ANALISIS PENCEGAHAN INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO) DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT PROF. DR. R. D. KANDOU KOTA MANADO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

STERILISASI & DESINFEKSI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004 tentang

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

Pencegahan Infeksi Luka Operasi Dr. Nucki N Hidajat, SpOT(K), M.Kes, FICS FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin Bandung

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

FUNGSI DAN PERAN SCRUB NURSE

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (Anonim, 2004).

Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien (Suharsimi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memberikan pelayanan keperawatan (Ballard, 2003). Kesalahan dalam proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap efektivitas hand hygiene berdasarkan angka kuman di RSUD Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PANDUAN INFECTION CONTROL RISK ASESSMENT (ICRA) KONSTRUKSI RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014 RS BAPTIS BATU JL RAYA TLEKUNG NO 1 JUNREJO BATU

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB III METODE PENELITIAN

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

Transkripsi:

ANALISIS PENCEGAHAN INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO) DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT PROF. DR. R. D. KANDOU KOTA MANADO Novanda R. N. Poluan*, Jimmy Penelewen*, Effendi P. Sitanggang* *Program Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Rumah sakit bertujuan untuk menyembuhkan orang sakit, tetapi rumah sakit juga dapat menjadi sumber infeksi. Saat ini infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan merupakan penyebab utama kematian di beberapa bagian dunia. Infeksi daerah operasi merupakan infeksi yang terjadi sampai dengan 30 hari setelah operasi dan mempengaruhi insisi atau jaringan bagian dalam daerah operasi dikarenakan selama menjalani operasi pada pasien terjadi kesalahan yang tidak diinginkan. Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis pencegahan Infeksi Daerah Operasi (IDO) di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. dr. R.D. Kandou Kota Manado. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Penelitian ini juga memberikan kesempatan kepada peneliti untuk berinteraksi langsung dengan sumber data atau informan dalam bentuk in depth interview. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. dr. R.D. Kandou Kota Manado, dan akan dilaksanakan mulai bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017. Informan dalam penelitian ini adalah 7 (tujuh) informan yang terdiri dari 1 Kepala program Studi Bedah Umum, 1 dokter operator (Dokter Spesialis Bedah), 1 Kepala ruangan Instalasi Bedah Sentral, 1 kepala perawat anastesi, 1 perawat instrumen dan 2 orang pasien. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan instrumen tambahan berupa daftar pertanyaan, alat perekam, dan alat tulis menulis sebagai alat dalam penelitian kualitatif tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan faktor operasi pada Infeksi Daerah Operasi tergolong sangat baik. Cakupan faktor mikrobiologi pada Infeksi Daerah Operasi tergolong baik. Cakupan faktor pencegahan pada Infeksi Daerah Operasi tergolong sangat baik. Cakupan penanganan personel bedah pada Infeksi Daerah operasi tergolong sangat baik. Cakupan lamanya waktu tunggu pre operasi pada Infeksi Daerah Operasi tergolong baik. Cakupan teknik septik dan antiseptik pada Infeksi Daerah Operasi tergolong sangat baik. cakupan ventilasi ruang operasi pada Infeksi Daerah Operasi tergolong baik. Cakupan membersihkan desinfeksi permukaan lingkungan pada Infeksi Daerah Operasi tergolong sangat baik. Perlu dilakukan upaya meminimalkan IDO dan sosialisasi dan supervisi terhadap implementasi standard operating procedures pelaksanaan bedah untuk meminimalkan IDO dan mensosialisasikan serta mengimplementasikan penggunaan surgical safety checklist sebagai upaya memberikan pelayanan bedah yang aman kepada pasien. Perlu penelitian lebih lanjut menilai determinan lain, seperti penyakit penyerta, teknik penutupan luka, teknik perawatan luka, riwayat persalinan serta nilai klasifikasi status American Society of Anaesthesiology pasien. Kata Kunci : Infeksi, Operasi ABSTRACT Hospital is an institution aims at healing of the patients, but hospital also can be the source of infection. Currently, the infection related to the healthcare service is leading a main cause of the death in a number of countries in the world. Surgical Site Infection is an infection that occurred up to 30 days after surgery and affect incision or tissue inside the operating due for surgery in patients occurred in unwanted errors. The aim of this study is to analyzing of the Prevention of Surgical Site Infection (SSI) at The Operating Theater of Prof. Dr. R. D Kandou hospital, Manado. This is a qualitative study. This study also enable the researcher to directly interact with the data sources or informants in the form of depth interview. This study is conducted at the elective operation ward of Prof. Dr. R. D. Kandou hospital, starting from the month October 2016 until January 2017. There are 7 informants in this study, consisting of 1 head of General Surgery study program, 1 physician operator (surgery specialist), 1 head of central surgery ward (operation theater), 1 head of anesthesia nurse, 1 instrument nurse and 2 patients. The instruments used in this study are the researcher and assisted by additional instruments in the form of questionnaires, recorder and stationary as devices in above mention study. The result of the study shows that the 12

