Pertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. air, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. 2

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PENUMPANG

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

Sri Menda Sinulingga, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di

BAB I PENDAHULUAN. itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat besar dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN DOMESTIK PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

akan transportasi antar daerah di Indonesia dalam menjalankan roda dari Miangas ke Pulau Rote, hal tersebut tentunya membutuhkan pola

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terakhir di Indonesia. Sejumlah armada bersaing ketat merebut pasar domestik

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENERBANGAN TERHADAP KECELAKAAN PADA PENUMPANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN SEBAGAI PENYEDIA JASA PENERBANGAN KEPADA PENUMPANG AKIBAT KETERLAMBATAN PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

KEWAJIBAN PENGANGKUT KEPADA PIHAK YANG MENDERITA KERUGIAN DALAM UNDANG-UNDANG PENERBANGAN NASIONAL Dr. Ahmad Sudiro, SH, MH, MM*

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN TERHADAP KERUSAKAN BARANG YANG DIANGKUT DALAM TRANSPORTASI LAUT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi pemenuhan kebutuhan transportasi yang cepat dan aman. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan yang telah diinvestigasi KNKT, yaitu human factor, teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan beragam kebutuhan yang diperlukan masyarakat sebagai konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

GANTI RUGI DALAM ASURANSI KECELAKAAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA KOMERSIAL

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG

KEWAJIBAN PERDATA AIR ASIA TERHADAP KORBAN KECELAKAAN PESAWAT QZ8501

JURNAL ASURANSI AWAK PESAWAT UDARA ATAS TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan alat transportasi lainnya karena banyaknya keuntungan yang didapat

- Andrian Hidayat Nasution -

TANGGUNG GUGAT PENGANGKUT BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK

Plan Asuransi Penerbangan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG

BAB I PENDAHULUAN. A.! Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB, PERUSAHAAN PENERBANGAN, DAN BAGASI. udara untuk mempertanggung jawabkan dan mengganti kerugian kerugian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

BAB I PENDAHULUAN. tanggungjawab dalam arti accountability,responsibility,dan liability. 1 Demikian

GALAU KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN KEWENANGANNYA Sulistyowati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

TANGGUNG JAWAB JASA ANGKUTAN UDARA TERHADAP KECELAKAAN PESAWAT MELALUI PENELITIAN DI PT GAPURA ANGKASA DENPASAR

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

Transkripsi:

Pertanggungjawaban Pengangkutan Udara Komersial dalam Perspektif Hukum Penerbangan di Indonesia I. Pendahuluan Oleh: Husni Mubarak 1 1. Latar Belakang Di era modern ini, penerbangan merupakan moda massal yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia khususnya di Republik Indonesia karena Negara ini merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang membutuhkan model transportasi seperti pesawat terbang (selain kapal laut) untuk menghubungkan penumpang dari pulau yang satu ke pulau yang lainnya. Pengangkutan udara memainkan peranan peranan penting dalam perkembangan perekonomian suatu Negara karena pesawat terbang merupakan alat transportasi yang efisien, dinamis, dan cepat. Pesawat terbang juga merupakan moda transportasi yang secara keamanan dan kenyamanan sangat berkualitas dalam hal pelayanan kepada penumpang jika aturan dan standar operasional prosedur dari hukum penerbangan benar-benar dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Kategori aspek penyelenggaran pengangkutan udara juga terbagi: ada pengangkutan udara niaga dan bukan niaga.. Penerbangan niaga merupakan bentuk transportasi udara yang 1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip) konsentrasi Hukum Internasional. Makalah ini merupakan tugas di dalam mata kuliah Hukum Udara dan Angkasa.

