BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. 1 Melisa, Fenny. 09 April Republika Online Anak Indonesia Diperkirakan

BABI PENDAHULUAN. Anak adalah permata bagi sebuah keluarga. Anak adalah sebuah karunia

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tuanya,keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan dan penerus dari suatu keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

Pola Relasi Saudara pada Remaja yang Memiliki Saudara dengan Gangguan Spektrum Autisme

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang. kebebasan (American Psychiatric Association, 1994).

PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

Seri penyuluhan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di Indonesia, mencatat populasi kelompok usia anak di. 89,5 juta penduduk termasuk dalam kelompok usia anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. meningkat 400% menjadi 1 banding 625 (Mash & Wolfe, 2005). Tahun 2006,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan sumber kebahagiaan bagi sebagian besar keluarga sejak di

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu, sejak kecil anak tumbuh dan berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun jumlah penyandang autis semakin bertambah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention di Amerika Serikat, jumlah penderita gangguan spektrum autisme tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 23% dibanding tahun 2008. Bila pada tahun 2008, 1 dari 100 anak mengalami gangguan spektrum autisme, maka pada tahun 2015, rasionya naik menjadi 1 dari 68 anak (Retaskie, 2015). Di Indonesia meski belum ada penelitian resmi, menurut Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Diah Setia, diperkirakan ada sekitar 112.000 anak dengan gangguan spektrum autisme dengan rentang usia antara 5 19 tahun. Dengan perkiraan jumlah tersebut, tentu saat ini cukup banyak keluarga di Indonesia yang hidup dengan anak gangguan spektrum autisme (Autisme dan Permasalahannya, 2012). Di Sumatera Barat, jumlah penderita autis berdasarkan data dari Badan Penelitian Statistik (BPS) sejak 2010 hingga 2015, terdapat sekitar 140.000 anak usia dibawah usia 17 tahun menyandang autisme (Fitriyani, 2015 dalam newspadek.co, 2015). Di Kota Padang telah tersebar 5 sekolah khusus autis dengan jumlah siswa sekitar 283 siswa (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, 2016).

Autis atau Autistic Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan dan perilaku yang ditandai dengan ketidakmampuan pada komunikasi sosial, interaksi, keterbatasan, pola perilaku berulang, aktivitas dan interest (American Psychiatric Association dalam Russell, 2016). Autis khususnya terjadi pada masa anak-anak yang dapat dikenali gejalanya sejak anak berusia 2-3 tahun (Faisal, 2007). Hal ini diperjelas Handojo (2003) yang mengatakan bahwa autis bukanlah suatu penyakit melainkan sindrom (kumpulan gejala) yang ditandai dengan penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan rendahnya kepedulian pada lingkungan sekitarnya sehingga anak autis hidup dalam dunianya sendiri. Fenomena semakin meningkatnya jumlah prevalensi autisme, maka akan semakin banyak pula saudara kandung yang mengalami konflik batin dalam menerima keberadaan saudaranya yang autis (Derouin dan Jessee dalam Wong, 2008). Mengapa saudara kandung? Hubungan antara saudara kandung merupakan relasi yang istimewa dan merupakan relasi yang paling bertahan lama dalam kehidupan manusia (Cicirelli, 1994, dalam Kuo, Orsmond, Seltzer, 2009). Relasi ini sifatnya lebih egaliter dibandingkan dengan relasi anak dan orang tua (Fuhrman & Burhmester dalam Nurmaningtyas, 2013). Saudara kandung dapat memberikan pengaruh sosial yang lebih besar dari orang tua karena dengan jarak usia yang dekat dibanding orang tua, dapat lebih memahami permasalahan yang dihadapi saudaranya dan berkomunikasi lebih efektif (Nurmaningtyas, 2013).