covering factor on Surgical Site Infection (SSI) considered good. The covering factor of microbiology on Surgical Site Infection is classified as good too. The covering factor of prevention of Surgical Site Infection is also good. The coverage factor of personnel handling operation of Surgical Site Infection is classified as very good. The coverage of waiting time duration preoperation on Surgical is good. The coverage of skeptical technique and antiseptic on Surgical Site Infection is very good. The coverage of operation room ventilation on Surgical Site Infection is considered very good. The coverage of cleansing disinfection on environmental surface on Surgical Site Infection is very good. Measure should be taken to minimize Surgical Site infection and to socialize the supervision toward the implantation of Standard Operating Procedure (SOP) of the surgery in order to minimize Operation Site Infection Surgery Side Infection and to socialize as well as to implement the usage of surgical safety checklist as an effort to provide safe surgical service to patient. Other study should be conducted to assess other determinants such as participating diseases, covering wound technique, nursing wound technique, mental history and score of classification status from American Society of Anesthesiology of Patients. Keywords : Infection, Surgery. PENDAHULUAN Ilmu mengenai infeksi berkembang diawali oleh Hipocrates pada tahun 460 SM. Galen (130-210), dan Joseph Lister (1827-1912) mengemukakan teori mengenai infeksi yang selain disebabkan oleh udara buruk, juga disebabkan oleh adanya kontaminan pada luka terbuka tersebut. Lister kemudian mengembangkan zat antiseptik. Pendapat Ignaz Semmenweis (1818-1865), pada tahun 1847 menemukan bahwa infeksi puerpuralis dapat berkurang secara dramatis jika para pekerja kesehatan melakukan pencucian tangan sebelum tindakan membantu persalinan (Haryanti, dkk., 2011). Masalah lamanya waktu preoperasi yang sudah ditentukan jadwal sebelumnya dan harus dilaksanakan tepat pada waktunya. Namun dikarenakan adanya berbagai halangan waktu atau bertepatan waktu pada orang yang sama melaksanakan operasi pada waktu yang bersamaan tidak dapat di tunda, sehingga masalah tersebut sering mendapatkan pengeluhan dari pihak pasien dan keluarga. Ventilasi tekanan positif di kamar operasi dibandingkan dengan koridor dan area sekitar. Pembatasan jumlah personil yang ada dalam kamar operasi belum diperhatikan dan pintu yang sering dibuka tutup. Belum tersedianya exhaust di dekat lantai sebagai tempat keluar udara. Infeksi daerah Operasi (IDO) menjadi masalah yang tidak dapat dihindari sehingga dibutuhkan data dasar infeksi untuk menurunkan angka kejadian yang terjadi. Melakukan analisa dan interpretasi data IDO digunakan dalam memberikan saran dan rekomendasi perbaikan atau pencegahan. Berdasarkan hasil uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian penelitian untuk menganalisis 13

pencegahan IDO yang terjadi di Istalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado. Angka kejadian IDO pada tahun 2015 sebanyak 0,05 % (PPI), meskipun angka tersebut tidak terlalu memiliki nilai signifikansi, namun tetap merupakan permasalahan yang patut diperbincangkan untuk diteliti dalam rangka menekan infeksi terulang kembali di ruang operasi.pelaksanaan pencegahan mulai dari preoperative, intraoperative, dan postoperative. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pencegahan IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado. Penelitian ini juga memberikan kesempatan kepada peneliti untuk berinteraksi langsung dengan sumber data atau informan dalam bentuk wawancara mendalam (in depth interview). Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado, dan telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai Januari 2017. Sampel yang menjadi informan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan instrumen tambahan berupa daftar pertanyaan, alat perekam, dan alat tulis menulis sebagai alat dalam penelitian kualitatif tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap para informan tentang faktor yang mempengaruhi pencegahan IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado yang mencakup faktor operasi, faktor Mikrobiologis, faktor pencegahan, penanganan personel bedah, lamanya waktu tunggu pre operasi, Teknik septik dan antiseptik, ventilasi ruang operasi serta membersihkan desinfeksi permukaan lingkungan. Hasil reduksi : Cakupan faktor operasi pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 100,0% tergolong sangat baik. Cakupan faktor Mikrobiologis pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou 14

