BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Keamanan pangan (food safety) merupakan hal-hal yang membuat

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

Widra Yanti 1, Suwondo 2, Elya Febrita 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pangasidae yang memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53,

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah daging dari ternak yang sehat, saat penyembelihan dan pemasaran diawasi

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Unnes Journal of Public Health

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

APLIKASI ASAM LAKTAT DARI LIMBAH KUBIS UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN TAHU

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan pangan mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh bakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan. Dasar (2013), sebanyak 3,8% penduduk Indonesia mengonsumsi mi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN JURNAL. KITOSAN KULIT UDANG VANAME (L. vannamei) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA BAKSO IKAN TUNA (Thunnus sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

PERBEDAAN KONSENTRASI KITOSAN TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DAN DAYA SIMPAN TAHU

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. populer di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie setiap hari (Tanto & Setyawati, 2009). Mie basah yang merupakan bahan mentah dan belum diolah ini biasanya diproduksi dalam skala rumah tangga maupun industri-industri kecil. Kandungan air dan protein yang cukup tinggi pada mie basah serta pengolahan yang tidak tepat menyebabkan mie basah memiliki daya simpan yang relatif rendah. Menurut Koswara (2009) mie basah memiliki kandungan air sebesar 52%. Selain itu, bahan baku yang berupa tepung juga menyebabkan mie basah cepat mengalami kebusukan karena terkontaminasi oleh bakteri. Christensen (1974) dalam Fahrudin (2006) menambahkan mikroorganisme yang terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa terdapat pada tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies Achromobacterium. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, mie basah yang diperoleh dengan cara dibuat sendiri oleh peneliti hanya mampu bertahan sekitar 20 jam. Bahan pangan yang banyak mengandung air dan protein sangat mudah terkontaminasi oleh bakteri. Beberapa bakteri yang terdapat pada bahan pangan dapat menyebabkan keracunan. Kepala Dinkes Batang, Dokter Slamet Riyadi menyatakan kasus keracunan yang terjadi pada puluhan warga Batang diduga akibat mengkonsumsi mie kuning basah. Berdasarkan pemeriksaan Balai 1

2 Laboratorium Kesehatan Jateng, mie kuning yang diambil dari sisa makanan korban keracunan terbukti mengandung bakteri (Bacillus sp dan Enterobacter aerogenes) dan jamur (Hidayat, 2015). Kecurangan yang sering terjadi dalam pengawetan mie basah yaitu dengan menggunakan bahan berbahaya seperti formalin (BPOM, 2006) dalam Satyajaya & Nawansih (2008). Formalin merupakan zat kimia berbahaya dan tidak layak konsumsi. Menurut Vega (2003) formalin dengan dosis yang tinggi atau sering termakan dapat mengakibatkan kanker pada saluran pencernaan manusia. Salah satu cara untuk mengawetkan mie basah yaitu menggunakan kitosan (Koeswara, 2009). Kitosan merupakan bubuk dari limbah cangkang kepiting, kulit udang dan bangsa crustaceae lainnya yang dihancurkan dan dihilangkan protein, mineral dan gugus asetilnya melalui proses deproteinasi, demineralisasi deasetilasi (Soekardjo, dkk, 2011). Bubuk kitosan dapat dijadikan pengawet karena kitosan mengandung antimikroba yang dapat menghambat jumlah mikroba. Menurut Kong et al (1990) dalam Yulisma, dkk (2013) gugus amino kationik (NH3+) yang dimiliki kitosan mampu berkorelasi erat dengan karakteristik permukaan sel mikroba yang bermuatan negatif, sehingga mengakibatkan depolarisasi membran seluler mikroba sebagai akibat terganggunya integritas dinding sel dari hubungan kedua molekul yang menyebabkan kematian bagi mikroba. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) penambahan kitosan pada mie basah berpengaruh terhadap jumlah mikroorganisme pada mie basah. Perlakuan yang diberikan yaitu dengan mencampurkan kitosan sebesar 0,02%, 0,03%, 0,04% pada adonan mie basah. Konsentrasi 0,04% terbukti mampu

3 menghambat jumlah mikroorganisme sebesar 3,5 x 10 4 koloni/g dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Keunggulan kitosan sebagai pengawet makanan yaitu dapat dirombak secara biologis dan aman. Menurut Rismana dalam Sudarwati (2007) sifat biologi kitosan antara lain bersifat biokampatibel artinya sebagai polimer alami yang sifatnya tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, dan biodegradable. Sedjati (2006) menambahkan bahwa kitosan tidak memiliki nilai kalori dan tidak dapat dicerna oleh tubuh sehingga dapat langsung dikeluarkan oleh tubuh melalui feses. Kitosan juga dapat mempertahankan nilai organoleptik makanan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Satyajaya & Nawansih (2008), kitosan dengan konsentrasi 150 ppm yang dicampurkan pada adonan mie basah berpengaruh paling baik untuk mempertahnkan mutu dan daya simpan mie basah. Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Vega (2013) tahu yang direndam menggunakan kitosan dalam pelarut asam asetat 1%, 2% dan 3%, tidak mempengaruhi warna dan bau khas tahu. Sumber kitin yang dapat dimanfaatkan menjadi kitosan dapat berasal dari limbah kulit udang dan dari cangkang binatang invertebrata lainnya seperti kepiting, rajungan, dan lain sebagainya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor kepiting kaleng pada tahun 2011 sebesar 4,283 ton, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 10,822 ton, sehingga jumlah hasil samping produksi yang berupa kepala, kulit, ekor maupun kaki kepiting yang umumnya 25-50 % dari berat, sangat berlimpah. Hasil sampingan ini akan menyebabkan limbah dan mengganggu lingkungan apabila tidak dimanfaatkan (Harianingsih, 2010). Salah satu daerah yang berpotensi mengekspor kepiting yaitu Tarakan, Kalimantan

