18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 873,019 Ha dengan luas daratan sebesar 788,019 Ha dan tanah sawah sebesar 85 Ha. Desa Gorowong sejak tahun 1982 dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki industri batu bata. Sehingga di wilayah Desa Gorowong banyak ditemukan 1 lio atau industri pembuatan batu bata yang dimiliki oleh warga Desa Gorowong. Seluruh penduduk Desa Gorowong memeluk agama Islam yaitu sebesar 7330 jiwa dari total penduduk 7330 jiwa. Adapun jumlah kampung yang terdapat di Desa Gorowong adalah sebanyak 14 kampung yang tersebar di beberapa wilayah Desa Gorowong. Secara geografis Desa Gorowong dibatasi oleh beberapa wilayah bagian yaitu sebelah utara dibatasi oleh Desa Lumpang/Pingku, sebelah timur oleh desa Pingku/Dago, sebelah selatan dibatasi oleh Desa Rengasjajar/Dago, dan di sebelah barat dibatasi oleh wilayah Desa Jagabaya/Lumpang. Areal pemukiman Desa Gorowong terbagi menjadi 6 Rukun Warga (RW) dan 22 Rukun Tetangga (RT). Desa Gorowong memiliki ketinggian 8 mdpl (dari permukaan laut), dengan tinggi curah hujan 23 m 3, dan jenis daratan Desa Gorowong adalah tanah bergelombang dengan suhu udara berkisar antara 20-34 o C. Mayoritas jenis tanah di Desa Gorowong mengandung tanah liat alluvial, yaitu tanah liat yang diendapkan oleh air sungai. Tanah alluvial inilah yang menjadi bahan baku dalam pembuatan batu bata. Jarak pemerintahan Desa Gorowong dengan Ibu Kota Kecamatan memiliki jarak tempuh 7 km, sementara jarak desa dengan Ibu Kota Kabupaten dapat ditempuh dengan jarak 60 km, sedangkan jarak pusat pemerintahan desa dengan Ibu Kota Negara memiliki jarak tempuh 55 km. Akses jalan menuju Desa 1 Lio merupakan bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyebutkan batu bata
19 Gorowong masih tergolong sulit. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang rusak dan sarana transportasi seperti kendaraan umum yang memiliki jam operasi yang terbatas melintas di sekitar jalan raya menuju Desa Gorowong. Adapun kendaraan yang sering melintas setiap hari adalah kendaraan truk pengangkut batu bata. Akses menuju Desa Gorowong hanya dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan motor melalui jasa tukang ojeg dan menggunakan angkot dengan jam operasional hanya sampai pukul 12.00 WIB. Tata guna lahan di Desa Gorowong sebagian besar digunakan sebagai lahan Lio atau industri batu bata dengan persentase sebesar 37,86 persen atau seluas 330 hektar. Sementara itu peruntukkan lahan lainnya digunakan sebagai lahan pemukiman dengan luas 130 hektar atau sebesar 14,89 persen, tanah kehutanan dengan luas 125 hektar atau sebesar 14,32 persen, pertanian seluas 85 hektar atau sebesar 9,74 persen. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel. 1 di bawah ini. Tabel 1. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di Desa Gorowong, 2010. No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Hektar) Persentase (%) 1 Pemukiman 130 14,89 2 Pertanian 85 9,74 3 Kehutanan 125 14,32 4 Gedung Sekolah 2 0,23 5 Industri batu bata 330,52 37,86 9 Pemakaman 15 1,72 10 Perkantoran 0,5 0,06 11 Lainnya 184,99 21,07 Jumlah 873,019 100 Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010 Peruntukkan lahan mayoritas digunakan sebagai industri batu bata, kehutanan dan pemukiman. Peruntukkan lahan untuk pertanian terlihat cukup rendah dibandingkan dengan peruntukan lahan untuk kehutanan dan industri batu bata, hal ini dikarenakan struktur tanah di Desa Gorowong yang memang tidak cocok digunakan untuk usaha tani, sehingga peruntukan lahan pertanian di Desa Gorowong lebih kecil dibandingkan dengan industri batu bata. Perbandingan antara lahan kehutanan dengan lahan industri batu bata tidak terlihat saling
20 mengkonversi. Karena status kepemilikan lahan kehutanan yang bukan dimiliki oleh pribadi tetapi oleh perum perhutani. 