BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Perbedaan Rerata Kadar Progesterone-Induced Blocking Factor (PIBF) Serum Penderita Abortus Iminens dengan Kehamilan Normal

HUBUNGAN KADAR PROGESTERON INDUCED BLOCKING FACTOR (PIBF) SERUM DENGAN KEJADIAN PERSALINAN PRETERM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyebab berat

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama.

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. Preeklampsia/eklampsia merupakan salah satu penyebab. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS. La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari.

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dikenal dengan Millennium Development Goals (MDG s) hingga tahun 2015 adalah dengan menurunkan ¾ risiko jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. angka morbilitas dan morbiditas yang masih tinggi. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Maternal and Neonatal Tetanus (MNT) merupakan masalah penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

RPKPS Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Dan Bahan Ajar IMUNUNOLOGI FAK Oleh : Dr. EDIATI S., SE, Apt

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan komplikasi dari 2-8% dari kehamilan di seluruh dunia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya kehamilan merupakan hal yang paling membahagiakan bagi setiap

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Preeklampsia masih merupakan penyebab kematian maternal dan

MATURASI SEL LIMFOSIT

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap tahun didiagnosa sekitar kasus kanker payudara baru dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara spontan maupun diinduksi sebelum janin viable. Peristiwa ini adalah komplikasi yang cukup sering terjadi yaitu 15-20% dari seluruh kehamilan. Sekitar 80% abortus spontan terjadi pada trimester pertama; insidennya berkurang seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Abortus spontan di Indonesia diperkirakan sekitar 10% - 15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau sekitar 600-900 ribu. Jika tidak berakhir dengan kematian janin, maka kehamilan ini akan beresiko untuk terjadinya persalinan preterm, IUFD dan berat badan lahir rendah. (Yassae, 2014; Jacoeb, 2002; Hudic, 2009) Etiologi dari abortus sangat beragam,seperti genetik, anatomis, endokrin, imunologis, infeksi, trombofilik dan idiopatik. Sebagian dari etiologi imunologis ini bisa diakibatkan oleh respon imun maternal yang bersifat merusak terhadap fetus. Faktor imunologis dapat menyebabkan abortus melalui mekanisme autoimun; yaitu imunitas terhadap diri sendiri dan alloimun; yaitu imunitas terhadap orang lain. Berdasarkan teori alloimun, suatu kehamilan agar berhasil membutuhkan adanya blocking factor yang dapat menghambat penolakan sistem imun maternal terhadap antigen paternal. (Hudic, 2009; Cunningham, 2014) Berbagai penelitian menunjukkan bahwa progesteron berperan dalam menciptakan lingkungan imun yang adekuat selama awal kehamilan. Progesterone-Induced Blocking Factor (PIBF) merupakan suatu mediator yang diproduksi oleh limfosit wanita hamil yang telah mengalami sensitisasi oleh progesteron. Mediator ini akan 1

menyebabkan terjadinya toleransi terhadap antigen paternal. Toleransi terhadap kehamilan terjadi dengan menekan produksi sitokin-sitokin Th-1 yang bersifat sitotoksis terhadap kehamilan, meningkatkan produksi antibodi asimetris yang bersifat protektif serta dengan menekan aktifitas sel Natural Killer. (Szekeres,1997, 2010) PIBF dapat dideteksi pada darah dan urin wanita hamil. Penelitian Polgar (2004) pada 582 wanita hamil menunjukkan bahwa kadar PIBF urin pada wanita hamil normal terus meningkat mulai usia kehamilan tujuh minggu hingga usia kehamilan 37 minggu. Setelah usia kehamilan 41 minggu, konsentrasi PIBF akan menurun secara drastis. Pada kehamilan patologis, tidak terjadi peningkatan kadar PIBF. (Polgar, 2004) Salomon et al tahun 2005 di Perancis, meneliti tentang ekspresi PIBF oleh limfosit perifer pada wanita hamil normal setelah pemberian mifepristone untuk terminasi kehamilan non-surgikal pada usia kehamilan 5-8 minggu. Pada 17 dari 21 pasien, persentase limfosit dengan PIBF positif menurun setelah pemberian anti progesterone. Persentase limfosit yang meng-ekspresikan PIBF menurun secara bermakna dari 52,8%±21,6% (hari 0) menjadi 39,8%±18,2% (hari 2). Kadar progesteron plasma juga dihitung, dan tidak terdapat perubahan bermakna selama pemberian mifepristone. Hasil ini menunjukkan kemungkinan terlibatnya PIBF dalam terminasi kehamilan yang diinduksi dengan mifepristone pada kehamilan dini, didukung pula dengan tidak berubahnya kadar progesteron selama periode ini. PIBF diproduksi setelah progesteron berikatan dengan reseptornya, dengan demikian mifepristone berkemungkinan mengurangi produksi PIBF dengan menghambat progesteron reseptor. Hal ini nantinya berdampak terhadap dominasi sitokin Th-1 dan meningkatkan aktivitas sel NK yang berakhir dengan abortus. (Salomon, 2005) 2

