BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Bab ke tujuh sebagai penutup penelitian ini berisi ringkasan, simpulan,

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

2017, No Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Neg

BAB VII RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

Sasaran Reformasi Birokrasi

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan dalam sebuah laporan penelitian menyajikan latar

2013, No Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. yang dapat digunakan RSUD Muntilan untuk perubahan kearah yang lebih baik.

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Konsep manajemen publik baru (new public management) dalam manajemen kinerja

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

2016, No Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Keuangan, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.01/2012 ten

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepo

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka merespon tuntutan masyarakat menuju good governance,

LAP-86/PW14/6/17 3 APRIL 2017 PERWAKILAN BPKP PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS APARATUR DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. penganut NPM karena sesuai dengan semangat NPM untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

KEMENTERIAN AGAMA RI RENCANA AKSI LAKIP KEMENTERIAN AGAMA

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

2016, No Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 55

PENERAPAN SAKIP BAGIAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

PERUBAHAN INDIKATOR KINERJA UTAMA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Informasi yang didistribusikan kepada masyarakat harus bersifat tulus,

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BAB. I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 17/PRT/M/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

3.4 Penetapan Kinerja Pengukuran Kinerja Indikator Kinerja Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)...

User [Pick the date]

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

SAMBUTAN PENYERAHAN LAPORAN HASIL EVALUASI AKUNTABILITAS KINERJA PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA WILAYAH II

L A P O R A N K I N E R J A

LAPORAN KINERJA DITJEN IDP 2016 LAPORAN KINERJA. Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik

Ringkasan eksekutif sasaran strategis

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Bandung Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAK/ TOR PER KELUARAN KEGIATAN TAHUN DOKUMEN PERENCANAAN/PENGANGGARAN/PELAPORAN/MONITORING DAN EVALUASI

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini penting untuk diteliti, berbagai permasalahan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. An evaluation version of novapdf was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

LAPORAN KINERJA BPKP untuk Indonesia

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepoti

Penilaian Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Melalui Indikator Kinerja Utama

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan akuntabilitas pada instansi pemerintah semakin meningkat. Selain itu tuntutan yang

K A T A P E N G A N T A R

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

KATA PENGANTAR. Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, dan sistematika penelitian. 1.1 Latar Belakang Salah satu asas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah asas akuntabilitas. Asas akuntabilitas dalam UU ini adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja. Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menuntut perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuantujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Alat untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi 1

2 pemerintah tersebut dikenal sebagai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyatakan bahwa laporan kinerja berisi tentang keluaran dari setiap kegiatan dan hasil yang dicapai dari setiap program, sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D). Laporan kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh setiap entitas pelaporan dan/atau entitas akuntansi (PP No. 8 Tahun 2006, Pasal 20). Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) meliputi beberapa komponen, yaitu rencana strategis, perjanjian kinerja, pengukuran kinerja, pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja, serta review dan evaluasi kinerja. Pelaporan akuntabilitas kinerja dilaksanakan dengan menggunakan alat yang disebut dengan istilah Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIN). Dalam acara pemberian pengarahan dan penyerahan penghargaan laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah provinsi di Istana Wakil Presiden tanggal 15 Desember 2015, Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menyatakan bahwa hasil evaluasi akuntabilitas kinerja dapat menjadi ukuran sejauh mana instansi pemerintah berorientasi kepada hasil (result oriented government). Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian

3 Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB), terdapat peningkatan nilai rata-rata K/L, yaitu 64,70 pada tahun 2014 menjadi 65,82 pada tahun 2015. Sementara itu, untuk pemerintah provinsi meningkat dari 59,21 pada tahun 2014 menjadi 60,47 pada tahun 2015 (Kemenpan&RB 2015). Pada tahun 2015 Kementerian PAN RB merilis daftar nilai akuntabilitas kinerja K/L dan pemerintah provinsi. Dari 86 K/L terdapat 4 K/L yang berpredikat A (memuaskan), 22 K/L berpredikat BB (sangat baik), 38 K/L berpredikat B (baik), dan 22 K/L yang berpredikat CC (cukup). Kementerian Keuangan merupakan salah satu K/L yang mendapatkan predikat A (memuaskan) dengan nilai akuntabilitas kinerja 83,59. Hasil akuntabilitas tersebut merupakan sumbangan akuntabilitas kinerja dari berbagai unit eselon 1 di bawahnya, salah satunya ialah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). LAKIP atau LAKIN DJBC merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi DJBC dalam rangka mencapai sasaran strategis DJBC. Laporan kinerja DJBC setiap tahun dievaluasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja menunjukkan bahwa pada tahun 2010 diperoleh nilai 74,93 (kategori B/baik), pada tahun 2011 diperoleh nilai 78,48 (kategori A/sangat baik), pada tahun 2012 diperoleh nilai 79,77 (kategori A/sangat baik), pada tahun 2013 diperoleh nilai 83,91 (kategori A/sangat baik), dan pada tahun 2014 DJBC memperoleh nilai 85,04 (kategori A/sangat baik). Hal ini menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja DJBC mengalami peningkatan dan penyempurnaan (Lakin DJBC 2015).