Kota Manado memperoleh nilai 75,0% tergolong baik. Cakupan faktor pencegahan pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 97,5% tergolong sangat baik. Cakupan penanganan personel bedah pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 100,0% tergolong sangat baik. Cakupan lamanya waktu tunggu preoperasi pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 78,1% tergolong baik. Cakupan teknik septik dan antiseptik pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 100,0% tergolong sangat baik. Cakupan ventilasi ruang operasi pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 76,8% tergolong baik. Cakupan membersihkan desinfeksi permukaan lingkungan pada IDO di Ruang Operasi Elektif Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado memperoleh nilai 100,0% tergolong sangat baik. 1. Faktor Operasi IDO lebih banyak terjadi di Instalasi Rawat Jalan yaitu terutama pada Poli bedah dan Poli kandungan. Hal ini disebabkan karena banyak faktor dari luar rumah sakit dan berbagai keadaan ketika pasien berada di rumah seperti halnya kebersihan luka sewaktu di rumah. Selain itu kejadian infeksi yang terjadi ketika pasien masih berada di Ruang Perawatan yaitu faktor eksogen yang meliputi teknik perawatan luka dan endogen yang meliputi umur dan penyakit komplikasi memiliki korelasi yang signifikan dengan Infeksi Daerah Operasi (IDO). Lama pembedahan yang dikelompokkan berdasarkan nilai median, meliputi > 63 menit dan 63 menit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian IDO. Lama pembedahan bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian IDO pascabedah. Semakin lama durasi operasi, menyebabkan terjadi peningkatan level kontaminasi luka operasi dan meningkatkan risiko kerusakan jaringan. Selain itu, durasi operasi yang lama meningkatkan kelelahan tim yang melakukan operasi dan memengaruhi tingkat kesterilan tindakan. 15

Meskipun dapat dicegah, IDO merupakan salah satu komplikasi tindakan pembedahan yang relatif sering terjadi. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengurangi risiko IDO pada pasien pascabedah. WHO melakukan inisiatif global untuk upaya keselamatan pasien dengan membuat guideline for safe surgery yang disebut dengan Surgical Safety Checklist (SSCL). Fase operasi diidentifikasi menjadi tiga tahapan, yaitu sebelum induksi anestesi (sign in), sebelum sayatan kulit (time out), dan sebelum pasien meninggalkan ruang operasi (sign out). SSCL dapat diimplementasikan dalam pelayanan bedah thyroidektomy, salah satu fase adalah time out, yang terkait dengan waktu pemberian antibiotik profikasis pad a 60 menit sebelum operasi. Waktu pemberian antibiotik profilaksis harus diperhatikan sesuai dengan standar sebab berbagai studi telah menunjukkan pemberian antibiotik profilaksis secara tepat dapat mengurangi risiko IDO pascabedah. Untuk menurunkan angka kejadian Surgical Site Infection adalah dengan pemberian antibiotik profilaksis. Antibiotik profilaksis ini bertujuan untuk mencegah perkembangan infeksi pada tempat operasi. Pemilihan antibiotik profilaksis harus tepat tergantung dari tipe pembedahan yang akan dilakukan, bakteri patogen yang banyak terdapat pada daerah operasi, antibiotik harus aman dan efikasinya baik, antibiotik yang didukung oleh literatur untuk digunakan, dan sesuai dari segi biayanya (Faridah, dkk, 2012). Antibiotik profilaksis yang memiliki banyak jenis dan macamnya dapat digunkaan sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi luka setelah operasi dan juga sebelum melakukan operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis pada masa prabedah ditujukan untuk menanggulangi infeksi agar resiko pasca pembedahan dapat ditekan serendah mungkin sehingga adanya pemberian antibiotik profilaksis mampu meminimalir terjadinya infeksi luka operasi (Pratiwi, 2011). Hasil penelitian yang dilakuka oleh Rivai, dkk (2013) mendapatkan bahwa sebagian besar pemberian antibiotik profilaksis adalah lebih dari 30 menit. Dari pemberian antibiotik profilaksis lebih dari 30 menit, sebgaian besar tidak mengalami infeksi luka operasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara waktu antibiotik profilaksis dengan kejadian infeksi luka operasi. Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti, dkk (2013) mendapatkan bahwa sebagian besar responden tidak menggunakan antibiotik profilaksis. Dari 180 responden dalam penelitian ini, 16