Penelitian Kalinka (2005), pasien abortus iminens yang diberikan progestogen dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian progestogen tidak meningkatkan kadar progesteron darah pada kelompok abortus iminens. Namun, pemberian progestogen ini meningkatkan kadar PIBF kelompok abortus, sampai kadar yang tidak berbeda secara statistik dengan kelompok hamil normal. Outcome kedua kelompok pada penelitian ini juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa pemberian progestogen mempengaruhi fungsi progesteron dengan tidak mempengaruhi kadar progesteron. (Kalinka, 2005) Hudic et al (2009) meneliti kadar PIBF pada awal kehamilan. Pada penelitian yang melibatkan 20 wanita hamil normal dan 30 wanita dengan abortus iminens pada usia kehamilan 6-24 minggu ini, didapatkan bahwa kadar PIBF pada serum wanita dengan abortus iminens (214,4±120,6 ng/ml) yang lebih rendah dibandingkan wanita hamil normal (357,0±159,9 ng/ml). Dengan memeriksa kadar PIBF pada urin, didapatkan pula hasil yang serupa (19,5±12,9 ng/ml pada abortus iminens ; 45,3±33,7 ng/ml pada hamil normal). Dengan nilai potong 182,8 ng/ml untuk kadar PIBF serum, didapatkan prediksi terminasi kehamilan dengan sensitifitas 53%, spesifisitas 95%, positive predictive value 94% dan negative predictive value 95%. (Hudic, 2009). Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan rerata kadar PIBF antara penderita abortus iminens dengan kehamilan normal. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan rerata kadar PIBF serum penderita abortus iminens dengan kehamilan normal pada usia kehamilan 12-20 minggu di RS. Dr. M. Djamil Padang dan RS satelit. 3

C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar PIBF serum penderita abortus iminens dengan kehamilan normal pada usia kehamilan 12-20 minggu di RS. Dr. M. Djamil Padang dan RS satelit. D. Kerangka Pemikiran Dengan adanya progesteron, limfosit dari wanita hamil akan menghasilkan protein mediator yang dikenal sebagai Progesterone- Induced Blocking Factor (PIBF). PIBF diketahui memiliki fungsi imunomodulasi, baik in vitro maupun in vivo. Pada tikus, PIBF berperan dalam pemeliharaan kehamilan. PIBF yang diisolasi dari kultur supernatan limfosit tikus hamil yang diberikan progesteron menunjukkan perlindungan fetus dari abortus yang diinduksi oleh antiprogesteron atau tingginya aktifitas sel natural killer (NK). Penelitian lain dengan pemberian antibodi yang menetralisir PIBF menyebabkan resorbsi kehamilan pada tikus. (Polgar, 2004; Skerez, 1997) Peran PIBF dalam pemeliharaan kehamilan berhubungan erat dengan penghambatan sel NK limfosit. Dengan memanipulasi kadar sel NK in vitro, dapat dilakukan modulasi killing activity dari sel NK. Penetralan aktifitas PIBF endogen pada tikus hamil dengan menggunakan antibodi anti-pibf, akan menghasilkan penurunan janin viable sebanyak 70%, hal ini berhubungan dengan meningkatnya aktifitas sel NK. Sembilan puluh persen keguguran yang diinduksi dengan pemberian anti-pibf pada tikus dapat dicegah dengan pemberian antibodi anti-nk. Data ini menunjukan bahwa setidaknya pada tikus, PIBF berkontribusi terhadap keberhasilan kehamilan dan sebagian besar dari efek perlindungan kehamilan ini disebabkan karena aktifitas penghambatan aktifitas sel NK. (Skerez, 1996, 1997) Mekanisme perlindungan terhadap kehamilan oleh PIBF juga diperantarai oleh induksi respon sitokin Th2 dominan. PIBF memfasilitasi produksi IL-3, IL-4 dan IL-10, yang secara bersamaan menekan sitokin Th1 seperti IL-12, dan IFN-ɣ, baik in vitro maupun in vivo. Penetralan PIBF dengan menggunakan antibodi spesifik 4

