BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk

PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ketersediaan makanan. Teori tersebut menjelaskan bahwa dunia

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

PENDAHULUAN. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

5 / 7

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

Faktor Pendukung Peningkatan Kualitas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

Ketahanan Pangan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

PENDAHULUAN. singkong, ubi, talas dan lain-lainnya. Gandum berpotensi sebagai pengganti beras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempertahankan hidupnya tanpa adanya pangan. Karena itu, usaha

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suasana tentram, serta sejahtera lahir dan batin (Siswono, 2002).

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup berkualitas dan merata. Oleh karena itu kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang sehat, aktif dan produktif. Dengan jumlah penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa diakhir tahun 2011 dan akan menjadi 9 miliar jiwa pada tahun 2045. Dari 7 miliar penduduk tersebut, 1 miliar diantaranya kelaparan atau kekurangan pangan. Fakta muram ini diperparah dengan adanya sekitar 2 miliar penduduk kelebihan berat badan. Jika perkiraan ini menjadi kenyataan, maka setiap negara akan mengahadapi persoalan serius terkait dengan upaya memperkokoh ketahanan pangan. Dimana produksi pangan kini semakin mengkhawatirkan, sejumlah ahli meperkirakan untuk periode 2000-2015 laju peningkatan produksi pangan akan turun menjadi rata-rata 1,6% per tahun. Namun, angka itu masih lebih tinggi jika dibandingkan laju pertumbuhan penduduk dunia yang diprediksi 1,2% per tahun. Untuk periode 2015-2030 laju pertumbuhan produksi pangan diprediksikan akan lebih rendah lagi yaitu 1,3% per tahun dan itu masih lebih tinggi daripada pertumbuhan dunia sebesar 0,8% per tahun (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011).

Lebih dari 90 % masalah kesehatan manusia terkait dengan kualitas makanan yang dikonsumsi. Berbagai kajian dibidang gizi dan kesehatan menunjukkan bahwa untuk dapat hidup sehat dan produktif, manusia memerlukan sekitar 45 jenis zat gizi yang harus diperoleh dari makanan yang dikonsumsi dan tidak ada satu jenis pangan pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan gizi manusia. Untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia tersebut, setiap orang perlu mengkonsumsi pangan yang beragam. Dengan mengkonsumsi makanan yang beranekaragam setiap hari, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain, sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. Sebaliknya mengkonsumsi hanya satu jenis makanan dalam jangka waktu relatif lama, dapat menderita berbagai penyakit kekurangan zat gizi atau gangguan kesehatan (Bangun, 2013). Status gizi merupakan muara akhir dari semua sub sistem dalam sistem ketahanan pangan, yang berarti merupakan salah satu indikator yang mencerminkan baik buruknya ketahanan pangan. Pada tahun 2003, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia sangat rendah, yaitu peringkat 111 dari 174 negara. Rendahnya IPM ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hal ini terlihat dari tingginya angka kematian ibu dan balita. Gizi kurang berdampak terhadap kesakitan dan kematian, pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktifitas (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Indonesia sebagai negara yang berada diwilayah tropika, dianugerahi keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Di daratan maupun lautan tersedia berbagai macam spesies yang potensial untuk didayagunakan sebagai bahan

pangan. Tak dapat disangkal bahwa upaya penganekaragaman konsumsi pangan telah dilakukan namun perkembangannya sangat lambat kata lain sangat jauh dari harapan (Ariani, 2005). Peluang yang ada dalam pengembangan penganekaragaman pangan diantaranya yaitu masih terdapat lahan yang sesuai untuk budidaya sumber bahan pangan, dengan total lahan yang sesuai sebesar 100,7 juta Ha. Selain masih adanya sumber daya lahan yang sesuai, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar (nomor 2 di dunia). Dimana terdapat 800 spesies tumbuhan pangan dan 1000 spesies tumbuhan obat-obatan namun semuanya itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yaitu 77 sumber karbohidrat, 75 sumber lemak, 26 jenis kacangkacangan, 89 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman, 110 jenis rempah-rempah dan bumbu-bumbuan. Keragaman sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia merupakan potensi masyarakat menuju pangan yang beragam, bergizi, berimbang serta aman (Badan Litbang, 2011). Usaha penganekaragaman konsumsi pangan bukan merupakan hal yang baru. Beberapa tonggak sejarah yang penting dalam usaha penganekaragaman pangan, pada tahun 1950-an telah dilakukan usaha melalui Panitia Perbaikan Makanan Rakyat, tahun 1963 di kembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, tahun 1974 dikeluarkan Inpres 14/1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR) yang disempurnakan dengan Inpres 20/1979, melanjutkan proses

