PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

(biologically based tactics) Modul 1. Pengendalian Hayati Untuk Pengelolaan Hama Kegiatan Belajar 1

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Icerya purchasi & Rodolia cardinalis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENGENDAUAN TERPADU HAMA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Unn.) Dr. Ir. Dadang, MSc. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPS

BAB VII SINTESIS Strategi Pengendalian Hayati Kepik Pengisap Buah Lada

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Mengapa menggunakan sistem PHT? Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Mengapa menggunakan sistem PHT? Mengapa menggunakan sistem PHT?

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

Musuh Alami. Pengendalian Hayati

Baik, berikut adalah penjelasa prinsip bagaimana mengendalikan hama secara alami, Istilah ilmiahnya adalah Pengendalian Hayati.

Pengendalian Hama dengan Varietas Tahan

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN

KONTRAK PEMBELAJARAN (KP) MATA KULIAH BIOKONTROL

I. P E N D A H U L U A N. empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor

VI. PEMBAHASAN UMUM Strategi pengendalian B. tabaci dengan Perpaduan Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggir dan Predator

Implementasi MHPT. Implementasi MHPT

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Pengendalian Hama KULIAH ILMU HAMA HUTAN CHAPTER. Dr.Ir.Musyafa Ir.Subyanto, MS. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

PETUNJUK PENGAMATAN OPT PERKEBUNAN

AUGMENTASI DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN PARASITOID : ANALISIS EKOLOGI AGROEKOSISTEM UNTUK. Damayanti Buchori, IPB Nurindah, BALITTAS

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

I. PENDAHULUAN. D.I.Yogyakarta tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

PENGENDALIAN HAYATI DALAM PERLINDUNGAN TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

PENINGKATAN HASIL USAHATANI SAYURAN MELALUI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

Ilmu Tanah dan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

POKOK BAHASAN KERUSAKAN AKIBAT HAMA

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

*) Dibiayai Dana DIPA Universitas Andalas Tahun Anggaran 2009 **) Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ.Andalas Padang

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

BAB I PENDAHULUAN. tanaman perkebunan. Akan tetapi banyak juga diantara serangga-serangga

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut.

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

POKOK BAHASAN : PENERAPAN PENGENDALIAN HAYATI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

Pengertian dan Arti Penting Perlindungan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

Transkripsi:

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) A. Pendahuluan Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar pengendalian hama dapat dilakukan dengan memadukan pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi. Hal ini dimaksudkan agar pelaku usaha tani dalam mengendalikan hama tidak hanya menggunakan pengendalian kimiawi tetapi juga pengendalian secara hayati. Pestisida hanya digunakan apabila populasi hama meningkat dan berada pada ambang ekonomi, jika populasi hama masih berada di bawah ambang ekonomi, maka pestisida tidak perlu digunakan karena populasi hama akan mengalami tekanan yang berasal dari kompleks musuh alami. Konsep PHT muncul akibat kesadaran tentang bahaya pestisida sintetis sebagai bahan pengendali hama yang digunakan secara tidak terkontrol sehingga mengakibatkan efek samping negative terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Penggunaan pestisida yang tidak terukur dan tidak bijaksana tersebut menimbulkan resistensi/ ketahanan hama terhadap insektisida, timbulnya resurgensi/ peningkatan populasi hama, letusan hama kedua, pencemaran lingkungan, serta meningkatnya biaya pengendalian hama. Mulanya, konsep PHT hanya mengikutsertakan dua metode atau teknik pengendalian, kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang dikenal, termasuk di dalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocoktanam, pengendalian dengan tanaman tahan, pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat diartikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah ambang ekonomi. Dalam penerapannya,, PHT harus memperhitungkan dampaknya, baik yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis sehingga secara keseluruhan dapat diperoleh hasil yang terbaik (Untung, Kasumbogo, 2001). Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini dimaksudkan untuk membahas