yang tidak menggunakan antibiotik profilaksis sebanyak 170 responden sedangkan yang menggunakan sebanyak 10 responden. 2. Faktor Mikrobiologis. Diketahui bahwa penyebab infeksi nosokomial secara umum, termasuk IDO Nosokomial adalah berasal dari autoinfeksi (endogen, self inection) yaitu suatu bakteri yang memang sudah ada di tubuh manusia dan berpindah ke tempat lain di tubuh kita dan berasal dari eksogen (cross infection) yang berasal dari lingkungan rumah sakit seperti udara ruang operasi, udara ruang rawat inap, peralatan yang tidak steril, maupun petugas rumah sakit yang kurang menerapkan perilaku aseptic dan antiseptic. Agar tidak terjadi infeksi nosokomial, ruang operasi setiap akan digunakan wajib disterilkan terlebih udaranya dan sebagai standar angka kuman pada udara ruang operasi adalah sekitar 10 CFU/m3, sehingga angka kuman lebih besar dari 10 dapat berpeluang menyebabkan infeksi luka operasi nosokomial. Selain itu udara ruang rawat inap di rumah sakit sebaiknya mempunyai ventilasi yang baik, udara keluar masuk bebas, lantai disapu dan dipel setiap hari, serta sprei tempat tidur diganti setiap hari. Peralatan yang steril dan petugas yang bekerja secara aseptic seperti misalnya sterilitas semua peralatan yang dipakai baik diruang operasi, diruangan rawat inap, tindakan cuci tangan, pemakaian sarung tangan, dan pemakaian masker sangat berperan dalam mencegah terjadinya infeksi nosokomial seperti Infeksi Daerah Operasi. Terjadinya infeksi daerah operasi nosokomial di RSAM dapat terjadi kemungkinan disebabkan oelh beberapa hal seperti misalnya perilaku tidak cuci tangan, tidak memakai sarung tangan steril, tidak menggunakan masker saat mengganti balutan oleh petugas kesehatan. Penggunaan masker saat penggantian balutan belum rutin dilakukan sehingga IDO terjadi karena transmisi bakteri sulit dicegah dari mulut dan ubang hidung petugas. Satu set alat ganti balut sebaiknya digunakan utk satu pasien, namun karena keterbatasan alat dan bahan yang tersedia (kadang-kadang digunakan untuk luka kotor) sehingga alat ganti dipakai lagi dengan hanya disterilkan dengan merendamnya pada cairan desinfektans. Ruang operasi juga juga dapat meningkatkan resiko IDO terutama pada ruang operasi yang padat jadwalnya, sehingga terkadang tidak sempat mensterilkan ruang operasi dalam waktu 2 jam sebelum operasi dilaksanakan. Selain itu yang tidak kalah pentingnya 17