mengenakan biaya bagi penggunanya. Jenis penerbangan ini dibedakan lagi menjadi dua bentuk, yaitu penerbangan niaga berjadwal dan penerbangan niaga tidak berjadwal. 2 Arus informasi, perhubungan, dan pengangkutan udara mengalami kemajuan pesat dengan munculnya berbagai perusahaan maskapai penerbangan baik di Indonesia maupun di dunia internasional dan juga baik perusahaan yang melabelkan diri menjadi maskapai Low Cost Carrier ataupun High Cost Carrier 3. Di Indonesia sejak era reformasi bermunculan maskapai-maskapai baru yang dikelola oleh swasta. Timbulnya maskapai penerbangan yang sangat banyak di Indonesia berawal dari diratifikasinya World Trade Organization/ General Aviation Training & Testing Service (WTO/GATTs) oleh Indonesia, dimana dengan diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training & Testing Service (WTO/GATTs) tersebut tidak dibenarkan lagi pemerintah Indonesia melakukan monopoli dibidang perusahaan jasa penerbangan. 4 Kebijakan penyelenggaraan penerbangan mempunyai ciri khas masing-masing di setiap Negara berdasarkan ideologi yang dianut. Di negeri-negeri sosialis seperti Rusia dan Republik Rakyat China, jasa angkutan udara dilakukan sepenuhnya oleh Negara melalui otoritas yang mengaturnya: Civil Aviation Authority of China, Civil Aviation Administration Russia, Civil Aviation Authority of Singapore. 5 Berbeda dengan Negara-negara liberal yang penyelenggaraan angkutan udara cenderung bebas dimana pihak swasta juga dapat melakukan usaha jasa penerbangan. Sedangkan di Indonesia setelah era reformasi menurut 2 Berry Tampubolon, Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Penumpang Dalam Hal Terjadi Keterlambatan Penerbangan (Flighht Delayed) Pesawat dalam Pengangkutan Udara Niaga, Skripsi, FH Unpad, 2013 3 Maskapai penerbangan mengkategorikan sebagai angkutan pernerbangan kelas menengah kebawah dan kelas menengah keatas. Maskapai penerbangan low cost carrier: Air Asia, Lion Air, Sriwijaya Air dsb. Sedangkan maskapai penerbangan high cost carrier: Garuda Indonesia, Batik Air dll. 4 Saefullah Wiradipraja dalam Febri Dermawan, Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Terhadap Penumpang Sipil Pada Kecelakaan Pesawat Udara dalam Lingkup Hukum Internasional, file:///c:/users/seven/downloads/ipi110780.pdf diakses pada tanggal 9 April 2014. 5 K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, hlm 8.

Prof. K Martono: kebijakan angkutan udara cenderung liberal. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesar, jumlah perusahaan milik pemerintah dan swasta meningkat menjadi 103 dalam tahun 2004. 6 2. Permasalahan Hukum Setelah reformasi di Indonesia bermunculan banyak sekali maskapai penerbangan baru selain maskapai yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia sejak era orde lama. Masing-masing maskapai penerbangan berlomba-lomba untuk melayani penumpang dengan harga yang murah. Maskapai seringkali menawarkan tiket promo. Dengan adanya perang tarif antar maskapai seringkali melupakan perlindungan terhadap penumpang itu sendiri. Seringnya pesawat mengalami keterlambatan jadwal, klaim bagasi hilang ataupun yang terparah: musibah kecelakaan. Dampak negatif dari penyelenggaraan usaha pengangkutan udara yang tidak mentaati peraturan hukum udara yang berlaku, maka akan terjadi kelalaian dari pihak maskapai penerbangan itu sendiri yang mengakibatkan kerugian kepada penumpang. Ketika terjadi kerugian yang dialami oleh penumpang, maka maskapai penerbangan bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Di Indonesia, 15 tahun terakhir sering terjadi kasus kecelakaan: tahun 2002 pesawat Garuda Indonesia mengalami mendarat darurat di sungai Bengawan Solo. Tahun 2004 terjadi kecelakaan pesawat di Bandara Adi Sumarmo, Surakarta. Tahun 2007 pesawat Adam Air jatuh di Selat Makassar dan pesawat Garuda Indonesia tergelincir di bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Di tahun 2012 pesawat demo Sukhoi menabrak Gunung Salak dan masih banyak lainnya. 3. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Konsep Tanggung Jawab dalam Hukum Udara/Penerbangan? 2. Bagaimana bentuk asuransi kecelakaan pesawat terbang? 6 K. Martono dan Ahmad Sudiro, Ibid, hlm. 13

