4. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LEIDONG SEBELUM 1970

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 25 Juni 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Asahan

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab III Karakteristik Desa Dabung

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. a) Kondisi Grafis Kota Bandar Lampung

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dumai merupakan sebuah dusun kecil dipesisir timur propinsi Riau. Dumai merupakan

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

4. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Wilayah Administratif Kabupaten Bengkalis merupakan bagian dari Propinsi Riau yang dibentuk berdasarkan UU No. 12 tahun 1956. Semula kabupaten ini memiliki luas 30l646.83 km 2, lebih separuh wilayah Bengkalis hilang dan hanya tinggal seluas 11l481.77 km 2, setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Rokan Hilir, Siak dan Kota Dumai. Secara administratif, Kabupaten Bengkalis yang telah mengalami pemekaran wilayah sejak tahun 2000, terdiri atas 11 kecamatan dengan 134 desa dan 23 kelurahan (Tabel 2). Pusat pemerintahan kabupaten berada di Kota Bengkalis, yang terletak di Kecamatan Bengkalis. Seluruh kecamatan di Kabupaten Bengkalis memiliki kawasan pesisir dan laut, kecuali Kecamatan Mandau yang terletak di pedalaman Pulau Sumatera. Tabel 2. Wilayah administrasi kecamatan di Kabupaten Bengkalis No. Kecamatan Luas (km 2 ) Ibukota Desa Lurah Jumlah 1. Mandau 3 440.47 Duri 14 11 25 2. Bukit Batu 1 870.21 Sungai Pakning 25 1 26 3. Rupat 896.35 Batu Panjang 6 4 10 4. Rupat Utara 628.50 Tanjung Medang 5 0 5 5. Bengkalis 514.00 Bengkalis 17 3 20 6. Bantan 424.40 Selat Baru 9 0 9 7. Merbau 1 348.91 Teluk Belitung 17 1 18 8. Rangsang 681.00 Tanjung Samak 10 0 10 9. Rangsang Barat 241.60 Segomeng 11 0 11 10. Tebing Tinggi 849.50 Selat Panjang 11 4 15 11. Tebing Tinggi Barat 586.83 Alai 8 0 8 Jumlah 11 481.77 134 23 157 Sumber : BPS Bengkalis (2003)

65 Kabupaten Bengkalis di sebelah utara dibatasi oleh Selat Malaka, di sebelah barat berbatasan dengan Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Siak, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karimun dan Kabupaten Pelalawan. 4.2 Kondisi Geografis, Iklim dan Oseanografis 4.2.1 Geografis Secara geografis, wilayah ini terletak pada posisi 0 0 17-2 0 30 Lintang Utara dan 100 0 52-102 0 10 Bujur Timur. Kabupaten Bengkalis memiliki luas daratan sekitar 11l481.77 km 2 yang terdiri atas 26 buah pulau besar dan kecil (BPS Bengkalis, 2003). Pulau-pulau besar yang terdapat di wilayah ini adalah: Pulau Rupat, Bengkalis, Padang, Rangsang dan Tebing Tinggi (Tabel 3). Kabupaten Bengkalis memiliki garis pantai sepanjang 1l354.77 km (Saralisa Konsultan, 2002). Lebih separuh dari wilayah ini terletak di pesisir timur Pulau Sumatera. Sebagian wilayah daratan merupakan dataran rendah, termasuk pulau-pulau endapan yang terdapat di sepanjang pantai dengan ketinggian antara 2-6 m dari permukaan laut. Sungai besar dan kecil yang terdapat di Kabupaten Bengkalis, bermuara ke selat-selat kecil di perairan pantai timur Pulau Sumatera. Sungai-sungai ini berfungsi sebagai sarana perhubungan, irigasi, sumber air minum dan kegiatan perikanan. Sungai-sungai tersebut antara lain: Sungai Rokan sepanjang 350 km, Sungai Siak (300 km), Sungai Siak Kecil (90 km), dan Sungai Mandau (87 km). Wilayah Kabupaten Bengkalis amat strategis disamping berada ditepi alur pelayaran internasional yang paling sibuk di dunia, yakni Selat Malaka, juga berada pada kawasan segitiga pertumbuhan ekonomi Indonesia-Malaysia- Thailand (IMT-GT).

