Kisah Tanpa Cerita novel Yura K. Shaira Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kisah Tanpa Cerita Copyright 2017 Yura K. Shaira Editor: Pradita Seti Rahayu Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali tahun 2017 oleh PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 717031910 ISBN : 978-602-04-4954-8 Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Di sebelah kanan, sekitar lima meter dari tempat aku berada. Ada segerombolan laki-laki yang sibuk memainkan skateboard. Ya, sejak menginjak usia remaja, ini kali pertama aku mencoba untuk berinteraksi dengan orang banyak di dunia nyata. Biasanya jemariku hanya sibuk dengan keyboard dan juga mouse komputer. Sibuk berkelana di media sosial. Sibuk memperbanyak teman di media sosial. Ini semua karena orang tuaku. Mereka terlalu sibuk dengan kehidupan mereka, sibuk dengan urusan mereka, dan hanya membiarkan aku sendirian di rumah. Ternyata berinteraksi dengan manusia-manusia di dunia nyata lebih mengasyikkan dibandingkan dengan manusia-ma nusia di dunia maya, pikirku sejenak. Aku bahkan tak merasa asing ke tika berteman dengan mereka, mungkin karena aku mudah untuk berinteraksi. Bruk! Seseorang menabrakku dari belakang ketika aku sedang sibuk dengan HP. Sibuk berkabar dengan teman-teman, sibuk menagih janji temu yang katanya di perempatan Jalan Belakang Balok. HP dan sepatu roda milikku berjatuhan ke aspal. Gimana sih, enggak hati-hati banget. Kalau jalan itu pakai mata. Aku hanya mengomel sendiri sebelum membalikkan badan dan melirik siapa yang baru saja menabrakku. Ia berusaha mem bantuku untuk mengambilkan HP juga sepatu rodaku. Namun, aku menepis tangannya dengan kasar, sebelum ia dapat menyentuh barang-barang berharga milikku. Maaf, ujar lelaki tersebut. Barusan aku hilang kendali. Ia merasa bersalah. Sambil menggaruk-garuk kepala yang se be - 2
nar nya tidak gatal itu ia berdiri dan menggendong papan skateboard miliknya. Okta. Laki-laki itu mengulurkan tangan, menunggu aku membalas jabatan tangan tersebut. Aku berdiri. Kini posisi kami sejajar, tapi tubuhnya sedikit lebih tinggi dariku. Aluna, jawabku singkat sambil kembali berbalik arah, mengabaikan uluran tangannya dan kembali sibuk menangih janji temu dengan teman-teman yang lain. Aku tak sempat menatap ke arah lelaki yang baru saja me nabrakku. Seakan aku enggan untuk saling tatap bahkan melirik kepadanya. Entah kenapa aku merasa kesal, baru juga merasa bahagia ada di dunia nyata. Tiba-tiba ada seseorang yang menghancurkan kebahagiaan tersebut. Bukan berarti kita akan menjadi teman. Tiba-tiba aku berucap tanpa berpikir panjang. Ia mengerucutkan mulutnya. Lalu, dengan mengerutkan dahi, Okta langsung menjawab pernyataanku, Oh, baiklah. Ia kembali menjatuhkan uluran tangan. Kalau ada yang te rasa sakit, beri tahu aku, ya, ucapnya lagi dengan penuh ke lembutan. Aku hanya diam. Senang berkenalan denganmu, ucapnya sambil berlari ke cil dan terus meninggalkanku. Di sela-sela kesibukanku me nagih janji teman-teman yang juga belum datang. Aku berusaha untuk mencuri-curi pandang, memperhatikan lelaki yang baru saja menabrakku. Ia berangkat menuju kerumunan teman-temannya yang sudah sejak lama menunggu. Tubuhnya yang tinggi kurus dibalut dengan jaket denim belel dan celana 3