II. Pembahasan 1. Pengertian Hukum Udara dan Angkutan Udara Niaga Belum ada kesepakatan diantara para ahli hukum Internasional dalam memandang pengertian hukum udara atau yang di dalam bahasa Inggris disebut sebagai Air Law. K. Martono dan Agus Pramono mengatakan bahwa: Para ahli Hukum Internasional kadang-kadang menggunakan istilah hukum udara (air law) atau hukum penerbangan (aviation law), atau hukum navigasi udara (air navigation law) atau hukum pengangkutan udara (air transportation law) atau hukum aeronatika penerbangan (aeronautical law) atau hukum udara aeoronautika (air-aeronautical law) saling bergantian tanpa dibedakan satu terhadap yang lain. Istilah-istilah aviation law atau navigation law atau air transportation law atau aerial law atau aeronautical law atau air-aeronautical law pengertiannya lebih sempit dibandingkan dengan pengertian air law. 7 Hukum udara merupakan bidang keilmuan yang luas karena tidak hanya berbicara terkait hukum penerbangan belaka, tetapi juga berbicara dengan kedaulatan udara serta berkaitan dengan aspek hukum konstitusi, administrasi, perdata, dagang atau bisnis, korporasi, manajemen, dan juga tentu hukum Internasional. Sedangkan angkutan udara niaga terdiri atas angkutan udara dalam negeri dan juga angkutan udara dalam negeri serta angkutan udara berjadwal dan tidak berjadwal. Ketika mengkaji terkait maskapai penerbangan, maka hal ini berhubungan dengan angkutan niaga berjadwal. Angkutan udara niaga berjadwal dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional atau badan usaha angkutan udara luar negeri. Namun, di dalam negeri Indonesia, kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional. 8 7 K. Martono dan Agus Pramono., Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional. Jakarta: Rajawali Press. 2013. hlm. 3. 8 Pasal 82 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Dalam Hukum Internasional, pengertian angkutan udara (airlines) terdapat dalam pasal 96 huruf (a) Konvensi Chicago 1944: setiap angkutan udara yang dilakukan oleh pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos yang terbuka untuk umum. 9 2. Konsep Tanggung Jawab Pengangkutan Udara Komersial Penyelenggaraan penerbangan membutuhkan keselamatan dan keamanan untuk para penumpang. Penerbangan merupakan perihal menjaga keselamatan. Prosedur dari angkutan udara memang lebih rumit daripada angkutan transportasi lainnya karena guna mengupayakan keselematan penumpang. Regulasi yang mengatur Hukum Udara dari perspektif Hukum Internasional: Konvensi Chicago 1944, Konvensi Warsawa 1929, Montreal Agreement of 1966, Konvensi Montreal 1999 dan lain sebagainya. Di dalam regulasi nasional sendiri terdapat Undang-undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Space Treaty 1967, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keselamatan Penerbangan, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara. Menurut Prof. K.Martono konsep tanggung jawab hukum yang meliputi tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on fault liability), tanggung jawab praduga bersalah (presumption of liability), tanggung jawab tanpa bersalah (liability without fault), semuanya merupakan ajaran hukum (doctrine). 10 Didalam hukum penerbangan terdapat tiga prinsip dalam pertanggungjawaban pengangkut: 1. Presumption of Liability: Pengangkut dianggap bertanggungjawab oleh penumpang atau cargo. Pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas ganti rugi. 9 Pasal 96 (a) Konvensi Chicago 1944 10 K Martono dan Ahmad Sudiro, op.cit, hlm 217.

