BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BLANGKO IJAZAH. 1. Blangko Ijazah SD

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

I. PENDAHULUAN. manusia perlu berkomunikasi. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

TINJAUAN MATA KULIAH...

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meirani Silviani Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB 1. Pendahuluan. alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seseorang, tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia tersebut salah satunya adalah kematangan sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. yang beralamat di Jl. Rajekwesi 59-A Perak Bojonegoro. Di SLB-B Putra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu bisa didapatkan dan dilakukan dimana saja, bisa di lingkungan sekolah, Dengan pendidikan kehidupan manusia menjadi terarah.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Sari Peranginangin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, sekalipun manusia tersebut manusia kembar yang lahir secara bersamaan dari seorang ibu yang sama pula. Sebagai mahluk sosial, manusia hidup berdampingan dengan manusia-manusia lainnya. Dalam kehidupan sosialnya manusia tidak terlepas dari peranan atau saling ketergantungan dengan manusia lainnya dan manusia selalu berinteraksi dan berkomunikasi antara satu sama lainnya. Kegiatan berkomunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi manusia dapat mengetahui isi lingkungan di sekitarnya maupun mengetahui semua yang ada pada dirinya. Selain itu, dengan berkomunikasi manusia mampu memenuhi beragam kebutuhan hidupnya. Sehingga, kegiatan berkomunikasi menjadi kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia. Menurut Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik, ada tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab manusia berkomunikasi antara lain: (1) Hasrat manusia untuk mengontrol 1

lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui peluangpeluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihara dan menghindar pada hal-hal yang mengancam alam sekitarnya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui suatu kejadian atau peristiwa. Bahkan melalui komunikasi manusia dapat mengembangkan pengetahuannya, yakni belajar dari pengalamannya, maupun melalui informasi yang mereka terima dari lingkungan sekitarnya. (2) Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat sesungguhnya tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Penyesesuaian di sini bukan saja terletak pada kemampuan manusia memberi tanggapan terhadap gejala alam seperti banjir, gempa bumi, dan musim yang memengaruhi perilaku manusia, tetapi juga lingkungan masyarakat tempat manusia hidup dalam tantangan. Dalam lingkungan seperti ini diperlukan penyesuaian, agar manusia dapat hidup dalam suasana yang harmonis. (3) Upaya untuk melakukan transformasi warisan sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya, maka anggota masyarakatnya dituntut untuk melakukan pertukaran nilai, perilaku, dan peranan. Misalnya bagaimana orang tua mengajarkan tatakrama bermasyarakat yang baik kepada anak-anaknya. Bagaimanakah sekolah difungsikan untuk mendidik warga negara. Bagaimana media massa menyalurkan hati nurani khalayaknya, dan bagaimana pemerintah dengan kebijaksanaan yang dibuatnya untuk mengayomi kepentingan anggota masyarakat yang dilayaninya (Cangara, 2007:2). 2

Ketiga fungsi ini menjadi patokan dasar setiap individu dalam berhubungan dengan sesama sebagai mahluk sosial. Oleh kerena itu fungsi komunikasi dalam kehidupan manusia sangat berperan penting dalam kehidupan manusia, baik tua maupun muda, besar maupun kecil, pria maupun wanita, dan normal maupun tidak normal. Bentuk nyata fungsi ketiga dari fungsi komunikasi yang dipaparkan oleh Harold D. Lasswell adalah pendidikan. Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Dengan pendidikan, negara mampu mencerdaskan kehidupan warga negaranya sesuai yang diamanatkan Undang- Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa: Setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Dengan demikian negara menjamin bagi seluruh warga negaranya memiliki hak dan kesempatan dalam bidang pendidikan. Seperti yang telah kita ketahui, manusia secara individu memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Selain itu manusia juga terlahir dengan kondisi yang berbeda-beda seperti terlahir dengan keadaan normal maupun abnormal. Manusia abnormal terdiri dari beragam ketidaknormalan manusia pada umumnya. Di antaranya adalah, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autistik, dan kelainan perkembangan ganda. Ketidaknormalan tersebut juga bisa dikatakan cacat dan memiliki karakteristik kecacatan yang berbeda-beda antara satu sama lainnya. Istilah untuk menunjuk kepada peserta didik atau siswa dengan kondisi abnormal pada umumnya disebut Anak Luar Biasa (ALB) atau juga bisa 3

disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau special need. Istilah ini digunakan untuk menghindari konotasi negatif dari kelainan khusus yang diderita oleh siswa (Delphie, 2006:1). Fenomena anak berkebutuhan khusus ini sangat menarik dipelajari, hal ini disebabkan anak berkebutuhan khusus mempunyai kemampuan atau perilaku terbatas dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya. Salah satunya adalah komunikasi. Sehingga komunikasi antara guru dan anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar berbeda dengan anak normal pada umumnya. Untuk memfasilitasi kebutuhan akan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, Pemerintah mendirikan sekolah khusus yang dinamakan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah Luar Biasa ini dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sesuai ketunaan yang diderita oleh para siswa. Yaitu di antaranya : 1. SLB-A : Sekolah untuk tunanetra (anak yang mengalami hambatan penglihatan) 2. SLB-B : Sekolah untuk tunarungu (anak yang mengalami hambatan pendengaran) 3. SLB-C : Sekolah untuk tunagrahita (anak yang mengalami retardasi mental) 4. SLB-D : Sekolah untuk tunadaksa (anak yang menalami cacat tubuh) 5. SLB-E : Sekolah untuk tunalaras (anak yang mengalami penyimpangan emosi dan sosial) 6. SLB-F : Sekolah untuk autis 4

7. SLB-G : Sekolah untuk tunaganda (anak yang mengalami lebih dari satu hambatan). (http://www.gizikita.depkes.go.id,2011) Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada para siswa tunagrahita. Tunagrahita adalah salah satu cacat pada manusia yang terletak kepada kelemahan inteligensinya. Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan - kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan (Somantri, 2006:105). Anak tunagrahita memiliki semua kelemahan akan hal tersebut. Menurut Crocker (1983, dalam Poerwanti, 2000:169) menyatakan bahwa retardasi mental apabila jelas terdapat inteligensi yang rendah yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejala timbul pada masa perkembangan di bawah usia 18 tahun. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya rendah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya sangat lemah. Sehingga dari pemaparan tersebut sudah jelas bahwa anak tunagrahita memerlukan perlakuan khusus dalam kegiatan belajar mengajar dengan lembaga pendidikan khusus pula. Yaitu SLB-C seperti yang telah disebutkan di atas. 5

Dalam kegiatan belajar mengajar komunikasi menjadi aspek yang sangat fundamental dalam upaya mentransformasikan materi pembelajaran yang diberikan oleh guru terhadap siswanya. Komunikasi dalam proses belajar mengajar antara guru dengan siswa normal umumnya, tentu berbeda, dengan komunikasi dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru terhadap siswa penyandang tunagrahita. Oleh sebab itu, bisa dikatakan guru lebih mudah memberikan pembelajaran terhadap siswa normal dari pada siswa dengan permasalahan ketunagrahitaannya. Dengan permasalahan-permasalahan yang ada terhadap anak tunagrahita terutama dalam segi berkomunikasi, peneliti menunjuk Yayasan Bina Asih kota Bondowoso sebagai tempat penelitian. Yayasan Bina Asih yang beralamatkan di jalan Ahmad Yani No. 64 AB Kecamatan Bondowoso, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur, yang menyelenggarakan pendidikan untuk berbagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mencangkup berbagai jenjang pendidikan dari TKLB, SDLB, SMPLB hingga SMALB. Sekolah khusus untuk menangani anak tunagrahita pada yayasan ini tidak berbeda dengan Sekolah Luar Biasa lainnya, Yaitu SLB-C. Karena klasifikasi tunagrahita dibedakan menjadi tiga tingkatan berdasarkan nilai skor intelegensinya, maka tunagrahita dibagi menjadi tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat, SLB-C Bina Asih merupakan sekolah yang menangani siswa tunagrahita ringan. Selain SLB-C, SLB Bina Asih juga terdapat SLB-C1. D yang menangani siswa penyandang tunagrahita dengan klasifikasi sedang dan sebagian penyandang tunadaksa. Dalam proses belajar 6

mengajar, guru mengaplikasikan program intruksional yang disebut Individualized Educational Program (IEP). Di mana, dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan program ini, komunikasi yang ditekankan adalah komunikasi interpersonal dalam upaya untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswanya. Dengan fenomena proses komunikasi tersebut, peneliti ingin meneliti tentang komunikasi interpersonal guru dengan siswa penyandang tunagrahita klasifikasi sedang dalam proses belajar mengajar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu; bagaimana komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa penyandang tunagrahita klasifikasi sedang dalam proses belajar mengajar di SLB-C1. D Bondowoso? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal antara guru dengan siswa penyandang tunagrahita klasifikasi sedang dalam proses belajar mengajar di SLB-C1. D Bondowoso. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Adapun manfaat akademis penelitian ini antara lain: 7

a) Mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu komunikasi yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal guru dengan siswa tunagrahita klasifikasi sedang dalam proses belajar mengajar. b) Memberikan referensi tambahan terkait dengan penelitian komunikasi interpersonal guru dengan siswa penyandang tunagrahita klasifikasi sedang dalam proses belajar mengajar. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menambah wawasan terkait komunikasi interpersonal guru dengan siswa penyandang tunagrahita klasifikasi sedang. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada SLB-C1 Bondowoso mengenai gambaran proses komunikasi antara guru dengan siswa tunagrahita, sehingga dapat membantu para guru untuk dapat berkomunikasi dengan lebih efektif dengan siswanya. 8