mengakibatkan pergeseran kearah dominasi sitokin Th1 in vivo, yang juga merupakan karakteristik dari persalinan yang tidak berhasil. (Polgar, 2004; Skerez, 1997) Efek PIBF terhadap respon imun humoral yaitu dengan menginduksi produksi antibodi asimetris. Persentase antibodi asimetris pada supernatan sel yang dikultur dengan adanya PIBF lebih tinggi dibandingkan tanpa PIBF. Penelitian lain dengan melakukan penghambatan reseptor progesteron dengan RU 486 atau dengan menetralkan aktifitas endogen PIBF menggunakan antibodi anti-pibf, akan secara signifikan menurunkan produksi antibodi asimetris pada tikus hamil. (Polgar, 2004) Efek biologis dari PIBF seperti tersebut diatas menunjukkan bahwa PIBF dapat berperan dalam mempertahankan kehamilan normal. Dengan demikian, perubahan kadar PIBF dalam darah dapat menggambarkan keadaan kehamilan dan prognosisnya. Pada kehamilan normal, PIBF mulai dapat diidentifikasi mulai usia kehamilan 6 minggu. Kadar PIBF terus meningkat sesuai peningkatan usia kehamilan, mencapai puncaknya pada usia kehamilan 37 minggu. Setelah usia kehamilan 41 minggu, kadarnya menurun secara drastis. (Polgar, 2004; Hudic, 2009) Kadar PIBF telah dihubungkan dengan kejadian yang tidak diinginkan selama kehamilan, seperti abortus, persalinan preterm dan preeklampsia. Kadar PIBF pada awal kehamilan dipengaruhi produksinya oleh limfosit, yaitu diperlukan adanya limfosit yang tersensitisasi oleh progesteron selama kehamilan. Kadar progesteron yang tidak cukup untuk menstimulasi produksi PIBF akan mengakibatkan kadar PIBF yang rendah sehingga tidak terjadi perlindungan kehamilan yang optimal. Namun peran PIBF tidak sepenuhnya tergantung pada kadar progesteron ibu hamil. Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Kalinka (2005), pasien abortus iminens yang diberikan progestogen dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian progestogen 5

tidak meningkatkan kadar progesteron darah pada kelompok abortus iminens. Namun, pemberian progestogen ini meningkatkan kadar PIBF kelompok abortus, sampai kadar yang tidak berbeda secara statistik dengan kelompok hamil normal. Outcome kedua kelompok pada penelitian ini juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa pemberian progestogen mempengaruhi fungsi progesteron dengan tidak mempengaruhi kadar progesteron. (Kalinka, 2005; Druckman, 2005) E. Hipotesis Tidak terdapat perbedaan rerata kadar PIBF serum pada abortus iminens dengan kadar PIBF serum pada wanita hamil normal pada usia kehamilan 12-20 minggu F. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan a. Menambah wawasan keilmuan tentang perbedaan rerata antara kadar PIBF serum penderita abortus iminens dengan kehamilan normal b. Menjadi data awal untuk penelitian selanjutnya 2. Pelayanan Meningkatkan pelayanan di RSUP Dr. M. Djamil Padang sebagai rumah sakit pendidikan yang berdasarkan diagnosis dan etiopatogenesis. 6