Levis biru yang sudah sobek di bagian bawahnya. Rambutnya dipotong rapi, sesuai dengan potongan rambut anak sekolah. Sepatu Vans lusuh mengiringi langkahnya meninggalkan aku, menuju kerumunan teman-temannya. 2 Tepat lima meter dari posisi aku berada, sayup-sayup terdengar. Lama banget sih, Ta! Salah satu laki-laki dari sebuah ke rumunan mengomel. Sebelumnya, Okta bukanlah tipe laki-laki yang suka ter lambat. Tapi, hari ini, memang harus diakui, ia terlambat. Bukan, bukan karena tadi ia tidak sengaja bertabrakan denganku. Namun, hari ini ia pulang sedikit lebih lama karena masih ada pelajaran tambahan dan remedial di sekolah. Maaf, maaf. Okta tertunduk karena merasa bersalah kepada teman-teman yang lain dan mencari tempat duduk yang aman setelah bersalaman dengan seluruh anggota komu nitas skateboard-nya. Habis dari mana sih emang? tanya salah satu dari mereka lagi. Nggak dari mana-mana sih, jawab Okta. Eh, sebentar deh, kalian kenal cewek yang lagi berdiri sendiri di perempatan jalan sana nggak? Okta menunjuk ke arahku yang tampaknya masih kesal. Ya, teman-temanku masih belum datang. Padahal kami sepakat bertemu pukul tiga. Sekarang sudah pukul tiga lewat tiga puluh lima menit. Sudah lebih dari setengah jam aku me nunggu, bahkan aku hampir saja berencana untuk segera meninggalkan Jalan Belakang Balok, saking malasnya me nunggu. 4
Yang mana? Itu, yang lagi pakai baju putih, celana hitam. Yang lagi meluk sepatu roda, tapi sibuk sendiri sama HP. Oh, Aluna, jawab Aldo, menyela pembicaraan antara Okta dan Faisal. Iya, yang dari tadi sinis bertanya kenapa Okta datang terlambat itu namanya Faisal. Dia memang selalu begitu, enggak bisa memahami kondisi dan situasi orang lain. Kalau janjian pukul tiga, ya datangnya harus pukul tiga. Enggak boleh telat. Untung hari ini alasan Okta telat itu jelas remedial. Kalau bukan, Okta pasti bakal disuruh Faisal berlari memutari Jalan Belakang Balok, sendirian. Faisal memang kejam. Okta dan Faisal serentak bertanya, Kenal, Do? Iya, di dunia maya, jawab Aldo seenaknya. Dasar kutu internet! pungkas Faisal. Jika seseorang yang begitu tergila-gila dengan buku disebut dengan kutu buku, seseorang yang begitu tergila-gila dengan internet adalah kutu internet. Enggak tahu teori dari mana, setujui saja agar aku dapat cerita lebih cepat. Dia itu suka online. Jadi, di sana aku kenal dia. Anaknya baik kok kalau di dunia maya. Perhatian, ramah, sama suka berteman. Enggak tahu deh aslinya gimana, jawab Aldo. Bisa kali, Do, kenalin ke kita-kita, sahut yang lain, yang ternyata menguping pembicaraan tiga arah kami. 5
perempuan yang selalu percaya bahwa apa pun yang ada di bumi Allah ini mendengar dan bercerita. Seorang pemimpi yang jarang tidur, namun suka bangun kesiangan. Perempuan penyuka warna hitam dan putih ini adalah salah satu spesies perempuan yang suka diajak makan apa saja asalkan pedas dan gratisan. Senang diajak ke mana saja hingga tersesat. Penggila senja. Pecandu kopi. Penikmat susu dan yoghurt rasa stroberi. Bagi kamu yang sekiranya punya keluhan, hati-hati kalau cerita dan bergadang sampai pagi bareng dia. Bisa-bisa nanti bahan curhatanmu dikemas jadi bentuk buku dan berjejer indah di rak-rak toko buku bahkan di literasi para penggiat bacaan. Dia memang suka iseng nulis, kalau lagi enggak sibuk panen ubi. Bagi yang penasaran dan enggak percaya kalau bahan curhatan kalian juga bisa jadi ide untuk tulisan dia berikutnya, silakan hubungi penulis di Email: suratuntukyura@gmail.com Instagram: yurakshaira LINE: yurakshaira 171