66 Tabel 3. Daftar nama kecamatan dan pulau di Kabupaten Bengkalis KECAMATAN PULAU KECAMATAN PULAU Mandau Sumatera Merbau Bukit Batu Sumatera Merbau Dedap Rupat Padang Beruk Setahun Ketam Rangsang Menggung Payung Rangsang Rupat Patung Topang Menteler Panjang Baru Baru Kemunting Tebing Tinggi Tebing Tinggi Mampu Paning Babi Jadi Simpur Tiga Rangsang Bengkalis Bengkalis Rupat Utara Rupat Bantan Bengkalis Rangsang Barat Rangsang Tebing Tinggi Barat Tebing Tinggi Sumber : BPS Bengkalis (2003) 4.2.2 Iklim Kabupaten Bengkalis memiliki iklim tropika basah yang dipengaruhi oleh sifat iklim laut dengan suhu udara antara 26-32 o C. Curah hujan di kawasan ini antara 2l000-3l000 mm/tahun, dengan curah hujan rata-rata 2l520 mm/tahun (KSP-UIR, 2001), dan jumlah hari hujan antara 102-140 hari/tahun (Bapedalda Bengkalis, 2001). Musim hujan biasanya terjadi pada bulan September-Januari, dengan curah hujan rata-rata > 200 mm/bulan. Sedangkan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Februari-Agustus dengan curah hujan rata-rata < 100 mm/bulan. Keadaan cuaca di Kabupaten Bengkalis, sangat dipengaruhi oleh perairan Selat Malaka bagian tengah dan iklim di kawasan Asia Tenggara. Dimana angin dari barat laut, utara dan timur laut dengan kecepatan angin 4-10 knot terjadi pada bulan Desember-Februari (munson utara). Pada bulan Maret-

67 Mei terjadi transisi munson utara ke munson selatan, dimana bertiup angin barat laut. Selanjutnya, pada bulan Juni-Agustus terjadi munson selatan ditandai dengan timbulnya angin tenggara dan selatan. Seterusnya, pada bulan September-November tejadi transisi dari munson selatan ke munson utara yang di dominasi oleh angin tenggara (PKSPL-IPB, 2000). 4.2.3 Arus dan Gelombang Kondisi arus di perairan Kabupaten Bengkalis dipengaruhi oleh arus Selat Malaka. Pada bulan Desember-Februari arus berasal dari barat menuju barat laut dengan kecepatan 9-39 cm/det (0.18-0.76 knot). Pada saat itu, massa air di Selat Malaka yang dipengaruhi oleh massa air Laut Cina Selatan bergerak menuju selatan. Lalu, pada bulan Maret-April, kecepatan arus mulai berkurang hingga 7-24 cm/det. Pada bulan berikutnya, arus mulai bergerak dari barat laut menuju ke selatan dengan kecepatan 6-15 cm/det (0.1-0.3 knot), dimana pengaruh massa air dari Laut Cina Selatan mulai berkurang. Selanjutnya, pada bulan Juni arus bergerak dari selatan menuju tenggara dengan kecepatan 5-19 cm/det (0.1-0.37 knot). Kemudian di bulan Juli, arus di bagian barat laut menuju ke barat laut dengan kecepatan 10 cm/det (0.2 knot), sedangkan arus di bagian selatan menuju ke selatan dengan kecepatan 6 cm/det (0.1 knot). Pada bulan berikutnya, arus bergerak dari timur ke tenggara dengan kecepatan 2-8 cm/det (<0.15 knot). Akhirnya, pada bulan September-Nopember (saat transisi munson selatan ke munson utara) terjadi pergerakan arus dari barat laut ke utara dan sebaliknya, dengan kecepatan 12-18 cm/det (0.23-0.35 knot) dengan berbagai variasi lokal pada arah dan kecepatan (PKSPL-IPB, 2000). Menurut Writky (1961) dalam KSP-UIR (2001), kecepatan transpor massa air berkisar antara 0.5-0.75 knot (12-18 mil/hari) menuju ke barat laut. Pada bulan Oktober-April, masa air yang masuk ke Selat Malaka berasal dari Laut Cina Selatan dengan kecepatan 0.5-0.75 knot. Sementara itu, pada bulan Juni-Agustus, massa air berasal dari Selat Karimata dengan kecepatan rata-rata sekitar 0.5 knot (12 mil/hari).

