Diantaranya adalah trimahkota, mahkota ratu, mahkota raja, dan pusaka dewa. Sementara itu, orang anten menyebutnya raja obat. Tanaman mahkota dewa berbentuk perdu yang berumur tahunan. Tinggi tanaman umumnya 1-3 m, tetapi ada yang bisa mencapai 5 m. atang berwarna cokelat danbercabang banyak. Daunnya berbentuk lonjong, lansing memanjang, dan lancip. uah bulat, terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Kulit ketika buah muda berwarna hijau, dan setelah tua akan menjadi merah marun. Daging berwarna putih dan rasanya sepat agak manis. Cangkang brwarna cokelat dan sangat beracun, sementara bijinya berwarna putih. unga mahkota dewa muncul sepanjang tahun dan bergerombol dari ketiak daun (Santoso, 2008). 2.1.2 Sistematika Tumbuhan Mahkota Dewa Sistematika tumbuhan mahota dewa adalah sebagai beikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Dicotyledon

18 Kelas : Thymelaeales Famili : Thymelaeaceae Genus : Phaleria Sepesies : Phaleria macrocarpa Nama daerah Melayu : Simalakama Jawa : Makuto ijo ( Hartono, 2004). 2.2. Senyawa Flavonoida Flavonoid merupaka salah satu golongan fenol terdapat di alam yang terbesar. Flavonoid sebenarnya terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstak tumbuhan. Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang merupakan alur sikimat dan alur asetatmalonat (Markham, 1988). Pada umumnya flavonoid terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugugsan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidroksil selalu terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7 pada cincin A. Pada cicin gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon no. 3 dan no. 4. Flavonoid tedapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar (Sirait, 2000). Flavonoid memberikan keindahan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antosianin memberikan warna merah,ungu atau biru. Secara biologis, flavonoid memainkan peranan penting dalam penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Sastrohamidjojo,1996). Istilah flavonoida dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu flavon. Suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto dan atom karbon benzena yang

19 terletak di sebelah cincin membentuk cincin baari tipe 4-piron. Senyawa heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi yang paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa ini. Suatu jembatan oksigen yang melibatkan atom karbon sentral dari rantai C3 dalam alam hanya terdapat dalam jumlah yang terbatas. Selain sambungan atom karbon, senyawa flavonoida juga mempunyai pola oksigenasi dalam cincin benzenanya. Subtituennya kemungkinan berupa H, CH3, --CH2-- atau glikosida (Manitto, 1992). 2.2.1. Struktur dasar senyawa flavonoida Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. erikut digambarkan struktur dasar flavonoid : A C C C Gambar 2.1 Kerangka dasar flavonoid 2.2.2. Klasifikasi senyawa flavonoida 1. Flavonoid -glikosida Flavonoida biasanya terdapat sebagai flavonoida -glikosida. Pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air ataupun cairan. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa juga sering ditemukan.

20 2. Flavonoid C-glikosida Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan gula pada -glikosida. 3. Flavonoid Sulfat Flavonoida sulfat adalah golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam yaitu flavon--s3k. anyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada suatu gula. 4. iflavonoid iflavonoida merupakan flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. anyak sifat fisika dan kimia biflavonoida menyerupai sifat monoflavonoida pembentuknya dan akibatnya kadangkadang biflavonoida sukar dikenali. iflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida. 5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik Sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dengan demikian dapat menunjukkan keaktifan optik (memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid dan beberapa biflavonoida (Markham, 1988). Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

21 1. Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan. A C Flavonol H 2. Flavon Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3- hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida. A C Flavon

22 3. Isoflavon Merupakan isomer flavon, jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit. eberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat. A C Isoflavon 4. Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk. A C Flavanon 5. Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

23 A C H Flavanonol 6. Katekin Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan. Katekin H 7. Leukoantosianidin Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol. A C H H H Leukoantosianidin 8. Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir

24 semua warna merah jambu, merah marak, ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi. Antosianin H 9. Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air. A Khalkon 10. Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah rose dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap ammonia (Robinson, 1995) A CH Auron

25 2.2.3. Sifat kelarutan flavonoida Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Jika dibiarkan dalam larutan basa, dimana terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka pada umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtH), methanol (MeH), butanol (uh), aseton, dimetilsulfoksida (DMS), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air. Dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988). 2.3 Teknik Pemisahan 2.3.1 Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. erdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, maka ekstraksi dibedakan menjadi: 1. Ekstraksi padat-cair Zat yang diekstrasi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di dalam bahan alam. 2. Ekstraksi cair-cair Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi caircair sering juga disebut ekstraksi pelarut untuk memisahkan logam-logam tertentu didalam air.