adalah bakteri penyebab IDO umumnya bersifat resisten terhadap antibiotika sehingga sulit dieliminasi, hal ini mungkin karena dilingkungan rumah sakit sangat banyak dipergunakan antibiotika untuk menanggulangi penyakit infeksi, sehingga bakteri sering terpapar dengan antibiotika dan kondisi ini menyebabkan terjadi mutasi pada gen menjadikan bakteri resistensi terhadap antibiotika yang biasa digunakan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rivai, dkk (2013) menunjukkan semua pasien bedah sesar terlebih dahulu diberikan antibiotik profilaksis secara intravena sebelum operasi. Standard Operating Procedure (SOP) pemberian antibiotik profilaksis untuk bedah sesar di RSUP Dr. Sardjito adalah diberikan 30 menit sebelum operasi. Sekitar 78,6% pemberian antibiotik profilaksis tersebut diberikan kurang dari 30 menit sebelum operasi bahkan ada yang mendekati insisi. Analisis multivariat menemukan perbedaan yang bermakna antara waktu pemberian antibiotik profilaksis dengan kejadian IDO. Waktu pemberian antiobitik profilaksis merupakan faktor risiko kejadian IDO. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, waktu pemberian antibiotik profilaksis berpengaruh terhadap kejadian IDO pascabedah cesar, pemberian antibiotik pre-operatif, intra-operatif, dan post-operatif dapat mengurangi angka insiden IDO. Antibiotik yang diberikan meliputi jenis antibiotik yang diberikan dan waktu pemberian yang ideal. Prosedur tersebut menurunkan angka morbiditas infeksi pada ibu dan tidak menimbulkan infeksi pada bayi dari ibu tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Suyati dan Azizah (2014) mendapatkan bahwa ada pengaruh pemanfaatan anti bakteri dalam penyembuhan luka perineum pada ibu post partum. Antibakteri ini membunuh semua kuman yang dapat masuk ke dalam luka perineum pada ibu post partum. Antibakteri ini bersifat melindungi luka dari serbuan kuman. 3. Faktor Pencegahan Bakteri Pencegahan IDO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team. Bagi petugas surveilans dalam melaksanakan tugasnya harus rutin untuk memantau dan mendata kejadiankejadian infeksi yang akurat. Pelaksanaan surveilans ini dapat 18

menjadi bahan rujukan dalam tindakan pencegahan infeksi di rumah sakit. Tindakan pencegahan dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun paska operatif. Berdasarkan karakteristik pasien, resiko IDO dapat diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi. Pasien dengan luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gen bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan. Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan. Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter dan Perry, 2006). Penggunaan antibiotik profilaksis 1 jam sebelum insisi pertama pada kulit dapat menurunkan infeksi luka operasi. Waktu pemberian antibiotik profilaksis merupakan hal utama yang harus diperhatikan dan pemberian antibiotik profilaksis disarankan 60 menit sebelum insisi pertama pada kulit dilakukan (Hasri, dkk, 2012). 4. Faktor Penanganan Personel Bedah Kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam tindakan operasional mencakup: mencuci tangan, menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik keselamatan kerja, perawatan pasien, penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien dan kebersihan lingkungan. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan 19

sebelum dan sesudah memeriksa dan mengadakan kontak langsung dengan pasien, saat memakai melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah di disinfeksi tingkat tinggi pada operasi serta pada pemeriksaan untuk prosedur rutin, saat menyiapkan, mengkonsumsi dan setelah makan juga pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi (misal: memegang instrumen kotor, menyentuh membran mukosa, cairan darah, cairan tubuh lain, melakukan kontak yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil sampel darah, saat memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar masuk unit isolasi). Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, bersin dan batuk. Masker dilepas setelah pemakaian selama 20 menit secara terus-menerus atau masker sudah tampak kotor atau lembab (Salawati, dkk, 2014). Pelaksanaan pengawasan standar diterapkan pada semua pasien ataupun orang yang masuk ke dalam ruangan operasi. Memperlakukan dengan baik pasien maupun petugas kesehatan sebagai individu yang berpotensi dan rentan terhadap infeksi merupakan prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masloman, dkk (2015) mendapatkan bahwa pelaksanaan pemakaian alat pelindung diri di kamar operasi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano belum berjalan sesuai dengan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi Kementerian Kesehatan. Hal ini disebabkan karena tenaga keperawatan, petugas sanitarian dan petugas laundry tidak memakai alat pelindung diri yang lengkap saat berada di kamar operasi 5. Lamanya Waktu Tunggu Bertambah lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7-13 hari. Kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial. Lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi. 20

Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu. Dalam pelaksanaan operasi bedah dapat terjadi penundaan operasi apabila belum ada hasil laporan dari laboratorium. Hasil laboratorium digunakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit komplikasi. Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resiko terkena infeksi. Semakin penderita mengalami komplikasi penyakit maka resiko infeksi juga semakin tinggi (Sandy, dkk, 2015). Pemeriksaan laboratorium dapat menunjang diagnosis IDO secara pasti dan spesifik. Data laboratorium juga dapat digunakan untuk menentukan hasil pemeriksaaan IDO pada pasien yang menunjukkan gejala sehingga dapat diketahui secara dini apakah pasien tersebut terkena IDO. Selain tu juga, fungsi data laboratorium ialah untuk menentukan kesembuhan pasien melalui hasil pemeriksaan ulang (Zohrotul dan Satyabakti, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rivai, dkk (2013) mendapatkan bahwa sebagian besar lama rawat prabedah kurang dari 1 hari. Dari lama perawatan kurang dari 1 hari, sebagian besar tidak mengalami infeksi luka operasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama rawat prabedah dengan kejadian infeksi luka operasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustani, dkk (2015) mendapatkan bahwa waktu tunggu di BKMM Provinisi Sulut masih tergolong lama (> 60 menit). Hal ini disebabkan jumlah pasien yang banyak, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan BPJS, gangguan koneksi internet, pendistribusian berkas rekam medik yang sering terlambat, keterbatasan ruangan yang ada, dan keterbatasan SDM yang mempunyai keahlian di bidang refraksi dan rekam medik. 6. Teknik Septik dan Anti septik Kulit merupakan perlindungan tubuh yang terluar yang menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi seperti zat yang bersifat iritasi (lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya): gangguan yang bersifat panas; gangguan infeksi 21

terutama kuman maupun jamur. Perlindungan rangsang kimiawi dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap pelbagai zat kimia dan air, selain itu terdapat keasaman kulit yang melindungi kontak dengan zat kimia dengan kulit. Keasaman kulit ini terbentuk dari hasil ekskresi kelenjar keringat dan sebum, keasaman kulit mrnjadikan ph kulit berkisar 4 6 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Efektifitas antiseptik kulit adalah hal yang sangat penting untuk mencegah infeksi sebagai suatu konsekuensi tatalaksana untuk melindungi kulit. Kolonisasi kuman pada kulit sangat beresiko mengkontaminasi irisan operasi, sehingga dapat mengakibatkan bakteri berpindah lokasi ke lingkungan yang baru, dan dapat tumbuh sebagai kuman yang patogen. Luka bedah perlu diawasi pada masa pascabedah. Luka tidak perlu dilihat setiap hari dengan membuka penutup luka, kecuali jika ada gejala atau tanda gangguan penyembuhan luka atau radang. Bila luka sudah kuat dan sembuh primer, jahitan atau benangnya dapat diangkat. Saat pengambilan benang tergantung pada kondisi luka waktu diperiksa. Umumnya luka didaerah wajah memerlukan waktu 3-4 hari, di daerah lain 7-10 hari. Salah satu faktor penting dalam menentukan saat pencabutan jahitan adalah tegangan pada tepi luka bedah. Tepi luka yang searah dengan garis lipatan kulit tidak akan tegang, sementara luka yang arahnya tegak lurus terhadap garis kulit atau yang dijahit setelah banyak bagian kulit diambil, akan menyebabkan ketegangan tepi luka yang besar. Dalam hal ini pengambilan jahitan harus ditunda lebih lama sampai dicapai kekuatan jaringan yang cukup sehingga bekas jahitan tidak mudah terbuka lagi. Larutan antiseptik dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada tindakan bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya. Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-barang lain yang digunakan kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi (Salawati, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh James, et., al (2015) mendapatkan bahwa kombinasi teknik septik yang ketat, antibiotik profilaksis dan kontrol anastesi yang baik selama operasi sangat penting untuk mengurangi infeksi bedah pasca operasi. 22

