PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas. L) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai gizi yang tinggi, bahkan di daerah tertentu khususnya bagian timur Indonesia dijadikan sebagai makanan pokok masyarakat. Tanaman ini diduga berasal dari Benua Amerika dan menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropis ± pada abad ke 16. Orang-orang Spanyol menyebarkannya ke kawasan Asia terutama Pilipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai ± 85% dari yang dihasilkan dunia (Rubatzky dan Mas Yamaguchi, 1998). Ubi jalar menduduki peringkat ke sembilan di antara tanaman pangan di dunia. Tanaman ini merupakan sumber karbohidrat penting selain padi, jagung, sagu, dan umbi-umbian lainnya (Sarwono, 2005). Produksi ubi jalar di Indonesia masih sangat rendah, di tingkat petani baru mencapai 10 t/ha, sedangkan di tingkat penelitian ubi jalar mampu memberikan hasil 25-30 t/ha (Http://www.Pustaka.Deptan.go.id,2007). Penghasil ubi jalar di Indonesia adalah Jawa 45%, Sumatera 9%, Nusa Tenggara Timur 11% dan Irian Jaya 7% (Brotonogoro dan Staveren, 1985). Rendahnya produksi ubi jalar dapat disebabkan beberapa kendala, antara lain bibit yang potensi rendah, tingginya gangguan hama dan penyakit serta tindakan kultur teknis yang belum baik. Gangguan hama dapat menurunkan produksi yang
sangat nyata terutama hama yang umbi. Penyebab rendahnya hasil ubi jalar di tingkat petani karena ketergantungan petani masih menggunakan varietas lokal dan belum menggunakan varietas unggul (Nasri, 1993). Hama utama yang menyerang umbi adalah hama boleng atau lanas yang disebabkan oleh kumbang Cylas formicarius Fabricus. Hama ini merupakan tantangan yang sangat serius karena dapat merusak umbi di pertanaman dan di penyimpanan dengan tingkat kerusakan mencapai 80%. Hama ini menyerang batang dan umbi dengan tingkat kerusakan 10-80% (http://www.pustaka.deptan.go.id,2007). Hama Boleng menyerang umbi sejak pembentukan umbi sampai ke penyimpanan. Kerusakan dapat dilihat pada permukaan umbi, adanya lubang-lubang kecil dan mengeluarkan bau busuk yang khas. Umbi yang terserang hama ini tidak layak lagi untuk dikonsumsi karena rasanya pahit. Kerusakan umbi akibat serangan hama boleng mencapai 80% di lahan kering. Umbi yang dagingnya berwarna kuning jingga dengan kandungan beta karotin tinggi kurang disukai oleh hama ini (Dwidjosewodjo, 1976 dalam Zuraida, dkk., 2002). Pengendalian hama boleng juga harus mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Budi Daya Tanaman yaitu Pasal 20 ayat 1 bahwa: Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu dan Pasal 22 ayat 1 Dalam pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana yang dimaksud setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumber daya alam dan/atau lingkungan. Pengendalian hama boleng dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan dimana varietas tahan mampu mengurangi dan mentolerir gangguan hama ini. Cara
ini sangat mendukung program pengendalian hama secara terpadu yang berorientasi ekologis dan ekonomi. Keragaan fenotipe berupa struktur morfologi suatu tanaman dapat juga menyebabkan tanaman resisten terhadap hama. Keragaan fenotipe merupakan hasil kerja sama faktor genetik dan lingkungannya (Wahyuni dkk., 2004). Menurut Painter (1995) dalam Oka (2005) mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangga dapat dalam bentuk non preferensce, antibiosis dan toleran. Varietas ubi jalar yang rimbun daunnya dapat mengurangi aktivitas kumbang C. formicarius (Pracaya, 2007). Pengendalian secara kultur teknis dapat juga dilakukan terhadap hama ini dengan menerapkan perlakuan pembumbunan. Pembumbunan atau penimbunan guludan untuk menutupi umbi yang terbuka biasanya dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam dan tanaman berumur 2 bulan. Tujuan pembumbunan adalah untuk perbaikan stuktur tanah dan memelihara agar keadaan guludan tetap baik dan umbi tidak tersembur keluar guludan (Wargiono, 1980).