mengenai pengelolaan hama secara hayati sebagai salah satu komponen PHT, sehingga dapat menambah informasi dan perhatian stakeholder pertanian terhadap pemanfaatan dan pengembangan agensia pengendali hayati. B. Pengertian Pengendalian Hayati Setiap spesies mempunyai tempat dan peran di alam. Kelangkaan suatu spesies akan menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan dan keharmonisan alam. Populasi spesies akan teratur dalam kompleksitas interaksi dalam jarring makanan. Populasi dalam kurun waktu tertentu dan pada kombinasi komponen ekosistem tertentu akan berada pada suatu keadaan keseimbangan yang dinamik. Populasi hama pada semua tingkatan dapat meningkat atau menurun akibat interaksi yang bersifat kompetitif, antagonistic atau simbiotik. Musuh alami memberikan tekanan antagonis terhadap hama sehingga dikenal sebagai factor pengatur atau pengendali populasi hama yang efektif. Predator, parasitoid, dan pathogen adalah musuh alami yang telah lama digunakan untuk mengendalikan hama. Akan tetapi penggunaan istilah pengendalian hayati (biological control) pada kegiatan tersebut baru dikenalkan pada tahun 1919 oleh Harry Smith dari Universitas California yang mendevinisikan pengendalian hayati sebagai penurunan populasi hama akibat kinerja musuh alaminya. Pengendalian alami adalah pemeliharaan tingkat populasi suatu organisme pada periode tertentu karena aksi factor abiotic dan biotik, sedangkan pengendalian hayati merupakan aksi dari parasitoid, predator dan pathogen dalam usaha untuk memelihara kepadatan populasi organisme lain pada tingkat terendah dibandingkan apabila mereka tidak ada. Menurut Untung, K. (2001) bahwa pengendalian hayati adalah taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Pengendalian alami yaitu proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan manusia.

Beberapa ahli ekologi mengembangkan pengertian pengendalian hayati sebagai penggunaan organisme hidup atau musuh alami untuk menekan kepadatan populasi atau memberi pengaruh terhadap organisme hama spesifik, sehingga menurunkan kepadatan populasi dan menurunkan tingkat kerusakan bila dibandingkan dengan apabila musuh alami itu tidak ada. Keberadaan pengendalian hayati terhadap suatu spesies yang yang bertindak sebagai hama dikarenakan karena mereka telah memasuki dan mempengaruhi rantai makanan yang menuntut adanya jumlah atau level tertentu dari spesies itu dalam jarring makanan. Seringkali pengendalian hayati ditujukan dalam rangka melestarikan musuh alami atau mengembalikan populasi ke level dimana pengendalian alami dapat terjadi, baik melalui introduksi atau manipulasi lingkungan agar peran musuh alami dapat meningkat. C. Agens Pengendali Hayati (Musuh Alami) Populasi organisme secara alami selalu berfluktuasi, kadangkala menurun atau berkurang, kadang meningkat. Kondisi ini terjadi karena adanya factor pembatas baik secara internal maupun eksternal. Faktor internal biasanya disebut sebagai potensi biotik, sedangkan factor eksternal biasa disebut sebagai factor abiotic/ lingkungan. Faktor eksternal mencakup musuh alami, iklim, suplai makanan, dan tempat berlindung. Sedangkan factor internal meliputi umur, jenis kelamin, fisiologi, perilaku, serta genetic. Musuh alami merupakan organisme berupa predator, parasitoid, dan pathogen (antagonis dan entomopatogen) yang merupakan pengendali alami utama hama. Antagonis adalah mikroorganisme yang merupakan pengendali alami penyebab penyakit tanaman, sedangkan entomopatogen adalah mikroorganisme yang digunakan untuk menyebabkan penyakit pada serangga hama. Predator dan parasitoid biasa juga disebut sebagai arthropoda musuh alami. Istilah tersebut selanjutnya disebut sebagai agens hayati. Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga lain atau arthropoda lainnya. Mempunyai ukuran tubuh yang relative sama atau lebih kecil daripada inangnya, membunuh inang, dan memerlukan satu inang untuk berkembang menjadi

