Bimafika, 2011, 3, 225-229 STRUKTUR KOMUNITAS DIOTOM BENTIK YANG EPIFIT PADA DAUN LAMUN Anita Padang * Staff Pengajar Fakultas kelautan dan Perikanan Universitas Darussalam Ambon Diterima 12-12-2010; Terbit 31-06-2011 ABSTRACT Seagrass leaves is the habitat for epiphytic organisms such as benthic diatoms belonging to a group of phytoplankton. Suli village beach with seagrass communities that grow well lets benthic diatom communities also will live well. Therefore the aim of this research is to analyze the structure of benthic diatom communities are epiphytes on seagrass leaves. Found three types of Enhalus acoroides seagrass, Thalassia hemprichii and Halodule pinifolia with the composition of benthic diatoms are epiphytes on seagrass leaves strands found 82 species. The density of benthic diatoms are epiphytes on seagrass leaves was found highest at station II. 2 for type Enhalus acoroides by 69 sel/cm2, type Thalasia hemprichii at station III. 2 of 33 sel/cm2, whereas type III Halodule pinifolia at the station. 2 of 32 sel/cm2. Benthic diatom species diversity found ranged from 2.314 to 2.733 (Enhalus acoroides), 1.259 to 2.909 (Thalassia hemprichii), 1.915 to 2.470 (Halodule pinifolia). The value of uniformity (Evennes) ranged from 0.718 to 0.887 (Enhalus acoroides), 0.614 to 0.939 (Thalasia hemprichii) and 0.855 to 0.872 (Halodule pinifolia) and dominance index values ranged from 8.084 x10-2-0, 148 (Enhalus acoroides), 6.037 x10-2-.416 (Thalasia hemprichii), 0.105 to 0.150 (Halodule pinifolia). Keywords: Lamun, Epifit, Diatom Bentik. PENDAHULUAN Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut (Dahuri, 2003; Bengen, 2001), serta dapat memben-tuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhan-nya (Bengen, 2001). Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman 40 m. Ekosistem lamun memiliki dua rantai makanan yatitu rantai grazing dan rantai detritus (Supriharyono, 2000), kemudian tersusun membentuk tingkat-tingkat trofik yang mencakup proses dan pengangkutan detritus organik dari ekosistem lamun ke perairan. Sumber bahan organik berasal dari produk lamun itu sendiri, tambahan dari epifit makrobentos, fitoplankton dan tumbuhan di daratan. Fitoplankton yang epifit pada lamun adalah diatom bentik yang merupakan salah satu kelas dari fitoplankton yang hidupnya sebagai bentik pada dasar perairan atau substrat (epibentik) di daerah supratidal, intertidal, subtidal dan estuari (Round, 1971). Pada daun lamun juga ditemukan diatom yang termasuk kelompok diatom ephypytic yaitu melekatkan diri pada tumbuhan lain (Maaruf, 2005). Diatom bentik sebagai salah satu produsen primer di perairan yang hidupnya epifit pada berbagai jenis substrat termasuk helaian daun lamun, dimana lamun juga merupakan salah satu produsen primer di perairan pesisir. Kedua komunitas ini memberikan sumbangan yang besar bagi produktivitas perairan terutama bagi organisme bentos yang memanfaatkan diatom bentik sebagai makanannya terutama yang hidup pada padang lamun seperti duri babi dan teripang yang merupakan organisme deposit feeding. Pantai Desa Suli dengan komunitas lamun yang tumbuh dengan baik memungkinkan komunitas diatom bentik juga akan hidup dengan baik. Oleh karena itu yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis struktur komunitas diatom bentik yang epifit pada daun lamun METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan daerah intertidal Perairan Pantai Desa Suli yang memiliki posisi geografis terletak pada 128 0 17 26 BT-128 0 18 15 BT dan 03 0 37 00 LS-03 0 38 19 LS pada bulan Juli 2010 dan dilaksanakan dalam 2 tahap: 1) tahap pengambilan sampel; 2) tahap analisa pada Balai Budidaya Laut Ambon. * Korespondensi : email:
Pengambilan Data a. Observasi di lokasi penelitian berupa : Pengambilan sampel dilakukan dengan memperhitungkan surut terendah dan lokasi dibagi atas tiga stasiun berdasarkan substrat secara visual. Sampel diatom bentik yang epifit pada daun lamun diambil dengan cara mengikis dengan perlahan permukaan helain daun lamun, kemudian dimasukan pada botol sampel yang telah diisi dengan formalin 4 % yang telah dinetralkan dengan borax. b. Observasi di laboratorium berupa : - Diatom epifit pada daun lamun diamati di bawah mikroskop type NIKON SF dengan pembesaran 400 kali dan dilakukan pengamatan sebanyak tiga kali ulangan. - Identifikasi sampel dilakukan dengan berpedoman pada buku identifikasi plankton : Yamaji (1966), Newel and Newel (1977), Tomas (1997) dan Van Heurck (1962). - Identifikasi lamun berdasarkan Lanyon (1986). 3. Analisa Data Analisa data meliputi : a. Kepadatan Kepadatan diatom bentik yang epifit pada daun lamun dianalisa dengan menggunakan formula (Odum, 1996) : X D = A Dimana: D : kepadatan diatom bentik (sel/cm 2 ) X : jumlah individu (sel) A : luas kotak pengamatan (cm 2 ) b. Struktur Komunitas Diatom Epifit Beberapa indeks ekologi yang digunakan dalam menggambarkan komunitas diatom bentik yang epifit pada daun lamun akan diolah dengan software PRIMER 5.2. Indeks-indeks yang digunakan sebagai berikut indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Evennes dan indeks dominansi Simpson untuk populasi berhingga HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Jenis 1.1. Lamun Pada lokasi penelitian ditemukan tiga jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halodule pinifolia, namun jenis Halodule pinifolia tidak ditemukan pada semua stasiun penelitian hanya ditemukan pada stasiun III.1, III.2 dan III.5. Ketiga jenis lamun ini merupakan lamun yang sering ditemukan di perairan dari tiga belas jenis lamun yang ada di perairan Indonesia (Kiswara, 1994 dalam Susetiono, 2004). Enhalus acoroides merupakan jenis lamun dengan helaian daun seperti pita yang dapat mencapai panjang 75 cm dan lebar 1,0-1,5 cm; Thalasia hemprichii memiliki bentuk daun lurus sampai sedikit melengkung dengan panjang mencapai 5-20 cm dengan lebar 1 cm sedangkan Halodule pinifolia memiliki daun yang langsing dengan panjang 5-20 cm dan lebar mencapai 1,2 mm (Susetiono, 2004). Dari ketiga jenis lamun yang ditemukan ketiganya saling hidup berasosiasi membentuk padang lamun di perairan pantai Desa Suli, namun jenis Enhalus acoroides lebih mendominasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Susetiono (2004) bahwa Enhalus acoroides merupakan jenis yang paling tahan terhadap perubahan fisik lingkungan meskipun perairan keruh. 1.2. Diatom Bentik Hasil analisa komposisi diatom bentik yang epifit pada helaian daun lamun ditemukan 82 fitoplankton (73 spesies teridentifikasi dan 9 spesies tidak teridentifikasi). Spesies yang teridentifikasi terbagi atas dua kelas yaitu Diatom sebanyak 70 spesies dan Cyanophyceae sebanyak 3 spesies (Osicillatoria sp, Anabaenna sp dan Spirulina sp). Spesies diatom yang ditemukan digolongkan ke dalam 33 genera yaitu: Achnanthes, Amphora, Amphiphora, Auricula, Biddulphia, Chaetoceros, Champhylodiscus, Clymatopleura, Clymaschopenia, Closterium, Coconeis, Coscinodiscus, Cymbella, Diploneis, Eutonia, Fragilaria, Gramatophora, Gyrosigma, Hemiaulus, Licmophora, Melosira, Mestolgia, Navicula, Nitszchia, Pleurosigma, Rhabdonema, Rhizosolenia, Skeletonema, Surirella, Thalassiosira, Thalasionema, Thalasiotrix dan Triceratium. Genera diatom bentik yang dominan ditemukan pada helaian daum lamun di semua stasiun penelitian adalah genera Navicula, Nitzschia, Amphora dan Diploneis, dikarenakan genera-genera ini merupakan anggota dari diatom Pennales yang memiliki kemampuan melekat pada substrat serta toleran terhadap perubahan lingkungan (Muslih, 2007). Navicula 226
merupakan genus dengan jumlah spesies yang terbanyak yaitu 13 spesies dan diikuti oleh Nitzschia yaitu sebanyak 12 spesies. Arinardi et al (1997) dalam Muslih (2007) mengemukakan bahwa Navicula dan Nitszchia merupakan genus yang dominan di daerah muara sungai dan pantai terkait dengan penyediaan nutrien dan jaring-jaring makanan. Navicula termasuk genus diatom yang memiliki pertumbuhan yang cepat dengan pergerakan aktif sehingga mudah menyesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan termasuk perubahan musim (Legendre, 1987 dalam Muslih, 2007), sedangkan Nitzschia memiliki karakteristik sebagai genus soliter yang sering ditemui dengan distribusi luas di perairan estuari, tawar, laut dan memiliki sifat motile di sedimen (Sundback, 1984 dalam Muslih, 2007). Selain itu diatom bentik juga merupakan makanan bagi organisme bentos lainnya seperti genera Navicula dan Nizschia yang menjadi makanan bagi Haliotis asinina pada fase larva (Sofyan dkk, 2005 dalam Padang, 2008). 2. Kepadatan Diatom Bentik Epifit pada Daun Lamun Kepadatan diatom bentik yang epifit pada daun lamun ditemukan tertinggi pada stasiun II. 2 untuk jenis Enhalus acoroides sebesar 69 sel/cm 2, jenis Thalasia hemprichii pada stasiun III. 2 sebesar 33 sel/cm 2, sedangkan jenis Halodule pinifolia pada stasiun III. 2 sebesar 32 sel/cm 2. Ternyata kepadatan diatom bentik yang epifit tertinggi ditemukan pada jenis Enhalus acoroides hal ini dimungkinkan karena daun lamun jenis ini lebih lebar dibandingkan jenis yang lain yaitu 1,5 cm (Enhalus acroides), 1 cm (Thalasia hemprichii) dan 0,5 (Halodule pinifolia) sehingga diatom yang epifit lebih banyak ditemukan pada daun lamun yang lebar. Sebagimana yang dikemukakan oleh Jernakoff et al (1996) dalam Susetiono (2004) bahwa kepadatan organisme epifit pada daun lamun selain dipengaruhi oleh kuat arus yang melintasi perairan tersebut juga dipengaruhi oleh lebar daun lamun tersebut. Selain itu antara vegetasi lamun juga terjadi persaingan untuk memperoleh cahaya, ruang dan nutrisi dimana lamun yang berdaun lebar dan tinggi akan menaungi lamun yang rendah sehingga berakibat tidak dapat diperolehnya cahaya yang cukup bagi lamun yang rendah (Susetiono, 2004), sehingga akan mempengaruhi kepadatan diatom epifit pada daun lamun yang sangat membutuhkan cahaya untuk melakukan proses fotosintesis. 3. Struktur Komunitas Nilai keanekaragaman jenis, keseragaman jenis dan dominansi jenis, memperlihatkan nilai yang beragam (tabel 1, 2 dan 3). Keanekaragaman jenis diatom bentik yang ditemukan pada lamun jenis Enhalus acoroides berkisar antara (2,314-2,733), Thalassia hemprichii (1,259-2,909), Halodule pinifolia (1,915-2,470). Secara umum nilai keanekaragaman jenis yang ditemukan memiliki nilai yang masih dalam range keanekaragaman yang dikemukaan oleh Margalef (1972) dalam Khouw (2008) bahwa nilai keanekaragaman (H ) berkisar antara 1,5-3,5. Tabel 1. Indeks Shannon (H ) I. 1 2.314 1.259 0 I. 2 2.326 1.898 0 I. 3 2.442 2.372 0 I. 4 2.403 1.633 0 I. 5 2.733 2.119 0 II. 1 2.716 2.154 0 II. 2 2.528 2.397 0 II. 3 2.416 2.369 0 II. 4 2.627 1.967 0 II. 5 2.731 2.168 0 III. 1 2.478 2.142 2.298 III. 2 2.441 2.909 2.470 III. 3 2.479 2.447 0 III. 4 2.384 2.659 0 III. 5 2.405 1.949 1.915 Nilai keseragaman (Evennes) berkisar antara 0,718-0,887 (Enhalus acoroides), 0,614-0,939 (Thalasia hemprichii) dan 0,855-0,872 (Halodule pinifolia). Nilai indeks keseragaman yang ditemukan dalam penelitian ini termasuk tinggi yaitu lebih besar dari 0,6. Dimana menurut Krebs (1985) dalam Efriyeldi (1997) bahwa nilai e>0,6 maka keseragaman jenis adalah tinggi serta menurut Khouw (2008) bahwa nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Indeks keseragaman menunjukkan kemampuan toleransi spesies terhadap lingkungan (Romimotarto dan Juwana, 2007), dengan berdasarkan nilai keseragaman yang ditemukan ini maka diasumsikan bahwa diatom bentik yang 227
epifit pada daun lamun mampu bertoleransi terhadap kondisi lingkungan di perairan Suli. Tabel 2. Indeks Evennes (E) I. 1 0.877 0.647 0 I. 2 0.805 0.614 0 I. 3 0.718 0.837 0 I. 4 0.887 0.911 0 I. 5 0.812 0.921 0 II. 1 0.866 0.935 0 II. 2 0.795 0.795 0 II. 3 0.794 0.794 0 II. 4 0.772 0.895 0 II. 5 0.819 0.845 0 III. 1 0.875 0.862 0.871 III. 2 0.862 0.873 0.855 III. 3 0.858 0.847 0 III. 4 0.771 0.939 0 III. 5 0.778 0.784 0.872 Nilai indeks dominansi berkisar antara 8,084x10-2 -0,148 (Enhalus acoroides), 6,037x10-2 -0,416 (Thalasia hemprichii), 0,105-0,150 (Halodule pinifolia). Nilai indeks dominansi yang ditemukan dalam penelitian ini termasuk rendah. Tabel 3. Indeks Dominansi (D) I. 1 0.105 0.416 0 I. 2 0.137 0.311 0 I. 3 0.147 0.119 0 I. 4 9.091x10-2 0.152 0 I. 5 9.224x10-2 0.113 0 II. 1 8.084x10-2 7.619x10-2 0 II. 2 0.106 0.134 0 II. 3 0.134 8.867x10-2 0 II. 4 0.119 0.183 0 II. 5 9.37x10-2 0.136 0 III. 1 9.551x10-2 0.127 0.112 III. 2 0.109 7.229x10-2 0.105 III. 3 9.878x10-2 0.116 0 III. 4 0.148 6.037x10-2 0 III. 5 0.139 0.205 0.150 Rendahnya nilai indeks dominansi, dikarenakan tingginya keanekaragaman jenis diatom bentik yang ditemukan serta tidak adanya spesies yang mendominasi spesies yang lain, meskipun ada beberapa spesies Navicula, Diploneis, Amphora dan Nitszchia yang sering ditemukan namun jumlahnya tidak melebihi jenis yang lain serta diduga diatom bentik memiliki kemampuan beradaptasi yang sama terhadap lingkungan, dimana keempat jenis ini termasuk ordo Pennales yang merupakan ordo yang hidup secara bentik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Khouw (2008) bahwa indeks dominansi Simpson berkisar antara 0 untuk keragaman rendah sampai 1. 4. Parameter Lingkungan Parameter lingkungan yang terukur selama penelitian adalah parameter suhu dan salinitas perairan, yang terlihat pada table di bawah ini. Tabel 4. Parameter Lingkungan Parameter Lingkungan Salinitas (ppm) Suhu ( C) I. 1 29 29 I. 2 29 29 I. 3 30 29 I. 4 30 30 I. 5 26 29 II. 1 28 30 II. 2 28 30 II. 3 29 30 II. 4 30 29 II. 5 27 30 III. 1 27 29 III. 2 26 29 III. 3 21 30 III. 4 27 30 III. 5 14 30 Salinitas yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 14-30 ppm, sehingga dapat digolongkan mixohaline dengan kisaran sebesar 0,5-40 (Segerstrale, 1964 dalam Supriharyono, 2000). Rendahnya salinitas pada stasiun III.5 yaitu sebesar 14 ppm, hal ini disebabkan adanya rembesan air tawar yang masuk ke perairan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nontji (1987) bahwa perubahan salinitas sangat dipengaruhi oleh pola sirkulasi air laut, besar 228
penguapan, curah hujan dan volume air tawar yang masuk langsung ke dalam laut melalui aliran sungai. Salinitas yang ditemukan selama penelitian masih dalam batas optimum kehidupan lamun, sebagaimana dikemukakan Dahuri et al, (1996) bahwa spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namun sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 /oo-40 /oo. Nilai optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35 /oo. Selanjutnya Zieman (1986) mengemukakan bahwa toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur serta lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Suhu selama penelitian berkisar antara 29-30 C, sesuai dengan kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah 28 C-30 C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25 C-35 C dan pada saat cahaya penuh. Pengaruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologi tersebut akan menurun tajam apabila suhu perairan berada diluar kisaran tersebut (Berwick, 1983). Suhu merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi aktifitas metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1986). Toleransi suhu dianggap sebagai faktor penting dalam menjelaskan biogeografi lamun dan suhu yang tinggi di perairan dangkal dapat juga menentukan batas kedalaman minimum untuk beberapa spesies (Larkum et al, 1989). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu : 1. Tiga jenis lamun yang ditemukan di daerah penelitian yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan Halodule pinifolia. 2. Komposisi diatom bentik pada helaian daun lamun ditemukan 82 jenis. 3. Kepadatan diatom bentik yang epifit pada daun lamun ditemukan tertinggi pada stasiun II. 2 untuk jenis Enhalus acoroides dan Thalasia hemprichii, sedangkan jenis Halodule pinifolia pada stasiun III. 2. 4. Keanekaragaman jenis diatom epifit pada lamun jenis Enhalus acoroides (2,314-2,733), Thalassia hemprichii (1,259-2,909), Halodule pinifolia (1,915-2,470). 5. Keseragaman jenis berkisar antara 0,718-0,887 (Enhalus acoroides), 0,614-0,939 (Thalasia hemprichii), 0,855-0,872 (Halodule pinifolia). 6. Indeks dominansi selama penelitian berkisar antara 8,084x10-2 -0,148 (Enhalus acoroides), 6,037x10-2 -0,416 (Thalasia hemprichii), 0,105-0,150 (Halodule pinifolia). Saran Diharapkan adanya penelitian lanjutan pada organisme bentos yang memanfaatkan diatom sebagai makanannya khususnya yang hidup di komunitas lamun. DAFTAR PUSTAKA Bengen, D. G., 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Jakarta. Efriyeldi. 1997. Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Keterkaitannya dengan Karakteristik Sedimen di Perairan Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis. Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (Tidak Dipublikasikan). 102 hal. Hutabarat dan Evans, 1984. Pengantar Oceanografi. UI-Press. Khouw. 2008. Metode dan Analisa Kuantitatif Dalam Bioekologi Laut. 346 hal. Lanyon, J., 1986. Guide to The Identification of Seagrass in The Great Barrier Reef Region. Townsville, Queensland. pp: 15-25. 229