4.1.1 Gambaran Industri Batu Bata di Desa Gorowong Pada mulanya sebelum industri batu bata ini berkembang, masyarakat di Desa Gorowong bermata pencaharian sebagai petani dan banyak pula yang melakukan migrasi keluar daerah. Alasan masyarakat melakukan migrasi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pilihan mata pencaharian yang terbatas, tingkat kesuburan tanah yang kurang sehingga hasil sawah menjadi kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1982 industri batu bata mulai marak berkembang di Desa Gorowong, hal ini disebabkan oleh kualitas tanah liat di Desa Gorowong cocok digunakan untuk batu bata, yaitu ketika tanah liat tersebut dicetak dan dibakar menjadi batu bata, batu bata tersebut tidak pecah. Tidak mengherankan ketika industri batu bata ini masuk ke wilayah Desa Gorowong dan mulai banyak dikembangkan oleh masyarakat, warga yang tadinya keluar daerah kembali lagi ke Desa Gorowong untuk bekerja di sektor industri batu bata ini. Hingga kini, industri batu bata di Desa Gorowong berkembang pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian Desa Gorowong. berkat adanya Lio/industri batu bata di Desa Gorowong ini, desa menjadi maju, pendapatan daerahnya jadi meningkat dibandingkan dengan dahulu sebelum industri batu bata marak di daerah ini, selain itu dampak dari maraknya industri batu bata di daerah Gorowong, memperluas lapangan kerja di wilayah Desa, jadi banyak keuntungan yang didapat dari maraknya industri batu bata di sini (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong). Pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa Gorowong, sama halnya seperti yang disampaikan oleh informan-informan lainnya, yaitu keberadaan industri batu bata di Desa Gorowong telah membawa kemajuan bagi Desa Gorowong. 4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk Desa Gorowong yang berjumlah 7.330 jiwa, yang terbagi dalam penduduk laki-laki dengan jumlah 3.780 jiwa dan penduduk perempuan dengan jumlah 3.550 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) di Desa Gorowong adalah 1.749 KK. Tingkat pendidikan di Desa Gorowong masih
21 tergolong rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat Desa Gorowong, dimana angka tidak lulus pendidikan umum sebanyak 1.988 jiwa atau sebanyak 27,12 persen, kemudian tingkat lulus sekolah dasar yaitu sebanyak 1.964 jiwa atau sebanyak 26,80 persen. Penduduk yang sedang menjalani sekolah dengan sebesar 20,14 persen atau sebanyak sebesar 1.476 jiwa. Penduduk yang tamat SMP/sederajat sebanyak 1.120 jiwa atau sebesar 15,28 persen, tamat SMA/sederajat sebanyak 737 jiwa atau sebesar 10,05 persen dan tamat perguruan tinggi/akademi sebanyak 45 jiwa atau sebesar 0,61 persen. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gorowong, 2010 No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Sedang sekolah 1.476 20,14 2 Tidak tamat sekolah 1.988 27,12 3 Tamat SD/Sederajat 1.964 26,80 4 Tamat SMP/Sederajat 1.120 15,28 5 Tamat SMA/Sederajat 737 10,05 6 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 45 0,61 Jumlah 7.330 100 Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010 Rendahnya pendidikan akan mempengaruhi tingkat kesulitan akan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga nantinya akan ikut mempengaruhi tingkat kesejahterahan masyarakat. Desa Gorowong memiliki mata pencaharian penduduk yang beragam, hal ini tertera pada Tabel 3 di bawah ini. Mayoritas masyarakat Desa Gorowong memiliki mata pencaharian sebagai pembuat batu bata sebanyak 2.665 jiwa atau sebesar 40,50 persen, wiraswasta berjumlah 1.200 jiwa atau sebesar 18,24 persen, dan petani yang berjumlah 850 jiwa dengan persentase 12,91 persen. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa mata-pencaharian di Desa Gorowong pada saat ini adalah sektor pekerjaan non-pertanian yaitu sebagai pembuatan batu bata yang merupakan sektor pekerjaan yang paling banyak ditekuni oleh masyarakat, selain
22 karena kondisi tanah yang tidak cocok untuk pertanian, sektor industri batu bata juga memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gorowong, 2010 No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Pegawai Negeri Sipil 25 0,38 2 Karyawan Swasta 400 6,08 2 Pedagang 155 2,35 3 Petani 850 12,91 4 Buruh 750 11,40 5 Anggota TNI 2 0,03 6 Pengemudi 452 6,87 7 Tukang Ojek 25 0,38 8 Bidan/Perawat 5 0,07 9 Paraji/Dukun Beranak 10 0,15 10 Dukun Khitan/Bengkong 3 0,04 11 Tukang Bangunan 25 0,38 12 Tukang Servis Elektronik 3 0,04 13 Tukang Servis otomotif 10 0,15 14 Wiraswasta 1.200 18,24 15 Pembuat Batu Bata 2.665 40,50 Jumlah 6.580 100 Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010 Aktivitas industri batu bata merupakan tindakan adaptif masyarakat lokal terhadap potensi sumberdaya tanah yang memang cocok untuk industri batu bata daripada untuk kegiatan pertanian. Disini (Gorowong) sawahnya sedikit dibandingkan desa yang lain, hal ini dikarenakan tanah memiliki kandungan asam yang tinggi, dan tanahnya lebih cocok untuk dijadikan batu bata (Lio) atau bahan baku keramik dan bukan untuk pertanian. (Bapak Bnk, 56 tahun ketua kelompok tani, Desa Gorowong).