7. Ventilasi Ruang Operasi Ruang bedah merupakan kawasan yang berpeluang tinggi untuk berbagai macam mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi di rumah sakit. Pencemaran mikroorganisme yang sangat berbahaya bila terjadi di ruang bedah karena tindakan bedah ini termasuk ke dalam kegiatan tindakan yang bersih yang daerahnya bebas dari mikroorganisme yang ormal tumbuh di tubuh. Komplikasi gawat yang terjadi di ruang bedah, penanganannya sangat sulit karena angka infeksi akibat pembedahan bersih harus kurang dari 2%. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebahayaan utama infeksi luka bedah pada pembedahan bersih terencana bersifat dari luar atau melalui udara (Hasanah, dkk, 2015). Penggunaan ventilasi untuk melemahkan zat pencemar, filtrasi, dan mengontrol sumber pencemaran adalah suatu upaya untuk meningkatkan kualitas udara di dalam bangunan. Tanpa ventilasi yang baik, maka aliran sirkulasi udara didalam ruangan tidak berjalan lancar, dan mengakibatkan terjebaknya udara yang akan membuat keadaan ruangan dalam bangunan menjadi pengap dan lembab. Keadaan ruangan yang pengap mengindikasikan ruangan tersebut kekurangan O2 yang diperlukan bagi penghuni, sehingga berakibat sesak nafas. Sedang bangunan atau ruangan yang lembab, akan meningkatkan perkembangbiakan bakteri-bakteri penyebab penyakit (Kurniawan, 2016) Ventilasi kamar terkontrol dan menjamin distribusi udara melalui filter. Ventilasi menggunakan AC sentral atau semi sentral dengan 98% steril dan dilengkapi saringan. Ventilasi harus dengan sistem tekanan positif/ total pressure. Faktor lingkungan berperan pula dalam terjadinya infeksi nosokomial. Udara salah satu faktor lingkungan yang dapat mencegah maupun meningkatkan kemungkinan timbulnya infeksi nosokomial. Udara adalah sumber mikroorganisme karena debu halus di udara mengandung sejumlah mikroba yang dapat menempel pada alat-alat bedah, permukaan kulit, maupun disekitar ruangan perawat. Melalui jalur kontak tidak langsung mikroorganisme dari udara dapat masuk melalui luka bakar. Udara yang kita sebut droplet adalah partikel yang dikeluarkan dari pernafasan dengan ukuran. Udara mengandung barbagai macam jenis mikroorganisme dan jumlahnya pada lokasi dan sistim ventilasi pada ruangan tersebut. Pemakaian filter udara sangat berguna menghindari penularan yang disebabkan oleh udara seperti tuberkolosis, varicella dan campak 23

Sistim ventilasi pada ruangan operasi atau isolasi harus menggunakan sistem yang dapat menyaring/membersihkan udara. Udara yang akan masuk ke dalam ruangan operasi atau isolasi harus disaring/dibersihkan terlebihdahulu dengan cara merangsang ruang tersebut sejauh mungkin dari sumber pencemaran udara. Resirkulasi dapat dilakukan, tetapi melalui filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) sebelum udara masuk kembali keruangan paling sedikit enam kali penggantian udara per jam. Pada kebanyakan rumah sakit malakukan penggantian udara sebanyak 12 kali perjam untuk mengisolasi. 8. Pembersihan Disinfeksi Permukaan Lingkungan Sanitasi ruang rumah sakit merupakan salah satu faktor pengendalian yang perlu diperhatikan dalam menurunkan angka infeksi nosokomial, terutama kebersihan ruang perawatan. Kebersihan lantai ruangan perlu dijaga dengan baik melalui kegiatan pembersihan dengan menggunakan zat desinfektan (Wulandari, dkk, 2015). Desinfeksi suatu proses untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pathogen, dengan perkecualian spora bakteri dari suatu benda mati. Desinfektan secara umum dapat dilakukan menggunakan cara fisik dengan pemanasan suhu 75-100ºC atau kimiawi (cairan kimia) (Depkes, 2002). Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi. Setiap proses desinfeksi harus selalu didahului dengan proses dekontaminasi atau pencucian yang memadai, karena proses ini akan menghilangkan sebagian besar kuman yang terdapat pada permukaan banda dan sisa kuman yang sedikit akan lebih mudah dibutuhkan oleh zat bahan desinfektan. Pada saat ini telah banyak jenis desinfektan yang beredar dan digunakan pada perawatan pasien, diantaranya adalah alkohol, klorin dan senyawanya. Hydrogen peroksida, iodorof, fenolik dan senyawa ammonium kwartener. Desinfektan ini tidak dapat saling ditukarkan satu dengan yang 24

lainnya dalam penggunaan, yang disebabkan karakteristik kerjanya yang spesifik. Oleh karena itu pemakaian harus dapat memilih desinfektan yang sesuai dan menggunakan secara aman dan efisien. Desinfektan sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di rumah sakit dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Perlu diperhatikan bahwa desinfektan harus digunakan secara tepat. Penelitian yang dilakukan oleh Masloman, dkk (2015) mendapatkan bahwa pengelolaan limbah di kamar operasi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano belum berjalan sesuai dengan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi Kementerian Kesehatan. Hal ini disebabkan karena RSUD DR. Sam Ratulangi masih memiliki tenaga kerja yang kurang, yaitu petugas sanitarian yang untuk saat ini masih out sourcing, dan hanya datang setiap pagi hari. Jadi apabila terdapat beberapa jumlah operasi dalam sehari, perawat hanya mengidentifikasi, memisahkan limbah infeksi dan non infeksi kemudian packing. Jarum suntik tidak dibuang di wadah tahan tusuk dan air, karena wadahnya tidak tersedia. Jarum suntik hanya dibuang di botol bekas air mineral, namun pada dasarnya para perawat mengetahui bagaimana cara pembuangan yang benar. Hanya dikarenakan oleh wadah pembuangan yang tidak tersedia. Sampah yang terkumpul akan diambil keesokan pagi harinya oleh petugas sanitarian. Limbah non infeksi tidak dipisahkan kering dan basah. Petugas sanitarian yang masuk ke kamar operasi hanya mengambil limbah yang sudah di-pack oleh perawat tanpa memakai APD yang lengkap. Prosedur ini belum sesuai dengan pedoman yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan. KESIMPULAN 1. Faktor operasi pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah sangat baik. 2. Faktor Mikrobiologis pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah baik. 3. Faktor pencegahan bakteri pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah sangat baik. 4. Faktor penanganan personel bedah pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah sangat baik. 5. Pengaturan lamanya waktu tunggu pre operasi pada IDO di Instalasi 25

Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado baik. 6. Tehnik septik dan antiseptik pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah sangat baik. 7. Ventilasi ruang operasi pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah baik. 8. Pembersihan diifeksi permukaan lingkungan pada IDO di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandou Kota Manado sudah sangat baik. SARAN 1. Perlu dilakukan upaya meminimalkan IDO dan sosialisasi, supervisi terhadap implementasi standard operating procedures pelaksanaan bedah untuk meminimalkan IDO dan mensosialisasikan serta mengimplementasikan penggunaan surgical safety checklist sebagai upaya memberikan pelayanan bedah yang aman kepada pasien. 2. Perlu penelitian lebih lanjut menilai determinan lain, seperti penyakit penyerta, teknik penutupan luka, teknik perawatan luka, riwayat persalinan serta nilai klasifikasi status American Society of Anaesthesiology pasien. DAFTAR PUSTAKA Bustani, N, M., A. J. M. Rattu dan J. S. M. Saerang. 2015. Analisis Lam Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Rawat Jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal Biomedik 3 (3): 872-883 Faridah, I. N., T. M. Andayani, dan Anayati. 2012. Analisis Penggunaan Antibiotik terhadap Resiko Infeksi Luka Operasi pada Pasien Bedah Gastrointestinal di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yagyakarta. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi 2 (2): 78-82. Haryanti, L., A.H. Pudjiadi, E.K.B. Irfan, A. Thayeb, I. Amir, dan B. Hegar. 2011. Prevalens dan Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Pasca-Bedah. Sari Pediatri 15 (4): 207-212. Hasanah, N., N. Sennang. dan B. Rusli. 2015. Aspergillus Glaucus Group dan Penicillium SP di Ruang Operasi Bedah Saraf. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 21 (2): 158-161. Kurniawan, Y. 2016. Studi Kinerja Ventilasi Mekanik Insuflasi untuk 26

Kualitas Udara dalam Bangunan. Flywhee Jurnal Teknik Mesin Untirta 2 (1): 20-28. Rotti, G., A. Sjattar. dan Budu. 2014. Hubungan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. JST Kesehatan 4 (1): 67-77. Sandy, F. P. T., R. Yuliwar. dan N. W. Utami. 2015. Infeksi Luka Operasi (ILO) pada Pasien Post Operasi Laparotomi. Jurnal Keperawatan Terapan 1 (1): 14-24. Zohrotul, A. dan P. Satyabakti. 2013. Surveilans IDO menurut Komponen Surveilans di Rumah Sakit X Sirabaya Tahun 2012. Jurnal Berkala Epidemiologi 1 (2): 254-265. 27