BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

PENGARUH PEMAKAIAN GIGITIRUAN LEPASAN TERHADAP PERTUMBUHAN

PREVALENSI ODONTEKTOMI MOLAR TIGA RAHANG BAWAH DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT RSGMP FKG USU PADA TAHUN 2012 BERDASARKAN JENIS KELAMIN DAN USIA SKRIPSI

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu anestesi dan terapi intensif.

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP DOSIS MAKSIMUM BAHAN ANESTESI LOKAL LIDOKAIN 2% 1 : , ARTIKAIN 4% 1 : 100

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini

UJI KEPEKAAN ANTIBIOTIK TERHADAP KUMAN ANAEROB PADA ALVEOLITIS PASCA PENCABUTAN GIGI SKRIPSI. Ilfen Febrina Nineti J

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN FAKTOR RISIKO DAN KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI DI RSGM PSPDG-FK UNSRAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

KUALITAS HIDUP LANSIA PEMAKAI GIGITIRUAN PENUH YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA RSGMP FKG USU TAHUN 2013

PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN

PREVALENSI TINDAKAN ALVEOLEKTOMI BERDASARKAN JENIS KELAMIN, UMUR, DAN REGIO YANG DILAKUKAN DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah Ilmu Anestesi dan Ilmu Bedah Jantung.

Lampiran I LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan terima kasih.

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN MELAKSANAKAN INSTRUKSI SETELAH PENCABUTAN GIGI DI RSGM FK UNSRAT

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

POSISI FORAMEN MENTAL PADA PASIEN EDENTULUS DI RSGM FKG USU DITINJAU SECARA RADIOGRAFI PANORAMIK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.3 Tempat dan Waktu Tempat : Klinik Distribusi RSGMP FKGUI Waktu : 15 Agustus 15 Oktober 2008.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Bedah Digestif

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah dibidang ilmu kesehatan anak,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENJAHITAN LUKA PADA MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PERIODE 8-31 OKTOBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelum tidur malam, hal itu dikarenakan agar sisa-sisa makanan tidak menempel di

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU

SKOR PLAK PADA PASIEN PENGGUNA PIRANTI ORTODONTI CEKAT DI PRAKTEK DOKTER GIGI DENGAN MENGGUNAKAN ORTHO PLAQUE INDEX

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan saat ini memiliki paradigma baru yaitu menempatkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KLASIFIKASI MOLAR KETIGA MANDIBULA IMPAKSI DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA PERIODE 1 OKTOBER MARET 2017

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU jalan Alumni no.2 USU, Medan. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Februari 2016 18 Februari 2016. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015. 3.3.2 Sampel Penelitian Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling, diamana sampel merupakan keseluruhan dari populasi. Besar sampel sebanyak 61 kasus dry socket.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi Operasional Dry Socket Komplikasi setelah pencabutan gigi, karena tidak terbentuknya bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang alveolar. Rahang atas Tulang rahang bagian atas dan tidak dapat digerakkan. Rahang bawah Tulang rahang bagian bawah dan dapat digerakkan. 3.5 Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan cara mencatat data sekunder rekam medis pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015. 3.6 Pengolahan dan Analisis data 3.6.1 Pengolahan Data Pengolahan data dari hasil penelitian dilakukan secara komputerisasi. 3.6.2 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara menghitung persentase hasil pencatatan data sekunder rekam medis dari pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

3.7 Ethical Clearance Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik Penelitian untuk penelitian yang melibatkan mahluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran.

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Prevalensi Dry Socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014 dan 2015 Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data sekunder rekam medis pasien pada tahun 2014 dan 2015. Dalam penelitian ini diambil berupa prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah. Dari data sekunder tersebut diperoleh : 1. Pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 pasien yang mengalami dry socket. 2. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 pasien yang mengalami dry socket. Sesuai data diatas, pasien dry socket yang datang ke Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 yang dapat diambil datanya adalah sebanyak 61 orang dengan data yang lengkap. Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 pasien yang mengalami dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0,9%. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 pasien yang mengalami dry socket yang setara dengan pesentase sebesar 0,7%. Tabel 2. Prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada Tahun 2014 dan 2015 Tahun Jumlah Pencabutan gigi Jumlah kasus dry socket Persentase dry socket 2014 3.417 33 0,9% 2015 3.778 28 0,7%

1.00% 0.90% 0.80% 0.70% 0.60% 0.50% 0.40% 0.30% 0.20% 0.10% 0.00% 0,9% 0,7% 2014 2015 Diagram 1. Prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada tahun 2014 dan 2015 4.2 Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014 dan 2015 Berdasarkan rekam medis pada tahun 2014 terdapat 33 kasus dry socket, dengan uraian 15 kasus dry socket terjadi pada rahang atas dengan persentase sebesar 45,5% dan 18 kasus dry socket terjadi pada rahang bawah dengan persentase sebesar 54,5%. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kasus dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah. Tabel 3. Prevalensi Dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 Jumlah Persentase Rahang Atas 15 45,5% Rahang Bawah 18 54,5% Total 33 100%

Rahang Bawah 54,5% Rahang Atas 45,5% Diagram 2. Prevalensi Dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 Berdasarkan rekam medis pada tahun 2015 terdapat 28 kasus dry socket, dengan uraian 10 kasus dry socket terjadi pada rahang atas dengan persentase sebesar 35,7% dan 18 kasus dry socket terjadi pada rahang bawah dengan persentase sebesar 64,3%. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kasus dry socket lebih sering terjadi pada rahang bawah. Tabel 4. Prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2015 Jumlah Persentase Rahang Atas 10 35,7% Rahang Bawah 18 64,3% Total 28 100%