26 Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi: 1. Ekstraksi berkesinambungan (kontiniu) Pada ekstraksi kontiniu, pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat untuk jenis ekstraksi ini, seperti alat soklet. 2. Ekstraksi bertahap Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanya digunakan adalah corong pisah (Yazid, 2005). 2.3.2 Kromatografi Kromatografi merupakan metode umum dalam pemisahan campuran berdasarkan fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan dan fasa diam berupa padatan atau lapisan cairan yang disokong oleh padatan. Fasa gerak akan bergerak melewati fasa diam dan senyawa-senyawa dalam campuran akan bergerak secara kontiniu diantara kedua fasa sesuai dengan koefisien distribusi (Rodig, 1997) Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fase gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi, yaitu: 1. Fasa gerak cair-fasa diam padat (kromatografi serapan): a. Kromatografi lapis tipis b. Kromatografi penukar ion 2. fasa gerak gas-fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat 3. fasa gerak cair-fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas 4. fasa gerak gas-fasa diam zat cair, yakni: a. Kromatografi gas-cair b. Kromatografi kolom kapiler

27 Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991). 2.3.3 Kromatografi Lapis Tipis Teknik kromatografi lapis tipis sering dilakukan dengan menggunakan lempeng atau gelas plastik yang dilapisi fasa diam dan fasa geraknya merupakan pelarut. Campuran yang akan dianalisis diteteskan pada dasar lempeng dan perlarutnya akan bergerak naik oleh gaya kapiler (resnick, 2005). Fasa diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter partikel 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fasa diam maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis dalam hal efesiensi dan resolusi (Ganjar, 2007). Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada kromatografi lapis tipis, akan tetapi yang paling umum digunakan adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome) dan selulosa, sedangkan untuk fasa geraknya dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Gritter, 1991). Menurut Markham (1988), Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut: 1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom 2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi 4. Isolasi flavonoida murni skala kecil 5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas.

28 Faktor reterdasi (Rf) merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf adalah ukuran kecepatan migrasi suatu komponen pada kromatogram. Rf didefenisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut atau fasa gerak. jarak yang ditempuh komponen Rf = jarak yang ditempuh pelarut (Yazid, 2005). 2.3.4. Kromatografi Kolom Pada kromatografi kolom fasa diam dan zat cair ditempatkan didalam tabung kaca berbentuk silinder, pada bagian bawah tertutup dengan katup atau keran dan fasa geraknya dibiarkan mengalir ke bawah malalui gaya berat. Kromatografi kolom biasanya dibuat dengan menuangkan suspensi fasa diam dan pelarut sesuai kedalam kolom dan dibiarkan memadat. Selanjutnya pelarut diturunkan sampai tepat pada bagian atas penyerap dan cuplikan yang akan dipisahkan diletakkan pada bagian atas penyerap kemudian fasa gerak dimasukkan dan dibiarkan mengalir melewati kolom. Komponen campuran turun berupa pita dengan laju berlainan, kemudian hasil pemisahan dari kolom dikumpulkan sebagai fraksi. Kromatografi kolom merupakan bentuk kromatografi cair. 2.3.5 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Metode kromatografi juga dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif yaitu pemisahan yang terdiri atas sejumlah senyawa serupa yang sukar dan kadang-kadang lama dipisahkan. Kromatografi lapis tipis preparatif adalah cara ideal untuk memisahkan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g). Penyerap yang dipakai adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ketebalan adsorben yang sering dipakai 0,5 2 mm. Ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm atau 20x40 cm.