68 Di perairan pantai, selat sempit dan muara sungai, arah dan kecepatan arus sangat ditentukan oleh fase pasang surut. Arus mengikuti dimensi longitudinal perairan dengan kecepatan 2 knot pada saat pertukaran fase pasang ke surut, dan mendekati nol pada saat puncak pasang dan lembah surut (PKSPL- IPB, 2000). Secara umum, pola pasang surut adalah campuran cenderung ke pasang surut harian ganda (mix semi diurnal), dimana dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut. Kombinasi arus, angin dan gelombang di Selat Malaka (bagian utara Pulau Bengkalis) menimbulkan arus pantai (long shore current) yang mengikis sebagian pantai, terutama di sekitar Desa Muntai, Kecamatan Bantan. Pengikisan ini semakin parah akibat jenis dan tekstur tanah pantai yang longgar karena banyak mengandung bahan organik. Oleh karena pantainya merupakan tanah bergambut, maka akan segera hancur bila kena air dan hanyut karena arus. Gelombang di bagian utara Pulau Bengkalis mengikuti Selat Malaka. Pada bulan November-Maret terbentuk angin barat laut, utara dan timur laut dengan kecepatan 4-16 knot yang menimbulkan 33% gelombang setinggi 0.1-1.5 m. Sementara itu, pada bulan Juni-September terbentuk angin tenggara dengan kecepatan 4-17 knot, yang dapat menimbulkan 33% gelombang setinggi 0.1-1.6 m (PKSPL-IPB, 2000). Pada musim barat dan utara, gelombang akan menghantam pantai Pulau Bengkalis bagian utara bersama-sama dengan arus pantai (long shore current) yang dapat menimbulkan abrasi di kawasan mangrove. Menurut PKSPL-IPB (2000), tidal range di kawasan Pulau Bengkalis berkisar antara 0.4-2.7 m. 4.2.4 Pasang Surut Perairan Selat Malaka pasang surut terjadi dua kali dan air surut juga dua kali dalam sehari semalam. Hanya saja tinggi antara pasang yang satu berbeda dengan yang lainnya. Menurut NONTJI (1993), tipe pasang yang demikian termasuk ke dalam tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda. Adanya pola pasang surut yang demikian akan memberikan pengaruh kepada kondisi lingkungan setempat. Dimana pada saat air surut kedalaman akan rendah dan begitu sebaliknya. Pada beberapa tempat misalnya di wilayah

69 selat dan sungai-sungai, pasang surut ini memegang peranan dalam transportasi dalam artian bahwa untuk ke luar dari sungai masyarakat harus memperhatikan pasang surut. Apabila hal ini tidak diperhatikan maka kemungkinan kandas pada saat akan ke luar dari sungai akan sering terjadi. Kandas ini juga akan dapat menyebab kapal tenggelam. Menurut Hutabarat dan Evans (1986), pada saat pasang purnama (spring tide) posisi bulan, bumi dan matahari berada pada satu garis lurus sehingga gaya gravitasi bulan dan matahari saling memperkuat sedangkan pada saat pasang perbani (neap tide) posisi bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 90 0 sehingga gaya gravitasi bulan dan matahari saling memperlemah. Lebih lanjut dijelaskannya juga bahwa gaya gravitasi matahari hanya 47 % dari gaya gravitasi bulan yang bekerja terhadap permukaan bumi. Dalam satu bulan terjadi dua kali pasang purnama dan juga dua kali pasang perbani. Dimana tinggi pasang surut dari hari ke hari berikutnya tidak sama. Adanya perbedaan ini disebabkan karena posisi bulan terhadap bumi berubah sesuai dengan pergerakan bulan mengelilingi bumi. Tipe pasut di suatu lokasi tergantung dari respon perairan terhadap komponen pasut yang merambat. Respon perairan terutama tergantung pada bentuk geomorfologi pantai dan kondisi batimetri. Pasut di perairan Riau sangat dipengaruhi kondisi pasut di Selat Malaka. Rambatan pasut ke Selat Malaka berasal dari Laut Andaman dari arah Timur Laut dan dari Laut Cina Selatan dari arah Tenggara. Tipe pasut dibagian Barat Laut Selat Malaka dan juga bagian Barat Laut Perairan Pesisir Riau adalah tipe pasut semi diurnal. Gelombang pasut dari Laut Andaman lebih dahulu merambat ke Selat Malaka dibanding rambatan dari Laut Cina Selatan. Kisaran pasut di sisi Barat Laut cukup besar yakni bervariasi antara 1.4 m saat pasut perbani sampai 6.2 m saat pasut purnama. Di perairan Selat Rupat sampai Sungai Pakning kisaran pasang surut berkurang hampir setengahnya yakni berkisar antara 0.4 saat pasut perbani sampai 2.7 saat pasut purnama. Pada lokasi bagian Tenggara, kisaran pasut bertambah menjadi 0.7 m saat pasut perbani menjadi 3.9 m saat pasut purnama. Pasut purnama adalah saat terjadi air pasang tertinggi dan air surut terendah yang terjadi saat bulan purnama ataupun