4 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kudus (Kantor Bea Cukai Kudus) merupakan salah satu instansi vertikal di bawah Kantor Wilayah (Kanwil) DJBC Jawa Tengah dan DI Yogyakarta (PMK RI No.188 Tahun 2016). Sebagai entitas akuntabilitas kinerja, Kantor Bea Cukai Kudus telah mengimplementasikan SAKIP dan telah melaporkannya kepada instansi vertikal di atasnya, yaitu Kanwil DJBC Jateng dan DI Yogyakarta secara periodik. Kanwil DJBC Jateng dan DIY menyampaikan Lakin Eselon II ke Kantor Pusat DJBC sehingga Lakin DJBC merupakan Lakin konsolidasi dari Lakin Kantor Bea Cukai dan Kanwil DJBC se-indonesia. Berdasarkan laporan hasil evaluasi atas implementasi SAKIP DJBC tahun 2015 oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan tahun 2016, terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan SAKIP DJBC. Perbaikan ini juga berlaku terhadap kantor vertikal di bawahnya, termasuk Kantor Bea Cukai Kudus. Pertama, pengukuran kinerja tidak sesuai dengan pedoman/manual Indikator Kinerja Utama (IKU). Implementasi pengukuran kinerja di Kantor Bea Cukai Kudus untuk IKU Efektivitas Edukasi dan Komunikasi yang digunakan dalam Lakin adalah indeks rata-rata dari beberapa kegiatan edukasi ataupun komunikasi, sedangkan formula pengukuran pada pedoman/manual IKU adalah indeks efektivitas kegiatan sosialisasi. Kedua, Lakin DJBC belum seluruhnya menyajikan perbaikan atas realisasi kinerja yang tidak mencapai target. Pada tahun 2015 terdapat dua IKU di Bea Cukai Kudus yang tidak mencapai target, yaitu jumlah penerimaan bea dan cukai serta indeks kepuasan pengguna jasa. Kedua IKU tersebut belum menyajikan

5 rencana perbaikan yang akan dilakukan agar IKU tersebut dapat dicapai pada periode berikutnya. Ketiga, Lakin DJBC belum menyajikan informasi keuangan untuk setiap sasaran program/kegiatan. Laporan capaian kinerja atas IKU Persentase Penyerapan Anggaran dan Pencapaian Output Belanja belum dilengkapi dengan informasi atas realisasi anggaran untuk setiap kegiatan yang disusun pada perjanjian kinerja Kantor Bea Cukai Kudus. LAKIP atau Lakin Bea Cukai Kudus menunjukkan bahwa selama periode tahun 2012 sampai dengan 2016 Nilai Kinerja organisasi (NKO) Kantor Bea Cukai Kudus mengalami penurunan. Hasil NKO dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 menurun, yaitu pada tahun 2012 memperoleh 112,4 persen; tahun 2013 memperoleh 111, 30 persen; tahun 2014 memperoleh 110,18 persen; tahun 2015 memperoleh 110,12 persen; tahun 2016 memperoleh hasil 107,65 persen. Beberapa hasil penelitian (Akbar dkk. 2012; Wijaya & Akbar 2013; Primarisanti & Akbar 2015; Sofyani & Akbar 2013; Syachbrani & Akbar 2013; Sofyani & Akbar 2015; Akbar dkk. 2015; Ahyaruddin & Akbar 2016) mengenai sistem pengukuran kinerja di pemerintahan menunjukkan bahwa masih terdapat masalah dalam implementasi sistem pengukuran kinerja di setiap organisasi. Permasalahan dapat muncul pada tahap pengembangan sistem pengukuran kinerja ataupun pada tahap penggunaan hasil dari implementasi sistem pengukuran kinerja. Akbar (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa kesulitan pengukuran, pengetahuan teknis, komitmen manajemen, persyaratan legislatif, dan kapasitas organisasi berpegaruh terhadap pengembangan dan penggunaan