sebelumnya pada Pelita VI yang telah pula mengembangkan Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (Kaleka, 2013). Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap bermacam-macam bahan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman dalam jumlah serta komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat adalah dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 95 dan diharapkan dapat dicapai pada tahun 2015 dengan komoditi beras perkapita di Indonesia sebesar 139,15 kg/ tahun (Nugrayasa, 2013). Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, menjadi acuan yang dapat mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan melalui kerjasama sinergis antara pemerintah dan pemerintah daerah. Sebagai implementasi kebijakan diatas, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara telah menerbitkan Peraturan Gubernur No. 41 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal Provinsi Sumatera Utara dengan sasaran pencapaian skor PPH sebesar 88,0 pada tahun 2011 dan sebesar 93 pada tahun 2013 serta pengurangan konsumsi beras 1,5 % per tahun (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Saat ini Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara sedang menggalakkan sosialisasi penganekaragaman konsumsi pangan dengan mencanangkan one day no rice. Hal ini dilakukan guna mendekatkan masyarakat dengan pola makan yang lebih beragam, bergizi, berimbang dan aman. Serta lebih mendekatkan masyarakat dengan pangan tradisional dan tidak bergantung pada pangan asing (Badan Litbang, 2011). Sementara itu dengan menggunakan kesepakatan angka dari hasil Susenas, tingkat konsumsi beras di dalam rumah tangga (di luar untuk industri pangan) pada tahun 2008 sebesar 107,00 kg/tahun dan tahun 2011 sebesar 104,85 kg/tahun. Melalui kegiatan penganekaragaman pangan, dampak langsung yang diharapkan adalah menurunnya konsumsi beras per kapita per tahun pada tingkat konsumsi langsung di dalam rumah tangga. Sehingga penganekaragaman konsumsi pangan merupakan fondasi dari keberlanjutan ketahanan pangan dan memiliki dimensi pembangunan yang sangat luas, baik dari aspek sosial, ekonomi, politik maupun kelestarian lingkungan (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Masalah gizi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi. Menurut Meitasari (2008) kemiskinan merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang yang berkaitan erat dengan pendapatan keluarga. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain yang dapat mempengaruhi status gizi keluarga dalam penganekaragaman konsumsi pangan.

Terlepas dari akurasi atau kategori serta kriteria yang digunakan, sejumlah data menunjukkan bahwa sekitar 60% penduduk Indonesia adalah petani. Penghasilan para buruh yang bekerja di ladang milik orang sangat rendah, berbeda hal nya dengan pemilik ladang, mereka mempunyai ekonomi yang cukup mapan. Hal ini berpengaruh terhadap pendapatan, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pemenuhan gizi dalam keluarga yang akan berdampak pada anggota keluarga (Khaeron, 2012). Walikota Medan berharap kepada Badan Ketahanan Pangan Kota Medan dan menghimbau kepada masyarakat agar lebih inovatif dan kreatif untuk melahirkan terobosan dan gagasan baru guna menganekaragamkan konsumsi pangan masyarakat. Jika di Kota Medan satu kali dalam satu minggu tidak mengkonsumsi beras, maka beras yang dapat di hemat adalah sebesar 20,16kg/ kapita/ tahun atau dengan jumlah penduduk sebesar 2.121.053 jiwa, maka konsumsi beras di Kota Medan dapat di hemat sebesar 42.760 ton/ tahun. Dengan program ini diharapkan target tersebut bisa tercapai sebesar 95 di tahun 2015 (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Rendahnya skor PPH yang diakibatkan ketidakseimbangan konsumsi pangan, dalam jangka panjang akan berdampak pada status gizi maupun kualitas sumber daya manusia. Sebagai ilustrasi kekurangan energi protein yang diakibatkan kekurangan makanan bergizi dan infeksi berdampak pada kehilangan 5-10 IQ poin (UNICEF, 1997). Fakta di atas mengindikasikan bahwa keanekaragaman konsumsi pangan sebagai upaya meningkatkan status gizi harus

terus dilaksanakan guna menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berdaya saing. Hasil penelitian Rosliana (1999), menunjukkan bahwa 44,4% anak balita yang berasal dari keluarga miskin di Kelurahan Baru Ladang Bambu tergolong status gizi kurang dan buruk. Dilihat dari konsumsi zat gizi, ternyata anak balita mempunyai tingkat asupan gizi yang rendah sebesar 88,8%. Dari survei awal yang dilakukan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan merupakan daerah mandiri pangan, mayoritas bekerja sebagai petani (padi, jagung dan ubi) dan kelurahan ini juga tergabung dalam Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang dengan karakteristik wilayah pertanian dan wilayah tertinggal. Dari hasil evaluasi pelaksanaan program P2KP di Kota Medan bahwa skor PPH Kelurahan Baru Ladang Bambu hanya mencapai 81%. Skor PPH tersebut belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah yaitu 95% pada tahun 2015 dan beberapa konsumsi bahan pangan dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan. Berdasarkan data puskesmas menunjukkan bahwa 2 dari 10 anak balita yang berasal dari keluarga miskin di Kelurahan Baru Ladang Bambu tergolong status gizi kurang. Hal inilah yang membuat penulis tertarik meneliti tentang Perilaku Keluarga Petani Dalam Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik Keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana perilaku keluarga petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku keluarga petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik keluarga petani berdasarkan kepemilikan lahan, pendidikan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga. 2. Untuk mengetahui tingkat penganekaragaman konsumsi pangan keluarga petani. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Untuk memberikan informasi kepada petani tentang pentingnya keragaman konsumsi pangan. 2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat untuk dapat menerapkan keragaman konsumsi pangan.