Saudara kandung akan memiliki beragam pengalaman emosional ketika mengetahui bahwa ada seorang anak bermasalah di dalam keluarganya (Paternotte dan Buitelaar, 2010). Sulit bagi saudara sekandung membentuk hubungan yang memuaskan dengan saudara autisnya. Hal ini juga dapat menimbulkan rasa frustasi bagi saudara sekandung dalam melakukan suatu kegiatan dengan saudara autisnya (Ambarini, 2006). Hastings (2003) mengatakan bahwa saudara kandung dari anak dengan gangguan spektrum autisme memiliki tingkat penyesuaian diri yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, selain itu juga lebih sedikit mengikuti aktivitas pro-sosial, memiliki masalah emosional, masalah tingkah laku, dan masalah dengan teman sebaya yang lebih banyak dibanding kelompok normal. Cox, Marshall, Mandleco, & Olsen (2003) juga mengatakan bahwa pada hubungan saudara dengan disabilitas dapat memunculkan tekanan yang bersifat terus menerus dari disabilitas itu. Beberapa kesulitan lain bagi saudara kandung muncul dari tuntutan kondisi anak. Misalnya, pada waktu diagnosis, anak yang memiliki kebutuhan khusus perlu menjadi fokus perhatian dan keprihatinan orang tua. Hospitalisasi atau kunjungan yang sering ke dokter atau klinik dapat mengganggu rutinitas keluarga. Saudara kandung dikesampingkan, seringkali ditinggal di rumah dan di rumah teman. Saudara kandung menjadi marah karena adanya gangguan ini yang seringkali menuntut pengorbanan diri. Orang tua mereka mungkin tidak dapat menghadiri pertemuan sekolah, pertandingan bola, atau aktivitas lain dan suatu saat mungkin orang tua tidak

ada di dekat mereka baik secara fisik maupun emosioal. Sumber keuangan dan emosional keluarga mungkin ditujukan untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus. Apabila hal ini terjadi, seringkali tidak hanya aktivitas normal keluarga yang menurun, tetapi juga terjadi penurunan dalam pemenuhan kebutuhan barang-barang pribadi untuk anak lain (Wong, 2008). Ketika orang tua memberi perlakuan istimewa kepada anak yang memiliki kebutuhan khusus, saudara kandung dapat merasa marah dan cemburu perasaaan yang seringkali dialihkan oleh rasa kehilangan dan kepritahinan dalam diri mereka sendiri (Wong, 2008). Saudara kandung yang lebih tua secara khusus dapat marah karena mereka menjadi orang tua pengganti untuk saudara kandung laki-laki dan perempuan mereka yang lebih muda (Nurmaningtyas, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Angell, Meadan dan Stoner (2012) menunjukkan bahwa saudara kandung dari anak autis memiliki perasaan yang berubah-ubah terhadap saudara autisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna pengalaman saudara sekandung yang memiliki saudara autis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saudara kandung dari anak autis mengalami frustasi, malu, marah dan cemburu terhadap saudaranya yang autis. Mereka merasa tidak tahan dengan perilaku aneh yang dimiliki saudara autisnya. Sementara itu, ada juga saudara kandung yang melaporkan bahwa mereka mampu menyesuaikan diri dengan saudara autisnya, bahkan mereka ikut terlibat dalam terapi dan senang hati mengajari saudara autisnya. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa saudara

sekandung membutuhkan arahan dan pemahaman dari orang tuanya agar mereka mengerti dengan kondisi saudara autisnya. Hal ini sejalan dengan studi pendahuluan yang peneliti lakukan. Peneliti mewawancarai 4 orang saudara kandung dari murid di SLB Autis YPPA Padang. Dari 4 orang yang diwawancarai, 3 orang mengatakan bahwa mereka merasa frustasi, marah dan cemburu dengan saudara autis mereka. Mereka mengatakan tidak suka ketika orang tuanya menyuruh mereka menemani saudara autisnya bermain. Satu responden yang lain mengatakan bahwa ia cukup mendapat perhatian dari orang tua dan merasa senang dapat menemani saudara autisnya bermain. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana pengalaman saudara kandung yang memiliki anggota keluarga dengan autis di SLB Autis YPPA Padang. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan arti dan makna pengalaman saudara kadung yang memiliki anggota keluarga dengan autis di SLB Autis YPPA Padang.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Keluarga a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berhubungan dengan pentingnya dukungan saudara kandung terhadap anggota keluarga yang menyandang autis. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada orang tua agar mampu memberikan pemahaman tentang autis pada saudara kandung dan meningkatkan kualitas hubungan persaudaraan antara saudara kandung dengan anak autis. 2. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian diharapkan menjadi sumber informasi dalam ilmu keperawatan khususnya bidang keperawatan keluarga tentang pengalaman hidup saudara kandung yang memiliki anggota keluarga dengan autis. 3. Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian diharapkan menjadi strategi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada keluarga yang memiliki anak autis. 4. Bagi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah hasil penelitian desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi tentang pengalaman hidup saudara kandung yang memiiki anggota keluarga dengan autis.