70 bulan gelap. Pada saat ini, kisaran pasut menjadi maksimum. Pasut perbani terjadi saat air naik terendah dan air surut tertinggi yang terjadi saat bulan setengah menjelang dan sesudah bulan purnama, dimana kisaran pasut menjadi minimum. 4.2.5 Kedalaman Laut Secara umum pantai Timur Sumatera mempunyai lereng landai dengan kedalaman perairan antara 0-20 meter sampai dengan lebih dari 25 meter di Selat Malaka. Kedalaman selat dan muara sungai bervariasi antara 1-25 m. Sekitar muara sungai dan selat yang relatif sempit diantara berbagai pulau kecil, dengan variasi kedalaman antara 5-10 m. Ditinjau dari kedalaman laut, perairan Bengkalis dapat dibedakan atas laut dangkal dan laut dalam. Kedalaman laut dangkal berkisar antara 3-20 m, dan terdapat di perairan Selat Padang, Selat Panjang dan Selat Air Hitam. Sedangkan laut dalam antara 20-40 m, terdapat di perairan Selat Malaka, Selat Bengkalis dan Selat Dumai. Topografi dasar laut di perairan Bengkalis, bervariasi dari dasar yang landai mulai dari tepi pantai hingga mencapai kedalaman 40 m. Setidak-tidaknya kedalaman telah mencapai 20 m pada jarak 2 mil (± 3l700 m) dari tepi pantai ke arah laut pada saat pasang, (KSP-UIR, 2001). Disekitar pantai, gradien dasar laut berkisar antara 1:12 hingga 1:20, dengan gradien maksimum 1:3. 4.3 Vegetasi Pantai Jenis mangrove yang paling umum ditemui dan mayoritas adalah jenis bakau (Rhizophora spp), menyusul jenis lain yaitu jenis Avicennia spp, dan berikutnya Bruguiera spp, Xylocarpus granatum, dan Sonneratia spp. Jenis mangrove yang terdapat di Kabupaten Bengkalis kurang lebih 15 (lima belas) famili dan 28 (dua puluh delapan) jenis spesies mangrove. Dari jumlah tersebut, 21 (dua puluh satu) jenis merupakan mangrove sejati (true mangrove =TM) dan 7 (tujuh) jenis merupakan jenis mangrove ikutan (mangrove associate=ma). Mangrove dijumpai pada daerah yang selalu dipengaruhi oleh air pasang. Pada

71 daerah yang tidak terkena air pasang, umumnya merupakan areal perkebunan masyarakat dengan vegetasi karet, kelapa dan semak belukar, serta sebagian kecil ditumbuhi oleh bakau dan nipah, terutama pada daerah-daerah yang dialiri sungai. Vegetasi pantai lainnya adalah semak belukar, berupa alang-alang, paku-pakuan, pohon aru, sekeduduk dan lainnya. Semak belukar umumnya dijumpai pada lahan gambut yang tidak diusahakan oleh masyarakat (Khairuddin, 2003). 4.4 Kondisi Demografi dan Sosial Ekonomi Penduduk Kabupaten Bengkalis sampai akhir bulan Desember tahun 2004, berjumlah 561l166 jiwa yang tersebar pada 11 kecamatan. Distribusi jumlah penduduk disajikan pada Tabel 4. Ditinjau dari jumlah penduduk, kecamatan yang paling banyak penduduknya adalah Kecamatan Mandau (225l472 jiwa), sedangkan yang paling sedikit di Kecamatan Rupat Utara (11l486 jiwa). Selanjutnya, jika dilihat dari komposisi penduduk, ternyata penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Penduduk laki-laki berjumlah 279l147 jiwa (49.74%) sedangkan perempuan 282l019 jiwa (50.26%). Tabel 4. Distribusi penduduk Kabupaten Bengkalis menurut jenis kelamin No. Nama Kecamatan Jumlah Jumlah Penduduk Keluarga Laki-laki Perempuan Total % 1. Bengkalis 14 456 33 213 32 788 66 001 11.76 2. Bantan 8 264 18 248 17 323 35 571 6.34 3. Bukit Batu 6 660 13 290 13 371 26 661 4.75 4. Merbau 9 012 23 331 24 191 47 522 8.47 5. Tebing Tinggi 17 257 17 257 33 477 50 734 9.04 6. T. Tinggi Barat 3 040 7 227 7 321 14 548 2.59 7. Rangsang 5 651 14 726 12 895 27 621 4.92 8. Rangsang Barat 7 255 13 248 13 641 26 889 4.79 9. Rupat 5 505 14 653 14 008 28 661 5.11 10. Rupat Utara 2 876 5 696 5 790 11 486 2.05 11. Mandau 46 392 118 258 107 214 225 472 40.18 Jumlah 126 368 279 147 282 019 561 166 100.00 Sumber : Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis (2004)