23 Data mata pencaharian tersebut tidak selalu menunjukkan aktivitas nafkah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya di lapangan terdapat masyarakat yang menerapkan pola nafkah ganda seperti penerapan pola nafkah sektor pertanian atau pertanian-non pertanian serta adanya perpindahan kerja dari waktu ke waktu yang dilakukan oleh masyarakat setempat. 4.2 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan kampung di Desa Gorowong yang memiliki industri batu bata dan areal persawahan yang cukup banyak dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya di Desa Gorowong. Kampung Ater dan Kampung Ciawian memiliki karakteristik yang hampir sama, yang membedakan antara dua kampung tersebut adalah banyaknya areal lahan pertanian. Di Kampung Ater, lahan pertanian cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan Kampung Ciawian, dan Kampung Ater memiliki jumlah industri batu bata yang lebih banyak dibandingkan dengan Kampung Ciawian. Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian sangat beragam, diantaranya yaitu sebagai petani, buruh pembuat batu bata, sopir truk pengangkut bata/tanah, dan pedagang. Rata-rata hasil dari pertanian untuk jenis komoditas padi tidak dijual ke orang lain. Namun, hasil pertanian tersebut hanya di konsumsi oleh anggota keluarga petani itu sendiri. Hal ini dikarenakan hasil yang didapat dari penjualan padi tidak begitu memberikan pengaruh dalam pendapatan keluarga, serta banyaknya jumlah anggota dalam keluarga. Sehingga hasil dari pertanian hanya mencukupi konsumsi anggota keluarga petani saja. Namun, ada pula beberapa orang yang memiliki lahan sawah cukup luas dan hasil padi yang memuaskan yang menjual padi tersebut. 4.2.1 Karakteristik Responden Rata-rata umur responden dalam penelitian ini adalah 38 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas pendidikan responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian adalah tamat SD yaitu sebesar 66,67 persen atau sebanyak 20 responden di Kampung Ater tamat SD dan sebesar 70 persen atau sebanyak 21 responden di Kampung Ater hanya tamat SD. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 3 berikut.
24 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 6.67% 10% 66.67% 13.33% 3.33% 6.67% 70% 20% Lainnya tamat PT tamat SMA tamat SMP tamat SD tidak tamat SD kampung Ater kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 3 Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Tingkat pendidikan responden pada kedua kampung tersebut adalah tingkat pendidikan kepala rumahtangga baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian. Rendahnya tingkat pendidikan kepala rumahtangga sedikit mempengaruhi tingkat pendidikan anaknya. Ada beberapa anak-anak dari responden yang berusia usia sekolah lanjut yang tidak meneruskan sekolah lagi, dan memutuskan untuk bekerja hal ini dikarenakan jarak lokasi sekolah yang cukup jauh untuk mengenyam pendidikan tingkat lanjut serta kendala dalam pembiayaan sekolah, serta desakan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk bekerja. Disini penduduknya kebanyakan hanya berpendidikan SD, karena kendala biaya yang dialami oleh rumahtangga untuk meneruskan ke tingkat SMP atau SMA, selain itu juga banyak anak-anak yang lulus SD langsung bawa mobil (menjadi supir red), untuk bantu-bantu penghasilan keluarga. (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong). Rumahtangga Desa Gorowong berdasarkan asal kependudukannya pada penelitian ini dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu penduduk asli, penduduk pendatang, dan penduduk campuran. Penduduk asli dalam hal ini didefinisikan sebagai rumahtangga yang anggota keluarganya telah lahir dan bertempat tinggal