Rahang Atas 35,7% Rahang Bawah 64,3% Diagram 3. Prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2015

BAB 5 PEMBAHASAN Dari hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015, diperoleh sebanyak 61 kasus dry socket. Pada tabel 2 bab 4 pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 kasus dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0.9%. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 kasus dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0,7%. Dari tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi penurunan prevalensi dry socket dari persentase sebesar 0,9% menjadi 0,7%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barbatunde O dkk, dari rekam medis pada Januari 2010 sampai Desember 2013, terdapat perbedaan prevalensi dry socket disetiap tahunnya, pada tahun 2010 prevalensi dry socket sebesar 2,4%, pada tahun 2011 prevalensi dry socket sebesar 1,1% dan pada tahun 2012 prevalensi dry socket sebesar 0,6%. Ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa terjadi penurunan prevalensi dry socket, tetapi terdapat perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Barbatunde O dkk pada tahun 2012 ke tahun 2013 yang mengalami kenaikan prevalensi dari 0,6% menjadi 1%. 5 Ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, dimana berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa prevalensi dry socket mengalami penurunan. Ini disebabkan, pertama, berbedanya cara anamnesis, ketika melakukan anamnesis operator harus menanyakan apakah pasien seorang perokok, apabila pasien wanita ditanyakan apakah pasien sedang mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, ada kemungkinan operator tidak menanyakan hal tersebut. Kedua, berbedanya keahlian dari setiap operator. Ketiga, berbedanya penanganan preoperatif dan postoperatif, dimana pembilasan dengan menggunakan chlorhexidin 0,12% sebelum dan setelah pencabutan gigi dapat mengurangi resiko dry socket, menurut beberapa penelitian terdahulu pemberian antibiotik setelah pencabutan gigi juga dapat mengurangi resiko terjadinya dry socket. Keempat, kurang

patuhnya pasien dalam melaksanakan instruksi setelah pencabutan gigi, seperti jangan terlalu keras ketika berkumur, jangan menghisap dan menggerakkan lidah ke daerah bekas pencabutan gigi dikarenakan dapat merusak bekuan darah yang telah terbentuk, hindari merokok, hindari menyikat gigi pada daerah bekas pencabutan gigi. Terakhir, berbedanya jumlah kasus teknik pencabutan gigi (bedah dan tanpa bedah), dimana pencabutan dengan teknik bedah lebih beresiko menimbulkan dry socket karena dapat menimbulkan trauma yang lebih besar. 21 Pada tabel 3 dan tabel 4 bab 4 hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu, prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 diperoleh hasil pada tahun 2014 prevalensi pada rahang atas sebesar 45,5% dan pada rahang bawah sebesar 54,5%. Pada tahun 2015 hasil prevalensi pada rahang atas sebesar 35,7% dan pada rahang bawah sebesar 64,3%. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa prevalensi dry socket terbesar terdapat pada rahang bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khitab U dkk yang dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien pada klinik pribadi di Mardan dari Januari 2008 sampai Maret 2011, pada penelitian tersebut didapat bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 73,3%. 3 Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Uphadaya C dkk, berdasarkan rekam medis dari Januari 2007 sampai Desember 2008, pada penelitian tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 60,22%. 7 Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Momeni H dkk, berdasarkan rekam medis dari bulan Mei sampai Juni 2010, pada penelitian tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 0,07%. Hal ini dikarenakan kepadatan tulang pada rahang bawah relatif tinggi, kurangnya vaskularisasi pada rahang bawah dan adanya penurunan kapasitas produksi jaringan granulasi pada rahang bawah. 8 Soket pada rahang bawah lebih sering terisi oleh debris makanan dibandingkan dengan rahang atas, mikroorganisme

pada pasien yang memiliki oral hygiene buruk dapat berperan menyebabkan infeksi pada luka bekas pencabutan gigi. 5 Trauma bedah yang cukup besar ketika pencabutan gigi molar ketiga menyebabkan tulang alveolar melepaskan sel-sel yang dapat mengubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan darah sehingga soket kering, pada saat yang bersamaan terjadi pelepasan kinin sehingga menimbulkan rasa sakit pada soket.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dry socket adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi setelah pencabutan gigi, baik pencabutan secara sederhana maupun pencabutan yang dilakukan dengan cara pembedahan. Dry socket biasanya terjadi 2-3 hari setelah pencabutan yang ditandai dengan rasa nyeri yang hebat pada soket bekas pencabutan gigi dan biasanya menyebar sampai ke telinga. Dari penelitian yang dilakukan di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU didapat bahwa prevalensi dry socket pada tahun 2014 sebesar 0,9% dari 3.417 kasus pencabutan gigi dan pada tahun 2015 sebesar 0,7% dari 3.778 kasus pencabutan gigi. Dari penelitian ini juga didapatkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah yaitu, pada tahun 2014 prevalensi dry socket pada rahang atas sebesar 45,5% dan pada rahang bawah sebesar 54,5%. Sedangkan pada tahun 2015 prevalensi dry socket pada rahang atas sebesar 35,7% dan pada rahang bawah sebesar 64,3%. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa prevelensi terbesar terdapat pada rahang bawah. 6.2 Saran 1. Diharapkan penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di kedokteran gigi dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat prevalensi dry socket berdasarkan faktor resiko lainnya. 2. Berdasarkan hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah pada tahun 2014 dan 2015 sudah mengalami penurunan, namun sangat diharapkan prevalensi tersebut dapat ditekan menjadi lebih kecil lagi.