2. Prinsip Limititation of Liability: Tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu. Prinsip ini mendorong pengangkut untuk menyelesaiakan masalah dengan jalan damai. 3. Strict Liability: Pengangkut bukan lagi dianggap bertanggungjawab, tetapi dalam hal ini pengangkut dianggap selalu bertanggungjawab tanpa ada kemungkinan membebaskan diri kecuali korban juga turut bersalah. Tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan yang diatur dalam konvensi warsawa 1929 telah menerapkan konsep tanggung jawab praduga bersalah. Menurut konsep tanggung jawab praduga bersalah (presumption of liability) perusahaan penerbangan dianggap bersalah (presume), sehingga perusahaan otomatis membayar ganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang. 11 Dikarenakan dalam konvensi warsawa tahun 1929 tidak dikenal konsep tanggung jawab atas dasar kesalahan dimana penumpang dapat membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan. Sedangkan dalam system tanggung jawab ini, perusahaan penerbangan wajib membuktikkan bahwa perusahaan tidak melakukan kesalahan. Dikenal sebagai sistem pembuktian terbalik yang digunakan pula dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang di Indonesia. Tanggungjawab perusahaan penerbangan terbatas sejumlah ganti rugi yang tercantum dalam konvensi warsawa tetapi masih terbuka untuk mendapatkan ganti kerugian yang lebih besar. Dalam pasal 21 Konvensi Warsawa: perusahaan penerbangan tidak berhak menggunakan batas ganti rugi apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan yang disengaja oleh perusahaan penerbangan atau agen perusahaan penerbangan dalam hal bertindak untuk dan atas nama perusahaan penerbangan. Berdasarkan pasal 17 Konvensi Warsawa 1929, bentuk-bentuk kerugian yang dapat ditimbulkan oleh suatu kecelakaan pesawat udara dan yang dapat diberikan santunan adalah : 1. Kerugian yang diderita dalam hal penumpang meninggal dunia 11 Brad Kizza dalam K. Martono dan Ahmad Sudiri, op.cit, hlm 247.

2. Kerugian yang diderita dalam hal penumpang mengalami luka-luka 3. Kerugian yang diderita dalam hal penumpang mengalami penderitaan badani lainnya. Bila peristiwa tersebut terjadi selama berada dalam pesawat udara atau pada waktu melakukan embarkasi dan disembarkasi 4. Kerugian yang diderita akibat musnahnya harta benda penumpang pesawat udara. Dari bagian-bagian yang tersebut diatas maka kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan akibat suatu kecelakaan pesawat udara, dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu: a. Kerugian material, berupa musnahnya harta benda penumpang yang biasanya mencapai puluhan atau ratusan juta rupiah, dan juga kerugian karena musnahnya pesawat terbang itu sendiri. b. Kerugian immaterial, berupa kerugian yang timbul karena penumpang meninggal dunia. Selain instrumen Hukum Internasional, di dalam Hukum Nasional juga diatur dalam Undang-undang Penerbangan Republik Indonesia. Tanggung jawab pengangkut dalam hukum nasional terkait hal-hal pengangkutan seperti tiket penumpang pesawat udara, boarding passs, tanda pengenel bagasi, dan lain sebagainya. Selain itu pengangkut juga mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian kepada korban baik penumpang, cargo, ganti rugi bagasi tercatat, ganti rugi terhadap pihak ketiga, dan kewajiban mengasuransikan tanggung jawab mereka terhadap penumpang. 12 Beberapa praktik penggantian kerugian yang pernah terjadi di Indonesia baik oleh penumpang maupun pihak ketiga: ganti kerugian Rp. 1.500.000 dalam perkara kecelakaan pesawat Dakota P.N Garuda di gunung burangrang tahun 1960, ganti rugi dalam kecelakaan pesawat udara milik PT Bouraq Indonesia Airlines di Karawang, Jawa Barat, dan masih banyak lagi. 12 K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Jakarta: Rajawali Press, 2013, hlm. 212.