Budidaya ubi jalar di Kabupaten Aceh Besar saat ini belum sepenuhnya menerapkan pola pengelolaan tanaman terpadu terutama perawatan tanaman yang tepat dan sesuai kebutuhan pertumbuhan dan tepat waktu serta pengendalian hama boleng secara terpadu. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian setempat produksi ratarata di tingkat petani 9.4 t/ha. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini diarahkan untuk meneliti keragaan beberapa varietas dan frekuensi pembumbunan yang dapat mengendalikan hama boleng sehingga produksinya dapat ditingkatkan dalam rangka mensejahterakan petani ubi jalar. Judul penelitiannya adalah : Tanggap Beberapa Varietas Ubi Jalar Dan Frekuensi Pembumbunan Terhadap Serangan Hama Boleng Cylas formiucarius, Fabr (Coleoptera:Curculionidae). 1.2 Perumusan Masalah Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 357.949 ton dengan luas panen 38.227 hektar, rata-rata hasil 9,4 t/ha (Sarwono, 2006). Jumlah hasil per hektar masih sangat rendah dibandingkan dengan potensi hasil varietas unggul mencapai 30 t/ha. Hal ini disebabkan antara lain petani masih banyak yang menanam varietas lokal dan adanya gangguan hama boleng atau lanas. Usaha meningkatkan produksi ubi jalar dapat dilakukan dengan cara perbaikan cara bercocok tanam, diantaranya dengan melakukan pengendalian hama pengrusak umbi yang dihasilkan oleh tanaman. Hama utama perusak umbi adalah hama Boleng atau Lanas yang disebabkan oleh kumbang C. formicarius.f. Pengendalian hama boleng dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang resisten dan pembumbuhan. Varietas resisten terjadi karena hama tidak mampu menyerang disebabkan faktor morfologi atau adanya organ senyawa metabolik yang
berbahaya bagi serangga, pembumbunan merupakan tindakan agronomis untuk menghalangi serangan hama pada umbi dengan cara menutupi permukaan umbi. Beberapa varietas memiliki karakteristik sulur, daun, dan umbi yang berbedabeda baik ukuran bentuk, warna, panjang tangkai daun dan umbi dengan tingkat resistensi yang berbeda terhadap serangan hama. Pembumbunan dapat menghindari peletakan telur hama boleng pada umbi dengan cara menutup tanah yang merekah, disamping memperbaiki struktur tanah agar perkembangan umbi lebih sempurna. Penelitian ini diharapkan memperoleh varietas yang keragaan fenotipenya mampu menekan serangan hama dan frekuensi pembumbunan yang tepat dimana dapat menurunkan intensitas serangan hama boleng pada ubi jalar, sekaligus dapat diterapkan oleh petani dalam meningkatkan produksi karena penerapan teknik ini mudah, murah, dapat dipadukan dengan teknik pengendalian lainnya. dan ramah lingkungan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengevaluasi tingkat ketahanan beberapa varietas yang dapat mengurangi tingkat serangan hama boleng pada tanaman ubi jalar. 2. Untuk mengetahui frekuensi pembumbunan yang dapat menekan intensitas 1.4 Hipotesis kerusakan yang disebabkan hama boleng pada tanaman ubi jalar. 1. Perbedaan varietas ubi jalar mempengaruhi tingkat serangan hama boleng. 2. Frekuensi pembumbunan yang berbeda mempengaruhi tingkat serangan hama boleng pada ubi jalar.
3. Kombinasi perlakuan varietas dan pembumbunan dapat mengurangi serangan hama boleng pada ubi jalar. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Dapat diterapkan oleh petani dalam membudidayakan tanaman ubi jalar terutama dalam mengendalikan serangan hama boleng. 2. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat yang membutuhkan dalam usaha mengendalikan hama boleng pada ubi jalar.