72 Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase jumlah penduduk dari masingmasing kecamatan. Persentase sebaran penduduk yang tertinggi terdapat di Kecamatan Mandau yaitu 40.18% dan yang terendah di Kecamatan Rupat Utara yaitu 2.05%. Tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Mandau dikarenakan banyaknya warga pendatang yang bermukim di kawasan ini. Di samping itu kawasan ini merupakan daerah yang sangat cepat berkembang karena letak geografisnya dan akses yang cukup mudah dijangkau baik dari ibukota Propinsi Riau maupun dari propinsi lainnya (Sumatera Utara dan Sumatera Barat). Kawasan ini juga merupakan kawasan industri pertambangan milik PT. Caltex Pasific Indonesia (PT. CPI) yang merupakan ladang minyak yang sangat produktif. Untuk lebih jelasnya persentase sebaran penduduk Kabupaten Bengkalis berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Gambar 11 berikut. Bengkalis Bantan 40% 2% 5% 5% 5% 12% 3% 6% 5% 8% 9% Bukit Batu Merbau Tebing Tinggi T. Tinggi Barat Rangsang Rangsang Barat Rupat Rupat Utara Mandau Gambar 11. Persentase distribusi penduduk Kabupaten Bengkalis berdasarkan kecamatan pada tahun 2003 Mayoritas penduduk Kabupaten Bengkalis bekerja di sektor jasa dan perdagangan, sedangkan sektor lainnya tidak banyak digeluti sehingga menyebabkan ketimpangan dalam struktur mata pencaharian. Di sektor lain, penduduk bekerja secara musiman pada sektor perikanan (melaut) dan

73 perkebunan (menyadap karet). Pekerjaan musiman di bidang pertambakan, meliputi kegiatan panen yang membutuhkan 6 orang pekerja, rehabilitasi tambak 6-10 orang, dan pencetakan tambak baru membutuhkan 20 orang pekerja untuk setiap tambak seluas 2l500 m 2. Dari sisi kemasyarakatan, mayoritas penduduk Kabupaten Bengkalis memeluk agama Islam dengan struktur etnis yang cukup bervariasi. Etnis dominan yang mendiami wilayah ini adalah suku Melayu. Selain itu juga dijumpai masyarakat etnis Jawa, Batak, Minang, Cina dan Bugis serta beberapa suku asli, yakni suku Sakai, Akit Hutan dan Bonai. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat multi etnik ini melakukan interaksi intra-etnis dan inter-etnis dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat. 4.5 Kondisi Kegiatan Perikanan Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang terdata sampai tahun 2002 ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Rumah tangga perikanan menurut kecamatan di Kabupaten Bengkalis No. Kecamatan Rumah Tangga Perikanan (RTP) Total Tangkap Kolam Tambak Keramba 1. Mandau 451 451 2. Bukit Batu 223 223 3. Rupat 1 120 1 120 4. Rupat Utara 1 860 1 860 5. Bengkalis 1 082 75 1 157 6. Bantan 1 003 20 5 1 028 7. Merbau 592 30 622 8. Rangsang 542 542 9. Rangsang Barat 393 2 15 410 10. Tebing Tinggi 441 8 449 11. Tebing Tinggi Barat 152 3 155 Jumlah 7 408 451 108 50 8 097 Sumber : BPS Bengkalis, 2003

Kegiatan penangkapan ikan terdapat pada semua kecamatan di wilayah pesisir Kabupaten Bengkalis. Jumlah RTP yang terbesar terdapat di Kecamatan Rupat Utara (1l860 KK), sedangkan yang terendah berada di Kecamatan Tebing Tinggi Barat (152 KK). Sementara itu, kegiatan budidaya air tawar (kolam) hanya berada di Kecamatan Mandau (451 KK). Kegiatan budidaya laut yang berkembang adalah usaha keramba jaring apung, yang dilaksanakan di Kecamatan Bantan, Merbau dan Rangsang Barat. Untuk usaha pertambakan, jumlah RTP yang terbanyak terdapat di Kecamatan Bengkalis (75 KK), sedangkan terendah di Kecamatan Rangsang Barat (2 KK). Kegiatan pertambakan di Kabupaten Bengkalis mulai berkembang pada tahun 1990. Hanya komoditi udang windu yang dibudidayakan. Hingga saat ini, budidaya udang windu telah berkembang di Kecamatan Bengkalis, Bantan, Bukit Batu dan Tebing Tinggi dengan menggunakan teknologi semi intensif dan intensif. Untuk melihat perkembangan usaha pertambakan, maka disajikan profil pertambakan Kabupaten Bengkalis pada Tabel 6. Tabel 6. Profil pertambakan di Kabupaten Bengkalis Rencana Lahan Yang Produksi No. Kecamatan Pembebasan Telah Dibuka (Ton) Lahan (Ha) (Ha) 1. Bukit Batu 5.00 2. Rupat 500.00 3. Rupat Utara 300.00 4. Bengkalis 161.53 83.53 131.15 5. Bantan 1 000.00 33.00 24.00 6. Merbau 500.00 7. Rangsang 1 000.00 8. Tebing Tinggi 2.50 3.90 9. Tebing Tinggi Barat 1 000.00 Jumlah 4 461.53 124.03 163.05 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Bengkalis, 2002 74 Dari tabel juga terlihat bahwa hasil tangkapan udang tertinggi terdapat di Kecamatan Bengkalis yaitu 131.15 ton dengan luas lahan 83.53 ha, terendah di Kecamatan Tebing Tinggi 3.9 ton dengan luas lahan 2.5 ha. Dari data tersebut