3. Bentuk Asuransi Kecelakaan Pesawat Terbang Menurut E. Suherman: mengenai tanggung jawab kecelakaan harus kita bedakan apakah kecelakaan terjadi pada suatu penerbangan internasional atau dalam negeri. Karena hal ini mempunyai akibat bagi pihak yang dirugikan. Perbedaan dapat dilihat dari tiket dan surat muatan. Tanggungjawab penerbangan internasional diatur dalam: Konvensi Warsawa (1929), Protokol Den Haag (1955), Perjanjian Guadalajara (1961), dan Protokol Guatemala (1971). 13 Jika terjadi di Indonesia, berdasarkan UU Republik I Indonesia No. 33 Tahun 1964 telah dikeluarkan sistem jaminan social terhadap penumpang pesawat udara yang mengalami kecelakaan yang biasa disebut asuransi jasa raharja. 14 Setiap penumpang pesawat udara diwajibkan membayar iuran perusahaan penerbangan yang mengalami kecelakaan untuk menutup kerugian yang diderita karena kematian dan cacat tetap akibat kecelakaan pesawat udara. Tidak ada penjualan tiket pesawat udara tanpa adanya pembayaran iuran wajib dana kecelakaan pesawat udara, dengan demikian setiap penumpang pesawat udara yang sudah memiliki tiket, otomatis sudah termasuk membayar asuransi wajib dana kecelakaan pesawat udara. 15 13 E. Suherman, Op.Cit, hlm. 40 14 K. Martono dan Agus Pramono, Op.Cit, hlm. 209 15 Ibid, hlm. 210

III. Penutup 1. Kesimpulan Bahwa dunia pengangkutan udara atau penerbangan dan dunia regulasi penerbangan adalah sesuatu yang rumit dimana terdapat berbagai macam peraturan baik dari sisi Hukum Internasional maupun Hukum Nasional. Dalam kajian makalah ini terfokus terhadap permasalahan pertanggungjawaban pengangkutan udara dari sisi aspek tanggung jawab pengangkut/perusahaan maskapai penerbangan. Regulasi yang digunakan adalah: Konvensi Warsawa (1929), Protokol Den Haag (1955), Perjanjian Guadalajara (1961), dan Protokol Guatemala (1971), Undang-undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Space Treaty 1967, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keselamatan Penerbangan, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara. Konsep pertanggungjawaban dalam hukum udara dikenal: dianggap bertanggungjawab (presumption of liability), pembatasan pertanggungjawaban (limitation liability), dan pertanggungjawaban mutlak (strict liability). Objek pertanggungjawaban dalam pesawat terbang adalah: kerusakan atau kehilangan barang, muatan cargo, kecelakaan pesawat, dan lain-lain. Subjek yang mendapatkan ganti kerugian: awak pesawat utama, awak pesawat cadangan, observer, dan juga penumpang. 2. Saran Pesawat terbang khususnya di Indonesia masih sebagai transportasi yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia karena jarak antara provinsi ke provinsi yang lain di Indonesia cukup jauh, Untuk itu, perlu terus dibenahi pelayanan kepada penumpang untuk perusahaan penerbangan dan kualitas pelayanan bandara pula. Sistem keamanan dan keselamatan harus dipatuhi berdasarkan regulasi yang berlaku. Di hari penerbangan nasional 9 April 2014 ini, semoga dunia kedirgantaraan Indonesia semakin maju.

IV. Bibliografi Buku 1. Martono, K dan Pramono, Agus., Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional. Jakarta: Rajawali Press. 2013. 2. Martono, K dan Sudiro, Ahmad., Hukum Angkutan Udara: Berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 2009, Jakarta: Rajawali Press, 2010. 3. Pramono, Agus, Dasar-dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011 4. Suherman, E, Hukum Udara Indonesia dan Internasional. Bandung: Alumni, 1979. Makalah/Skripsi 1. Dermawan, Febri (tanpa tahun). Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Terhadap Penumpang Sipil Pada Kecelakaan Pesawat Udara dalam Lingkup Hukum Internasional. file:///c:/users/seven/downloads/ipi110780.pdf diakses pada tanggal 9 April 2014. 2. Tampubolon, Berry (2013)., Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Penumpang Dalam Hal Terjadi Keterlambatan Penerbangan (Flighht Delayed) Pesawat dalam Pengangkutan Udara Niaga. Skripsi. Bandung: Fakultas Hukum Unpad., http://fh.unpad.ac.id/repo/2013/07/tinjauan-yuridistanggung-jawab-pengangkut-terhadap-penumpang-dalam-hal-terjadiketerlambatan-penerbangan-flight-delayed-pesawat-dalam-pengangkutan-udaraniaga/, diakses pada tanggal 9 April 2014. Regulasi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan