Gambar 3 Diagram alir metodologi

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit.

PENILAIAN DAMPAK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP WILAYAH PESISIR

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Jl. Raya Kaligawe Km. 4, Semarang Jawa Tengah 2

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

PENDAHULUAN. Laut yang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia membuat banyak terbentuknya

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB III BAHAN DAN METODE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB III METODE PENELITIAN

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Studi Kenaikan Muka Air Laut Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-1 (Studi Kasus : Perairan Semarang)

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

Gambar 6. Peta Kecamatan di DAS Sunter.

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

III. BAHAN DAN METODE

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

III. METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman Online di :

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

ANALISIS KERENTANAN PANTAI BERDASARKAN COASTAL VULNERABILITY INDEX (CVI) DI PANTAI KOTA MAKASSAR

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

Gambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK

DAMPAK DAN ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT KENAIKAN MUKA LAUT DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR. Marita Ika Joesidawati

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

ANALISA DATA PASANG DAN SATELIT ALTRIMETRI SEBAGAI KAJIAN FLUKTUASI MUKA AIR LAUT DI PESISIR KOTA SURABAYA PERIODE

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

RANCANGAN POLA PENGEMBANGAN IRIGASI POMPA DANGKAL BERDASARKAN DATA GEOSPASIAL PADA DAERAH IRIGASI POMPA III NAGARI SINGKARAK

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Pemodelan Hidrologi Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Di Sebagian Wilayah Surakarta Menggunakan SIG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau

Transkripsi:

6 penetapan sempadan pantai dan sungai. Kedua penetapan sempa, pantai dan sungai. Kedua pemerintah harus melakukan penyuluhan dan penyampaian informasi ke publik. Ketiga pemerintah harus mengadakan pelatihan dan simulasi mitigasi bencana. Kenaikan muka air laut tidak hanya merusak bangunan fisik tetapi juga lahan pertanian akibat adanya intrusi air laut. Intrusi air laut mengakibatkan menigkatnya kadar garam dalam tanah. Perlu adanya upaya rehabilitasi untuk mengurangi kadar salinitas lahan. Selain itu, juga untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. III.METODOLOGI 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 9 bulan sejak bulan April 2010 hingga Desember 2010, di laboratorium Klimatologi terhadap wilayah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. 3. 2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat PC dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2007, Visual Basic 6. 0, ArcView 3. 2, Global Mapper 8. 0, Wordpad, ferret, dan Microsoft Word 2007. Dalam memprediksi kenaikan muka air laut digunakan citra satelit altimetri. Citra tersebut merupakan gabungan dari 4 citra satelit yaitu Topex / Poseidon, Envisat, Jason 1, dan Jason 2. Citra tersebut merupakan rataan kenaikan muka air laut selama 2002 2010. Data yang digunakan merupakan data sekunder yaitu Peta DEM SRTM 30x30m yang mempunyai format ASCII. Peta ini dipilih karena berbentuk matriks dua dimensi. Hal ini akan memudahkan dalam pembuatan logika model. Kerugian ekonomi dihitung berdasarkan luas lahan yang tergenang. Untuk mengestimasi kerugian ekonomi digunakan data GDP per kapita. Sedangkan, dalam penentuan jumlah pengungsi digunakan data jumlah penduduk ratarata. 3. 3 Metode Penelitian Metode yang dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan diagram alir berikut Gambar 3 Diagram alir metodologi

7 3. 3.1 Prediksi Kenaikan Muka Air Laut Prediksi kenaikan muka air laut diperoleh dari citra satelit altimetri. Citra satelit diperoleh dengan mengunduh dari Aviso Oceanobs. Ekstraksi citra dilakukan dengan menggunakan ferret. Citra diubah ke dalam bentuk grid. Setelah ekstraksi citra dilakukan kemudian croping citra. Croping dilakukan terhadap wilayah Pulau Jawa. Koordinat pulau jawa yaitu 105E115E untuk region x dan 4S8S untuk region y. Setelah Ekstraksi dan Croping dilakukan kemudian citra disimpan dalam format txt. Tahapan yang sama dilakukan untuk setiap citra. Dari keempat data citra tersebut akan diperoleh data rata rata kenaikan muka air laut dari tahun 20022010. Semua data yang diperoleh dari keempat citra kemudian diambil rataannya. Rataan ini merupakan laju kenaikan muka air laut untuk wilayah Semarang. 3. 3.2 Peta Wilayah Genangan Pembuatan peta wilayah genangan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yang terbuat dari VBA for Excel. Perangkat lunak ini secara otomatis akan menghitung luas wilayah yang tergenang, luas wilayah keseluruhan, panjang garis pantai, dan kemiringan pantai. Penggunaan Visual Basic for Application Excel atau biasa disebut dengan VBA macro dipilih karena peta DEM SRTM dapat dibuka dengan menggunakan excel. Selain itu, juga untuk memudahkan visualisasi wilayah genangan. Bahasa pemrograman yang digunakan dalam VBA macro merupakan bahasa visual basic dengan beberapa modifikasi yang dapat memudahkan penggunanya. Beberapa kemudahan lainnya antara lain bentuk data yang berupa matrik memudahkan untuk menggambil informasi yang terdapat dalam setiap sel data. Gambar 4 Tampilan antar muka perangkat lunak Pemrograman perangkat lunak dibagi menjadi empat tahap, yaitu penentuan luas wilayah genangan, penentuan kemiringan lahan, serta penentuan panjang garis pantai sebelum dan sesudah terjadi kenaikan muka air laut. a. Luas Wilayah Genangan Dalam penentuan luas wilayah genangan input yang dibutuhkan adalah peta DEM dan prediksi tinggi kenaikan muka air laut. Peta DEM oleh perangkat lunak akan dibaca sebagai sebuah matrik. Wilayah yang mempunyai ketinggian akan dianggap sebagai laut dan data yang memiliki ketinggian lebih dari nilai kenaikan muka air laut maka akan dianggap sebagai daratan. 1 0 2 1 1 1 1 7 2 2 2 4 2 11 4 0 0 3 4 0 12 Gambar 5 Peta DEM ASCIIdalam bentuk grid Gambar 6 Ilustrasi profil ketinggian dari pantai ke darat

8 Setelah input data kenaikan muka air laut dilakukan, maka air akan bergerak dari laut sesuai kontur topografi yang ada di peta, dan wilayah yang tergenang air laut akan diberi nilai 9998. Laut akan menjadi warna biru muda, daratan hijau, dan wilayah yang tergenang akan diberi warna biru. Karena air yang menggenangi wilayah daratan hanya air yang berasal dari laut, maka air yang berasal dari darat seperti danau dan sungai dianggap sebagai daratan. Gambar 7 Wilayah yang tergenang pada saat ketinggian muka laut 1 m Gambar 8 Ilustrasi wilayah yang terhalang topografi 1 0 2 1 1 1 1 7 2 2 2 4 2 11 4 0 0 3 4 0 12 Air laut akan menggenangi wilayahwilayah yang memiliki ketinggian kurang dari KML (Kenaikan Muka Laut) dan tidak terhalang oleh topografi disekitarnya. Bila tidak ada jalur masuk air, maka air akan terhenti di titik tersebut dan akan mencari wilayah lain yang lebih rendah dari KML dan tidak terhalangi oleh topografi. 1 0 2 1 1 1 1 Dalam proses kenaikan muka air laut, sungai merupakan salah satu jalur yang dilalui oleh air untuk menuju ke daratan. Dengan asumsi tidak ada air yang berasal dari darat, maka air akan masuk melalui anak sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya yang memiliki ketinggian kurang dari KML. Gambar 11 Air masuk melalui sungai 1 0 2 1 1 1 1 7 0 2 2 4 2 11 4 0 0 3 4 0 12 3 1 1 2 4 1 4 3 1 4 4 1 2 4 Setelah air tidak dapat mengalir, maka akan melakukan evaluasi ulang terhadap semua data. Semua daerah yang tergenang akan dihitung luasannya. Luasan diperoleh dengan memberikan nilai 1 pada setiap cells yang tergenang, kemudian jumlahnya dimasukkan kedalam persamaan (1), dimana setiap cells memiliki luas yang sama tergantung dari ukuran peta. Dalam hal ini terdapat beberapa ukuran peta yaitu 90x90 dan 30x30, atau dapat pula ditentukan dari informasi cells size yang terdapat pada header peta. Luas = cells cells size..... (1) Dari hasil persamaan tersebut maka kita akan mengetahui luas wilayah yang tergenang. Luas wilayah ini kemudian akan digunakan untuk menentukan besarnya kerugian ekonomi yang terjadi akibat kenaikan muka air laut. 7 2 2 2 4 2 11 4 0 0 3 4 0 12 Gambar 9 Wilayah yang tergenang saat ketinggian lebih dari 2 m Gambar 10 Ilustrasi wilayah yang tergenang

9 b. Kemiringan Pantai Gambar 13 Ilustrasi penentuan panjang garis pantai. Setelah diketahui jumlah sisi yang bertemu dengan daratan, maka panjang garis pantai dapat diketahui melalui persamaan Gambar 12 Ilustrasi kemiringan pantai. Sudut kemiringan pantai diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2, θ = arctan y.. (2) x Dimana y merupakan ketinggian pada titik tertentu dan x merupakan jarak dari garis pantai sampai ke titik tersebut. Dalam penetuan kemiringan pantai, diasumsikan bahwa panjang x adalah panjang cells size dalam header peta dan tinggi y adalah nilai ketinggian dari setiap wilayah yang bersinggungan dengan laut. Kemudian semua nilai tersebut diambil rataannya berdasarkan panjang garis pantai. c. Panjang Garis Pantai Garis pantai menurut Triatmodjo 1999, adalah garis batas pertemuan antara daratan dan lautan yang posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut dan erosi atau akreasi pantai yang terjadi. Dari definisi tersebut maka dapat dibuat sebuah asumsi bahwa setiap sisi lautan yang beringgungan dengan daratan adalah garis pantai. Sehingga panjang garis pantai dapat dihitung dengan mengidentifikasi nilai cells yang terdapat disekitar air laut ( ). Bila di salah satu sisi cells tersebut terdapat nilai yang lebih besar dari maka akan di identifikasi sebagai daratan, kemudian semuanya akan dijumlahkandan panjang garis akan bertambah sesuai dengan jumlah sisi yang bertemu dengan nilai cells yang lebih besar dari dan 9998. garis pantai = sisi panjang sisi (3) Panjang garis pantai akan dihitung dua kali yaitu sebelum dan setelah kenaikan muka air laut. Perubahan panjang pantai akan sangat berpengaruh terhadap biaya proteksi. Pergeseran wilayah pantai akan mengurangi luas daratan dan dapat pula menambah panjang garis pantai. Pertambahan panjang garis pantai dapat diakibatkan karena wilayah pantai yang tergenang berkelokkelok. Gambar 14 Ilustrasi pertambahan panjang garis pantai akibat kenaikan muka air laut 3. 3.3 Peta Penggunaan Lahan Peta pengguaan lahan dibuat dengan menggunakan ArcView 3. 3. Peta baru dibuat berdasarkan peta penggunaan lahan yang telah ada. Peta ini merupakan polygon yang dibuat mengikuti pola penggunaan lahan pada wilayah genangan. Poligon yang terbentuk akan mewakili luasan satu penggunaan lahan. Luas dari poligon diketahui dengan menggunakan Xtool yang terdapat di ArcView. Antara polygon dan peta DEM memiliki perbedaan proyeksi UTM dan Geographic, sehingga hasil dari Xtool

10 tidak dapat langsung digunakan. Luas dari masingmasing poligon diketahui dengan menggunakan perbandingan luas. Luas poligon diubah menjadi persentase luas, untuk kemudian dibandingkan dengan luas pada peta DEM. Asumsi yang digunakan dalam penetuan wilayah genangan adalah wilayah genangan hanya akan dibagi menjadi tiga yaitu lahan basah, lahan kering, dan pemukiman. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun dan merupakan lahan yang digunakan untuk konservasi alam, yang termasuk ke dalam lahan basah adalah bakau dan rawa. Lahan kering merupakan wilayah yang digunakan sebagai areal pertanian dan merupakan tempat melakukan kegiatan ekonomi. Wilayah yang termasuk lahan kering adalah areal pertanian, perternakan, pertambakan dan perkebunan. Wilayah yang terakhir adalah pemukiman. 3. 3.4 Nilai Ekonomi Dari Lahan Niai ekonomi dihitung berdasarkan jenis lahan pada wilayah tersebut. Sugiyama (2007) memisahkan jenis lahan yang tergenang menjadi dua yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang digunakan dalam rangka pelestarian lingkungan. Sedangkan lahan kering merupakan lahan yang digunakan oleh manusia untuk melakukan kegiatan ekonomi. Dalam studi ini ini ditambahkan lahan pemukiman. Lahan pemukiman dipisahkan dari lahan kering karena dianggap tidak menghasilkan output ekonomi. a. Nilai Ekonomi Lahan Basah Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun. Yang termasuk ke dalam jenis lahan ini adalah rawa dan mangrove. Besarnya nilai lahan basah diketahui per hektar dengan persamaan yang dibuat oleh Toll. γ = GDPr 20.000 1+(GDPr 20.000) GDPn 20.000 1+(GDPn 20.000)..... (4) Dimana nilai lahan basah untuk setiap Ha adalah 20 ribu US$. Sehingga untuk mengetahui nilai lahan basah pada wilayah tertentu digunakan GDP per kapita pada wilayah tersebut. Setelah diketahui nilai nilai lahan basah untuk setiap hektarnya, maka total kerugian dapat diketahui melalui persamaan: w t = γ Ω.................. (5) Luas wilayah yang terendam dalam satuan hektar diwakilkan dengan Ω. b. Nilai Ekonomi Lahan Kering Jenis lahan yang kedua menurut Sugiyama (2007) adalah lahan kering. Lahan kering merupakan lahan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan ekonomi. Untuk menghitung nilai ekonomi yang dihasilkan dari penggunaan lahan tersebut digunakan nilai output ekonomi per segmen area. Untuk memperolehnya digunakan persamaan: δ = economic output multiplier GDP (6) Setelah diketahui nilai output ekonomi, maka nilai kerugian ekonomi akibat kehilangan lahan kering diketahui dengan persamaan: d 0 t = δ Luas wilayah........... (7) Nilai output ekonomi memiliki nilai yang berbedabeda untuk setiap jenis komoditas, selain itu juga berbeda pada setiap wilayah. Nilai output ekonomi menggambarkan komoditas unggulan pada wilayah tersebut. c. Nilai Ekonomi Pemukiman Wilayah pemukiman merupakan wilayah yang mempunyai perhitungan nilai ekonomi tersendiri. Kerugian ekonomi pada wilayah pemukiman diduga dengan menghitung luas wilayah yang terendam dan nilai lahan terbangun dari wilayah tersebut. Nilai ekonomi untuk pemukiman dihitung dengan menggunakan persamaan 8. Luas wilayah *harga lahan terbangun (8) Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah bahwa nilai seluruh lahan terbangun adalah sama untuk setiap wilayah yang tergenang. d. Nilai Lingkungan Nilai diperoleh berdasarkan persamaan yang terdapat sugiyama 2007. Dimana minimalisasi biaya ekonomi dihitung berdasarkan biaya proteksi atas pantai, biaya kehilangan lahan basah, biaya kehilangan lahan kering dan keuntungan yang timbul akibat adanya growth factor. Pada penelitian ini growth factor