dapat dilihat bahwa produktivitas dari tambak masih relatif rendah yaitu sebesar 1.6 ton/ha untuk Kecamatan Bengkalis dan Tebing Tinggi sedangkan di Kecamatan Bantan hanya sebesar 0.7 ton/ha. Selanjutnya perlakuan terhadap hasil produksi perikanan laut di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perlakuan terhadap produksi perikanan laut di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 75 Tahun Dikonsumsi Segar Jumlah (Ton) % Pengeringan/ Penggaraman Jumlah % (Ton) Terasi Jumlah (Ton) % Total (Ton) 1985 11 830.8 14.2 44 295.8 53.3 26 981.0 32.5 83 107.6 1986 12 297.1 14.7 47 001.5 56.1 24 437.2 29.2 83 735.8 1987 13 957.4 16.5 42 824.0 50.8 27 591.3 32.7 84 372.7 1988 11 777.6 13.9 39 543.2 46.8 33 134.7 39.2 84 455.5 1989 11 660.5 13.8 38 742.0 45.9 34 057.8 40.3 84 460.3 1990 12 392.9 14.6 38 437.7 45.2 34 223.2 40.2 85 053.8 1991 12 283.5 14.5 38 231.1 45.2 33 977.9 40.2 84 492.5 1992 12 864.2 15.0 37 476.4 43.7 35 478.2 41.3 85 818.8 1993 12 485.5 14.4 38 883.0 44.9 35 310.5 40.7 86 679.0 1994 14 161.0 16.3 37 806.4 43.6 34 811.6 40.1 86 779.0 1995 30 344.3 35.4 34 801.1 40.5 20 677.4 24.1 85 822.8 1996 34 692.1 40.8 30 312.5 35.7 20 001.2 23.5 85 005.8 1997 37 016.7 43.6 24 730.5 29.1 23 188.8 27.3 84 936.0 1998 30 516.8 35.3 28 744.3 33.3 27 074.8 31.4 86 335.9 1999 48 154.5 55.5 9 456.0 10.9 29 091.1 33.6 86 701.6 2000 46 839.3 55.5 10 272.3 12.2 27 294.9 32.3 84 406.5 2001 42 789.8 49.5 16 801.2 19.5 26 786.0 31.0 86 377.0 2002 80 741.8 84.1 12 531.3 13.1 2 741.5 2.9 96 014.6 Rata-rata 26 489.2 30.4 31 716.1 37.2 27 603.3 32.4 85 808.6 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tk I Riau 1986-2003

76 Untuk lebih jelasnya perkembangan perlakuan terhadap hasil produksi perikanan laut di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Gambar 12. Ada tiga perlakuan yang umumnya dilakukan yaitu dikonsumsi segar, pengeringan/penggaraman dan diolah menjadi terasi. Pada mulanya pengeringan/penggaraman merupakan perlakuan yang dominan namun data terakhir menunjukkan bahwa pada tujuh tahun terakhir perlakuan yang dominan justru adalah dikonsumsi segar. Hal ini disebabkan karena permintaan akan ikan segar terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. 100 80 Proporsi (%) 60 40 20 0 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Tahun Dikonsumsi Segar Pengeringan/ Penggaraman Terasi Gambar 12. Grafik persentase perlakuan terhadap produksi perikanan laut di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Tabel 8. Ada tiga armada perikanan tangkap yang beroperasi di kawasan perairan Kabupaten Bengkalis yaitu perahu, motor tempel dan kapal motor.

77 Tabel 8. Perkembangan armada perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 Tahun Jumlah (Unit) Perahu Motor Tempel Kapal Motor % Jumlah (Unit) % Jumlah (Unit) % Total Armada (Unit) 1985 1 169 29.25 214 5.36 2 613 65.39 3 996 1986 1 171 29.47 216 5.44 2 587 65.10 3 974 1987 1 222 29.19 222 5.30 2 743 65.51 4 187 1988 1 222 29.07 223 5.31 2 758 65.62 4 203 1989 1 244 29.32 227 5.35 2 772 65.33 4 243 1990 1 216 27.20 265 5.93 2 990 66.88 4 471 1991 1 239 23.37 365 6.88 3 698 69.75 5 302 1992 1 242 23.34 366 6.88 3 714 69.79 5 322 1993 1 254 23.33 369 6.87 3 752 69.80 5 375 1994 1 285 23.33 378 6.86 3 846 69.81 5 509 1995 1 377 23.88 396 6.87 3 994 69.26 5 767 1996 1 368 23.65 402 6.95 4 014 69.40 5 784 1997 1 120 19.72 298 5.25 4 262 75.04 5 680 1998 1 275 20.83 418 6.83 4 426 72.34 6 119 1999 1 108 17.58 294 4.67 4 899 77.75 6 301 2000 1 103 17.42 295 4.66 4 935 77.93 6 333 2001 1 199 18.17 396 6.01 5 001 75.81 6 597 2002 1 754 19.16 267 2.92 7 135 77.93 9 156 Rata-rata 1 254 23.74 312 5.79 3 897 70.47 5 462 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tk I Riau 1986-2003 Untuk lebih jelasnya perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Gambar 13. Armada perikanan tangkap yang dominan adalah kapal motor dengan persentase rata-rata sebesar 70.47%, diikuti oleh perahu sebesar 23.74% dan yang paling sedikit adalah motor tempel sebesar 5.79%. Jumlah armada kapal motor dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan sebaliknya armada perahu terus mengalami penurunan. Sedangkan jumlah motor tempel berfluktuasi dari tahun ke tahun namun secara umum jumlahnya relatif tidak terlalu banyak

78 perubahan. Berkurangnya penggunaan perahu ini disebabkan karena fishing ground yang menjadi tempat dimana mereka mencari ikan sudah bergeser lebih jauh dari pantai tempat tinggal mereka. Jika mereka masih mengandalkan perahu tentu saja akan kalah bersaing dengan nelayan-nelayan lain yang sudah menggunakan armada yang lebih canggih seperti menggunakan armada kapal motor. Sebagian besar armada kapal motor nelayan di Kabupaten Bengkalis biasanya dilengkapi dengan pesawat komunikasi dan GPS. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10-1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Proporsi Armada (%) Tahun Perahu Motor Tempel Kapal Motor Gambar 13. Grafik perkembangan armada perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 Data produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Tabel 9. Ada tiga kelompok sumberdaya perikanan yaitu kelompok ikan, hewan berkulit keras dan hewan lunak. Persentase rata-rata produksi sumberdaya perikanan berturut-turut adalah sebagai berikut: kelompok ikan 61.98 %, hewan berkulit keras 33.33 % dan hewan lunak 4.69%. Dari data pada tabel tersebut terlihat bahwa kelompok sumberdaya ikan memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis, diikuti oleh kelompok hewan berkulit keras,

dan terakhir adalah hewan lunak. Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan masih merupakan primadona yang menjadi target utama nelayan di kawasan ini. Tabel 9. Produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 Hewan Berkulit Ikan Hewan Lunak Total Keras Tahun Produksi Produksi Produksi Produksi % % % (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) 1985 59 820.40 71.98 21 609.60 26.00 1 677.60 2.02 83 107.60 1986 60 662.40 72.44 21 913.40 26.17 1 160.00 1.39 83 735.80 1987 56 588.90 67.07 26 891.50 31.87 892.30 1.06 84 372.70 1988 53 195.00 62.99 30 509.20 36.12 751.30 0.89 84 455.50 1989 53 353.90 63.17 30 352.10 35.94 754.30 0.89 84 460.30 1990 53 745.00 63.19 30 521.80 35.89 787.00 0.93 85 053.80 1991 53 531.80 62.62 31 053.90 36.32 906.80 1.06 85 492.50 1992 53 676.60 62.55 31 298.60 36.47 843.60 0.98 85 818.80 1993 54 377.70 62.73 31 590.10 36.44 711.20 0.82 86 679.00 1994 53 353.60 61.48 32 718.90 37.70 706.50 0.81 86 779.00 1995 53 466.70 62.30 25 811.90 30.08 6 544.20 7.63 85 822.80 1996 53 059.50 62.42 27 045.30 31.82 4 901.00 5.77 85 005.80 1997 51 010.20 60.06 28 921.50 34.05 5 004.30 5.89 84 936.00 1998 50 722.07 58.70 31 368.08 36.30 4 322.65 5.00 86 412.80 1999 48 668.60 56.13 28 675.50 33.07 9 357.50 10.79 86 701.60 2000 49 046.90 58.11 26 562.10 31.47 8 797.50 10.42 84 406.50 2001 48 579.88 56.22 30 499.43 35.29 7 338.07 8.49 86 417.38 2002 49 457.20 51.51 27 821.80 28.98 18 735.60 19.51 96 014.60 Rata-rata 53 128.69 61.98 28 620.26 33.33 4 121.75 4.69 85 870.69 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tk I Riau 1986-2003 79 Dari tabel terlihat bahwa produksi perikanan didominasi oleh kelompok ikan (rata-rata 61.98%) diikuti oleh hewan berkulit keras (rata-rata 33.33%) dan yang paling sedikit adalah hewan lunak (rata-rata 4.69%). Untuk lebih jelasnya