25 di daerah atau lokasi penelitian, penduduk pendatang merupakan rumahtangga dimana anggota keluarganya lahir dan berasal dari luar lokasi penelitian, sedangkan penduduk campuran adalah rumahtangga yang anggota keluarganya berasal dari penduduk asli yang menikah dengan pendatang atau orang dari luar Desa Gorowong. Asal kependudukan masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. 100% 80% 60% 40% 20% 0% 30% 0% 70% Kampung Ater 26.67% 0% 73.33% Kampung Ciawian Penduduk Asli Pendatang Penduduk Campuran Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Gambar 4 di atas menunjukkan persentase penduduk asli, penduduk pendatang dan penduduk campuran di kedua kampung, baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian. Penduduk pendatang kebetulan tidak ditemukan baik pada Kampung Ater dan Kampung Ciawian, hal ini tidak berarti bahwa di kedua kampung tersebut tidak terdapat penduduk pendatang, namun, penduduk Luar kampung atau luar Desa Gorowong kemudian menikah dengan penduduk asli. Hal ini dapat ditujukkan dengan persentase dari penduduk campuran pada Kampung Ater yaitu sebesar 30 persen atau sebanyak sembilan responden, sementara pada Kampung Ciawian yaitu sebesar 26,67 persen atau sebanyak delapan responden merupakan penduduk campuran. Penduduk asli di Kampung Ater sebesar 70
26 persen atau sebanyak 21 responden, pada Kampung Ciawian penduduk asli sebesar 73,33 persen atau sebanyak 22 responden. Karena ada Lio (industri batu bata) di Gorowong, menyebabkan banyak orang-orang luar desa datang ke desa ini, ada orang yang dari Cianjur, Cirebon, Rangkas dan lain-lain yang bekerja di Lio, mereka datang sudah sejak lama kemudian banyak yang menikah dengan warga sini (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong). Adanya penduduk pendatang yang tinggal dan bekerja di Desa Gorowong merupakan salah satu akibat dari menjamurnya industri batu bata di wilayah ini. Maraknya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong telah membuka lapangan pekerjaan tidak hanya menarik minat masyarakat setempat tetapi juga minat masyarakat luar daerah. 4.3 Ikhtisar Desa Gorowong merupakan salah satu desa di Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Gorowong dikenal sebagai desa penghasil batu bata, hal ini terlihat dari tata guna lahan di Desa Gorowong yang sebagian besar digunakan untuk industri batu bata. Industri batu bata di Desa Gorowong dimulai sekitar tahun 1982, sebelumnya masyarakat di Desa Gorowong banyak yang bekerja di luar daerah, namun setelah adanya industri batu bata ini masyarakat yang bekerja di luar daerah kembali lagi ke desa untuk bekerja di sektor industri batu bata. Selain menarik kembali masyarakat Desa Gorowong ke desanya, adanya industri batu bata ini juga menarik perhatian masyarakat luar Desa Gorowong untuk datang dan bekerja di Desa Gorowong. Tidak sedikit pula pendatang yang kemudian menetap di Desa Gorowong dan menikah dengan penduduk asli Desa gorowong. Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan dua kampung penelitian, yang memiliki industri batu bata dan areal persawahan yang cukup besar dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya di Desa Gorowong. Hal yang menjadi pembeda antara Kampung Ater dan Kampung Ciawian adalah banyaknya industri batu bata dan penduduk yang bekerja sebagai petani. Kampung Ater merupakan daerah dengan industri batu bata yang cukup tinggi, sementara Kampung Ciawian merupakan daerah yang penduduknya masih banyak
27 bekerja sebagai petani dan memiliki industri batu bata yang lebih sedikit dibandingkan Kampung Ater. Tabel 4 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong Aspek Penelitian Kampung Ater Kampung Ciawian Agama Islam Islam Tingkat Pendidikan Sangat rendah Sangat rendah Sektor Pekerjaan Non-Pertanian Non-Pertanian dan Pertanian Asal Kependudukan Asli Asli Seluruh penduduk di Kampung Ater dan Kampung Ciawian memeluk agama Islam. Tingkat pendidikan penduduk di Kampung Ater dan Kampung Ciawian tergolong sangat rendah, latar belakang pendidikan penduduknya hanya sebatas tingkat sekolah dasar. Mayoritas penduduk Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan warga asli yang berasal dari Desa Gorowong itu sendiri. Berdasarkan sektor pekerjaan, mayoritas masyarakat bergerak di sektor industri batu bata. Selain karena kondisi tanah yang tidak cocok untuk pertanian, sektor industri batu bata juga memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Hingga kini, industri batu bata di Desa Gorowong berkembang pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian Desa Gorowong.