4 Timur (Disperindagkop & UMKM, 2014). Mengingat potensi kitin pada cangkang kepiting yang dapat dimanfaatkan cukup besar maka pengolahan limbah cangkang kepiting menjadi kitosan harus dioptimalkan. Pemanfaatan limbah menjadi suatu produk yang bermanfaat merupakan salah satu materi yang dikembangkan pada pembelajaran Biologi kelas X. Berdasarkan KD 4.10 kurikulum 2013 yaitu Memecahkan masalah lingkungan dengan membuat desain produk daur ulang limbah dan upaya pelestarian lingkungan, akan membutuhkan sumber belajar. Bila ditinjau berdasarkan konsep materi pembelajaran, penelitian tentang pengolahan cangkang kepiting menjadi produk kitosan cocok untuk dijadikan sumber belajar pada materi tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan siswa bahwa cangkang kepiting yang awalnya dianggap sebagai limbah dapat diolah menjadi bahan antimikroba sehingga dapat dijadikan sebagai pengawet makanan yang alami dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan latar belakang diatas perlu kiranya dilakukan penelitian tentang Pengaruh Kitosan Cangkang Kepiting Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Dan Keadaan Mie Basah Sebagai Sumber Belajar Biologi 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu : 1. Adakah pengaruh pemberian konsentrasi kitosan cangkang kepiting terhadap jumlah koloni bakteri mie basah?

5 2. Adakah pengaruh pemberian konsentrasi kitosan cangkang kepiting terhadap keadaan mie basah? 3. Pada konsentrasi kitosan cangkang kepiting berapakah yang berpengaruh paling efektif dalam menghambat jumlah koloni bakteri mie basah? 4. Pada konsentrasi berapakah kitosan cangkang kepiting yang berpengaruh paling baik terhadap keadaan mie basah? 5. Bagaimanakah aplikasi pemanfaatan hasil penelitian pengaruh kitosan cangkang kepiting terhadap jumlah koloni bakteri dan keadaan mie basah sebagai sumber belajar biologi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan pengaruh pemberian konsentrasi kitosan cangkang kepiting terhadap jumlah koloni bakteri mie basah 2. Mendeskripsikan pengaruh pemberian konsentrasi kitosan cangkang kepiting terhadap keadaan mie basah 3. Menentukan konsentrasi kitosan cangkang kepiting yang berpengaruh paling efektif dalam menghambat jumlah koloni bakteri pada mie basah 4. Menentukan konsentrasi kitosan cangkang kepiting yang berpengaruh paling baik terhadap keadaan mie basah. 5. Mengaplikasikan pemanfaatan hasil penelitian pengaruh kitosan cangkang kepiting terhadap jumlah koloni bakteri dan keadaaan mie basah sebagai sumber belajar biologi

6 1.4. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Aspek Teoritis Penelitian ini dapat menperkaya informasi mata pelajaran Biologi SMA kelas X tentang pengolahan limbah menjadi produk yang bermanfaat yaitu antibakteri pada makanan yang aman dan bersifat biodegradable. 2. Aspek Praktis Bagi masyarakat penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif antimikroba alami yang aman bagi kesehatan dan lingkungan yaitu menggunakan kitosan cangkang kepiting terutama pada mie basah. 1.5. Batasan Penelitian Agar penelitian tidak menyimpang dari fokus permasalahan perlu adanya batasan penelitian sebagai berikut: 1. Penelitian ini menggunakan kitosan yang dibuat sendiri di Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Malang dimana cangkang kepiting sebagai bahan utama kitosan diperoleh dari limbah Rumah Makan Kenari, Tarakan-Kalimantan Timur. 2. Konsentrasi kitosan cangkang kepiting yang digunakan dalam penelitian ini 0,5, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%. Konsentrasi tersebut berdasarkan dari uji pendahuluan. 3. Parameter penelitian ini adalah menghitung jumlah koloni menggunakan TPC dan keadaan mie basah meliputi warna, rasa dan bau mie basah menggunakan uji organoleptik.

7 1.6. Definisi Istilah 1. Kitosan merupakan salah satu polisakarida kationik alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin yang banyak terdapat di alam (Harianingsih, 2010). Pembuatan kitosan didapatkan dengan cara melakukan deasetilasi cangkang kepiting yang telah dihaluskan di Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Jumlah koloni bakteri adalah sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis yang mengelompok menjadi satu dan membentuk suatu koloni-koloni (Fardiaz, 1993). Dalam penelitian ini jumlah koloni bakteri dihitung menggunakan uji TPC (Total Plate Count) selama penyimpanan 24. 3. Keadaan mie basah merupakan keadaan yang dapat diperiksa secara organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa (SNI 01-2891-1992). Dalam penelitian ini respon organoleptik yang digunakan diuji menggunakan skala hedonik. 4. Mie basah merupakan mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mie ini memiliki kadar air sekitar 52 persen (Koswara, 2009). Dalam penelitian ini mie basah dibuat sendiri di Laboratorium Biologi UMM dengan menambahkan kitosan 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dalam adonan mie basah. 5. Sumber belajar biologi adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya, yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu (Suhardi dalam Widyawati, 2012).