persentase produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Gambar 14. 80 80 70 60 50 40 30 20 10-1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Proporsi Produksi (%) Tahun Ikan Hewan berkulit keras Hewan Lunak Gambar 14. Persentase produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 Gambar 14 memperlihatkan bahwa dari tahun ke tahun proporsi produksi dari ketiga kelompok sumberdaya perikanan selalu bervariasi. Proporsi produksi kelompok sumberdaya ikan terlihat cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sedangkan proporsi produksi kelompok hewan berkulit keras relatif stabil, sebaliknya proporsi produksi kelompok hewan lunak cenderung mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa nelayannelayan di Kabupaten Bengkalis tidak lagi bergantung pada satu kelompok sumberdaya perikanan lagi. Tetapi mereka sudah mulai melakukan eksplorasi ke kelompok sumberdaya perikanan yang lain seperti kelompok hewan lunak antara lain jenis-jenis kerang-kerangan, gastropoda, cumi-cumi, dan lain-lain. Data nilai produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 Tahun Ikan Nilai Produksi (juta Rp) Hewan Berkulit Keras Hewan Lunak Total 1985 15 389.89 11 611.84 335.52 27 337.25 1986 15 839.14 11 900.81 232.00 27 971.96 1987 16 194.44 13 808.65 178.46 30 181.55 1988 15 497.00 16 364.74 150.26 32 012.00 1989 16 743.95 16 462.43 150.86 33 357.24 1990 17 569.13 16 605.62 157.40 34 332.15 1991 20 469.25 17 659.66 181.36 38 310.27 1992 22 278.31 19 852.05 253.08 42 383.44 1993 23 272.63 19 853.93 213.36 43 339.92 1994 28 854.98 21 136.42 202.53 50 193.93 1995 34 132.91 24 179.24 1 687.30 59 999.45 1996 34 912.89 20 081.95 1 510.80 56 505.64 1997 40 815.52 24 769.43 1 549.19 67 134.14 1998 37 748.34 25 163.52 1 295.89 64 207.76 1999 108 435.99 135 377.32 5 137.04 248 950.35 2000 133 783.43 105 059.85 8 952.40 247 795.68 2001 82 380.80 72 256.69 4 325.39 158 962.87 2002 681 766.40 538 977.10 46 839.00 1 267 582.50 Rata-rata 74 782.50 61 728.96 4 075.10 140 586.56 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tk I Riau 1986-2003 81 Dari Tabel 10 terlihat bahwa nilai rata-rata produksi sumberdaya perikanan dari tahun 1985-2002 adalah 140l586.56 (juta Rp). Nilai produksi perikanan didominasi oleh kelompok ikan dengan nilai produksi rata-rata

82 74l782.50 (juta Rp) diikuti oleh hewan berkulit keras dengan nilai produksi ratarata 61l728.96 (juta Rp) dan yang paling sedikit adalah hewan lunak dengan nilai produksi rata-rata 4l075.10 (juta Rp). Untuk lebih jelasnya persentase nilai produksi sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis dari tahun 1985-2002 dapat dilihat pada Gambar 15. 800,000 700,000 Nilai Produksi (Juta Rp) 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000-1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Tahun Ikan Hewan Berkulit Keras Binatang Lunak Gambar 15. Nilai produksi (juta Rp) sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai produksi perikanan secara keseluruhan didominasi oleh kelompok ikan diikuti oleh hewan berkulit keras, dan yang paling rendah adalah dari kelompok hewan lunak. Untuk kelompok sumberdaya ikan dan hewan berkulit keras terjadi peningkatan nilai produksi yang cukup tinggi pada tahun 1999, namun untuk kelompok hewan berkulit keras nilai produksinya mengalami penurunan dari tahun 2000 sampai 2001.

83 Secara keseluruhan nilai produksi kelompok ikan, hewan berkulit keras dan hewan lunak yang tertinggi terdapat pada tahun 2002. Untuk kelompok ikan nilai produksi tertingginya sebesar 681 766.40 (juta Rp), kelompok hewan berkulit keras sebesar 538 977.10 (juta Rp) dan kelompok hewan lunak sebesar 46 839.00 (juta Rp).