dewasa yang hidup bebas. Stadium parasitoid yang membunuh inangnya adalah pradewasa. Stadium inang yang diserang adalah telur, larva/nimfa, pupa, dan jarang sekali imago (Agus, Nurariaty, 2014). Menurut Untung, K. (2001) bahwa ada beberapa faktor yang mendukung efektivitas pengendalian dengan parasitoid, yaitu : 1. Daya kelangsungan hidup yang baik; 2. Hanya satu atau sedikit individu inang diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya; 3. Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun dalam tingkatan yang rendah; 4. Sebagian besar parasitoid adalah monofag atau oligofag yang artinya hanya memiliki kisaran inang yang sempit. Predator adalah organisme atau binatang yang memangsa hama dengan cara membunuh atau makan mangsanya untuk perkembangan dan reproduksinya. Karakteristik umum predator yaitu : 1) Mengonsumsi banyak individu mangsa selama hidupnya; 2) Berukuran sebesar atau lebih besar daripada mangsanya; 3) Stadium yang memangsa adalah larva/nimfa, dewasa (jantan dan betina); 4) Bersifat polifag dan menyerang mangsa pada semua tahap perkembangan; 5) Mangsa biasanya dimakan langsung; 6) Bersifat generalis; 7) Seringkali memiliki cara khusus dalam menangkap mangsanya. Entomopatogen adalah mikroorganisme atau jasad renik yang hidup pada atau di dalam tubuh inangnya sehingga mengakibatkan inang tersebut sakit dan akhirnya mati. Entomopatogen dapat berupa jamur, bakteri, nematoda, protozoa dan virus. Karakteristik pathogen yaitu : 1. Menghambat pertumbuhan inang, menghambat reproduksi inang, membunuh inangnya; 2. Memiliki target inang yang spesifik atau stadium spesifik; 3. Efektifitasnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan; 4. Dapat menimbulkan ledakan penyakit di dalam populasi serangga; 5. Tingkat pengendalian tidak dapat diprediksi dan relative lambat karena memerlukan waktu untuk dapat mengendalikan inangnya (Agus, N. 2014). Tidak semua musuh alami mempunyai karakter yang baik untuk digunakan sebagai agen dalam program pengendalian, karena seringkali musuh alami berfungsi dengan baik di suatu tempat tetapi kurang maksimal pada tempat lain. Terdapat sifat intrinsic musuh alami yang menjadi karakter utama, yaitu mempunyai kemampuan mencari yang tinggi, memiliki spesifikasi inang, memiliki kecepatan berkembang biang

yang tinggi, mampu hidup atau beradaptasi pada zona iklim yang luas, mampu membedakan inang yang cocok,, dan mudah untuk diperbanyak. D. Metode Pengendalian Hayati Umumnya para ahli mengelompokkan praktek pengendalian hayati dalam tiga kategori, yaitu introduksi, augmentasi, dan konservasi. Walaupun ketiga teknik tersebut mempunyai sasaran dan teknik yang berbeda, tetapi pelaksanaannya sering dilakukan secara bersamaan. 1. Introduksi Introduksi merupakan usaha untuk memindahkan musuh alami dari suatu tempat ke daerah sasaran. Teknik ini biasanya juga disebut sebagai importasi musuh alami merupakan praktek pengendalian hayati klasik, karena semua usaha pengendalian hayai pada mulanya menggunakan teknik ini. Tujuan teknik ini adalah melepaskan musuh alami eksotik ke suatu lingkungan yang baru sehingga nantinya dapat mapan secara permanen dan mampu mengendalikan hama dalam jangka panjang tanpa perlu intervensi lebih lanjut. Pendekatan ini digunakan karena beberapa spesies hama invasive tidak memiliki musuh alami lokal yang efektif pada lingkungan barunya. Tahapan yang penting untuk dilalui dalam rangka implementasi teknik pengendalian hayati klasik yaitu : Melakukan seleksi dan penilaian organisme sasaran, studi pendahuluan (penelitian aksonomi dan survei pendahuluan), memilih daerah eksplorasi, memilih musuh alami untuk koleksi, eksplorasi dan pengiriman musuh alami, karantina dan ekslusi dengan mengendalikan organisme lain yang tidak dibutuhkan, mengkaji dan memilih musuh alami untuk mengetahui hubungan dengan inang, melakukan kolonisasi atau melepas musuh alami di tingkat lapang, dan melakukan evaluasi efikasi. 2. Augmentasi Augmentasi merupakan kegiatan penambahan musuh alami yang telah diproduksi massal dalam jumlah besar ke areal pertanaman karena populasinya yang semakin berkurang sehingga populasi musuh alami dapat meningkat dengan cepat dan mampu menurunkan populasi hama secara cepat pula. Perbedaanya dengan teknik