29 Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis preparatif. Pelarut yang baik adalah pelarut organik seperti n- heksana, etil asetat, dan diklorometana. Cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi dari plat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garisan cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita penyerap tersebut diharapkan mengandung komponen campuran murni kemudian dikerok dari plat kaca dengan spatula dan ditampung dengan logam tipis atau kertas lilin. Penyerap diletakkan dalam corong kaca memakai kertas saring lalu dielusi beberapa kali dengan pelarut yang cocok (Gritter, 1991). 2.3 Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu analisis kimia fisika yang mengamati tentang interaksi atom dan molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. 2.4.1 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) Spektofotometer ultraviolet-visibel melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis. Suatu molekul yang sederhana apabila dikenakan radiasi elektromagnetik akan mengabsopsi radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan eksitasi. Apabila pada molekul sederhana tersebut hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus maka akan terjadi suatu absorpsi yang merupakan garis spektrum (Muldja,1995).

30 Spektrum ultraviolet terentang dari 100-400 nm. Absorpsi cahaya ultraviolet atau visible mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.absorpsi oleh suatu sampel kemudian diukur pada perbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum (Fessenden,1994). Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum ultraviolet dan spektrum tampak (Harborne, 1987). Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dhidroflavon, dihidroflavonol dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Petunjuk mengenai rentang maksima utama yang diperkirakan untuk setiap jenis flavonoida adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Rentang Serapan Spektrum UV-Tampak flavonoida Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoida 250-280 250-280 250-280 245-275 275-295 230-270 (kekuatan rendah) 230-270 (kekuatan rendah) 270-280 310-350 330-360 350-385 310-330 bahu Kira-kira 320 puncak 300-330 bahu 340-390 380-430 465-560 Flavon Flavonol (3-H tersubtitusi) Flavonol (3-H bebas) Isoflavon Isoflavon (5-deoksi-6,7- dioksigenasi) Flavanon dan dihidroflavonol Khalkon Auron Antosianidin dan antosianin (Markham, 1988).

31 2.3.1 Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi. ila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan tereksitasi (excited vibration state) energi yang terserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. anyaknya energi yang diadsorbsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom yang saling berikatan lebih besar perubahannya dalam momen ikatan mengakibatkan absorpsi sejumlah energi juga lebih besar. Ikatan non polar tidak mengabsorpsi radiasi inframerah karena tidak ada perubahan momen ikatan apabila atom-atom saling berisolasi. Ikatan non polar relatif (ikatan C-C dan C-H dalam molekul organik) menyebabkan absorpsi yang lemah. Pada ikatan polar ( seperti C-) menunjukkan absorpsi yang kuat (Fessenden, 1994). 2.4.1 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1 H-NMR) Spektrometer Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Spektrum Resonansi Magnetik Inti memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Creswell, 1982). Terperisai dan tidak terperisai merupakan istilah relatif. Untuk memperoleh pengukuran yang kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan. Senyawa yang dipilih untuk rujukan adalah tetrametilsilana (CH3)4Si, yang proton-protonnya menyerap pada ujung kanan spektrum NMR (Fessenden, 1982). Pada beberapa spektrum NMR akan terlihat sinyal TMS pada angka nol sehingga sinyal ini tidak perlu dianalisa. TMS dipilih sebagai standar karena:

32 1. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang keseluruhannya mempunyai lingkungan kimia yang sama, sehingga menghasilkan sinyal singlet yang kuat karena mengandung banyak atom hidrogen 2. Elektron-elektron pada ikatan C-H dalam senyawa ini berada dekat dengan hidrogen jika dibanding dengan senyawa lain. Ini berarti inti hidrogen sangat terlindungi dari medan magnet eksternal sehingga dibutuhkan medan magnet yang besar untuk membawa atom hidrogen ke kondisi resonansi (Dachriyanus, 2004). Absorbsi kebanyakan proton lain dijumpai dibawah medan absorbsi TMS. Selisih antara posisi absorbsi TMS dan posisi absorbsi suatu proton tertentu disebut pergeseran kimia. Pergeseran kimia dinyatakan sebagai bagian tiap juta (ppm) dari radio frekuensi yang kita gunakan (Fessenden, 1982).