11 dianggap nol. Sehingga biaya proteksi pantai dapat diketahui dari biaya kehilangan lahan basah dan biaya kehilangan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun, dalam hal ini rawa digolongkan sebagai lahan basah. Sedangkan lahan kering merupakan lahan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan ekonomi. Wilayah pemukiman dan sawah digolongkan sebagai lahan kering. 3. 3.5 Jumlah Pengungsi Besarnya jumlah pengungsi diperkirakan dari luas wilayah pemukiman yang tergenang dan kepadatan penduduk pada wilayah tersebut. Data kepadatan penduduk diperoleh dari BPS 2009 dan dengan asumsi tidak ada peningkatan jumlah penduduk selama terjadi bencana. Maka jumlah pengungsi dapat diketahui dengan menggunakan persamaan: pengungsi = luas pend km2...... (9) Besarnya jumlah pengungsi dapat digunakan untuk menentukan tahapan mitigasi dan jenis adaptasi yang harus dilakukan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prediksi Kenaikan Muka Air Laut Kenaikan muka air laut terjadi akibat mencairnya es di kutub sebagai dampak dari naiknya suhu global. Tren meningkatnya muka air laut sejalan dengan tren meningkatnya suhu bumi. Pengukuran terhadap peningkatan muka air laut telah dilakukan sejak abad ke18 dengan memanfaatkan data pasang surut. Pada saat ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan citra satelit diantaranya yaitu Topex/ Posseidon, Jason1, dan Jason2. Selain itu, Envisat, ERS1 dan ERS2 juga digunakan untuk menghitung kenaikan muka air laut di wilayah lintang tinggi. Keempat satelit tersebut telah mengalami koreksi data terhadap berbagai pengaruh global. Laju Kenaikan muka air laut diprediksi dengan menggunakan data citra satelit altimetri. Dari data citra tersebut dilakukan croping pada wilayah semarang. Datadata tersebut kemudian diambil rataan wilayahnya. Dari rataan tersebut diperoleh empat laju kenaikan muka air laut untuk wilayah laut jawa. Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit. Satelit Laju Kenaikan Muka air laut (mm/tahun) Jason 1 9,86 Jason 2 6,333 Topex 6,835 Merged 4,452 Dari keempat citra diperoleh bahwa laju kenaikan muka air laut dari Citra Jason1 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 9,86 mm/ tahun, sedangkan pada citra merged merupakan yang terendah dengan laju kenaikan muka air laut adalah 4,452 mm/tahun. Dari keempat laju tersebut kemudian diperoleh laju rataan yaitu sebesar 6,87 mm / tahun. Berdasarakan Prediksi yang diperoleh laut jawa memiliki laju kenaikan muka air laut sebesar 0,69 m per 100 tahun atau 0,006 m per tahun, dengan menggunakan asumsi bahwa keniakan muka air laut bersifat statis setiap tahun maka kenaikan muka laut untuk wilayah semarang diktahui 0,35 m untuk tahun 2050 dan 0,69 m untuk tahun 2100. Tabel 4 Kenaikan muka laut Kota Semarang per 50 tahun Tahun Kenaikan Muka air laut (m) 2000 0 2050 0,35 2100 0,69 Hasil tersebut berbeda dengan hasil prediksi yang dilakukan oleh BAPPENAS (2010) yaitu sekitar 1 m/abad atau 1 cm/tahun. Hal tersebut dikarenakan data prediksi yang dihasilkan merupakan data hasil dari olahan model, satelit altimetri, dan data pasang surut. Data pasang surut tertinggi bulanan berdasarkan hasil pemodelan OTIS (Ocean Tidal Inverse Solution). Kenaikan muka laut di Kota Semarang tidak hanya disebabkan oleh naiknya muka air laut, tetapi juga akibat turunnya muka tanah akibat kompaksi lahan. Asumsi yang digunakan untuk menentukan kenaikan muka air laut dalam penelitian ini adalah bahwa kenaikan muka air laut hanya berasal dari laut. Faktorfaktor lain yang memperngaruhi seperti El Nino dan La Nina, serta kompaksi lahan tidak dimasukkan ke