6 indikator kinerja dan praktik akuntabilitas pemerintah daerah di Indonesia. Aziz (2016) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat perbedaan penerapan SAKIP pada Pemerintah Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Gunung Kidul perihal penerapan komponen SAKIP, yaitu Perencanaan Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Capaian Kinerja. Hubungan logika dalam komponen SAKIP dipengaruhi oleh koordinasi yang baik, kemampuan sumber daya manusia, dan pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan (Sari 2015). Ketidaksesuaian tugas dan kompetensi adalah masalah besar dan mengganggu implementasi sistem pengukuran kinerja, khususnya dalam upaya pencapaian kinerja (Sofyani & Akbar 2015). Wibowo (2016) menyatakan bahwa pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, sesuai dengan jadwal waktu, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Namun, Wibowo (2016) juga menambahkan bahwa masalah dapat timbul dalam pengukuran, yaitu 1) terdapat banyak ukuran; 2) pengukuran tidak ada hubungannya dengan strategi; 3) pengukuran bersifat bias terhadap hasil dan tidak memberi tahu bagaimana hasil dicapai serta bagaimana sampai ke sana; 4) sistem reward tidak sejajar dengan ukuran kinerja; 5) pengukuran tidak mendukung struktur manajemen berdasarkan tim. Oleh karena itu, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi SAKIP pada satuan kerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Rencana objek studi ialah satuan kerja yang telah bersertifikat ISO 9001:2008.

7 Kantor Bea Cukai Kudus merupakan salah satu kantor yang telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 pada tahun 2012. Tampaknya ISO 9001 dapat meningkatkan kinerja dalam hal efektivitas, seperti kepuasan masyarakat, pengurangan kecacatan dan klaim, dan juga kesadaran karyawan terhadap kebutuhan masyarakat (Chiarini 2016). Dalam penelitian ini evaluasi implementasi SAKIP menggunakan model evaluasi Manajemen dan Pengukuran Kinerja yang Berkelanjutan (Ongoing Performance Measurement and Management/OPM&M). OPM&M merupakan pendekatan evaluasi dan perencanaan yang komprehensif dengan menggunakan Logic Model (LM) inovatif dan perluasan yang dikenal dengan istilah Performance Blueprint (PB), model ini dikembangkan oleh Dr. Paul J. Longo tahun 2002. Peneliti juga menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan/atau menghambat implementasi SAKIP serta bagaimana tekanan isomorfisma institusional berperan dalam implementasi SAKIP pada Kantor Bea Cukai Kudus. Akbar dkk. (2012) menyatakan bahwa studi yang menggunakan teori institusional berasumsi bahwa organisasi bersaing tidak hanya untuk sumber daya dan pelanggan, tetapi juga untuk kekuasaan politik dan legitimasi institusional. DiMaggio & Powell (1983) mengidentifikasi ada tiga mekanisme untuk perubahan institusional isomorfisma, yaitu isomorfisma koersif (coercive isomorphism), isomorfisma mimetik (mimetic isomorphism), dan isomorfisma normatif (normative isomorphism).

8 1.2 Rumusan Masalah Pengukuran kinerja untuk IKU Efektivitas Edukasi dan Komunikasi pada Bea Cukai Kudus tidak sesuai dengan pedoman/manual IKU. Lakin Kantor Bea Cukai Kudus belum seluruhnya menyajikan informasi mengenai rencana perbaikan atas realisasi kinerja yang tidak mencapai target. Lakin Kantor Bea Cukai Kudus belum menyajikan informasi keuangan untuk setiap sasaran program/kegiatan. Hasil evaluasi implementasi SAKIP DJBC dari tahun 2010--2014 mengalami kenaikan, tetapi NKO Bea Cukai Kudus tahun 2012--2016 mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, ada indikasi bahwa pada Kantor Bea Cukai Kudus terdapat permasalahan/kendala dalam implementasi SAKIP. 1.3 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana keselarasan komponen SAKIP mulai dari perencanaan strategis sampai dengan pelaporan kinerja di Kantor Bea Cukai Kudus? 2. Bagaimana kategori indikator kinerja dalam implementasi SAKIP di Kantor Bea Cukai Kudus? 3. Faktor-faktor apakah yang berperan dalam implementasi SAKIP di Kantor Bea Cukai Kudus? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

9 1. mengevaluasi keselarasan komponen SAKIP dari perencanaan strategis sampai dengan pelaporan kinerja dalam rangkaian tahapan implementasi SAKIP; 2. mengevaluasi kategori indikator kinerja dalam implementasi SAKIP di Kantor Bea Cukai Kudus; 3. menganalisis faktor-faktor yang menjadi pendukung dan/atau penghambat implementasi SAKIP di Kantor Bea Cukai Kudus. 1.5 Kontribusi Penelitian Kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini adalah 1. memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi instansi DJBC, khususnya Kantor Bea Cukai Kudus, mengenai implementasi SAKIP perihal keselarasan indikator kinerja dari perencanaan strategis sampai dengan pelaporan kinerja; 2. memperbaiki praktik kerja sehari-hari dalam implementasi SAKIP di Kantor Bea Cukai Kudus; 3. memberikan informasi/referensi dalam penentuan indikator kinerja berdasarkan pendekatan OPM&M atau model PB sehingga akan diketahui sejauh mana kategori dari indikator kinerjanya; 4. menjadi bahan referensi bagi peneliti lain untuk meneliti dengan menggunakan model PB yang menggabungkan LM dengan Empat Kuadran yang di kembangkan oleh Dr. Paul J Longo tahun 2002;

10 5. menambah satu bukti lagi (evidence) yang mendukung teori bahwa isomorfisma koersif, mimetik, dan normatif ada pada pembuatan laporan kinerja di organisasi publik yang lain, dalam hal ini pemerintah pusat, yaitu Kantor Bea Cukai Kudus. 1.6 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini menitikberatkan pada evaluasi SAKIP pada satuan kerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu satuan kerja yang telah bersertifikat ISO 9001:2008. SAKIP yang akan dievaluasi adalah tahun 2015 dan 2016. Hal ini dimaksudkan agar ada keselarasan dengan rencana strategis (renstra) tahun 2015-- 2019. Selain itu, penelitian ini melihat faktor-faktor yang mendukung dan/atau menghambat implementasi SAKIP. Studi kasus dilaksanakan pada Kantor Bea Cukai Kudus karena beberapa hal, di antaranya 1) Kantor Bea Cukai Kudus telah menyelenggarakan SAKIP; 2) Kantor Bea Cukai Kudus merupakan kantor yang di dalam akuntabilitas kinerjanya mempunyai capaian kinerja penerimaan negara (kepabeanan dan cukai) terbesar di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, bahkan tiga besar di Indonesia; 3) Kantor Bea Cukai Kudus merupakan salah satu kantor yang mendapatkan penghargaan dari Menteri Keuangan sebagai contoh penyelenggara pelayanan publik dengan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap standar pelayanan publik; 4) Kantor Bea Cukai Kudus telah mendapatkan penghargaan dari Menpan&RB untuk kantor Wilayah Bebas Korupsi (WBK); 5) Kantor Bea

11 Cukai Kudus merupakan kantor bea cukai yang pertama kali mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008. 1.7 Sistematika Penelitian Penelitian ini disajikan dalam lima bab, yaitu sebagai berikut. Bab I : Pendahuluan. Bab ini menyajikan gambaran umum yang mendasari dilaksanakan penelitian. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II : Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi tentang landasan teori dan tinjauan pustaka tentang SAKIP, isomorfisma institusional, PB, ISO 9001:2008, dan penelitian terdahulu. Bab III : Metode Penelitian. Bab ini berisi objek penelitian, desain dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan validitas data. Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini memaparkan temuantemuan yang diperoleh selama penelitian, menguraikan analisis data, dan pembahasan hasil temuan penelitian. Bab V : Simpulan. Bab ini berisi simpulan, saran, dan keterbatasan penelitian. Daftar Pustaka Lampiran