indroduksi yaitu bahwa pada teknik introduksi bertujuan jangka panjang, sedangkan pada teknik augmentasi ini diharapkan populasi hama dapat ditekan sementara waktu (satu musim atau kurang). Berdasarkan frekuensi pelepasan, maksud dan sumber musuh alami, maka teknik augmentasi dilakukan dengan dua acara yaitu pelepasan inokulatif dan pelepasan inundatif. Pelepasan inokulatif adalah cara pelepasan agens hayati dalam jumlah secukupnya dan diharapkan dapat melakukan kolonisasi, berkembang terus-menerus dan menyebar luas secara alami. Pelepasan musuh alami ini hanya dilakukan satu kali dalam satu musim atau satu tahun. Metode ini bersifat preventif, pelepasan biasanya dimulai dalam jumlah yang sedikit pada awal perkembangan hama, dan diharapkan dapat bereproduksi sepanjang musim tanam dan menekan populasi hama agar tetap rendah. Pelepasan inundatif merupakan metode pelepasan secara besar-besaran dan serentak untuk mengendalikan hama sepenuhnya yang ada pada saat dilakukan pelepasan. Tujuan pelepasan adalah menurunkan populasi hama secara cepat dengan target hama yang ada pada saat pelepasan. 3. Konservasi Konservasi adalah usaha untuk melestarikan musuh alami dengan cara melakukan manipulasi lingkungan dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat menurunkan populasi musuh alami dan memberikan keuntungan bagi keberlanjutan hidup dan reproduksinya. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan melakukan praktek budidaya tanaman yang menguntungkan musuh alami antara lain menyediakan inang alternative, tempat tinggal, dan sumber makanan tambahan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara manajemen habitat. Kegiatan konservasi menekankan pada manajemen agroekosistem secara kompleks, sehingga dapat menyediakan lingkungan yang kondusif bagi musuh alami. Tindakan konservasi yang penting antara lain : mengurangi penggunaan pestisida, menggunakan insektisida selektif, menerapkan praktek yang mendukung kelangsungan hidup dan reproduksi musuh alami, manajemen habitat di pertanaman (misalnya penggunaan penutup tanah, polikultur, tumpangsari), pengelolaan gulma untuk tempat

pengunsian di dekat pertanaman dan juga sebagai tempat inang pengganti, menyediakan makanan tambahan, menyediakan pelindung, transfer musuh alami antar pertanaman dapat dilakukan dengan mengelola limbah tanaman. E. Kelebihan dan Kekurangan Pengendalian Hayati Sebagaimana teknik pengendalian yang lainnya, pengendalian secara hayati mempunyai keunggulan dan kelemahan. Kesuksesan penerapan tergantung pada kondisi setempat dan tingkat usaha manusia. 1. Kelebihan a). Aman, bebas dari dampak samping yang merusak. Musuh alami yang digunakan sebagai agen hayati telah diseleksi dengan seksama sehingga tidak akan merusak keseimbangan hayati ekosistem. Agen hayati tidak meninggalkan residu yang dapat merusak lingkungan, selain itu juga tidak mengeluarkan zat beracun yang dapat secara langsung membunuh organisme nontarget atau tanaman. b). Ekonomis, biaya pengendalian kadang relative rendah. Pada awalnya, biaya pengendalian memang kadang tinggi karena karena harus dilakukan penelitian dan mencari agen hayati yang tepat di tempat tertentu. Akan tetapi setelah didapatkan, maka biaya pengendalian sangat rendah dibanting pengendalian dengan pestisida sintetis. Apalagi bila agen hayati yang telah dilepaskan telah berkembangbiak, sehingga tidak lagi diperlukan aplikasi yang berulangkali. c). Memiliki derajat spesifitas yang tinggi. d). Memiliki sifat yang dapat memperbanyak diri. e). Pengendalian dapat bersifat permanen. f). Mudah diterapkan. g). Agens hayati mencari musuhnya. 2. Kekurangan a. Kemampuan terbatas dalam menekan populasi hama. b. Pencarian agen hayati yang tepat cukup rumit.

c. Tidak semua agen biotik dapat dibiakkan di laboratorium. d. Sukses hanya terbatas pada daerah dan jenis hama tertentu. e. Memerlukan waktu yang lama. f. Penerapan membutuhkan tenaga terampil dan professional. F. Sumber Pustaka Agus, Nurariaty (2014). Pengendalian Hayati Hama Dan Konservasi Musuh Alami. PT.Penerbit IPB Press. Bogor. Untung, Kasumbogo, (2001). Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.