BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi, terutama pada sektor publik. Suatu anggaran mampu merefleksikan bagaimana arah dan tujuan yang akan dilakukan pemerintah untuk melayani masyarakat dengan penggunaan sumber daya yang dimiliki. Anggaran diperlukan karena adanya keterbatasan sumber daya, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas, anggaran dapat digunakan sebagai suatu instrumen kebijakan fiskal untuk melaksanakan pembangunan nasional dan peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Selain itu, karena tuntutan yang semakin meningkat saat ini terhadap transparansi dan akuntabilitas publik oleh masyarakat kepada pemerintah, anggaran dapat menjadi sarana pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. Mardiasmo (2002) menyebutkan bahwa terdapat faktor-faktor dominan yang ada di dalam proses penganggaran, yaitu: tujuan dan target yang akan dicapai, ketersediaan sumber daya, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut, serta faktor lain yang mampu mempengaruhi proses penganggaran, seperti regulasi pemerintah yang berubah maupun perubahan sosial dan politik. Adanya kedinamisan yang dialami di dalam sektor publik, menuntut proses penganggaran mengalami penyesuaian dengan berbagai perubahan. Terdapat perkembangan pendekatan untuk melakukan proses penganggaran, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan yang sering disebut sebagai pendekatan New Public Management. Pendekatan tradisional memiliki ciri i
susunan anggaran yang bersifat line-item dan berdasarkan incrementalism. Selain itu, pendekatan ini juga cenderung sentralistis dan tahunan, sehingga pendekatan tradisional memiliki beberapa kelemahan yang salah satunya tidak adanya ukuran yang dapat digunakan untuk pengawasan penggunaannya, karena tidak ada inforrmasi mengenai besarnya dana yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan. New Public Management adalah pendekatan lain yang berfokus terhadap kinerja. Adanya NPM mendorong berkembangnya beberapa metode atau teknik penganggaran misalnya teknik anggaran kinerja (performance budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming and Budgeting System (PPBS). Ketiga metode ini mengutamakan konsep value for money dan berorientasi terhadap keluaran dan tujuan dengan pengalokasian berdasar atas analisis ekonomi. Menurut Norwadian (2006), Indonesia memiliki permasalahan mendasar di dalam proses penganggaran, diantaranya kurangnya disiplin fiskal, kinerja rendah yang diakibatkan oleh kontrol yang hanya dilakukan terhadap masukan dan bukan keluaran atau outcome, pendanaan yang selama ini dilakukan tidak berkesinambungan dan berkelanjutan dari tahun sebelumnya, serta antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran tidak disusun dengan saling terkait. Oleh karena itu muncullah metode baru yaitu Medium Term Expenditure Framework (MTEF) atau biasa disebut dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). KPJM adalah suatu metode di dalam proses penganggaran yang mempertimbangkan kelanjutan dari suatu program yang dianggarkan, sehingga dalam proses penganggaran, estimasi dilakukan hingga beberapa tahun ke depan. KPJM memiliki estimasi ke depan (forward estimates) dan juga disertai dengan penetapan angka ii
dasar (baseline) yang diharapkan mampu menunjang pelaksanaan pembangunan. KPJM juga dapat memperbaiki kelemahan dari Zero Based Budgeting yang mengabaikan anggaran tahun sebelumnya. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara dalam ketetapan mengenai penentuan APBN/APBD, disebutkan bahwa: Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undangundang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran. Oleh sebab itu, lembaga-lembaga sektor publik di Indonesia dalam proses penganggarannya, diharapkan mampu menggunakan metode KPJM ini. KPJM mulai diperkenalkan sejak disusunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010-2014. Dengan proyeksi jangka menengah tersebut, diharapkan mampu mengurangi tingkat ketidakpastian dari ketersediaan dana alokasi yang akan digunakan dalam pembiayaan pelaksanaan atau memberi jaminan terhadap keberlanjutan dari suatu kebijakan akan prioritas yang berjalan (on-going policies). Selain UU Nomor 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara, metode KPJM ini juga diatur di dalam PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan juga UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional yang secara umum mengatur mengenai mekanisme penyusunan rencana kerja nasional yang bersifat jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahunan) dan jangka pendek (1 tahunan). Di Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan iii
Keuangan Daerah juga mengharuskan diterapkan KPJM di daerah. Pemerintah menggunakan metode penganggaran dengan jangka menengah, salah satu alasannya bahwa pemerintahan di Indonesia dengan pergantian presiden dalam kurun waktu 5 tahun sekali, dengan program yang dilaksanakan pemerintah yang menggambarkan visi dari presiden dalam masa pemerintahannya, sehingga dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah mampu membantu pemerintah dalam pelaksanaan program-program dengan dimulai dari pembuatan kebijakan, perencanaan, dan penganggaran yang saling terkait. Dengan kata lain KPJM juga mampu menjadi suatu instrumen akuntabilitas publik. Dari landasan hukum yang ada, dalam proses penganggaran, baik pusat maupun daerah diharapkan menggunakan metode KPJM ini. KPJM dilaksanakan tidak hanya oleh pemerintah pusat dalam penyusunan APBN, namun pemerintah daerah dengan setelah adanya desentralisasi, harus menerapkan KPJM dalam menyusun APBD. Akan tetapi, hingga pada tahun 2013 daerah belum menerapkan KPJM ini secara penuh, termasuk Kabupaten Sleman pada kegiatan penganggaran di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Hal ini ditunjukkan dalam Musrenbang RPJMD Tahun 2014-2019 pada bulan Maret 2014 oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, bahwa sampai dengan saat ini KPJM belum diterapkan secara penuh di daerah. Sampai dengan Tahun Anggaran 2014 belum terdapat sinkronisasi antara KPJM di dalam Proyeksi Jangka Menengah Anggaran Pendapatan dan Belanja serta realisasi di setiap tahunnya. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa terdapat beberapa kendala di dalam pelaksanaan KPJM, iv
khususnya di Kabupaten Sleman, sehingga kendala tersebut masih harus dapat diperbaiki hingga KPJM dapat segera diterapkan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan dari bagian latar belakang masalah yang mengindikasikan hal tersebut, maka dirumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah kendala-kendala yang menyebabkan KPJM belum dapat diterapkan pada Kabupaten Sleman? 2. Apa upaya optimalisasi penerapan KPJM yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi penghambat diterapkannya KPJM di Kabupaten Sleman. 2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan upaya optimalisasi penerapan KPJM yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dalam rangka memperluas wawasan mengenai kendala-kendala dalam penerapan KPJM di Kabupaten Sleman. v
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pihak terkait dalam pelaksanaan perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Sleman dengan mengetahui kendala penerapan KPJM sehingga masing-masing pihak dapat mengevaluasi perannya serta mampu mendorong penerapan KPJM di Kabupaten Sleman. 1.5. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini dikelompokkan dalam lima bab, yaitu bab pendahuluan, bab tinjauan pustaka, bab metode penelitian, bab analisis dan pembahasan, serta bab penutup. - Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. - Bab II adalah tinjauan pustaka yang akan digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis terhadap permasalahan yang diangkat. Bagian ini akan menyajikan berbagai teori, konsep, dan berbagai peraturan terkait. - Bab III merupakan metode penelitian yang berisi gambaran umum objek penelitian, desain penelitian, objek, subjek dan responden penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta pengujian keabsahan data. - Bab IV adalah hasil penelitian yang akan meliputi proses pengumpulan data, reduksi data, dan pembahasan terhadap hasil analisis. - Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, serta saran untuk penelitian selanjutnya. vi